Kamis, 16 Februari 2012

Blok 16 skenario 2 part 2


Eksaserbasi asma akut merupakan proses yang bifasik. Maksudnya terbagi menjadi dua proses, yakni immediate fase dan late fase. Pada awal fase dari inflamasi karena alergi, biasnya melibatkan mediator seperti histamin dan leukotrien yang dapat menyebabkan bronkospasme. Nah, jika diberikan β-agonis, maka reaksi awal ini dapat dinetralisir.
Pada fase selanjutnya, mediator juga memberikan sinyal kepada sel-sel inflamatori, seperti eosinofil, yang kemudian merekrut sel lainnya seperti sel epitel sehingga menyebabkan inflamasi dan kerusakan pada jalur nafas dan struktur subepitellial. Jika proses ini berlanjut terus-menerus maka akan merubah stuktur histologis dari saluran nafas tersebut. Dalam proses ini, Th-2 lebih dominan.




Asma dapat dipicu oleh faktor-faktor dibawah ini :
  • Infeksi respiratori (viral, mycoplasma)
  • Aktivitas fisik yang berat
  • Alergen yang terhirup, ataupun yang dimakan
  • Iritan seperti asap rokok dan polusi udara
  • Perubahan cuaca
  • Obat-obatan
  • Zat kimia (tartrazine, sulfites, monosodium glutamate)
  • Stress psikis
  • Gastroesophageal reflux

 


 

Bagan 1 Patofisiology asma
        



 

    


Tabel 3. Klasifikasi asma menurut derajat serangan

 

Parameter klinis, fungsi faal paru, laboratoriumRinganSedangBeratAncaman henti napas


Sesak (breathless)


Berjalan


Berbicara


Istirahat
Bayi :
Menangis keras
Bayi :
-Tangis pendek dan lemah
-Kesulitan menetek/makan
Bayi :
Tidakmau makan/minum
PosisiBisa berbaringLebih suka dudukDuduk bertopang lengan
BicaraKalimatPenggal kalimatKata-kata
KesadaranMungkin iritabelBiasanya iritabelBiasanya iritabelKebingungan
SianosisTidak adaTidak adaAdaNyata
WheezingSedang, sering hanya pada akhir ekspirasiNyaring, sepanjang ekspirasi ± inspirasiSangat nyaring, terdengar tanpa stetoskopSulit/tidak terdengar
Penggunaan otot bantu respiratorikBiasanya tidakBiasanya yaYaGerakan paradok torako-abdominal
RetraksiDangkal, retraksi interkostalSedang, ditambah retraksi suprasternalDalam, ditambah napas cuping hidungDangkal / hilang
Frekuensi napasTakipnuTakipnuTakipnuBradipnu
Pedoman nilai baku frekuensi napas pada anak sadar :
Usia Frekuensi napas normal per menit
< 2 bulan <60
2-12 bulan < 50
1-5 tahun < 40
6-8 tahun < 30
Frekuensi nadiNormalTakikardiTakikardiDradikardi
Pedoman nilai baku frekuensi nadi pada anak
Usia Frekuensi nadi normal per menit
2-12 bulan < 160
1-2 tahun < 120
6-8 tahun < 110
Pulsus paradoksus
(pemeriksaannya tidak praktis)
Tidak ada
(< 10 mmHg)
Ada
(10-20 mmHg)
Ada
(>20mmHg)
Tidak ada, tanda kelelahan otot respiratorik
PEFR atau FEV1
(%nilai dugaan/%nilai terbaik)
Pra bonkodilator
Pasca bronkodilator




>60%
>80%




40-60%
60-80%




<40%
<60%, respon<2 jam
SaO2 %>95%91-95%≤ 90%
PaO2Normal (biasanya tidak perlu diperiksa)>60 mmHg<60 mmHg
PaCO2<45 mmHg<45 mmHg>45 mmHg
Sumber : GINA, 2006
















Umur Alat inhalasi
< 2 tahun Nebuliser (alat uap)
   MDI (Metered Dose Inhaler) dengan spacer Aerochamber, Babyhaler
5-8 tahun Nebuliser
   MDI dengan spacer
   DPI (Dry Powder Inhaler): Diskhaler, Turbuhaler
> 8 tahun Nebuliser
   MDI dengan spacer
   DPI
   MDI tanpa spacer

 

PENATALAKSANAAN ASMA
Penatalaksanaan asma dibagi menjadi dua, yaitu: penatalaksanaan asma saat serangan (reliever) dan penatalaksanaan asma di luar serangan (controller).
Berdasarkan panduan asma internasional (GINA: Global Intiative for Asthma), tujuan penatalaksanaan asma yang berhasil adalah bagaimana penyakit asma tersebut bisa dikontrol. Menurut GINA yang telah diakui oleh WHO dan National Healt, Lung and Blood Institute-USA (NHBCLI), ada beberapa kriteria yang dimaksudkan dengan asma terkontrol. Idealnya tidak ada gejala-gejala kronis, jarang terjadi kekambuhan, tidak ada kunjungan ke gawat darurat, tidak ada keterbatasan aktivitas fisik, seperti latihan fisik dan olahraga, fungsi paru normal atau mendekati normal, minimal efek samping dari penggunaan obat dan idealnya tidak ada kebutuhan akan obat-obat yang digunakan kalau perlu.
Dalam penatalaksanaan asma, yang penting adalah menghindari pencetus (trigger) dan memilih pengobatan yang tepat untuk mencegah munculnya gejala asma. Selain itu, menghilangkan gejala dengan cepat dan menghentikan serangan asma yang sedang terjadi.2
Penatalaksanaan Asma Saat Serangan
Penatalaksanaan asma saat serangan bertujuan untuk: mencegah kematian, dengan segera menghilangkan obstruksi saluran napas; mengembalikan fungsi paru sesegera mungkin; mencegah hipoksemia dan mencegah terjadinya serangan berikutnya.
Penatalaksanaan asma saat serangan dibagi lagi menjadi dua, yaitu penatalaksanaan saat serangan di rumah dan penatalaksanaan asma saat serangan di rumah sakit.
Penatalaksanaan Saat Serangan di Rumah
1.Terapi awal
Berikan segera Inhalasi agonis beta2 kerja cepat 3 kali dalam 1 jam berarti setiap 20 menit, contohnya Salbutamol 5mg, Terbutalin 10 mg, Fenoterol 2,5 mg
Jika tidak tersedia inhalasi agonis beta2 maka dapat diberikan agonis beta2 oral 3x1tablet 2 mg
2.Evaluasi respon pasien
Jika keadaan pasien membaik yaitu gejala batuk, sesak dan mengi berkurang atau tidak terjadi serangan ulang selama 4 jam maka pemberian beta2 agonis diteruskan setiap 3-4 jam selama 1-2    hari.
Jika keadaan pasien tidak membaik atau malah memburuk maka berikan kortikosteroid oral seperti 60-80 mg metilprednisolon kemudian pemberian beta2 agonis diulangi dan segera rujuk pasien ke rumah sakit.
Pengelolaan Serangan Asma di Rumah Sakit
1.Terapi awal
Inhalasi beta2 agonis kerja singkat secara nebulisasi 1 dosis tiap 20 menit selama 1 jam atau agonis beta2 injeksi seperti Terbutalin o,5 ml subkutan atau adrenalin 1/1000 0,3 ml subkutan.    Berikan oksigen dengan kanul nasal 4-6 l/menit untuk mencapai saturasi 90% pada dewasa dan 95% pada anak-anak. Berikan kortikosteroid sistemik seperti hidrokortison 100-200mg atau    metilprednisolon IV jika:
1.Serangan asma berat
2.Tidak ada respon segera dengan beta2 agonis
3.Jika pasien sedang mendapat kortikosteroid peroral
2. Lakukan penilaian ulang APE, saturasi oksigen dan pemeriksaan lain bila diperlukan
Jika respon baik maka pasien dipulangkan, teruskan pengobatan inhalasi beta2 agonis dan dapat ditambahkan kortikosteroid oral, berikan arahan pada pasien untuk minum obat secara teratur.    Jika respon pasien tidak sempurna dalam 1-2 jam maka pasien dirawat di rumah sakit dengan:
1.Pemberian inhalasi beta2 agonis dan inhalasi antikolinergik
2.Beri kortikosteroid sistemik
3.Berikan oksigen sama seperti sebelumnya
4.Dapat diberikan aminofilin IV
Jika respon buruk dalam 1 jam maka pasien dirawat di ICU dengan diberikan
•Inhalasi beta2 agonis dan inhalasi antikolinergik,
•Kortikosteroid IV
•Beta2 agonis subkutan, IM dan IV
•Beri oksigen
•Aminofilin IV
•Berikan intubasi dan ventilasi mekanik
