Senin, 22 Desember 2014

Tutorial Skenario 5 Blok 9


Tutorial Skenario 5 Blok 9
Author : Yulia Rachmi Widiastuti

GEJALA YANG DIALAMI PASIEN :
·       Nyeri hebat di perut kanan bawah sejak tadi malam
·       Demam
·       Mual
·       Muntah
·       Konstipasi
·       Siklus menstruasi tidak teratur : 2 bulan tidak menstruasi

Dari gejala yang dialami pasien, keluhan-keluhan yang dialami pasien menyerupai gejala dari penyakit radang usus buntu (Appendicitis). Adapun penjelasan lebih lanjut mengenai Appendicitis, yaitu :

A.    GEJALA
Simptom dari appendicitis meliputi :
·       Nyeri abdomen, pertama disekitar umbilicus kemudian pindah ke bagian kanan bawah
·       Hilang nafsu makan
·       Nausea
·       Vomiting
·       Konstipasi atau diare
·       Tidak bisa buang gas (kentut)
·       Demam yang tidak tinggi yang dimulai setelah symptom lain muncul
·       Abdomen bengkak/membesar
Pasien dengan kondisi khusus bisa saja tidak memiliki symptom yang ada di atas dan bisa saja hanya merasa perasaan tidak enak badan biasa. Pasien dengan kondisi tersebut meliputi :
·       Orang yang menggunakan pengobatan immunosuppressive seperti steroid
·       Orang yang mendapat transplantasi organ
·       Orang dengan HIV
·       Orang dengan diabetes
·       Orang dengan kanker atau sedang dalam kemoterapi
·       Orang yang obese
·       Wanita yang sedang hamil, infant dan anak-anak, lansia dengan beberapa kondisi.

B.     PATOFISIOLOGI dan KLASIFIKASI
Penyebab appendicitis biasanya adalah karena obstruksi lumen appendix dan onset berikutnya dari infeksi bakteri. Obstruksi luminal dapat disebabkan oleh berbagai macam mekanisme dan itu menyebabkan retensi mucus. Apabila bakteri menginfeksi, tekanan intraluminal akan meningkat, membuat gangguan aliran limfa dan berkembang menjadi edema appendix. Proses ini menyebabkan appendicitis akut yang ditandai dengan distensi appendix dan kongesti vascular, yang disebut juga catarrhal appendicitis. Apabila kondisi ini terus perlanjut, edema appendix dan kongesti vascular dapat menjadi jelas dengan pembentukan multiple abses pada dinding dan cairan purulent pada permukaan serosa. Kondisi ini disebut juga Appendicitis Phlegmonous. Dan jika keadaan ini terus berkembang dan menyebabkan disfungsi sirkulasi local, akan menjadi infarksi berseberangan dengan cabang antara mesoappendix dan appendix, dimana supply darah tidak adekuat. Sebagai hasilnya, appendix menjadi kongesti berwarna merah gelap dengan area nekrotik hitam, kondisi yang disebut appendicitis gangrenosa. Apabila dinding yang nekrosis terbentuk, appendicitis menjadi komplikasi peritonitis perforasi.

C.     DIAGNOSIS
Anamnesis
·       Dokter bertanya banyak pertanyaan layaknya reporter untuk mengerti :
·       Waktu / onset
·       Lokasi/tempat sakit
·       Keparahan
·       Kuantitas
·       Gejala yang dialami
·       Riwayat penyakit dahulu
·       Riwayat penyakit keluarga
·       Obat-obatan yang sedang digunakan
·       Alergi
·       Penggunaan : alcohol, tembakau, dan obat narkotika

Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang teliti adalah kunci dalam diagnosis appendicitis.
·       Vital Sign
·       Physical exam head to toe
·       Pemeriksaan abdomen : dapat membantu mengarahkan diagnosis. Lokasi nyeri dan nyeri tekan sangat penting. Terdapat beberapa pemeriksaan untuk mengarahkan diagnosis appendicitis :
1.     Nyeri tekan abdomen
2.     Rovsing sign : apabila ditekan di bagian kuadran kiri bawah, terasa nyeri di kuadran kanan bawah
3.     Psoas sign : kaki kanan pasien mengangkat, melawan tangan dokter
4.     Obturator sign :  kaki kanan pasien difleksikan dan dirotasi kedalam
5.     Adanya hyperesthesia : cubit ringan di daerah kuadran kanan bawah

D.    DIAGNOSIS BANDING
·       Kehamilan Ectopic
KET (Kehamilan Ektopik Terganggu) adalah kehamilan dengan ovum yang dibuahi, berimplantasi, dan berkembang diluar rahim, yaitu di tuba fallopi. Kehamilan ini dapat menimbulkan banyak komplikasi. Gejalanya dari kehamilan ektopik antara lain :
ü  Perdarahan vagina
ü  Menstruasi terganggu
ü  Nyeri di satu bagian tubuh
ü  Hipotensi
ü  Perasaan penekanan pada rectum
ü  Nausea
ü  Vomiting
Beberapa factor resiko yang menyebabkan kehamilan ektopik :
ü  Kehamilan >35 tahun
ü  Pernah mengalami kehamilan ektopik sebelumnya
ü  Ada riwayat melakukan pembedahan tuba fallopi sebelumnya, karena jaringan parut yang terbentuk bisa menghambat masuknya ovum ke Rahim.
ü  Ada riwayat penyakit menular seksual
ü  Penggunaan alat kontrasepsi dalam Rahim (AKDR)
ü  Penggunaan obat fertilitas
ü  Kelainan kongenital ang menyebabkan bentuk tuba fallopi abnormal
Kehamilan ektopik ini bisa menjadi diagnosis banding dari kasus ini mengingat bahwa pasien wanita sudah 2 bulan tidak menstruasi. Kita dapat mendiagnosisna dengan pemeriksaan palpasi pada rongga pelvis dan mengukur kadar hormone hCG (human chorionic gonadothropin) untuk memastikan kehamilan. Namun standar baku untuk diagnosis ini adalah dengan USG.
·       Abses Abdominal
·       Cholecystitis dan Biliary Colic
·       Konstipasi
·       Crohn Disease
·       Endometriosis
·       Gastroenteritis
·       IBD (Inflamatory Bowel Disease)
·       UTI (Urinary Tract Infection)

E.     PENATALAKSANAAN
1. Terapi medis
Catarrhal appendicitis harus diperlakukan secara konservatif. Hal ini didiagnosis dengan
·       pemeriksaan fisik,
·       tes darah,
·       USG, dan
·       CT,
·       atau ditandai dengan nyeri tanpa iritasi peritoneal.
Pada ultrasonografi, usus buntu tidak dapat divisualisasikan atau tidak diperbesar jika terdeteksi. Pasien dengan catarrhal apendisitis umumnya harus dirawat di rumah sakit untuk pengobatan dengan antibiotik, istirahat di tempat tidur, terapi cairan intravena. Untuk manajemen rawat jalan, antibiotik diberikan dan dipantau dengan ketat.
Terapi non-surgical juga bisa berguna apabila appendectomy tidak dapat dilakukan atau ketika appendectomy menimbulkan resiko tinggi kepada pasien.
Dalam suatu studi mengatakan 20 pasien dengan pembuktian menggunakan USG, 95% pasien menerima antibiotic saja, tetapi 37% dari pasien tersebut kambuh lagi appendicitisnya dalam waktu kurang lebih 14 bulan.
2. Terapi bedah
Phlegmonous harus diperlakukan pembedahan. Temuan ultrasonografi adalah faktor yang paling penting untuk menentukan apakah operasi diperlukan. Selain gejala usus buntu phlegmonous, kehadiran asites atau abses menunjukkan perlunya untuk operasi. Diantara temuan pada pemeriksaan fisik abdomen, adanya iritasi peritoneal sangat penting. Jika hal ini positif, operasi dapat dilakukan.
Di bidang operasi untuk usus buntu akut, laparoskopi appendicitis ini menarik banyak perhatian. Prosedur ini telah menjadi didirikan di Jepang dan negara-negara lain. Meskipun kegunaannya telah diterima secara bertahap, apakah usus buntu terbuka konvensional itu efektif masih kontroversial, sehingga belum dianggap sebagai terapi standar untuk usus buntu akut.
Untuk pasien, keuntungan dari laparoskopi usus buntu dilaporkan termasuk
·       nyeri menurun pasca operasi,
·       pemulihan lebih cepat dari otot,
·       dapat kembali beraktivitas normal,
·       jaringan parut minimal,
·       risiko rendah infeksi luka,
·       tidak ada hernia ventral,
·       dan penurunan risiko adhesi
Di sisi lain, usus buntu terbuka konvensional
·       jarang menyebabkan nyeri pasca operasi,
·       jarang menimbulkan jaringan parut, dan
·       jarang timbul hernia ventral.
Dengan kata lain, prosedur laparoskopi dan terbuka mungkin hanya berbeda dalam derajat kesulitannya.
Dari sudut pandang ahli bedah, laparoskopi berguna untuk menyingkirkan usus buntu pada pasien dengan gejala membingungkan.
Kelemahan dari usus buntu laparoskopi termasuk kebutuhan untuk anestesi umum, kebutuhan untuk peralatan khusus termasuk insufflator untuk membuat pneumoperitonium, membutuhkan lebih banyak staf termasuk ahli bedah dan ahli anestesi, dan risiko komplikasi akibat prosedur khusus untuk operasi laparoskopi seperti insuflasi peritoneum dan penyisipan Trocars.

F.     KOMPLIKASI
Komplikasi usus buntu bisa termasuk :
·       Infeksi pada luka
·       Obstruksi usus
·       Abses abdomen/pelvis
·       Dan jarang sekali menimbulkan kematian


Sumber :

Medscape

Tidak ada komentar:

Posting Komentar