Senin, 22 Oktober 2012

skenario 2 Blok XIV


           Saat Baru bertugas di sebuah PUSKESMAS di daerah pegunungan Menoreh Kabupaten Magelang Jawa Tengah,seorang dokter menemukan pasien seorang perempuan berusia 24 tahun memiliki tinggi badan hanya 120cm dan tingkat kecerdasan yang rendah.
setelah dilakukan penyelidikan epidemiologis ternyata kretinisme ini terjadi pada sebagian masyarakat di daerah tersebut. Selain didapatkan gejala kretinisme juga didapatkan adanya pembesaran kelenjar tiroid yang mencapai derajat III. adanya temuan tersebut membuat sang dokter berusaha mencari penyebab dari kejadian ini,hal ini disebabkan karena pasangan kretin ternyata mereka kebanyakan akan memiliki anak yang kretin juga.

Step 1 Clarifying Unfamiliar Terms
-        Cretinism : suatu kondisi kronik akibat hipotiroidisme kongenital berat; manifestasinya dimulai pada masa bayi akhir dan meliputi perkembangan fisik yang tertahan (dwarfism), retardasi mental, distrofi tulang dan bagian-bagian lunak, dan  metabolisme basal yang rendah.
-        Thyroid enlargement : pembesaran kelenjar tiroid, biasanya digolongkan dalam grade tertentu. Menurut klasifikasi perez,
Grade 0 : tidak teraba
Grade 1 : teraba dan terlihat hanya dengan kepala ditengadahkan
Grade 2 : mudah dilihat, kepala posisi biasa
Grade 3 : terlihat dari jarak tertentu

Step 2 Problem Definition
1.     Apa penyebab dari kretinisme yang diderita wanita tersebut? Adakah hubungannya dengan pembesaran kelenjar tiroid?
2.     Mengapa penyakit tersebut dapat menyebar luas di daerah tersebut?
3.     Apakah penyakit tersebut dapat diturunkan secara genetik ?
4.     Apa diagnosis untuk pasien tersebut?
5.     Bagaimana cara penangan kasus tersebut?
6.     Bagaimana cara pencegahannya?
7.     Bagaimana prognosis penyakit tersebut?

Step 3&4 Brainstorming dan Analizing The Problem
           
Kretinisme adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami kekerdilan secara fisik (dwarfism) yang juga diikuti dengan keterbelakangan mental. Kretinisme ini lebih sering diakibatkan oleh keadaan hipotiroidisme atau kondisi kekurangan produksi horman tiroid di dalam tubuh. Biasanya terjadi secara kongenital karena kelenjar tiroid gagal memprodyksi hormon tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar atau karena kurangnya iodium dalam diet (kretinisme endemik). Pada anak dengan kretinisme, pertumbuhan rangkanya jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan jaringan lunaknya sehingga tubuhnya terlihat pendek tapi gemuk. Pada sistem sarf pusat, hormon tiroid sangat penting bagi mielinisasi sel-sel sistem saraf pusat selama kehidupan janin dan beberapa tahun pertama pascalahir. Jika sejak lahir hormon tiroid tidak terbentuk atau jumlahnya tidak adekuat, maka perkembangan otak menjadi terganggu dan mengakibatkan IQ yang rendah serta fungsi mental yang terganggu. Sedangkan dwarfisme atau kerdil yang disebabkan kurangnya hormon pertumbuhan, manifestasinya hanya secara fisik saja tanpa mengganggu fungsi kognitifnya.
           
Hipotiroidisme pada beberapa kasus disebabkan oleh autoimunitas terhadapa kelenjar tiroid sendiri. Namun, berbeda dengan hipertiroidisme, imunitasnya lebih merusak kelenjar dibanding merangsang produksihormon tiroid yang berlebihan. Awalnya terjadi tiroiditis autoimun, yang menyebabkan kelenjar tiroid membesar karena peradangan. Lalu, keadaan ini mengakibatkan kemunduran kelenjar dan akhirnya timbul fibrosis pada kelenjar, dan akhirnya timbul fibrosis, dan hasil akhirnya adalah berkurangnya atau tidak ada produksi hormon tiroid sama sekali.
           
Goiter endemik adalah kondisi dimana penduduk di daerah tertentu, sebagian besar mengalami pembesaran kelenjar tiroid. Mekanismenya karena kekurangan iodium yang mencegah produksi hormon tiroksin dan triiodotironin yang mengakibatkan peningkatan TSH. Selanjutnya TSH merangsangsel-sel tiroid menyekresi banyak sekali koloid tiroglobulin ke dalam folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin besar. Tetapi karena kurangnya iodium, produksi tiroksin dan triiodotironin tidak meningkat dalam molekul tiroglobulin, dan oleh karena itu tidak ada penekanan secara normal pada produksi TSH oleh kelenjar hipofisis. Ukuran folikelnya menjadi sangat besar,dan kelenjar tiroidnya dapat membesar 10-20 kali dari ukurang kelenjar yang normal.



Goiter endemik sering pula dihubungkan dengan faktor goitrogen, kelebihan unsur yodium, faktor nutrisi, faktor ‘trace element’ lain dan faktor genetik. Gondok endemik ini biasanya terjadi pada daerah berkapur dan yang banyak mengalami erosi. Untuk mencegah gondok akibat defisiensi iodium, WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan iodium sehari sebagai berikut:
·       90 mg untuk anak prasekolah (0-59 bulan)
·       120 mg untuk anak sekolah dasar (6-12 tahun)
·       150 mg untuk dewasa (diatas 12 tahun) dan;
·       200 mg unutk wanita hamil dan menyusui
Disisi lain, konsumsi iodium secara berlebihan juga dapat menyebabkan gondok. Hal ini disebabkan oleh kadar iodium yang besar didalam tubuh akan menghambat hormogenesis khusus iodinisasi tironin dan proses couplingnya. Jika terjadi inhibisi hormogenesis, maka akan timbul kondisi hipotiroidisme.
            Gangguan Akibat Kekurangan Iodium (GAKI) atau Iodine Deficiency Disorder (IDD)adalah suatu spektrum gangguan yang luas sebagai akibat defisiensi iodium dalam makanan yang berakibat atas menurunnya kapasitas intelektual dan fisik pada mereka yang kekurangan iodium. Manifestasinya dapat dibagi berdasarkan usia saat terkena. Pada fetus, manifestasinya berupa abortus, lahir mati, anomali kongenital, kretin endemik tipe neurologik (retardasi mental, bisu tuli, diplegia spastik, mata juling), kretin miksudematosa (cebol, defisit mental, hipotiroidisme). Pada neonatus sering ditemukan defek psikomotor, gondok neonatal dan hipotiroidisme neonatal. Gondok, hipotiroidisme juvenil, retardasi mental,gangguang perkembangan fisik dan iodine induced hiperthyroidism dapat dijumpai pada anak dan remaja. Gondok dengan segala akibatnya, hipotiroidisme, gangguan fungsi mental dan kepekaan terhadap radiasi nuklir yang meningkat sering ditemui pada orang dewasa.          

            Berat ringannya endemi gondok dapat dibagi menjadi,
a)     Grade I (endemi ringan) : endemi dengan nilai median ekskresi iodium urin lebih dari 50μg l/g kreatinin, atau median urin 5,0-9,9 μg/dl. Kebutuhan hormon tiroid untuk pertumbuhan fisik dan mental masih terpenuhi. Prevalensi gondok pada anak sekolah 5-20%.
b)     Grade II (endemi sedang) : nilai median ekskresi iodium urin 25-50 μg l/g kreatini atau median  2,0-4,9 μg/dl. Prevalensi gondok pada anak sekolah sampai 30%.
c)     Grade III (endemi berat) : nilai median ekskresi iodium urin <25 μg l/g kreatinin atau median <2 mg/dl. Terjadi resiko sangat tinggi untuk lahirnya kretin endemik dengan segala akibatnya. Prevalensi gondok anak sekolah >30%, prevalensi kretin endemik dapat mencapai 110%.

Tabel Nutrisi Iodium Berdasar UEI
Median UEI μg/L
Masukan Iodium
Status Nutrisi Iodium
<20
Tak mencukupi
Defisiensi iodium berat
20-49
Tak mencukupi
Defisiensi iodium sedang
50-99
Tak mencukupi
Defisiensi iodium ringan
100-199
Cukup
Optimal
200-299
Lebih dari cukup
Ada resiko iodine-induced hyperthyroidism dalam kurun waktu 5-10 tahun sesudah pemberian garam beriodium pada kelompok yang rawan
>300
Berlebihan
Ada resiko kesehatan yang tidak menguntungkan (IHH, autoimmune thyroid diseases)

            Kretin endemik adalah akibat GAKI terparah pada manusia. Penyebabnya diduga meruapakan dampak kekurangan unsur iodium selama masa fetal samapi 3 tahun pertama kehidupan. Kretin endemik ini dapat ditinjau dari 3 sisi, yakni sisi epidemiologi, klinis dan pencegahan. Dari sisi epidemiologi, kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi iodium berat. Sedangkan dari sisi klinis, terdapat defisiensi mental , gangguan neurologis yang mencolok (gangguan pendengaran dan wicara, gangguan berjalan atau gait, sikap badan sewaktu berdiri yang khas), atau gejala berupa cebol dan hipotiroidisme.
           
            Kriteria yang digunakan di Indonesia, yaitu kretin endemik merupakan keadaan saat seseorang lahir di suatu daerah dengan defisiensi iodium berat yang menunjukkan dua atau lebih gejala ireversibel yakni retardasi mental, kelainan neuromotorik (gangguan bicara, cara berjalan yang khas, refleks patologis dan refleks fisiologis yang meninggi, mata juling, gangguan akibat kerusakan batang otak dan late walker), dan gangguan pendengaran (bilateral, tipe perseptif dan pada nada tinggi). Keadaan ini dapat disertai atau tidak disertai hipotiroidisme.

            Kretin endemik dapat dibagi menjadi 3 tipe yaitu kretin endemik tipe miksedematosa, kretin endemik tipe nervosa dan tipe campuran. Pada tipe nervosa, disepakati bahwa penyebabnya adalah kekurangan hormon tiroid intrauterine. Kerusakan kelenjar tiroid karena atrofi kelenjar tiroid karena berbagai macam sebab (yaitu bahan goitrogenik, defisiensi zinc, efek defisiensi per se) dapat menyebabkan kretin tipe miksedematosa. Terjadinya gangguan kretin endemik tergantung dari berat ringan defisiensi iodium in utero dan post partum, kapan insult hipotiroidisme terjadi, pada waktu itu bagian saraf mana yang sedang tumbuh, dan lama defisiensi tersebut.

Ada juga mekanisme lain pada beberapa pasien goiter koloid, yang biasanya terjadi kelainan dalam sistem enzim yang dibutuhkan dalam produksi hormon tiroid.
a)     Defisiensi mekanisme penjeratan iodida, dimana iodium yang dipompa masuk ke dalam sel tidak adekuat.
b)     Defisiensi sistem peroksidase, ketika iodida tidak dioksidasi menjadi iodium
c)     Defisiensi penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga tidak terbentuk hormon tiroid dalam bentuk terakhir
d)     Defisiensi enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga mengakibatkan defisiensi iodium.
Selain itu, ada pula makanan yang bersifat goitrogenik, yakni yang mengandung jenis propiltiourasil yang bersifat antitiroid sehingga dapat menyebabkan terbentuknya goiter akibat rangsangan TSH, antara lain pada beberapa varietas kubis dan lobak.
            Klasifikasi hipotiroid berdasar lokasi timbulnya masalah yaitu, primer, bila timbul akibat proses patologis yang merusak kelenjar tiroid;  sekunder, akibat defisiensi sekresi TSH hipofisis. Berdasarkan pada usia awitan hipotiroidisme, hipotiroidisme dewasa atau miksedema; hipotiroidisme juvenilis (timbul setelah usia 1 atau 2 tahun); atau  hipotiroidisme kongenital (kreatinin) disebabkan oleh kurangnya hormon tiroid sebelum atau segera setelah lahir.
            Hipotiroidisme lebih sering pada wanita. Hipotiroidisme dibedakan menjadi klinis dan subklinis. Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSh tinggi dan kadar fT4 rendah, sedangkan pada subklinis kadar TSH tinggi dan kadar fT4 normal sehingga sering muncul tanpa gejala atau gejala minimal. Hipotiroidisme adalah kumpulan tanda dan gejala yang manifestasinya tergantung dari usia pasien, cepat atautidaknya hipotiroidisme terjadi, dan ada tidaknya kelainan lain.
            Hipotiroidisme sentral (hipotalamus sekunder) terjadi karenan gangguan pada hipofisis, yang 50% penyebanya adalah tumor hipofisis. Bial kegagalan terdapat pad hipotalamus maka disebut hipotiroidisme tersier. Keluhan klinis bisa karena desakan tumor, gangguan visus, sakit kepala dan juga produksi hormon yang berlebih (ACTH>penyakit Cushing, hormon pertumbuhan>akromegali, prolaktin>galaktorea pada wanita, dan impotensi pada pria).
            Kerusakan tiroid pada hipotiroidisme primer dapat terjadi karena operasi (sutrumektomi parsil, subtotal atau total), pascaradiasi (pemberian RAI), tiroiditis autoimun, karsinoma, tiroiditis pascapartum, tiroiditis subakut (De Quervain), dishormonogenesis (defek enzim, bersifat resesif) dan atrofi.
            Obat-obatan juga berpengaruh terhadap terjadinya gondok. Misalnya pada defisiensi iodium berat serta kelebihan iodium secara kronis maka dapat menimbulkan hipotiroidisme dan gondok, sedangkan kelebihan iodium akut menyebabkan iodine-induced thyrotoxicosis. Bahan farmakologis yang dapat menyebabkan hipotiroidisme antara lain tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat, sulfonamid iodida (obat batuk, amiodaron, kontras Ro, garam lithium) karena bisa menghambat sintesis hormon tiroid. Sedangkan yang meningkatkan penghancuran hormon tiroid yaitu fenitoin, fenobarbital, serta kolestipol dan kolestiramin yang menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid.
Hipotiroidisme pada umumnya menyebabkan rasa capai dan mengantuk yang sangat sehingga pasien dapat tidur selama 12-14 jam sehari. Kelemahan otot yang ekstrem, lambatnya denyut jantung, menurunnya curah jantung, berkurangnya volume darah, berat badan yang meningkat, konstipasi, kelambanan mental, gagalnya fungsi tropik (kulit bersisik, suara parau, kurangnya pertumbuhan rambut) juga sering muncul pada kasus hipotiroidisme. Pada keadaan yang ekstrem dapat pula ditemukan miksedema, yaitu pembengkakan di seluruh tubuh. Pada keadaan ini, jumlah asam hialuronat sangat meningkat dan bersama dengan kondroitin sulfat yang berlebihan dalam ruang interstisial,dan jaringan gel sehingga meningkatkan jumlah total cairan interstisial. Edema yang terjadi tidak bergerak dan bersifat nonpitting.
Gambaran Klinis dan laboratoris Berbagai Tingkat Hipotiroidisme
Grades
Gamb. klinis
Serum TSH
Thyroid reserve
Thyroid ab
Serum Thyroxin
Serum cholesterol
TSh response to TRH
ECG
Overt
++
++
++
+ or 0
++
++
supranormal
++
Mild
+
+
+
+ or 0
+ or 0
+
supranormal
+
Sub clinical
0
+
+
+ or 0
0
+ or 0
supranormal
+ or 0
Presub clinical
0
0
0
0
0
0 or +
supranormal
+ or 0
Key : 0 = normal, ++ = definite abnormality, + = slight abnormality

            Pada pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan pertumbuhan, disgenesis epifisis dan keterlambatan perkembangan gigi. Tes laboratorium yang dapat digunakan untuk mengecek hipotiroidisme antara lain : kadar tiroksin dan triiodotironin serum yang rendah, BMR rendah, dan peningkatan kolesterol serum. TSH serum bisa tinggi atau pun rendah. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH serum akan tinggi, dan tiroksin rendah. Sebaliknya, pad hipotiroidisme sekunder, kadar TSH dan tiroksin rendah.
Hashimoto tiroiditis dapat dijadikan sebagai diagnosis banding pada kasus ini. Hashimoto tiroiditis adalah tiroiditis autoimun, yang sering menjadi penyebab utam hipotiroid pada daerah yang iodiumnya cukup. Terjadi kegagalan tiroid perlahan-lahan, biasanya muncul apad usia 30-50an. Ditemukan titer antibodi yang tinggi terhadp tiroid., ada infiltrasi limfositik, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebab hashimoto tioriditis diduga kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Berkaitan erat dengan HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogeniknya terjadi karena adanya ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung dari antigen tiroid pada sistem imun.
Manifestasi hashimoto tiroiditis dapat berupa pembesaran kelenjar tiroid (90%) dan bentuk atrofi (10%). Prevalensi penyakit ini pada wanita : pria adalah 7:1. Awalnya, mungkin didapati kondisi hipertiorid karena proses inflamasi, namun lama-kelamaan diikuti penurunan fungsi tiroid. Antigen pada Hashimoto tiroiditis yaitu tiroglobulin, tiroid peroksidase, r-TSH, dan sodium iodine symporter. Pada penyakit ini, antibodinya terhadap r-TSH lebih dominan memblok sehingga menimbulkan hipotiroid. Antibodi terhadap sodium iodide symporter terdapat pada 0-20% pasien. Antibodi ini dapat menghambat RAIU yang dipicu TSH.
Pengobatan penyakit hashimoto tiroiditis ditujukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid. Levotiroksin diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik hipotiroid amupun eutiroid, pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat mengecilkan struma 30%.
Tujuan pengobatan hipotiroidisme ialah meringkankan keluhan dan gejala, menormalkan metabolisme, menormalkan TSH, membuat T3 dan T4 normal, serta menghindarkan komplikasi dan resiko. Prinsip dalam substitusi antara lain, makin berat hipotiroidisme makin rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis. Pada geriatri dengan angina pektoris, CHF, gangguan iram, dosis harus hati-hati. Dosis rerata substitusi L-T4 ialah 112 μg/hari atau 1,6 μg/kgBB atau 100-125 mg/hari. Untuk L-T3 25-50 μg.
Di Indonesia berupa digunakannya garam beriodium dengan kadar 40 ppm. Jika konsumsi garam ddianggap 10 g sehari maka dimakan 400 mg potasium iodide yang sesuai dengan 237 mg iodide. Dengan demikian jumlah ini sudah mencukupi baik untuk pengobatan dan pencegahan. ©antiremed

Sumber:
IPD jilid III
Patofisiologi jilid II
Fisiologi kedokteran Guyton
Kamus Kedokteran Dorland
 ©antiremed
kontributor: shafira

Tidak ada komentar:

Posting Komentar