Penatalaksanaan Asma di Luar Serangan
Penatalaksanaan asma diluar serangan, mengacu kepada berat ringannya gejala asma. Berdasarkan berat ringannya gejala asma, maka penatalaksanaan asma di luar serangan dapat dibagi menjadi; penatalaksanaan asma intermiten , penatalaksanaan asma persisten ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan Asma Intermiten
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala intermiten (kurang dari satu kali seminggu), serangan singkat (beberapa jam sampai hari), gejala asma malam kurang dari dua kali sebulan, diantara serangan pasien bebas gejala dan fungsi paru normal, nilai APE dan VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas < 20%.
Pada asma intermiten ini, tidak diperlukan pengobatan pencegahan jangka panjang. Tetapi obat yang dipakai untuk menghilangkan gejala yaitu agonis beta 2 inhalasi, obat lain tergantung intensitas serangan, bila berat dapat ditambahkan kortikosteroid oral.
Penatalaksanaan Asma Persisten Ringan
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala lebih dari 1x seminggu, tapi kurang dari 1x per hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, serangan malam lebih dari 2x per bulan dan nilai APE atau VEP1 > 80% dari nilai prediksi, variabilitas 20-30%.
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 200-500 mikrogram, kromoglikat, nedocromil atau teofilin lepas lambat. Dan jika diperlukan, dosis kortikosteroid inhalasi dapat ditingkatkan sampai 800 mikrogram atau digabung dengan bronkodilator kerja lama (khususnya untuk gejala malam), dapat juga diberikan agonis beta 2 kerja lama inhalasi atau oral atau teofilin lepas lambat. Sedangkan untuk menghilangkan gejala digunakan: agonis beta 2 inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.
Penatalaksanaan Asma Persisten Sedang
Gambaran klinis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala setiap hari, serangan mengganggu aktivitas dan tidur, serangan malam lebih dari 1x per minggu dan nilai APE atau VEP1 antara 60-80% nilai prediksi, variabilitas > 30%.
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000 mikrogram, bronkodilator kerja lama, khususnya untuk gejala malam: inhalasi atau oral agonis beta 2 atau teofilin lepas lambat. Sedangkan obat yang digunakan untuk menghilangkan gejala, terdiri dari: agonis beta 2 inhalasi bila perlu tapi tidak melebihi 3-4 kali per hari dan obat pencegah setiap hari.
Penatalaksanaan Asma Persisten Berat
Gambaran linis sebelum pengobatan, terdiri dari: gejala terus-menerus, sering mendapat serangan, sering serangan malam, aktivitas fisik terbatas dan nilai APE atau VEP1 kurang dari 60% nilai prediksi, variabilitas > 30%.
Pengobatan jangka panjang terdiri dari: inhalasi kortikosteroid 800-2000 migrogram; bronkodilator kerja lama (inhalasi agonis beta 2 kerja lama, teofilin lepas lambat, dan atau agonis beta 2 kerja lama tablet atau sirup; kortikosteroid kerja lama tablet atau sirup. Sedangkan, obat yang digunakan untuk menghilangkan gejala, agonis beta 2 inhalasi bila perlu dan obat pencegah setiap hari.
Jadi, pada prinsipnya pengobatan asma dimulai sesuai dengan tingkat beratnya asma, bila asma tidak terkendali lanjutkan ke tingkat berikutnya. Tetapi sebelum itu perhatikan dulu, apakah teknik pengobatan, ketaatan berobat serta pengendalian lingkungan (menghindari factor pencetus) telah dilaksanakan dengan baik.
Setelah asma terkendali dengan baik, paling tidak untuk waktu 3 bulan, dapat dicoba untuk menurunkan obat-obat anti asma secara bertahap, sampai mencapai dosis minimum yang dapat mengandalikan gejala.
Akhir-akhir ini diperkenalkan terapi anti IgE untuk asma alergi yang berat. Penelitian menunjukkan anti IgE dapat menurunkan berat asma, pemakaian obat anti asma serta kunjungan ke gawat darurat karena serangan asma akut dan kebutuhan rawat inap.
Berbagai penelitian telah dilakukan mengenai kombinsi kortikosteroid dan bronkodilator, untuk mencegah kerusakan kronik dan gangguan fungsi paru. Panduan pengobatan menganjurkan pemakaian kortikosteroid sedini mungkin pada pasien yang mengkonsumsi agonis beta 2 inhalasi aksi pendek lebih dari sekali sehari. Ada dua penelitian yang melaporkan bahwa penambahan salmeterol pada pasien asma ringan, sedang maupun berat yang sedang dalam pengobatan kortikosteroid inhalasi menghasilkan perbaikan fungsi paru dan gejala asma. Bila dibandingkan dengan menaikan dosis kortikosteroid inhalasi dua kali lipat. Penelitian lain melaporkan perbaikan gejala fungsi paru dan penurunan eksaserbasi pada pasien yang mendapat salmaterol yang dikombinasi dengan flutikason propionate dibandingkan denganpasien yang memperoleh dosis kortikosteroid dua kali lipat. Penelitian lain juga menemukan, keberhasilan kombinasi budesonide dengan formoterol dalam satu sediaan untuk mengontrol asma dan meningkatkan kualitas hidup.2
Disamping itu semua, dalam pengobatan asma, ketaatan pemakaian obat juga menentukan keberhasilan terapi. Ketaatan pemakaian obat akan menurunkan dalam kompleksitas pengobatan dan seringnya frekuensi pemakaian obat. Untuk itu, diperlukan penyederhanaan rejimen pengobatan dengan mengkonsumsikan agonis beta 2 aksi panjang dengan kortikosteroid dalam suatu sediaan. Kombinasi ini dipakai 2 kali sehari diharapkan akan memperbaiki pengendalian asma dan kualitas hidup pada pasien-pasien yang membutuhkan ke arah jenis pengobatan di atas.2
Pentingnya Edukasi dalam Penatalaksanaan Asma
Edukasi pada pasien asma merupakan suatu hal yang sangat penting, dan sebelumnya harus ada dulu kerjasama yang baik antara dokter/tenaga medis dengan penderita dan keluarganya. Bila penderita dan keluarganya memahami penyakitnya dengan baik, maka ia secara sadar akan menghindari factor-factor pencetus serangan, menggunakan obat secara benar dan berkonsultasi kepada dokter secara tepat. Panderita dan keluarganya harus diberi motivasi bahwa untuk mengatasi penyakit asma tidak akan berhasil dengan baik bila hanya dengan obat-obatan saja, tetapi harus juga mempunyai pengetahuan tentang penyakit asma dan penatalaksanaannya.2, 11
Salah satu factor penyulit dalam pengobatan asma adalah penderita datang dalam keadaan penyakit berat karena penderita berusaha mengobati diri sendiri dan menunda-nunda untuk meminta pertolongan dokter. Maka dengan edukasi yang baik, penderita diharapkan bisa membedakan keadaan serangan yang ringan dan berat. Bahkan penderita dan keluarga harus bisa memilah kapan harus ke dokter dan kapan tidak perlu ke dokter.
Penderita asma dan keluarganya hurus memahami tujuh masalah dalam bidang penyakit asma untuk mengengatasi penyakitnya, yaitu:2 memahami pengertian dasar dari penyakitnya, artinya kita harus memberikan edukasi kepada penderita dan keluarganya mengenai penyakit asma, termasuk didalamnya: patofisiologis, gejala, berat-ringannya penyakit asma, berat-ringannya serangan asma, factor pencetus serta pengendalian lingkungan, cara pengobatan preventif maupun kuratif yang dianjurkan, termasuk obat asma serta efek samping dan cara pemakaiannya, dan hal-hal lain yang dianggap perlu. Disamping itu, penderita juga diharapkan dapat menilai atau memantau berat-ringannya penyakit asma serta berat-ringannya serangan dan termasuk didalamnya pengelolaan yang dianjurkan; memahami dan memantau pengobatan pencegahan asma jangka panjang; memahami dan melaksanakan rencana pengobatan emergensi untuk mengatasi serangan asma yang mendadak; serta olahraga yang teratur untuk meningkatkan kebugaran tubuh dan control secara teratur ke dokter pribadinya.
Pencegahan
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-faktor penyebab (alergen) yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri. Setiap penderita umumnya memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu serangan asmanya.

Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat bernafas lega akan tetapi disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis yang diberikan oleh dokter.

Selain itu, perlu juga pendidikan pada penderita mengenai penyaktinya sehingga dia dapat menyikapi penyakitnya dengan baik, atihan relaksasi, kontrol terhadap emosi dan lakukan senam atau olah raga yang bermanfaat memperkuat otot pernapasan, misalnya berenang dan fisioterapi, sehingga lendir mudah keluar.
PROGNOSIS
Mortalitas akibat asma sedikit nilainya. Gambaran yang paling akhir menunjukkan kurang dari 5000 kematian setiap tahun dari populasi berisiko yang berjumlah kira-kira 10 juta. Namun, angka kematian cenderung meningkat di pinggiran kota dengan fasilitas kesehatan terbatas.
Informasi mengenai perjalanan klinis asma mengatakan bahwa prognosis baik ditemukan pada 50 sampai 80 persen pasien, khususnya pasien yang penyakitnya ringan timbul pada masa kanak-kanak. Jumlah anak yang menderita asma 7 sampai 10 tahun setelah diagnosis pertama bervariasi dari 26 sampai 78 persen, dengan nilai rata-rata 46 persen; akan tetapi persentase anak yang menderita penyakit yang berat relative rendah (6 sampai 19 persen).
Tidak seperti penyakit saluran napas yang lain seperti bronchitis kronik, asma tidak progresif. Walaupun ada laporan pasien asma yang mengalami perubahan fungsi paru yang irreversible, pasien ini seringkali memiliki tangsangan komorbid seperti perokok sigaret yang tidak dapat dimasukkan salam penemuan ini. Bahkan bila tidak diobati, pasien asma tidak terus menerus berubah dari penyakit yang ringan menjadi penyakit yang berat seiring berjalannya waktu. Beberapa penelitian mengatakan bahwa remisi spontan terjadi pada kira-kira 20 persen pasien yang menderita penyakit ini di usia dewasa dan 40 persen atau lebih diharapkan membaik dengan jumlah dan beratnya serangan yang jauh berkurang sewaktu pasien menjadi tua.
Kontributor : shafira, abus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar