Kamis, 27 Oktober 2011

Skenario 2, blok 2 2011


Pembahasan Skenario 2 Blok 2 Part 2 :)


1.      Bagaimana tindakan dokter menyikapi keadaan dilema etik?
Jawaban : menggunakan asas etika/biomedik. Asas etika/biomedik ada 4, yaitu :
1)      Otonomi ; “Vouluntus Aegroti Suprema Lex”. Setiap pasien harus diperlakukan sebagai manusia yang mempunyai hak untuk menentukan nasibnya sendiri. “the patient has the right to refuse or choose their treatment”, setiap pasien berhak untuk menolak atau memilih pengobatan untuknya sendiri.

Kriteria Autonomy (otonomi) :
(1)   Menghargai hak menentukan nasib sendiri, menghargai martabat pasien.
(2)   Tidak mengintervensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)
(3)   Berterus terang
(4)   Menghargai privasi.
(5)   Menjaga rahasia pribadi
(6)   Menghargai rasionalitas pasien.
(7)   Melaksanakan informed consent
(8)   Membiarkann pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri.
(9)   TIdak mengintervensi atau meghalangi outonomi pasien.
(10)                       Mengcegah pihak lain mengintervensi pasien dan membuat keputusan, termasuk, termasuk keluarga pasien sendiri.
(11)                       Sabar menunggu keputusan yang akan diambil pasien pada kasus non emergensi.
(12)                       Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien.
(13)                       Menjaga hubungan (kontrak)……………..

2)      Solus Aegroti supreme Lex”. Ini asas Beneficence atau kemurahan hati. Dokter harus senantiasa menggunakan agar pasien yang dirawatnya terjaga kesehatannya, dokter mengobati pasien bukan hanya sekedar memenuhi kewajiban, tapi juga harus bersikap ramah dan bersikap menolong. “A practitioner should act in the best interest of the patient”.

Kriteria Beneficence :
(1)   Menolong
(2)   Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia
(3)   Memandang pasien/keluarga dan sesuatu tak sejauh menguntung dokter
(4)   Mengusakan agar kebaikan/manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya.
(5)   Paternalisme bertanggung jawab/ kasih sayang
(6)   Menjamin kehidupan baik minimal manusia
(7)   Pembatasan Goal-Based
(8)   Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/preferensi pasein
(9)   Minimalisasi akibat buruk.
(10)                       Kewajiban menolong pasien gawat darurat
(11)                       Menghargai
(12)                       Tidak menarik honorarium
(13)                       Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keselurushan
(14)                       Mengembangkan profesi secara terus-menerus.
(15)                       Memberikan obat berkhasiat namun murah
(16)                       Menerapkan Golden Rule Principle

3)      primum non nocere”, tidak berbuat yang merugikan pasien, suatu kaidah “Non Malficence”, yaitu dikenal dengan sepotong kalimat “first do no harm”.. dalam mengobati pasien, dokter harus memilih cara yang paling kecil resikonya dan paling besar manfaatnya.

Kriteria Nonmalficence :
(1)   Menolong pasien emergensi
(2)   Kondisi untuk menggambarkan kriteria ini adalah:
a.Pasien dalam keadaan berbahaya.
b.Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan.
c.Tindakan Kedokteran tadi terbukti efektif
d.Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami risiko minimal).
(3)   Mengobati pasien yang luka.
(4)   Tidak membunuh pasien (tidak melakukan euthanasia)
(5)   Tidak menghina/caci maki.
(6)   Tidak memandang pasien sebagai objek
(7)   Mengobati secara tidak proporsional
(8)   Tidak mencegah pasien secara berbahaya
(9)   Menghindari misrepresentasi dari pasien
(10)                       Tidak membahayakan kehidupan pasien karena kelalaian
(11)                       Tidak memberikan semangat hidup
(12)                       Tidak melindungi pasien dari serangan
(13)                       Tidak melakukan white collar dalam bidang kesehatan

4)      justice”, keadilan. Dokter tidak boleh membedakan kedudukan sosial, tingkat ekonomi, pandangan politik, agama kepercayaan, kebangsaan status perkawinan maupun jenis kelamin dalam mengobati pasien. Pertimbangan satu-satunya dalam sikap dokter adalah kesehatan pasien.

