Senin, 20 Februari 2012

Sk.3 Tutorial Blok 4 : “Nyeri”

Skenario 3 Tutorial Blok 4
Skenario Tentang Nyeri
Author : Didit
Skenario :
Seorang anak laki-laki berumur 8 tahun tiba-tiba terjatuh saat berlari. Ia menangis dan mengeluh akan nyerinya di lutut kanannya. Lutut kanannya terlihat merah dan bengkak. Ketika lukanya diusap oleh ibunya, ia merasa tenang dan merasa tidak nyeri lagi. Kemudian ibunya mengompres lututnya dengan air hangat.

Step I
Clarifying Unfamiliar Terms :
    Pain/nyeri : rasa tidak nyaman yang lebih atau kurang terlokalisasi, akibat rangsangan pada ujung-ujung saraf khusus. Nyeri berfungsi sebagai mekanisme perlindungan karena membuat penderitanya menghilangkan atau menjauhi sumbernya. Nyeri juga termasuk salah satu dari tanda akut peradangan (inflamasi) yang disebut dengan dolor.
    Swollen/bengkak : salah satu tanda utama peradangan (inflamasi) seperti halnya nyeri diatas. Segala bentuk bengkak akibat dari peradangan (inflamasi) disebut tumor, kecuali bengkak akibat adanya cairan, biasanya disebut edem/edema.
    Inflamasi sendiri berarti suatu respons protektif lokalisata yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurung baik agen yang menimbulkan cedera maupun jaringan yang cedera tersebut. Pada bentuk akutnya ditandai dengan tanda klasik berupa nyeri (dolor), panas (kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (functio lesa).
    Compress/kompres : bantalan atau gulungan kasa atau bahan lain yang dipakai dengan cara ditekankan ke tempat tertentu, kadang-kadang dibubuhi obat dan bisa berupa kompres basah atau kering, panas atau dingin.
    Looks red/terlihat kemerahan : salah satu tanda utama peradangan (inflamasi), dikenal dengan nama rubor. Lihat keterangan bengkak diatas!
    Luka : silahkan dilihat di Kamus Kedokteran Dorland, bisa dengan kata kunci lesi!
    Cried/menangis : salah satu respon terhadap rasa nyeri, memberi rangsang sensorik ke otak dan menyuruh mata mengeluarkan air mata.
    Mengeluh : salah satu respon terhadap rasa nyeri, memberi rangsang sensorik ke otak dan menyuruh pita suara mengeluarkan suara (keluhan), suara tersebut bisa bermacam-macam yang keluar sebagian karena kebiasaan kita saat mengucap, misal sering mengucap kasar maka yang akan keluar kata-kata kasar. Keluhan tersebut bersifat tidak terkontrol, jadi kita tidak bisa menentukan kata-kata yang akan keluar. Suara yang sering dijumpai seperti “aduh!, aw!” atau hanya sekedar rintihan.
    Respon terhadap rasa sakit lainnya bisa berupa tangisan, rintihan, meniup/mengipasi luka, mengusap luka, dan menggaruk daerah sekitar luka. Ada juga orang yang merespon rasa nyeri tersebut dengan menggerak-garakkan organ yang terluka, misal pada jari atau tangan. (anti-remed.blogspot.com/2011)

Step II
Problem Definition :
1)    Mengapa anak tersebut terasa nyeri dilutut kanannya setelah terjatuh?
2)    Mengapa anak tersebut menangis dan mengeluh akan nyerinya?
3)    Mengapa lutut kanan anak tersebut berwarna merah dan membengkak?
4)    Mengapa ketika lukanya diusap oleh ibunya, anak tersebut terasa tenang dan nyerinya berkurang?
5)    Apa tujuan ibunya mengompres dengan air panas (hangat) seperti didalam skenario?
(anti-remed.blogspot.com/2011)

Step III & IV
Brainstorming and Analizyng The Problem :
1)    Mengapa anak tersebut terasa nyeri dilutut kanannya setelah terjatuh?
    Brainstorming : terjadi kerusakan jaringan, adanya mikroorganisme yang masuk kedalam tubuh,
    Analizyng The Problem :
    Pengertian nyeri
Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya (Tamsuri, 2007). Menurut International Association for Study of Pain (IASP), nyeri adalah sensori subyektif dan emosional yang tidak menyenangkan yang didapat terkait dengan kerusakan jaringan aktual maupun potensial, atau menggambarkan kondisi terjadinya kerusakan
    Fisiologi nyeri
Reseptor nyeri adalah organ tubuh yang berfungsi untuk menerima rangsang nyeri. Organ tubuh yang berperan sebagai reseptor nyeri adalah ujung syaraf bebas dalam kulit yang berespon hanya terhadap stimulus kuat yang secara potensial merusak. Reseptor nyeri disebut juga nosireceptor, secara anatomis reseptor nyeri (nosireceptor) ada yang bermielien dan ada juga yang tidak bermielin dari syaraf perifer.
Berdasarkan letaknya, nosireseptor dapat dikelompokkan dalam beberapa bagaian tubuh yaitu pada kulit (Kutaneus), somatik dalam (deep somatic), dan pada daerah viseral, karena letaknya yang berbeda-beda inilah, nyeri yang timbul juga memiliki sensasi yang berbeda.
Nosireceptor kutaneus berasal dari kulit dan sub kutan, nyeri yang berasal dari daerah ini biasanya mudah untuk dialokasi dan didefinisikan. Reseptor jaringan kulit (kutaneus) terbagi dalam dua komponen yaitu :
a.    Reseptor A delta
Merupakan serabut komponen cepat (kecepatan tranmisi 6-30 m/det) yang memungkinkan timbulnya nyeri tajam yang akan cepat hilang apabila penyebab nyeri dihilangkan
b.    Serabut C
Merupakan serabut komponen lambat (kecepatan tranmisi 0,5 m/det) yang terdapat pada daerah yang lebih dalam, nyeri biasanya bersifat tumpul dan sulit dilokalisasi
Struktur reseptor nyeri somatik dalam meliputi reseptor nyeri yang terdapat pada tulang, pembuluh darah, syaraf, otot, dan jaringan penyangga lainnya. Karena struktur reseptornya komplek, nyeri yang timbul merupakan nyeri yang tumpul dan sulit dilokalisasi.
Reseptor nyeri jenis ketiga adalah reseptor viseral, reseptor ini meliputi organ-organ viseral seperti jantung, hati, usus, ginjal dan sebagainya. Nyeri yang timbul pada reseptor ini biasanya tidak sensitif terhadap pemotongan organ, tetapi sangat sensitif terhadap penekanan, iskemia dan inflamasi.

    Teori Pengontrolan nyeri (Gate control theory)
Terdapat berbagai teori yang berusaha menggambarkan bagaimana nosireseptor dapat menghasilkan rangsang nyeri. Sampai saat ini dikenal berbagai teori yang mencoba menjelaskan bagaimana nyeri dapat timbul, namun teori gerbang kendali nyeri dianggap paling relevan (Tamsuri, 2007).
Teori gate control dari Melzack dan Wall (1965) mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup pertahanan tersebut merupakan dasar teori menghilangkan nyeri.
Suatu keseimbangan aktivitas dari neuron sensori dan serabut kontrol desenden dari otak mengatur proses pertahanan. Neuron delta-A dan C melepaskan substansi C melepaskan substansi P untuk mentranmisi impuls melalui mekanisme pertahanan. Selain itu, terdapat mekanoreseptor, neuron beta-A yang lebih tebal, yang lebih cepat yang melepaskan neurotransmiter penghambat. Apabila masukan yang dominan berasal dari serabut beta-A, maka akan menutup mekanisme pertahanan. Diyakini mekanisme penutupan ini dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung klien dengan lembut. Pesan yang dihasilkan akan menstimulasi mekanoreseptor, apabila masukan yang dominan berasal dari serabut delta A dan serabut C, maka akan membuka pertahanan tersebut dan klien mempersepsikan sensasi nyeri. Bahkan jika impuls nyeri dihantarkan ke otak, terdapat pusat kortek yang lebih tinggi di otak yang memodifikasi nyeri. Alur saraf desenden melepaskan opiat endogen, seperti

2)    Mengapa anak tersebut menangis dan mengeluh akan nyerinya?
    Brainstorming : respon terhadap rasa nyeri
    Analizyng The Problem :
    Respon Psikologis
Respon psikologis sangat berkaitan dengan pemahaman klien terhadap nyeri yang terjadi atau arti nyeri bagi klien.
Arti nyeri bagi setiap individu berbeda-beda antara lain :
o    Bahaya atau merusak;
o    Komplikasi seperti infeksi;
o    Penyakit yang berulang;
o    Penyakit baru;
o    Penyakit yang fatal;
o    Peningkatan ketidakmampuan;
o    Kehilangan mobilitas;
o    Menjadi tua;
o    Sembuh;
o    Perlu untuk penyembuhan;
o    Hukuman untuk berdosa;
o    Tantangan;
o    Penghargaan terhadap penderitaan orang lain;
o    Sesuatu yang harus ditoleransi;
o    Bebas dari tanggung jawab yang tidak dikehendaki.
Pemahaman dan pemberian arti nyeri sangat dipengaruhi tingkat pengetahuan, persepsi, pengalaman masa lalu dan juga faktor sosial budaya.

    Respon fisiologis terhadap nyeri:
(1)    Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial):
a)    Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate;
b)    Peningkatan heart rate;
c)    Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP;
d)    Peningkatan nilai gula darah;
e)    Diaphoresis;
f)    Peningkatan kekuatan otot;
g)    Dilatasi pupil;
h)    Penurunan motilitas GI.
(2)    Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam):
a)    Muka pucat;
b)    Otot mengeras;
c)    Penurunan HR dan BP;
d)    Nafas cepat dan irreguler;
e)    Nausea dan vomitus;
f)    Kelelahan dan keletihan.


    Respon tingkah laku terhadap nyeri:
(1)    Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur);
(2)    Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir);
(3)    Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan gerakan jari & tangan;
(4)    Kontak dengan orang lain/interaksi sosial (Menghindari percakapan, Menghindari kontak sosial, Penurunan rentang perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri).
Individu yang mengalami nyeri dengan awitan mendadak dapat bereaksi sangat berbeda terhadap nyeri yang berlangsung selama beberapa menit atau menjadi kronis. Nyeri dapat menyebabkan keletihan dan membuat individu terlalu letih untuk merintih atau menangis. Pasien dapat tidur, bahkan dengan nyeri hebat. Pasien dapat tampak rileks dan terlibat dalam aktivitas karena menjadi mahir dalam mengalihkan perhatian terhadap nyeri.
    Meinhart & McCaffery mendiskripsikan 3 fase pengalaman nyeri:
(1)    Fase antisipasi (terjadi sebelum nyeri diterima)
Fase ini mungkin bukan merupakan fase yg paling penting, karena fase ini bisa mempengaruhi dua fase lain. Pada fase ini memungkinkan seseorang belajar tentang nyeri dan upaya untuk menghilangkan nyeri tersebut. Peran perawat dalam fase ini sangat penting, terutama dalam memberikan informasi pada klien.
(2)    Fase sensasi (terjadi saat nyeri terasa)
Fase ini terjadi ketika klien merasakan nyeri. karena nyeri itu bersifat subyektif, maka tiap orang dalam menyikapi nyeri juga berbeda-beda. Toleraransi terhadap nyeri juga akan berbeda antara satu orang dengan orang lain. orang yang mempunyai tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri tidak akan mengeluh nyeri dengan stimulus kecil, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah akan mudah merasa nyeri dengan stimulus nyeri kecil. Klien dengan tingkat toleransi tinggi terhadap nyeri mampu menahan nyeri tanpa bantuan, sebaliknya orang yang toleransi terhadap nyerinya rendah sudah mencari upaya mencegah nyeri, sebelum nyeri datang.
Keberadaan enkefalin dan endorfin membantu menjelaskan bagaimana orang yang berbeda merasakan tingkat nyeri dari stimulus yang sama. Kadar endorfin berbeda tiap individu, individu dengan endorfin tinggi sedikit merasakan nyeri dan individu dengan sedikit endorfin merasakan nyeri lebih besar.
Klien bisa mengungkapkan nyerinya dengan berbagai jalan, mulai dari ekspresi wajah, vokalisasi dan gerakan tubuh. Ekspresi yang ditunjukan klien itulah yang digunakan perawat untuk mengenali pola perilaku yang menunjukkan nyeri. Perawat harus melakukan pengkajian secara teliti apabila klien sedikit mengekspresikan nyerinya, karena belum tentu orang yang tidak mengekspresikan nyeri itu tidak mengalami nyeri. Kasus-kasus seperti itu tentunya membutuhkan bantuan perawat untuk membantu klien mengkomunikasikan nyeri secara efektif.
(3)    Fase akibat (terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti)
Fase ini terjadi saat nyeri sudah berkurang atau hilang. Pada fase ini klien masih membutuhkan kontrol dari perawat, karena nyeri bersifat krisis, sehingga dimungkinkan klien mengalami gejala sisa pasca nyeri. Apabila klien mengalami episode nyeri berulang, maka respon akibat (aftermath) dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat berperan dalam membantu memperoleh kontrol diri untuk meminimalkan rasa takut akan kemungkinan nyeri berulang.
    Faktor yang mempengaruhi respon nyeri
a)    Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika nyeri diperiksakan.
b)    Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex: tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
c)    Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
d)    Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri dan dan bagaimana mengatasinya.
e)    Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
f)    Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan seseorang cemas.
g)    Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya. Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu dalam mengatasi nyeri.
h)    Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi nyeri.
i)    Support keluarga dan sosial
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan. (anti-remed.blogspot.com/2011).

