Author : Indra dan Agni
Seorang
perempuan umur 30 tahun belum menikah datang ke Rumah Sakit dengan keluhan
keputihan, berbau dan tidak gatal sejak 6 bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan
fisik vagina tidak tampak adanya masa, kemerahan dan adanya erosi di portio
vagina. Dokter meminta supaya dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pap
smear dan dinyatakan sebagai radang kronis dengan dijumpai sel dysplasia
sedang curiga lesi pre kanker cervix. Perempuan tersebut memiliki riwayat
sering berhubungan seksual dengan banyak pasangan pada usia remaja.
1.
PROSES
PRANEOPLASTIK DIDAPAT
Keadaan
klinis tertentu merupakan predisposisi terjadinya neoplasma ganas dan disebut
gangguan praneoplastik. Pemberian nama ini kurang menguntungkan karena
mengisyaratkan sesuatu yang tidak terhindarkan, tetapi pada kenyataannya
walaupun keadaan klinis tersebut mungkin meningkatkan kemungkinan kanker pada
sebagian kasus tidak terbentuk kanker. Berikut ini daftar keadaan tersebut :
a. Replikasi
sel generatif persisten (misal karsinoma sel skuamosa di tepi suatu fistula
kulit kronik atau luka kulit yang tidak sembuh-sembuh, karsinoma hepatoselular
pada sirosis hati)
b. Proliferasi
hiperplastik dan displastik (misal karsinoma endometrium pada hiperplasia
endometrium atipikal, karsinoma bronkogenik pada mukosa bronkus displastik
akibat kebiasaan merokok)
c. Gastritis
atrofik kronik (misal karsinoma lambung pada anemia pernisiosa)
d. Kolitis
ulserativa kronik (misal peningkatan insiden karsinoma kolorektum pada penyakit
jangka panjang)
e. Leukoplakia
rongga mulut, vulva, atau penis (misal meningkatnya risiko karsinoma sel
skuamosa)
f. Adenoma
vilosa kolon (misal tingginya risiko trans-formasi menjadi karsinoma
kolorektum)
Dalam
konteks ini dapat ditanyakan “Apa risiko terjadinya perubahan ganas pada suatu
neoplasma jinak?” atau “Apakah tumor jinak bersifat prakanker?” secara umum
jawabannya adalah tidak tetapi jelas ada pengecualiaan dan mungkin akan lebih
dikatakan bahwa setiap tumor jinak berkaitan dengan tingkat risiko tertentu,
berkisar dari tinggi sampai hampir tidak ada. Sebagai contoh adenoma kolon
sewaktu membesar dapat mengalami trans-formasi maligna pada 50% kasus,
sebaliknya trans-formasi maligna sangat jarang pada leiomioma uterus.
Sumber
: Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Edisi 7
2. BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK
NEOPLASMA JINAK DAN NEOPLASMA GANAS
KARAKTERISTIK
|
JINAK
|
GANAS
|
Diferensiasi/ anaplasia
|
Berdiferensiasi baik, struktur mungkin khas jaringan
asal
|
Sebagian tidak memperlihatkan diferensiasi disertai
anaplasia, struktur sering tidak khas
|
Laju pertumbuhan
|
Biasanya progresif dan lambat, mungkin berhenti
tumbuh atau menciut, gambaran miotik jarang dan normal
|
Tidak terduga dan mungkin cepat atau lambat,
gambaran mitotik mungkin banyak dan abnormal
|
Invasi lokal
|
Biasanya kohesif dan ekspansil, massa berbatas-tegas
yang tidak menginvasi atau menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya
|
Invasif lokal, menginfiltrasi jaringan normal di
sekitarnya, kadang-kadang mungkin tampak kohesif dan ekspansil tetapi dengan
invasi mikroskopik
|
Metastasis
|
Tidak ada
|
Sering ditemukan, semakin besar dan semakin kurang
berdiferensiasi tumor primer, semakin besar kemungkinan metastasis
|
Sumber : Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Edisi 7
3.
TUMOR
MARKER
Petanda tumor (tumor marker) adalah
sejenis zat yang pada umumnya mengandung protein dan terdapat dalam
cairan tubuh, atau terdapat pada jaringan kanker penderita. Zat ini dapat
dihasilkan oleh sel kanker atau sel tubuh penderita yang lain akibat rangsangan
kanker. Petanda ini mencerminkan keberadaan atau keaktifan sel kanker. Sel
kanker adalah sel dengan metabolisme yang tinggi karena kecepatannya untuk
berduplikasi, pertumbuhannya tidak terkontrol oleh mekanisme kontrol tubuh yang
normal atau yang sudah ada. Akibatnya gen yang sebelumnya nonaktif menjadi
teraktivasi, sehingga terjadi overekspresi (pengeluaran yang berlebihan) dari
produk produk gen tersebut. Mekanisme pertahanan tubuh juga menyebabkan
sebagian sel kanker mati atau nekrosis dan munculnya gen gen tertentu yang
berfungsi menekan (mensupresi) pertumbuhan kanker serta produk produk ikutannya.
Tujuan utama
pemeriksaan laboratorium petanda tumor adalah untuk menilai produk metabolisme
sel kanker, produk gen yang teraktivasi, zat yang terdegradasi dari sel kanker
yang mati atau produk reaksi tubuh terhadap sel kanker. Dari uraian asal
usul zat petanda tumor tampak bahwa satu jenis tumor dapat memiliki tidak hanya
satu jenis petanda tumor, dan satu jenis petanda tumor juga dapat muncul pada
berbagai jenis tumor yang berbeda. Karakteristik ini membuat pemeriksaan
petanda tumor bersifat fleksibel dan bervariasi pola kombinasinya.
Berdasar sifat biokimia dan imunologisnya, zat petanda tumor
biasanya dibagi menjadi :
– Antigen, enzim, hormon, zat biokimia, reaksi antibodi penderita,
yang dapat terdeteksi dalam pemeriksaan serum atau darah yang bisa diketahui
dari pemeriksaan laboratorium. Contoh antigen adalah : AFP (Alfa-fetoprotein),
CEA, CA15-3, CA 125, CA 19-9, PSA (Prostat Spesifik Antigen). Contoh
enzim misalnya Alkali Fosfatase (ALP). Contoh hormon misalnya Beta-HCG (β-human
chorionic gonadotrophin).
– Gen Kanker, gen penekan kanker atau produknya yang dapat
diketahui dari pemeriksaan histopatologi atau imunohistokimia oleh seorang ahli
patologi.
Yang paling sering diperbincangkan petanda tumor adalah CEA.
Sebagai ilustrasi CEA berguna untuk diagnosis kanker stadium menengah hingga
lanjut dengan sensitifitas yang berbeda pada kanker pankreas 88-91%,
kanker paru 76%, kanker usus besar 73%, kanker payudara dan indung telur 73%.
CEA yang tinggi juga didapatkan pada kanker kandung kecing, leher rahim,
endometrium, lambung, dll. Karena CEA meningkat secara mencolok hanya pada
kanker stadium menengah dan lanjut, juga tidak terbatas pada jenis tumor
tertentu , maka CEA tidak membantu dalam diagnosa dini kanker tertentu.
Perubahan kadar CEA meningkat sesuai progresi kankernya. Petanda tumor CEA
memberi nilai yang baik untuk prognosa dan pemantauan hasil pengobatan. Bila
sebelum pengobatan CEA tinggi dan setelah pengobatan turun atau normal ,maka
pengobatan itu mempunyai nilai respon yang baik. Yang juga harus dinilai adalah
progres kenaikan kadar CEA, bila kadar meningkat dibanding pemeriksaan
sebelumnya tentunya menunjukan bahwa sel kanker juga makin aktif dan makin
berkembang. Hal ini umumnya juga berlaku untuk petanda tumor yang lain. CA 15-3
sebagai petanda tumor payudara mempunyai sensitivitas 80-87% pada stadium
menengah dan lanjut, meningkat juga pada kanker indung telur, paru atau
kelainan non kanker payudara. Artinya sebagai petanda tumor CA15-3
spesifitasnya relatif buruk, tetapi penting untuk penentuan prognosa dan efek
terapi kanker payudara.
www.rsonkologi.com/blog_dokter/petanda-tumor/
PENGERTIAN
LAMA : Berbagai substansi yang diekskresikan oleh sel kanker kedalam cairan
tubuh / diproduksi oleh sel jinak sebagai respons terhadap keganasan.
PENGERTIAN
LAMA PLUS BARU : Berbagai molekul termasuk onkogen & anti onkogen serta
produknya yang diekspresikan oleh sel kanker à
BIOMARKER KEGANASAN (Dapat diukur kualitatif & kuantitatif)
PENGGUNAAN PENANDA TUMOR .
·
Skrening dan Deteksi
Awal
·
Differential Diagnosis
·
Menentukan Prognosis
·
Meramal Residif
·
Menganalisa Respons
Terapi
KLASIFIKASI PENANDA TUMOR .
·
Protein Onkofetal .
-
Carcino Embrionik Antigen ( CEA ) .
-
Alfa feto Protein ( AFP ) .
·
Hormon .
-
HCG ,HPL , ACTH , ADH , Parathormon .
·
Enzim .
-
PAP , LDH , NSE .
·
Immunoglobulin .
·
Antigen terassosiasi
tumor
-
CA 19-9 , CA 125 , PSA .
Sumber
: TUMOR MARKER’S USU OCW
4. Faktor
resiko terjadinya kanker
Banyak
faktor penyebab terjadinya kanker, baik internal maupun external. Faktor internal terutama keberadaan gen-gen yang
berperan pada siklus sel telah menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan
proses terjadinya pertumbuhan tumor. Dalam ubungannya dengan pertumbuhan tumor, terdapat
dua golongan gen: Pertama adalah kelompok pemicu terjadinya tumor yang lazim disebut tumor
oncogenes, seperti: gen c-myc dan gen ras; Kedua adalah
kelompok penekan terjadinya tumor yang lazim disebut tumor suppressor gene, seperti:
gen p53 dan gen Rb. Hingga saat ini banyak peneliti sementara menyimpulkan
bahwa penyebab terjadinya kanker (50%) adalah adanya mutasi pada gen-gen
tersebut (Putsztai dkk., 1996; Cotrans dkk., 1999).
Kanker
serviks uteri adalah kanker yang paling sering ditemukan terutama di
negara-negara berkembang dan sekaligus merupakan penyebab kematian pada
perempuan di dunia pada umumnya. Di Indonesia kanker serviks uteri ini
menduduki peringkat pertama diantara jenis kanker lainnya (Badan Registrasi
Kanker, 1998). Studi epidemiologi mencurigai bahwa kanker serviks uteri disebabkan
oleh agen saat melakukan hubungan seksual. Saat ini patogenesis terjadinya
kanker serviks uteri tersebut difokuskan pada keberadaan HPV (Putsztai
dkk., 1996; Schmits, 1997a,b). Protein E6 dari HPV-16 and 18 akan
mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang
disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi
penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (onco protein)
akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada protein
p53. Ikatan E6 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak
terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb,
sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk
terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel (Mendelshon dkk., 1995;
Pusztai dkk., 1996; Dellas, 1997; Cotrans dkk., 1999).
Kanker serviks uteri adalah kanker penyebab
kematian tersering pada perempuan di negara-negara yang sedang berkembang pada
umumnya. Di Indonesia data ini tidak jauh berbeda
(Badan
Registrasi Kanker, 1998). Faktor resiko
yang diketahui adalah hubungan seksual pada usia yang sangat muda dan pasangan
yang selalu bergantiganti. Faktor resiko lainnya adalah status sosial ekonomi
yang rendah, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, paritas yang tinggi dan
adanya riwayat penyakit menular seksual. Penyebab penyakit menular seksual
pertama kali diduga oleh Virus herpes simpleks tipe 2, tetapi kemudian
dipastikan bahwa penyebabnya adalah virus human papiloma setelah mempelajari
patogenesis kanker serviks uteri dan condyloma acuminate (Schmits, 1997a,b;
Cotrans dkk., 1999). Sembilan puluh persen penderita Kanker serviks uteri
menunjukkan HPV-DNA positif (Borysiewicz, 1996) dan hamper 100% kasus Squamous
Cell Ca. juga menunjukkan HPV-DNA positif (Hollema, 1998). HPV dapat
menyebabkan verucca, papilloma dan kanker pada kulit serta mukosa
manusia (Mendelshon dkk., 1995). HPV tipe 16 dan 18 dianggap
paling berpotensi sebagai penyebab kelainan tersebut (Hollema, 1998).
Klasifikasi internasional untuk kanker serviks :
Stage 0 : Intra epithelial carcinoma
Stage 1 : Carcinoma in situ
Stage 2 : Carsinoma membesar melewati serviks tetapi tidak mencapai
dinding pelvis
Stage 3 : Carsinoma mencapai dinding pelvis
Stage 4 : Carsinoma menyerang organ lain.
www.biodiversitas.mipa.uns.ac.id
Tidak ada komentar:
Posting Komentar