Kriteria Justice :
(1)   Memberlakukan segala sesuatu secara universal
(2)   Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan.
(3)   Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama.
(4)   Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality,accessibility,availability,quality)
(5)   Menghargai hak hukum  pasien.
(6)   Menghargai hak orang lain.
(7)   Menjaga kelompok yang rentan (yang paling dirugikan)
(8)   Tidak melakukan penyalahgunaan.
(9)   Bijak dalam makro alokasi.
(10)                       Memberikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien
(11)                       Meminta partisipasi pasien seusai dengan kemampuan.
(12)                       Kewajiban mendistribusi keuntungan dan kerugian (biaya, beban ., sanki) secara adil
(13)                       Mengembalikan hak kepada pemiliknya pada saat yang tepat dan kompeten.
(14)                       Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat.
(15)                       Menghormati hak populasi yang sama-sama rentan penyakit/ggn kesehatan.
(16)                       Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status sosial dll.

Urutan asas dari yang tertinggi ke yang terendah; pertama justice, dilanjutkan Nonmalficence dan otonomy (dua2nya saling pro dan kontra) dan yang terakhir beneficence karena dalam setiap kasus dilema etik, kriteria beneficence kerap kali muncul.

2.      Landasan apa yang dilakukan dokter untuk tetap melakukan tindakan medis?
Jawaban : Otonomi dokter ; bukan hanya pasien yang memiliki otonomi, dokter pun punya, jika dokter tidak mempunyai otonomi, pasien dapat seenaknya saja untuk mennuntut/menggugat dokter jika terjadi sesuatu dengan hubungan medis. Yang dimaksud dengan otonomi dokter adalah dokter memiliki hak untuk mendiagnostik pasien, pasien memilih sendiri keputusan yang dokter jelaskan (baik dan buruknya), dan pasien wajib memilih apa yang menurutnya paling baik, setelah itu tanda tangan. Jika pasien merupakan anak kecil, orang tua yang memutuskan dan memberi tanda tangan.
            Informed consent ; persetujuan yang diberikan pasien kepada dokter setelah diberi penjelasan. (undang-undang tentang informed consent terdapat pada Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 585/Menkes/Per/IX/1989 Tentang Persetujuan Tindakan Medik (informed consent)). Dokter memberi pasien penjelasan tentang penyakitnya, tetapi tidak memaksa pasien untuk menuruti saran dokter. Jika pasien informed refuse (penolakan tindakan medis), pasien menandatangani surat pernyataan. Dokter sudah tidak bertanggung jawab lagi dan hubungan terapeutik antara dokter dan pasien berakhir. Dokter tidak bisa dituntut jika suatu hari nanti terjadi sesuatu dengan pasien tersebut.
            Dalam kasus seperti dalam skenario 2, pasien dalam keadaan tidak sadar (koma), maka otonomi pasien berpindah ketangan keluarganya. Keluarganyalah yang wajib memberikan persetujuan dan menandatangani surat persetujuan. Jika dokter tetap memberikan transfusi darah kepada pasien tanpa persetujuan dari keluarga pasien dan mengabaikan kepercayaan pasien (tentang donor darah dilarang) atas dasar KODEKI tentang keselamatan pasien, maka dokter dianggap telah menganiaya pasien (secara etik benar tetapi secara hukum salah) dan dikenakan sanksi administratif berupa penarikan surat praktik seperti yang terkandung dalam Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia No. 585/Menkes/Per/IX/1989/BAB VI pasal 13 Tentang sanksi yang berbunyi : “terhadap dokter yang melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari pasien atau keluarganya dapat dikenakan sanksi administratif berupa pencabutan surat izin praktiknya”.
            Jika pasien tidak di transfusi dan meninggal dunia, secara hukum benar dan secara etis salah. Keluarga pasien tidak bisa menuntut dokter.
            Sebenarnya alternatif lain selain donor darah ada, yaitu infus plasma paling kuat, serum dan vitamin darah. Namun untuk memenuhi darah yang kurang alternatif ini membutuhkan waktu yang lama, dan alternatif ini juga membutuhkan aksi-reaksi dari tubuh pasien, jika pasien dalam keadaan koma atau tidak sadar, otomatis tubuh pasien tidak dapat merespon baik pemberian plasma, serum maupun vitamin darah.


REFERENSI
·         Modul of medical ethics and medical law blok 2 2011
·         Panduan praktis etika profesi dokter by dr. Heru Budianto, SH, MM
·         Panduan etika medis alih bahasa dr. Sagiran, M.Kes
·         Power Point dosen
·         Etika kedokteran dan ilmu kesehatan edisi 4
·         Textbook

Author : Eka dan Didit
Published with Blogger-droid v1.7.4

Tidak ada komentar:

Posting Komentar