Saat Baru bertugas di sebuah PUSKESMAS di daerah pegunungan Menoreh Kabupaten Magelang Jawa Tengah,seorang dokter menemukan pasien seorang perempuan berusia 24 tahun memiliki tinggi badan hanya 120cm dan tingkat kecerdasan yang rendah.
setelah dilakukan penyelidikan epidemiologis ternyata kretinisme ini terjadi pada sebagian masyarakat di daerah tersebut. Selain didapatkan gejala kretinisme juga didapatkan adanya pembesaran kelenjar tiroid yang mencapai derajat III. adanya temuan tersebut membuat sang dokter berusaha mencari penyebab dari kejadian ini,hal ini disebabkan karena pasangan kretin ternyata mereka kebanyakan akan memiliki anak yang kretin juga.
setelah dilakukan penyelidikan epidemiologis ternyata kretinisme ini terjadi pada sebagian masyarakat di daerah tersebut. Selain didapatkan gejala kretinisme juga didapatkan adanya pembesaran kelenjar tiroid yang mencapai derajat III. adanya temuan tersebut membuat sang dokter berusaha mencari penyebab dari kejadian ini,hal ini disebabkan karena pasangan kretin ternyata mereka kebanyakan akan memiliki anak yang kretin juga.
Step 1 Clarifying Unfamiliar Terms
-
Cretinism : suatu kondisi kronik akibat
hipotiroidisme kongenital berat; manifestasinya dimulai pada masa bayi akhir
dan meliputi perkembangan fisik yang tertahan (dwarfism), retardasi mental,
distrofi tulang dan bagian-bagian lunak, dan metabolisme basal yang rendah.
-
Thyroid enlargement : pembesaran
kelenjar tiroid, biasanya digolongkan dalam grade tertentu. Menurut klasifikasi
perez,
Grade 0 : tidak teraba
Grade 1 : teraba dan terlihat hanya
dengan kepala ditengadahkan
Grade 2 : mudah dilihat, kepala
posisi biasa
Grade 3 : terlihat dari jarak
tertentu
Step
2 Problem Definition
1. Apa
penyebab dari kretinisme yang diderita wanita tersebut? Adakah hubungannya
dengan pembesaran kelenjar tiroid?
2. Mengapa
penyakit tersebut dapat menyebar luas di daerah tersebut?
3. Apakah
penyakit tersebut dapat diturunkan secara genetik ?
4. Apa
diagnosis untuk pasien tersebut?
5. Bagaimana
cara penangan kasus tersebut?
6. Bagaimana
cara pencegahannya?
7. Bagaimana
prognosis penyakit tersebut?
Step
3&4 Brainstorming dan Analizing The Problem
Kretinisme adalah suatu keadaan dimana seseorang
mengalami kekerdilan secara fisik (dwarfism) yang juga diikuti dengan
keterbelakangan mental. Kretinisme ini lebih sering diakibatkan oleh keadaan
hipotiroidisme atau kondisi kekurangan produksi horman tiroid di dalam tubuh. Biasanya
terjadi secara kongenital karena kelenjar tiroid gagal memprodyksi hormon
tiroid akibat defisiensi genetik pada kelenjar atau karena kurangnya iodium
dalam diet (kretinisme endemik). Pada anak dengan kretinisme, pertumbuhan
rangkanya jauh lebih lambat dibandingkan pertumbuhan jaringan lunaknya sehingga
tubuhnya terlihat pendek tapi gemuk. Pada sistem sarf pusat, hormon tiroid
sangat penting bagi mielinisasi sel-sel sistem saraf pusat selama kehidupan
janin dan beberapa tahun pertama pascalahir. Jika sejak lahir hormon tiroid
tidak terbentuk atau jumlahnya tidak adekuat, maka perkembangan otak menjadi
terganggu dan mengakibatkan IQ yang rendah serta fungsi mental yang terganggu.
Sedangkan dwarfisme atau kerdil yang disebabkan kurangnya hormon pertumbuhan,
manifestasinya hanya secara fisik saja tanpa mengganggu fungsi kognitifnya.
Hipotiroidisme pada beberapa kasus disebabkan oleh
autoimunitas terhadapa kelenjar tiroid sendiri. Namun, berbeda dengan
hipertiroidisme, imunitasnya lebih merusak kelenjar dibanding merangsang
produksihormon tiroid yang berlebihan. Awalnya terjadi tiroiditis autoimun,
yang menyebabkan kelenjar tiroid membesar karena peradangan. Lalu, keadaan ini
mengakibatkan kemunduran kelenjar dan akhirnya timbul fibrosis pada kelenjar, dan
akhirnya timbul fibrosis, dan hasil akhirnya adalah berkurangnya atau tidak ada
produksi hormon tiroid sama sekali.
Goiter endemik adalah kondisi dimana penduduk di
daerah tertentu, sebagian besar mengalami pembesaran kelenjar tiroid.
Mekanismenya karena kekurangan iodium yang mencegah produksi hormon tiroksin
dan triiodotironin yang mengakibatkan peningkatan TSH. Selanjutnya TSH
merangsangsel-sel tiroid menyekresi banyak sekali koloid tiroglobulin ke dalam
folikel, dan kelenjarnya tumbuh semakin besar. Tetapi karena kurangnya iodium,
produksi tiroksin dan triiodotironin tidak meningkat dalam molekul
tiroglobulin, dan oleh karena itu tidak ada penekanan secara normal pada
produksi TSH oleh kelenjar hipofisis. Ukuran folikelnya menjadi sangat
besar,dan kelenjar tiroidnya dapat membesar 10-20 kali dari ukurang kelenjar
yang normal.
Goiter endemik sering pula dihubungkan dengan faktor
goitrogen, kelebihan unsur yodium, faktor nutrisi, faktor ‘trace element’ lain dan faktor genetik. Gondok endemik ini biasanya
terjadi pada daerah berkapur dan yang banyak mengalami erosi. Untuk mencegah
gondok akibat defisiensi iodium, WHO, Unicef, dan ICCIDD menganjurkan kebutuhan
iodium sehari sebagai berikut:
· 90
mg untuk anak prasekolah (0-59 bulan)
· 120
mg untuk anak sekolah dasar (6-12 tahun)
· 150
mg untuk dewasa (diatas 12 tahun) dan;
· 200
mg unutk wanita hamil dan menyusui
Disisi lain, konsumsi iodium secara berlebihan juga
dapat menyebabkan gondok. Hal ini disebabkan oleh kadar iodium yang besar
didalam tubuh akan menghambat hormogenesis khusus iodinisasi tironin dan proses
couplingnya. Jika terjadi inhibisi hormogenesis, maka akan timbul kondisi
hipotiroidisme.
Gangguan Akibat Kekurangan Iodium
(GAKI) atau Iodine Deficiency Disorder
(IDD)adalah suatu spektrum gangguan yang luas sebagai akibat defisiensi
iodium dalam makanan yang berakibat atas menurunnya kapasitas intelektual dan
fisik pada mereka yang kekurangan iodium. Manifestasinya dapat dibagi
berdasarkan usia saat terkena. Pada fetus, manifestasinya berupa abortus, lahir
mati, anomali kongenital, kretin endemik tipe neurologik (retardasi mental,
bisu tuli, diplegia spastik, mata juling), kretin miksudematosa (cebol, defisit
mental, hipotiroidisme). Pada neonatus sering ditemukan defek psikomotor,
gondok neonatal dan hipotiroidisme neonatal. Gondok, hipotiroidisme juvenil,
retardasi mental,gangguang perkembangan fisik dan iodine induced
hiperthyroidism dapat dijumpai pada anak dan remaja. Gondok dengan segala
akibatnya, hipotiroidisme, gangguan fungsi mental dan kepekaan terhadap radiasi
nuklir yang meningkat sering ditemui pada orang dewasa.
Berat ringannya endemi gondok dapat
dibagi menjadi,
a) Grade
I (endemi ringan) : endemi dengan nilai median ekskresi iodium urin lebih dari
50μg l/g kreatinin, atau median urin 5,0-9,9 μg/dl. Kebutuhan hormon tiroid
untuk pertumbuhan fisik dan mental masih terpenuhi. Prevalensi gondok pada anak
sekolah 5-20%.
b) Grade
II (endemi sedang) : nilai median ekskresi iodium urin 25-50 μg l/g kreatini
atau median 2,0-4,9 μg/dl. Prevalensi
gondok pada anak sekolah sampai 30%.
c) Grade
III (endemi berat) : nilai median ekskresi iodium urin <25 μg l/g kreatinin
atau median <2 mg/dl. Terjadi resiko sangat tinggi untuk lahirnya kretin
endemik dengan segala akibatnya. Prevalensi gondok anak sekolah >30%,
prevalensi kretin endemik dapat mencapai 110%.
Tabel Nutrisi
Iodium Berdasar UEI
|
||
Median UEI
μg/L
|
Masukan Iodium
|
Status Nutrisi
Iodium
|
<20
|
Tak mencukupi
|
Defisiensi iodium berat
|
20-49
|
Tak mencukupi
|
Defisiensi iodium sedang
|
50-99
|
Tak mencukupi
|
Defisiensi iodium ringan
|
100-199
|
Cukup
|
Optimal
|
200-299
|
Lebih dari cukup
|
Ada resiko iodine-induced hyperthyroidism dalam kurun waktu 5-10 tahun
sesudah pemberian garam beriodium pada kelompok yang rawan
|
>300
|
Berlebihan
|
Ada resiko kesehatan yang tidak menguntungkan
(IHH, autoimmune thyroid diseases)
|
Kretin endemik adalah akibat GAKI
terparah pada manusia. Penyebabnya diduga meruapakan dampak kekurangan unsur
iodium selama masa fetal samapi 3 tahun pertama kehidupan. Kretin endemik ini
dapat ditinjau dari 3 sisi, yakni sisi epidemiologi, klinis dan pencegahan.
Dari sisi epidemiologi, kretin endemik selalu berhubungan dengan defisiensi
iodium berat. Sedangkan dari sisi klinis, terdapat defisiensi mental , gangguan
neurologis yang mencolok (gangguan pendengaran dan wicara, gangguan berjalan
atau gait, sikap badan sewaktu berdiri yang khas), atau gejala berupa cebol dan
hipotiroidisme.
Kriteria yang digunakan di
Indonesia, yaitu kretin endemik merupakan keadaan saat seseorang lahir di suatu
daerah dengan defisiensi iodium berat yang menunjukkan dua atau lebih gejala
ireversibel yakni retardasi mental, kelainan neuromotorik (gangguan bicara,
cara berjalan yang khas, refleks patologis dan refleks fisiologis yang
meninggi, mata juling, gangguan akibat kerusakan batang otak dan late walker), dan gangguan pendengaran
(bilateral, tipe perseptif dan pada nada tinggi). Keadaan ini dapat disertai
atau tidak disertai hipotiroidisme.
Kretin endemik dapat dibagi menjadi
3 tipe yaitu kretin endemik tipe miksedematosa, kretin endemik tipe nervosa dan
tipe campuran. Pada tipe nervosa, disepakati bahwa penyebabnya adalah
kekurangan hormon tiroid intrauterine. Kerusakan kelenjar tiroid karena atrofi
kelenjar tiroid karena berbagai macam sebab (yaitu bahan goitrogenik, defisiensi
zinc, efek defisiensi per se) dapat menyebabkan kretin tipe miksedematosa.
Terjadinya gangguan kretin endemik tergantung dari berat ringan defisiensi
iodium in utero dan post partum, kapan insult hipotiroidisme terjadi, pada
waktu itu bagian saraf mana yang sedang tumbuh, dan lama defisiensi tersebut.
Ada juga mekanisme lain pada beberapa pasien goiter
koloid, yang biasanya terjadi kelainan dalam sistem enzim yang dibutuhkan dalam
produksi hormon tiroid.
a) Defisiensi
mekanisme penjeratan iodida, dimana iodium yang dipompa masuk ke dalam sel
tidak adekuat.
b) Defisiensi
sistem peroksidase, ketika iodida tidak dioksidasi menjadi iodium
c) Defisiensi
penggandengan tirosin teriodinasi di dalam molekul tiroglobulin, sehingga tidak
terbentuk hormon tiroid dalam bentuk terakhir
d) Defisiensi
enzim deiodinase, yang mencegah pulihnya iodium dari tirosin teriodinasi, yang
tidak mengalami penggandengan untuk membentuk hormon tiroid, sehingga
mengakibatkan defisiensi iodium.
Selain itu, ada pula makanan yang bersifat goitrogenik,
yakni yang mengandung jenis propiltiourasil yang bersifat antitiroid sehingga
dapat menyebabkan terbentuknya goiter akibat rangsangan TSH, antara lain pada
beberapa varietas kubis dan lobak.
Klasifikasi
hipotiroid berdasar lokasi timbulnya masalah yaitu, primer, bila timbul akibat proses patologis yang merusak kelenjar
tiroid; sekunder, akibat defisiensi sekresi TSH
hipofisis. Berdasarkan pada usia awitan hipotiroidisme, hipotiroidisme dewasa atau miksedema;
hipotiroidisme juvenilis (timbul
setelah usia 1 atau 2 tahun); atau hipotiroidisme kongenital (kreatinin) disebabkan oleh
kurangnya hormon tiroid sebelum atau segera setelah lahir.
Hipotiroidisme
lebih sering pada wanita. Hipotiroidisme dibedakan menjadi klinis dan
subklinis. Hipotiroidisme klinis ditandai dengan kadar TSh tinggi dan kadar fT4
rendah, sedangkan pada subklinis kadar TSH tinggi dan kadar fT4 normal sehingga
sering muncul tanpa gejala atau gejala minimal. Hipotiroidisme adalah kumpulan
tanda dan gejala yang manifestasinya tergantung dari usia pasien, cepat
atautidaknya hipotiroidisme terjadi, dan ada tidaknya kelainan lain.
Hipotiroidisme
sentral (hipotalamus sekunder) terjadi karenan gangguan pada hipofisis, yang
50% penyebanya adalah tumor hipofisis. Bial kegagalan terdapat pad hipotalamus
maka disebut hipotiroidisme tersier. Keluhan klinis bisa karena desakan tumor,
gangguan visus, sakit kepala dan juga produksi hormon yang berlebih
(ACTH>penyakit Cushing, hormon pertumbuhan>akromegali,
prolaktin>galaktorea pada wanita, dan impotensi pada pria).
Kerusakan
tiroid pada hipotiroidisme primer dapat terjadi karena operasi (sutrumektomi
parsil, subtotal atau total), pascaradiasi (pemberian RAI), tiroiditis
autoimun, karsinoma, tiroiditis pascapartum, tiroiditis subakut (De Quervain),
dishormonogenesis (defek enzim, bersifat resesif) dan atrofi.
Obat-obatan
juga berpengaruh terhadap terjadinya gondok. Misalnya pada defisiensi iodium
berat serta kelebihan iodium secara kronis maka dapat menimbulkan
hipotiroidisme dan gondok, sedangkan kelebihan iodium akut menyebabkan
iodine-induced thyrotoxicosis. Bahan farmakologis yang dapat menyebabkan
hipotiroidisme antara lain tionamid (MTU, PTU, karbimazol), perklorat,
sulfonamid iodida (obat batuk, amiodaron, kontras Ro, garam lithium) karena bisa
menghambat sintesis hormon tiroid. Sedangkan yang meningkatkan penghancuran
hormon tiroid yaitu fenitoin, fenobarbital, serta kolestipol dan kolestiramin
yang menghambat jalur enterohepatik hormon tiroid.
Hipotiroidisme pada
umumnya menyebabkan rasa capai dan mengantuk yang sangat sehingga pasien dapat
tidur selama 12-14 jam sehari. Kelemahan otot yang ekstrem, lambatnya denyut
jantung, menurunnya curah jantung, berkurangnya volume darah, berat badan yang
meningkat, konstipasi, kelambanan mental, gagalnya fungsi tropik (kulit
bersisik, suara parau, kurangnya pertumbuhan rambut) juga sering muncul pada
kasus hipotiroidisme. Pada keadaan yang ekstrem dapat pula ditemukan miksedema,
yaitu pembengkakan di seluruh tubuh. Pada keadaan ini, jumlah asam hialuronat
sangat meningkat dan bersama dengan kondroitin sulfat yang berlebihan dalam
ruang interstisial,dan jaringan gel sehingga meningkatkan jumlah total cairan
interstisial. Edema yang terjadi tidak bergerak dan bersifat nonpitting.
Gambaran
Klinis dan laboratoris Berbagai Tingkat Hipotiroidisme
|
||||||||
Grades
|
Gamb.
klinis
|
Serum
TSH
|
Thyroid
reserve
|
Thyroid
ab
|
Serum
Thyroxin
|
Serum
cholesterol
|
TSh
response to TRH
|
ECG
|
Overt
|
++
|
++
|
++
|
+
or 0
|
++
|
++
|
supranormal
|
++
|
Mild
|
+
|
+
|
+
|
+
or 0
|
+
or 0
|
+
|
supranormal
|
+
|
Sub
clinical
|
0
|
+
|
+
|
+
or 0
|
0
|
+
or 0
|
supranormal
|
+
or 0
|
Presub
clinical
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
|
0
or +
|
supranormal
|
+
or 0
|
Key : 0 = normal, ++ = definite
abnormality, + = slight abnormality
|
Pada
pemeriksaan radiologi rangka menunjukkan tulang yang mengalami keterlambatan pertumbuhan,
disgenesis epifisis dan keterlambatan perkembangan gigi. Tes laboratorium yang
dapat digunakan untuk mengecek hipotiroidisme antara lain : kadar tiroksin dan
triiodotironin serum yang rendah, BMR rendah, dan peningkatan kolesterol serum.
TSH serum bisa tinggi atau pun rendah. Pada hipotiroidisme primer, kadar TSH
serum akan tinggi, dan tiroksin rendah. Sebaliknya, pad hipotiroidisme
sekunder, kadar TSH dan tiroksin rendah.
Hashimoto tiroiditis
dapat dijadikan sebagai diagnosis banding pada kasus ini. Hashimoto tiroiditis
adalah tiroiditis autoimun, yang sering menjadi penyebab utam hipotiroid pada
daerah yang iodiumnya cukup. Terjadi kegagalan tiroid perlahan-lahan, biasanya
muncul apad usia 30-50an. Ditemukan titer antibodi yang tinggi terhadp tiroid.,
ada infiltrasi limfositik, dan apoptosis sel folikel tiroid. Penyebab hashimoto
tioriditis diduga kombinasi faktor genetik dan lingkungan. Berkaitan erat
dengan HLA dan CTLA-4. Mekanisme imunopatogeniknya terjadi karena adanya
ekspresi HLA antigen sel tiroid yang menyebabkan presentasi langsung dari
antigen tiroid pada sistem imun.
Manifestasi hashimoto
tiroiditis dapat berupa pembesaran kelenjar tiroid (90%) dan bentuk atrofi
(10%). Prevalensi penyakit ini pada wanita : pria adalah 7:1. Awalnya, mungkin
didapati kondisi hipertiorid karena proses inflamasi, namun lama-kelamaan
diikuti penurunan fungsi tiroid. Antigen pada Hashimoto tiroiditis yaitu
tiroglobulin, tiroid peroksidase, r-TSH, dan sodium iodine symporter. Pada
penyakit ini, antibodinya terhadap r-TSH lebih dominan memblok sehingga
menimbulkan hipotiroid. Antibodi terhadap sodium iodide symporter terdapat pada
0-20% pasien. Antibodi ini dapat menghambat RAIU yang dipicu TSH.
Pengobatan penyakit
hashimoto tiroiditis ditujukan terhadap hipotiroid dan pembesaran tiroid.
Levotiroksin diberikan sampai kadar TSH normal. Pada pasien dengan struma baik
hipotiroid amupun eutiroid, pemberian levotiroksin selama 6 bulan dapat
mengecilkan struma 30%.
Tujuan pengobatan
hipotiroidisme ialah meringkankan keluhan dan gejala, menormalkan metabolisme,
menormalkan TSH, membuat T3 dan T4 normal, serta menghindarkan komplikasi dan
resiko. Prinsip dalam substitusi antara lain, makin berat hipotiroidisme makin
rendah dosis awal dan makin landai peningkatan dosis. Pada geriatri dengan
angina pektoris, CHF, gangguan iram, dosis harus hati-hati. Dosis rerata
substitusi L-T4 ialah 112 μg/hari atau 1,6 μg/kgBB atau 100-125 mg/hari. Untuk
L-T3 25-50 μg.
Di Indonesia berupa
digunakannya garam beriodium dengan kadar 40 ppm. Jika konsumsi garam ddianggap
10 g sehari maka dimakan 400 mg potasium iodide yang sesuai dengan 237 mg
iodide. Dengan demikian jumlah ini sudah mencukupi baik untuk pengobatan dan
pencegahan. ©antiremed
Sumber:
IPD jilid III
Patofisiologi jilid II
Fisiologi kedokteran Guyton
Kamus Kedokteran Dorland
©antiremed
kontributor: shafira
Tidak ada komentar:
Posting Komentar