Senin, 17 Oktober 2011

Rekam medis dan Asuransi dalam kode etik


Hak asasi manusia (HAM) yang menjadi pasien rumah sakit harus diindahkan. Di Amerika telah diterbitkan suatu Hospital Patient's Charter. Di dalamnya dicantumkan hak atas informasi. Hak atas informasi pasien merupakan hal yang harus diperhatikan oleh rumah sakit. Memang informed consent merupakan barang impor dari Amerika yang masih belum begitu dihayati maknanya. Namun menjelang PJPT-II, Persetujuan Tindakan Medik sebagaimana sudah diatur di dalam Permenkes No. 585 tahun 1989 secara berangsur-angsur harus diterapkan. Apalagi sekarang sudah dicantumkan juga di dalam UU No. 23 tahun 1992 tentang Kesehatan pada Penjelasan pasal 53 ayat 2.
            Masalah lain adalah menyangkut Rahasia Kedokteran (baca: pasien) yang harus disimpan dan tidak boleh diungkapkan kepada pihak lain tanpa izin pasien; yang dalam praktek masih belum disadari sepenuhnya. Ini sudah berlaku universal dan dijelaskan dalam yuriprudensi berbagai negara di dalam pertimbangan hakim. Permintaan keterangan medis, misalnya dari pihak asuransi harus ada Surat Pernyataan Persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga terdekatnya. Surat tersebut diserahkan kepada rumah sakit untuk disimpan di dalam berkas Rekam Medis sebagai alat bukti jika ada tuntutan kelak.
         Tentu timbul pertanyaan: mengapa pihak asuransi tidak dapat secara langsung meminta informasi medik dari rumah sakit, sedangkan perusahaan asuransi itu permintaan- nya juga dilakukan misalnya oleh seorang dokter? Bukankah antara teman sejawat tidak ada rahasia? Mungkin hal ini harus di clear kan, karena setiap kali dokter yang merawatnya direpotkan dengan hal-hal semacam ini yang sebenarnya terletak di bidang administratif dan hukum. Sebenarnya dengan  udah masalah ini dapat diselesaikan asalkan pihakpihak yang berkepentingan sudah mengetahui hukumnya dan mau mengerti serta mentaatinya. Harus diketahui bahwa sewaktu pasien dan pihak asuransi mengadakan perjanjian, pihak rumah sakit sama sekali tidak tahu-menahu. Maka antara rumah sakit dan pihak asuransi sama sekali tidak ada kaitan secara langsung. Sesudah pasien masuk rumah sakit dan dirawat, baru timbul hubungan antara rumah sakit pasien, namun tidak dengan pihak asuransi (Lain halnya Astek, Jasa Raharja yang memang sudah ada perjanjian dengan rumah sakit sebelumnya).
Selain itu pemberian keterangan kepada pihak asuransi tersebut tidak termasuk perjanjian terapetik rumah sakit (dokter) – pasien, sehingga dapat dikenakan honor terpisah.

 source: Beberapa Masalah dalam Hubungan Rumah Sakit dan Pasien, Cermin Dunia Kedokteran, Edisi Khusus No. 90, 1994  J. Guwandi, SH, Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar