Skenario
1 Part 2
Author
: Faiz Pranoto
A. Anatomi fisiologi mata
Anatomi mata itu dibagi menjadi 6
bagian anatomis:
(1) adnexa, yang meliputi kelopak mata
dan lacrimal apparatus;
(2)segmen anterior, terdiri dari
konjungtiva, kornea, dan ruang anterior;
(3) iris dan lensa;
(4) segmen posterior yang terdiri dari
humor vitreous, retina, choroid, dan sklera;
(5) otot extraocular;
(6) Orbit.
Mata adalah suatu struktur sferis
berisi cairan yang dibungkus oleh tiga lapisan. Dari luar ke dalam,
lapisan–lapisan tersebut adalah :
(1) sklera/kornea,
(2) koroid/badan siliaris/iris, dan
(3) retina.
Sebagian
besar mata dilapisi oleh jaringan ikat yang protektif dan kuat di sebelah luar,
sklera, yang membentuk bagian putih mata. Di anterior (ke arah depan), lapisan
luar terdiri atas kornea transparan tempat lewatnya berkas–berkas cahaya ke
interior mata. Lapisan tengah dibawah sklera adalah koroid yang sangat
berpigmen dan mengandung pembuluh-pembuluh darah untuk memberi makan retina.
Lapisan paling dalam dibawah koroid adalah retina, yang terdiri atas lapisan
yang sangat berpigmen di sebelah luar dan sebuah lapisan syaraf di dalam.
Retina mengandung sel batang dan sel kerucut, fotoreseptor yang mengubah energi
cahaya menjadi impuls syaraf.
Struktur mata manusia berfungsi utama
untuk memfokuskan cahaya ke retina. Semua komponen–komponen yang dilewati
cahaya sebelum sampai ke retina mayoritas berwarna gelap untuk meminimalisir
pembentukan bayangan gelap dari cahaya. Kornea dan lensa berguna untuk
mengumpulkan cahaya yang akan difokuskan ke retina, cahaya ini akan menyebabkan
perubahan kimiawi pada sel fotosensitif di retina. Hal ini akan merangsang
impuls–impuls syaraf ini dan menjalarkannya ke otak.
Cahaya
masuk ke mata dari media ekstenal seperti, udara, air, melewati kornea dan
masuk ke dalam aqueous humor. Refraksi cahaya kebanyakan terjadi di kornea
dimana terdapat pembentukan bayangan yang tepat. Aqueous humor tersebut
merupakan massa yang jernih yang menghubungkan kornea dengan lensa mata,
membantu untuk mempertahankan bentuk konveks dari kornea (penting untuk
konvergensi cahaya di lensa) dan menyediakan nutrisi untuk endothelium kornea.
Iris yang berada antara lensa dan aqueous humor, merupakan cincin berwarna dari
serabut otot. Cahaya pertama kali harus melewati pusat dari iris yaitu pupil.
Ukuran pupil itu secara aktif dikendalikan oleh otot radial dan sirkular untuk
mempertahankan level yang tetap secara relatif dari cahaya yang masuk ke mata.
Terlalu banyaknya cahaya yang masuk dapat merusak retina. Namun bila terlalu
sedikit dapat menyebabkan kesulitan dalam melihat. Lensa yang berada di
belakang iris berbentuk lempeng konveks yang memfokuskan cahaya melewati humour
kedua untuk menuju ke retina.
Untuk dapat melihat dengan jelas objek
yang jauh, susunan otot siliare yang teratur secara sirkular akan akan
mendorong lensa dan membuatnya lebih pipih. Tanpa otot tersebut, lensa akan
tetap menjadi lebih tebal, dan berbentuk lebih konveks. Manusia secara perlahan
akan kehilangan fleksibilitas karena usia, yang dapat mengakibatkan kesulitan
untuk memfokuskan objek yang dekat yang disebut juga presbiopi. Ada beberapa
gangguan refraksi lainnya yang mempengaruhi bantuk kornea dan lensa atau bola
mata, yaitu miopi, hipermetropi dan astigmatisma.
Selain lensa, terdapat humor kedua
yaitu vitreous humor yang semua bagiannya dikelilingi oleh lensa, badan siliar,
ligamentum suspensorium dan retina. Dia membiarkan cahaya lewat tanpa refraksi
dan membantu mempertahankan bentuk mata.
Bola mata terbenam dalam corpus
adiposum orbitae, namun terpisah darinya oleh selubung fascia bola mata. Bola
mata terdiri atas tiga lapisan dari luar
ke dalam, yaitu :
1.
Tunica Fibrosa
Tunica fibrosa terdiri atas bagian
posterior yang opaque atau sklera dan bagian anterior yang transparan atau
kornea. Sklera merupakan jaringan ikat padat fibrosa dan tampak putih. Daerah
ini relatif lemah dan dapat menonjol ke dalam bola mata oleh perbesaran cavum
subarachnoidea yang mengelilingi nervus opticus. Jika tekanan intraokular
meningkat, lamina fibrosa akan menonjol ke luar yang menyebabkan discus menjadi
cekung bila dilihat melalui oftalmoskop.
Sklera juga ditembus oleh n. ciliaris
dan pembuluh balik yang terkait yaitu vv.vorticosae. Sklera langsung tersambung
dengan kornea di depannya pada batas limbus. Kornea yang transparan, mempunyai
fungsi utama merefraksikan cahaya yang masuk ke mata. Tersusun atas
lapisan-lapisan berikut ini dari luar ke dalam sama dengan: (1) epitel kornea
(epithelium anterius) yang bersambung dengan epitel konjungtiva. (2) substansia
propria, terdiri atas jaringan ikat transparan. (3) lamina limitans posterior
dan (4) endothel (epithelium posterius) yang berhubungan dengan aqueous humour.
2.
Lamina vasculosa
Dari belakang ke depan disusun oleh
sama dengan : (1) choroidea (terdiri atas lapis luar berpigmen dan lapis dalam
yang sangat vaskular) (2) corpus ciliare (ke belakang bersambung dengan
choroidea dan ke anterior terletak di belakang tepi perifer iris) terdiri atas
corona ciliaris, procesus ciliaris dan musculus ciliaris (3) iris (adalah
diafragma berpigmen yang tipis dan kontraktil dengan lubang di pusatnya yaitu
pupil) iris membagi ruang diantara lensa dan kornea menjadi camera anterior dan
posterior, serat-serat otot iris bersifat involunter dan terdiri atas
serat-serat sirkuler dan radier.
3.
Tunica sensoria (retina)
Retina terdiri atas pars pigmentosa
luar dan pars nervosa di dalamnya. Permukaan luarnya melekat pada choroidea dan
permukaan dalamnya berkontak dengan corpus vitreum. Tiga perempat posterior
retina merupakan organ reseptornya. Ujung anterior membentuk cincin berombak,
yaitu ora serrata, di tempat inilah jaringan syaraf berakhir. Bagian anterior
retina bersifat non-reseptif dan hanya terdiri atas sel-sel pigmen dengan
lapisan epitel silindris di bawahnya. Bagian anterior retina ini menutupi
procesus ciliaris dan bagian belakang iris.
Di pusat bagian posterior retina
terdapat daerah lonjong kekuningan, macula lutea, merupakan daerah retina untuk
penglihatan paling jelas. Bagian tengahnya berlekuk disebut fovea sentralis.
Nervus opticus meninggalkan retina
lebih kurang 3 mm medial dari macula lutea melalui discus nervus optici. Discus
nervus optici agak berlekuk di pusatnya yaitu tempat dimana ditembus oleh a.
centralis retinae. Pada discus ini sama sekali tidak ditemui coni dan bacili,
sehingga tidak peka terhadap cahaya dan disebut sebagai bintik buta. Pada
pengamatan dengan oftalmoskop, bintik buta ini tampak berwarna merah muda
pucat, jauh lebih pucat dari retina di sekitarnya.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PADA MATA
Secara garis besar anatomi mata dapat
dikelompokkan menjadi empat bagian, dan untuk ringkasnya fisiologi mata akan
diuraikan secara terpadu. Keempat kelompok ini terdiri dari :
1)
Palpebra
Dari luar ke dalam terdiri dari :
kulit, jaringan ikat lunak, jaringan otot, tarsus, vasia dan konjungtiva.
Fungsi dari palpebra adalah untuk
melindungi bola mata, bekerja sebagai jendela memberi jalan masuknya sinar
kedalam bola mata, juga membasahi dan melicinkan permukaan bola mata.
2)
Rongga mata
Merupakan suatu rongga yang dibatasi
oleh dinding dan berbentuk sebagai piramida kwadrilateral dengan puncaknya
kearah foramen optikum. Sebagian besar dari rongga ini diisi oleh lemak, yang
merupakan bantalan dari bola mata dan alat tubuh yang berada di dalamnya
seperti: urat saraf, otot-otot penggerak bola mata, kelenjar air mata, pembuluh
darah
3)
Bola mata
Menurut fungsinya maka
bagian-bagiannya dapat dikelompokkan menjadi:
-
Otot-otot penggerak bola mata
-
Dinding bola mata yang teriri dari : sklera
dan kornea. Kornea kecuali sebagai dinding juga berfungsi sebagai jendela untuk
jalannya sinar.
-
Isi bola mata, yang terdiri atas macam-macam
bagian dengan fungsinya masing-masing
4)
Sistem kelenjar bola mata
Terbagi menjadi dua bagian:
-
Kelenjar air mata yang fungsinya sebagai
penghasil air mata
-
Saluran air mata yang menyalurkan air mata
dari fornik konjungtiva ke dalam rongga hidung
B. Mekanisme, patofisiologi, dan patogenesis
infeksi mata
Allergic conjunctivitis dikarenakan oleh respon immune tipe I kepada
allergen. allergen berikatan dengan cell mast dan terjadi cross-linking dengan
IgE, membuat degranulasi cell mast dan inisiasi cascade inflamasi. Ini membuat
pelepasan histamine oleh cell mast, begitu juga mediator lain seperti tryptase,
chymase, heparin, chondroitin sulphate, prostaglandins, thromboxane, and leukotrienes.
Histamine dan bradykinin menstimulate nociceptors, membuat gatal, menaikan
permiabilitas vascular, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi conjuctiva.
Infective conjunctivitis terjadi sebagai hasil dari berkrangnya
pertahanan dan kontaminasi dari luar. Infectious pathogen bisa menyerang dari
darah atau kelenjar dan berkembang di conjunctival mucosal cells. Semua infeksi
bacterial dan viral membuat leukocyte atau cascade inflamasi lymphe menarik sel
darah putih dan merah ke daerah infeksi.
Sel darah putih ini mencapai permukaan conjuctiva dan berakumulasi disana
bergerak melalui permiabilitas yang rendah dan dilatasi capiler.
C. Faktor resiko penyakit mata merah
biasanya pada anak anak, dan bisa sampe usia 25. sering terjadi pada
orang orang yang berhubungan langsung dengan penderita atau orang orang yang
bekerja pada lingkungan kering.
D. Konjungtivitis
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah
penyakit mata paling umum di dunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis berat dengan banyak
sekret purulen. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa juga endogen. Karena
lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme dan faktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata
dari substansi luar: pada film air mata, komponen akueosa mengencerkan materi
infeksi, mucus menangkap debris, dan aktivitas pompa palpebra membilas air mata
ke duktus air mata secara konstan; air mata mengandung substansi antimikroba,
termasuk lisozim dan antibody (IgG dan IgA). Patogen umum yang dapat
menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia, Haemophilus
influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan
dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis dan
Neisseria gonorrhoeae
KONJUNGTIVITIS BACTERIAL
– Konjungtivitis
blenore
Blenore
neonaturum merupakan konjungtivitis pada bayi yang baru lahir. Penyebabnya
adalah gonococ, clamidia dan stapilococcus.
– Konjungtivitis
gonore
Radang
konjungtiva akut yang disertai dengan sekret purulen. Pada neonatus infeksi ini
terjadi pada saat berada dijalan lahir. Pada orang dewasa penyakit ini
didapatkan dari penularan penyakit kelamin pada kontak dengan penderita
uretritis atau gonore. Manifestasi klinis yang muncul pada bayi baru
lahir adanya sekret kuning kental, pada orang dewasa terdapat perasan sakit
pada mata yang dapat disertai dengan tanda- tanda infeksi umum.
– Konjungtivitis
difteri
Radang
konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri difteri memberikan gambaran khusus
berupa terbentuknya membran pada konjungtiva
– Konjungtivitis
folikuler
– Konjungtivitis
angular
Peradangan
konjungtiva yang terutama didapatkan didaerah kantus interpalpebra disertai
ekskoriasi kulit disekitar daerah peradangan, kongjungtivitis ini disebabkan
oleh basil moraxella axenfeld.
– Konjungtivitis
mukopurulen Kongjungtivitis ini disebabkan oleh staphylococcus,
pneumococus, haemophylus aegepty. Gejala yang muncul adalah terdapatnya
hiperemia konjungtiva dengan sekret berlendir yang mengakibatkan kedua kelopak
mata lengket, pasien merasa seperti kelilipan, adanya gambaran pelangi ( halo).
– Blefarokonjungivitis
Radang kelopak
dan konjungtiva ini disebabkan oleh staphilococcus dengan keluhan utama gatal
pada mata disertai terbentuknya krusta pada tepi kelopak
Konjungtivitis
viral
– Keratokonjungtivitis
epidemika
Radang yang
berjalan akut, disebabkan oleh adenovirus tipe 3,7,8 dan 19. Konjuntivitis ini
bisa timbul sebagai suatu epidemi. Penularan bisa melalui kolam renang selain
dari pada wabah. Gejala klinis berupa demam dengan mata seperti kelilipan, mata
berair berat
– Demam
faringokonjungtiva
Kongjungtivitis
demam faringokonjungtiva disebabkan infeksi virus. Kelainan ini akan memberikan
gejala demam, faringitis, sekret berair dan sedikit, yang mengenai satu atau
kedua mata. Biasanya disebabkan adenovirus tipe 2,4 dan 7 terutama mengenai
remaja, yang disebarkan melalui sekret atau kolam renang.
– Keratokonjungtivitis
herpetik Konjungtivitis herpetik biasanya ditemukan pada anak dibawah usia
2 tahun yang disertai ginggivostomatitis, disebabkan oleh virus herpes
simpleks.
– Keratokonjungtivitis
New Castle
Konjungtivitis
new castle merupakan bentuk konjungtivitis yang ditemukan pada peternak unggas,
yang disebabkan oileh virus new castle. Gejala awal timbul perasaan adanya
benda asing, silau dan berai pada mata, kelopak mata membengkak
– Konjungtivitis
hemoragik akut
KONJUNGTIVITIS JAMUR
Infeksi jamur
jarang terjadi, sedangkan 50% infeksi jamur yang terjadi tidak memperlihatkan
gejala. Jamur yang dapat memberikan infeksi pada konjungtivitis jamur adalah
candida albicans dan actinomyces.
KONJUNGTIVITIS ALERGIK
-
Konjungtivitis
vernal
Termasuk reaksi hipersensitif musiman, ada
hubungan dengan sensitivitas terhadap tepung sari rumput - rumput pada iklim
panas. Keluhannya berupa gatal, kadang -kadang panas, lakrimasi, menjadi buruk
pada cuaca panas dan berkurang pada cuaca dingin.
-
Konjungtivitis
flikten
Bakteri
patogen yang paling umum pada konjungtivitis infeksi meliputi Pneumococcus,
Staphylococcus aureus, Moraxella catarrhalis, dan Haemophilus
influenzae. Sedangkan yang jarang adalah Neisseria gonorrhoeae
menyebabkan konjungtivitis hiperakut purulenta, organismenya ditularkan dari
genitalia ke tangan lalu ke mata. Chlamydia adalah penyebab tersering dari
konjungtivitis persisten.
KONJUNGTIVITIS
VIRAL
Dapat
disebabkan oleh adenovirus, herpes simplex, Epstein-Barr, varicella zoster,
molluscum contagiosum, coxsackie, dan enterovirus. Adenoviral konjungtivitis
biasanya menyebabkan epidemik keratokonjungtivitis, follikular konjungtivitis,
dan nonspesifik konjungtivitis. Virus picorna, atau enterovirus 70 menyebabkan
konjungtivitis hemoragik epidemik akut. Konjungtivitis viral sangat menular dan
menyebar melalui kontak langsung dengan orang atau permukaan yang terkontaminasi
oleh sekret.
Konjungtivitis
alergi merupakan konjungtivitis noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat seperti
alergi biasa dan reaksi terlambat sesudah beberapa hari kontak seperti
pada reaksi terhadap obat, bakteri dan toksik. Umumnya disebabkan oleh bahan
kimia dan mudah diobati dengan antihistamin atau bahan vasokonstriktor.
Dikenal beberapa macam bentuk konjungtivitis alergi seperti konjungtivitis
flikten, konjungtivitis vernal, konjungtivitis atopi, konjungtivitis alergi
bakteri, konjungtivitis alergi akut, konjungtivitis alergi kronik, sindrom
Stevens Johnson, pemfigoid okuli, dan sindrom Sjogren.
Menjelaskan Patofisiologi Konjungtivitis
Konjungtiva
mengandung epitel skuamosa yang tidak berkeratin dan substansia propria yang
tipis, kaya pembuluh darah. Konjungtiva juga memiliki kelenjar lakrimal
aksesori dan sel goblet. Konjungtivitis alergika disebabkan oleh respon imun
tipe 1 terhadap alergen. Alergen terikat dengan sel mast dan reaksi silang
terhadap IgE terjadi, menyebabkan degranulasi dari sel mast dan permulaan dari
reaksi bertingkat dari peradangan. Hal ini menyebabkan pelepasan histamin dari
sel mast, juga mediator lain termasuk triptase, kimase, heparin, kondroitin
sulfat, prostaglandin, tromboksan, dan leukotrien. histamin dan bradikinin
dengan segera menstimulasi nosiseptor, menyebabkan rasa gatal, peningkatan
permeabilitas vaskuler, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi konjungtiva.
Konjuntivitis infeksi timbul sebagai akibat penurunan daya imun penjamu dan
kontaminasi eksternal. Patogen yang infeksius dapat menginvasi dari tempat yang
berdekatan atau dari jalur aliran darah dan bereplikasi di dalam sel mukosa
konjungtiva. Kedua infeksi bakterial dan vira memulai reaksi bertingkat dari
peradangan leukosit atau limfositik meyebabkan penarikan sel darah merah atau
putih ke area tersebut. Sel darah putih ini mencapai permukaan konjungtiva dan
berakumulasi di sana dengan berpindah secara mudahnya melewati kapiler
yang berdilatasi dan tinggi permeabilitas. Pertahanan tubuh primer terhadap
infeksi adalah lapisan epitel yang menutupi konjungtiva. Rusaknya lapisan ini
memudahkan untuk terjadinya infeksi. Pertahanan sekunder adalah sistem
imunologi (tear-film immunoglobulin dan lisozyme) yang merangsang lakrimasi.
Konjungtiva
karena lokasinya terpapar pada banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain
yang menganggu. Beberapa mekanisme melindungi permukaan mata dari substansi
luar. Pada film air mata, unsur berairnya mengencerkan materi infeksi, mukus
menangkap debris dan kerja memompa dari palpebra secara tetap menghanyutkan air
mata ke duktus air mata dan air mata mengandung substansi antimikroba termasuk
lisozim. Adanya agens perusak, menyebabkan cedera pada epitel konjungtiva yang
diikuti edema epitel, kematian sel dan eksfoliasi, hipertrofi epitel atau
granuloma. Mungkin pula terdapat edema pada stroma konjungtiva ( kemosis ) dan
hipertrofi lapis limfoid stroma ( pembentukan folikel ). Sel-sel radang
bermigrasi dari stroma konjungtiva melalui epitel ke permukaan. Sel- sel
ini kemudian bergabung dengan fibrin dan mukus dari sel goblet, membentuk
eksudat konjungtiva yang menyebabkan perlengketan tepian palpebra saat
bangun tidur. Adanya peradangan pada konjungtiva ini menyebabkan dilatasi
pembuluh- pembuluh konjungtiva posterior, menyebabkan hiperemi yang tampak
paling nyata pada forniks dan mengurang ke arah limbus. Pada hiperemia
konjungtiva ini biasanya didapatkan pembengkakan dan hipertrofi papila yang
sering disertai sensasi benda asing dan sensasi tergores, panas, atau gatal.
Sensasi ini merangsang sekresi air mata. Transudasi ringan juga timbul dari
pembuluh darah yang hiperemia dan menambah jumlah air mata. Jika klien mengeluh
sakit pada iris atau badan silier berarti kornea terkena.
Gejala Konjungtivitis
1. Rasa
adanya benda asing Rasa ini disertai dengan rasa pedih dan panas karena
pembengkakan dan hipertrofi papil. Jika rasa sakitnya berat, maka harus
dicurigai kemungkinan terjadinya kerusakan pada kornea.
2. Rasa
sakit yang temporer Informasi ini dapat membentu kita menegakkan diagnosis
karena rasa sakit yang datang pada saat-saat tertentu merupakan symptom bagi
infeksi bakteri tertentu, misalnya; Sakitnya lebih parah saat bangun pagi
dan berkurang siang hari, rasa sakitnya (tingkat keparahan) meningkat setiap
harinya, dapat menandakan infeksi stafilokokus. Sakit parah
sepanjang hari, berkurang saat bangun tidur, menandakan keratokonjungtiva sisca
(mata kering).Gatal Biasanya menunjukkan adanya konjungtivitis alergi.
E. Diagnosis klinis berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan tamban
1. Bacterial
-
historinya hyperacute (12-14jam), acute kurang
dari 4 minggu, dan chronic lebih dari 4 minggu
-
akut dan kronik biasanya unilateral
-
biasanya ada discharge sebagai tanda mild
sampai sedang
-
ada rasa gatal
-
chemosis
-
merah
2.
viral
-
inferior palpebral conjuctival follicles
-
biasanya acute
-
whitish mucose
-
preauiclar lymph node teraba
-
merah
3. allergic
-gatal
-kelopak mata bengkaj
-merah
-preauriculer lymph tdk teraba
F. Penatalaksanaan konjungtivitis
Non Farmakologi
Bila konjungtivitis disebabkan oleh
mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana cara menghindari kontaminasi
mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat dapat memberikan intruksi pada
pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan kemudian menyentuh mata yang
sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang mata yang sakit, dan
menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang terpisah untuk
membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh personal
asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar pasien.
Farmakologi
Terapi spesifik terhadap
konjungtivitis bacterial tergantung temuan agen mikrobiologinya.
Untuk menghilangkan sekret dapat
dibilas dengan garam fisiologis.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Bakteri
-
Pengobatan kadang-kadang diberikan sebelum
pemeriksaan mikrobiologik dengan antibiotic tunggal seperti
-
Kloramfenikol
-
Gentamisi
-
Tobramisin
-
Eritromisin
-
Sulfa
Bila pengobatan tidak memberikan hasil setelah 3 – 5 hari maka pengobatan dihentikan dan
ditunggu hasil pemeriksaan mikrobiologik.
Pada konjungtivitis bakteri sebaiknya
dimintakan pemeriksaan sediaan langsung (pewarnaan Gram atau Giemsa) untuk
mengetahui penyebabnya. Bila ditemukan kumannya maka pengobatan disesuaikan.
Apabila tidak ditemukan kuman dalam sediaan langsung, maka diberikan antibiotic
spectrum luas dalam bentuk tetes mata tiap jam atau salep mata 4-5x/hari.
Apabila memakai tetes mata, sebaiknya sebelum tidur diberi salep mata
(sulfasetamid 10-15 %). Apabila tidak sembuh dalam 1 minggu, bila mungkin
dilakukan pemeriksaan resistensi, kemungkinan difisiensi air mata atau
kemungkinan obstruksi duktus nasolakrimal.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Virus
Pengobatan umumnya hanya bersifat simtomatik
dan antibiotik diberikan untuk mencegah terjadinya infeksi sekunder. Dalam dua
minggu akan sembuh dengan sendirinya. Hindari pemakaian steroid topikal kecuali
bila radang sangat hebat dan kemungkinan infeksi virus
Herpes simpleks
telah dieliminasi. Konjungtivitis viral akut
biasanya disebabkan Adenovirus dan dapat sedmbuh sendiri sehingga pengobatan
hanya bersifat suportif, berupa kompres, astrigen, dan lubrikasi. Pada kasus
yang berat diberikan antibodi untuk mencegah infeksi sekunder serta steroid
topikal. Konjungtivitis herpetik diobati dengan obat antivirus, asiklovir 400
mg/hari selama 5 hari. Steroid tetes deksametason 0,1 % diberikan bila terdapat
episkleritis, skleritis, dan iritis, tetapi steroid berbahaya karena dapat
mengakibatkan penyebaran sistemik. Dapat diberikan analgesik untuk
menghilangkan rasa sakit. Pada permukaan dapat diberikan salep tetrasiklin.
Jika terjadi ulkus kornea perlu dilakukan debridemen dengan cara mengoles salep
pada ulkus dengan swab kapas kering, tetesi obat antivirus, dan ditutup selama
24jam.
Penatalaksanaan Konjungtivitis Alergi
Umumnya kebanyakan konjungtivitis
alergi awalnya diperlakukan seperti ringan sampai ada kegagalan terapi dan
menyebabkan kenaikan menjadi tingkat sedang. Penyakit ringan sampai sedang
biasanya mempunyai konjungtiva yang bengkak dengan reaksi konjungtiva papiler
yang ringan dengan sedikit sekret mukoid. Kasus yang lebih berat mempunyai
giant papila pada konjungtiva palpebranya, folikel limbal, dan perisai (steril)
ulkus kornea.
1.
Alergi ringan Konjungtivitis alergi ringan identik dengan rasa gatal,
berair, mata merah yang timbul musiman dan
berespon terhadap tindakan suportif, termasuk air mata artifisial dan
kompres dingin. Air mata artifisial membantu melarutkan beragam alergen dan
mediator peradangan yang mungkin ada pada permukaan okuler.
2.
Alergi sedang Konjungtivitis alergi sedang identik dengan rasa gatal,
berair dan mata merah yang timbul musiman dan berespon terhadap antihistamin
topikal dan/atau mast cell stabilizer. Penggunaan antihistamin oral jangka
pendek mungkin juga dibutuhkan. Mast cell stabilizer mencegah degranulasi sel
mast; contoh yang paling sering dipakai termasuk sodium kromolin dan
Iodoxamide. Antihistamin topikal mempunyai masa kerja cepat yang meredakan rasa
gatal dan kemerahan dan mempunyai sedikit efek samping; tersedia dalam bentuk
kombinasi dengan mast cell stabilizer. Antihistamin oral, yang mempunyai masa
kerja lebih lama, dapat digunakan bersama, atau lebih baik dari, antihistamin
topikal. Vasokonstriktor tersedia dalam kombinasi dengan topikal antihistamin,
yang menyediakan tambahan pelega jangka pendek terhadap injeksi pembuluh darah,
tapi dapat menyebabkan rebound injeksi dan inflamasi konjungtiva. Topikal NSAID
juga digunakan pada konjungtivitis sedang-berat jika diperlukan tambahan efek
anti-peradangan.
3.
Alergi berat Penyakit alergi berat berkenaan dengan kemunculan gejala
menahun dan dihubungkan dengan peradangan yang lebih hebat dari penyakit
sedang. Konjungtivitis vernal adalah bentuk konjungtivitis alergi yang agresif
yang tampak sebagai shield coneal ulcer. Rujukan spesialis harus
dipertimbangkan pada kasus berat atau penyakit alergi yang resisten, dimana
memerlukan tambahan terapi dengan kortikosteroid topikal, yang dapat digunakan
bersama dengan antihistamin topikal atau oral dan mast cell stabilizer. Topikal
NSAID dapat ditambahkan jika memerlukan efek anti-inflamasi yang lebih lanjut.
Kortikosteroid punya beberapa resiko jangka panjang terhadap mata termasuk
penyembuhan luka yang terlambat, infeksi sekunder, peningkatan tekanan
intraokuler, dan pembentukan katarak. Kortikosteroid yang lebih baru seperti
loteprednol mempunyai efek samping lebih sedikit dari prednisolon. Siklosporin
topikal dapat melegakan dengan efek tambahan steroid dan dapat dipertimbangkan
sebagai lini kedua dari kortikosteroid. Dapat terutama sekali berguna sebagai
terapi lini kedua pada kasus atopi berat atau konjungtivitis vernal..
G. Epidemiologi dan pencegahan konjungtivitis
Konjungtivitis adalah penyakit yang
terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia.
Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci menjelaskan tentang prevalensi
konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai penyakit yang
sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Di Indonesia penyakit ini masih banyak
terdapat dan paling sering dihubungkan dengan kondisi lingkungan yang tidak
Hygiene.
Pencegahanya sebenarnya cukup simple,
yaitu sering mencuci tanan dan jangan menggosok mata karena bisajadi tangan
sedang kotor. Biasanya adenovirus yg juga bisa menyebabkan conjunctivitis
kejadiianya tinggi pada musim panas, nah kebetulan kita sering bgt tuh musim
panas, jadi hati” dengan debu kering yang berterbangan juga.
Penyebaran juga bisa melalui benda
benda yang sering bersentuhan dengan mata kita, seperti bantal, tissue dan sapu
tangan, jadi sebisa mungkin tidak saling meminjam dan menjaga kebersihanya.
H.
Komplikasi
Penyakit radang
mata yang tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkan komplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya: 1.glaukoma
2.katarak 3.ablasi retina 4. komplikasi pada konjungtivitis kataral
teronik merupakan segala penyulit dari blefaritis seperti ekstropin, trikiasis
5. komplikasi pada konjungtivitis purulenta seringnya berupa ulkus kornea
6. komplikasi pada konjungtivitis membranasea dan pseudomembranasea adalah
bila sembuh akan meninggalkan jaringan perut yang tebal di kornea yang dapat
mengganggu penglihatan, lama- kelamaan orang bisa menjadi buta
7. komplikasi konjungtivitis vernal adalah pembentukan jaringan sikratik
dapat mengganggu penglihatan
I. Prognosis
Mata dapat
terkena berbagai kondisi. beberapa diantaranya bersifat primer sedang yang lain
bersifat sekunder akibat kelainan pada sistem organ tubuh lain, kebanyakan
kondisi tersebut dapat dicegah bila terdeteksi awal dan dapat dikontrol
sehingga penglihatan dapat dipertahankan. Bila segera diatasi, konjungtivitis
ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila penyakit radang mata tidak segera
ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada mata/gangguan dan menimbulkan
komplikasi seperti Glaukoma, katarak maupun ablasi retina
Tidak ada komentar:
Posting Komentar