3)    Mengapa lutut kanan anak tersebut berwarna merah dan membengkak?
    Brainstorming : terjadinya inflamasi, pembuluh darah perifer terluka -> darah keluar sehingga berwarna merah
    Analizyng The Problem : mekanisme terjadinya inflamasi pada luka (lihat rujukan dibawah!) (anti-remed.blogspot.com/2011)

4)    Mengapa ketika lukanya diusap oleh ibunya, anak tersebut terasa tenang dan nyerinya berkurang?
    Brainstorming : karena anak tersebut merasa lebih nyaman sehingga nyerinya berkurang
    Analizyng  The Problem :
    Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
(1)    Skala intensitas nyeri deskritif
(2)    Skala identitas nyeri numerik
(3)    Skala analog visual
(4)    Skala nyeri menurut bourbanis
Keterangan :
0 :Tidak nyeri
1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.
4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi.
10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul.
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas nyeri tersebut. Klien seringkali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
Skala deskritif merupakan alat pengukuran tingkat keparahan nyeri yang lebih obyektif. Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor Scale, VDS) merupakan sebuah garis yang terdiri dari tiga sampai lima kata pendeskripsi yang tersusun dengan jarak yang sama di sepanjang garis. Pendeskripsi ini diranking dari “tidak terasa nyeri” sampai “nyeri yang tidak tertahankan”. Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri trbaru yang ia rasakan. Perawat juga menanyakan seberapa jauh nyeri terasa paling menyakitkan dan seberapa jauh nyeri terasa paling tidak menyakitkan. Alat VDS ini memungkinkan klien memilih sebuah kategori untuk mendeskripsikan nyeri. Skala penilaian numerik (Numerical rating scales, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat pendeskripsi kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi terapeutik. Apabila digunakan skala untuk menilai nyeri, maka direkomendasikan patokan 10 cm (AHCPR, 1992).
Skala analog visual (Visual analog scale, VAS) tidak melebel subdivisi. VAS adalah suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus menerus dan pendeskripsi verbal pada setiap ujungnya. Skala ini memberi klien kebebasan penuh untuk mengidentifikasi keparahan nyeri. VAS dapat merupakan pengukuran keparahan nyeri yang lebih sensitif karena klien dapat mengidentifikasi setiap titik pada rangkaian dari pada dipaksa memilih satu kata atau satu angka (Potter, 2005).
Skala nyeri harus dirancang sehingga skala tersebut mudah digunakan dan tidak mengkomsumsi banyak waktu saat klien melengkapinya. Apabila klien dapat membaca dan memahami skala, maka deskripsi nyeri akan lebih akurat. Skala deskritif bermanfaat bukan saja dalam upaya mengkaji tingkat keparahan nyeri, tapi juga, mengevaluasi perubahan kondisi klien. Perawat dapat menggunakan setelah terapi atau saat gejala menjadi lebih memburuk atau menilai apakah nyeri mengalami penurunan atau peningkatan (Potter, 2005). (anti-remed.blogspot.com/2011).

5)    Apa tujuan ibunya mengompres dengan air panas (hangat) seperti didalam skenario?
    Brainstorming : untuk mengurangi rasa nyeri, pembengkakan, rasa panas, memperlancar peredaran darah, dst
    Analizyng The Problem : cara mengatasi nyeri (kompres, obat-obatan (oles/oral)) (lihat rujukan dibawah atau pelajari skenario sebelumnya!) (anti-remed.blogspot.com/2011).

Rujukan :
Baca buku Fisiologi Guyton & Hall atau Lauralee Sherwood atau William Ganong, buku-buku Ilmu Penyakit Dalam dari IDI, buku patologi atau patofisiologi, buku farmakologi, modul blok 4 kedokteran dasar II FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta 2011/2012, power point dosen FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, MISC 2009 dan 2010 dan buku-buku penunjang lainnya, buku-buku tersebut dapat diperoleh di Perpustakaan FKIK Universitas Muhammadiyah Yogyakarta atau Perpustakaan kampus Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.

Referensi :
    Tamsuri, A. (2007). Konsep dan penatalaksanaan nyeri. Jakarta : EGC. Hlm 1-63
    Shone, N. (1995). Berhasil Mengatasi Nyeri. Jakarta : Arcan. Hlm : 76-80
    Priharjo, R (1993). Perawatan Nyeri, pemenuhan aktivitas istirahat. Jakarta : EGC hal : 87.
    Sherwood L. Human physiology 7th ed. Canada : Brooks/Cole Cengage Learning; 2007.
    Education. Inc; 2007 Marieb EN, Hoehn K. Human Anatomy & Physiology. United States of America : Pearson
    McGraw-Hill Companies, Inc; 2008 Fauci, et al. Harrison’s Principles of Internal medicine. United States of America : The
    Guyton AC, Hall JE. Buku ajar fisiologi kedokteran edisi 11. Jakarta : EGC; 2008
    Texbook.
    Power point dosen
    Modul FKIK Blok 3
    MISC FPD 2009/2010
    http://www.docstoc.com

Author : Didit
Kata Mutiara Hari Ini : “mungkin kau tidak mengenal Guyton atau Ganong atau Sherwood, tapi bukan berarti kau tidak lebih pintar dari mereka!”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar