Kamis, 25 Desember 2014

Skenario 5 Blok 9 Part 2


Skenario 5 Blok 9 Part 2
Author : Hendrian Ade


Hasil intepretasi data :
ü  Beta HCG (-) à faktor kehamilan dapat disingkirkan
ü  Hb 5 gram (normal)
ü  Trombosit 253 (normal)
Dari hasil tersebut dapat dikatakan bahwa  tidak perdarahan yang terjadi di dalam abdomen, biasanya kalau kehamilan ektopik dapat menimbulkan perdarahan, karena kehamilan ektopik tidak bertahan lama.
ü  Leukosit 12.300 (tinggi) à dapat dikatakan bahwa telah terjadi infeksi (appendiks)
ü  Suhu 38,1 derajat celcius à dapat dikatakan terjadi demam, karena efek infeksi (appendik)
ü  Mc Burney (+) à  ada peradangan di daerah appendiks (appendicitis)
ü  Obturator (-) à dimungkinkan bahwa anatomis dari appendiks pasien tidak sampai ke m.obturator


Mekanisme Nyeri

Nyeri perut pada apendisitis akut merupakan keluhan awal penderita. Nyeri disini bermula di sekitar umbilikus yang kemudian berpindah ke perut kanan bawah. Nyeri awal pada sekitar umbilikus adalah nyeri viseral, berasal dari peritoneum viseralis yang dikirim ke sentral melalui sistim saraf otonom dan diinterpretasi di otak pada thalamus. Peritoneum viseralis tidak peka terhadap sentuhan, sehingga peritoneum viseralis dan organ yang dibungkusnya dapat dijahit atau dipotong tanpa berakibat rasa tidak enak pada penderita; tetapi bila peritoneum viseralis ditarik atau teregang atau mengembang atau jika otot dari organ yang dibungkusnya kontraksi berlebihan, maka penderita akan merasakan nyeri tumpul. Nyeri viseralis pada apendisitis akut berawal dari pelepasan vasoaktif amin yaitu histamin, serotonin dan bradikinin akibat adanya proses peradangan dinding apendiks vemivormis, yang menstimulasi nyeri. Nyeri viseralis disini melalui jaras saraf simpatik, yaitu melalui ganglia soeliakus dan nervus splanikus ke ganglia dorsalis; dan pada setinggi vertebra thorakalis V sampai dengan vertebra thorakalis XII, ada bagian yang berhubungan dengan serabut sistim saraf pusat sedangkan serabut lainnya melanjutkan diri sebagai serabut spino-thalamikus ke thalamus. Oleh adanya hubungan dengan susunan saraf pusat pada vertebra thorakalis, sesuai dengan derrnatom pada dinding abdomen, sehingga nyeri viseralis tersebut dirasakan pada daerah epigastrium atau sekitar umbilikus. Nyeri viseral biasanya sulit dilukiskan dan sulit ditentukan lokasinya dengan tepat; dalam hal ini jika ditanyakan kepada penderita, maka penderita akan menunjukkan suatu area yang luas dengan meletakkan seluruh tangannya pada dinding perut yang dirasakan tidak enak. Ketidakmampuan penderita untuk melukiskan secara persis bentuk dan lokasi nyeri, dikarenakan pusat baca nyeri viseral di otak terletak di thalamus dan bukan di korteks serebri. Nyeri pada perut kanan bawah, adalah nyeri somatik, dimana stimulus nyeri berawal dari peritoneum parietalis yang disarafi oleh nervus perifer. Perjalanan stimulus melalui sistim saraf pusat dan dibaca di otak pada daerah khusus korteks serebri. Sifat nyeri somatik yaitu nyeri yang lokasinya dapat ditentukan secara persis oleh penderita dengan memakai jari telunjuknya. Rasa nyeri ini dibangkitkan oleh sentuhan, tekanan atau perubahan temperatus (panas atau dingin), juga oleh proses infeksi yang menyebabkan reaksi peradangan.

Etiologi

Appendicitis disebabkan karena adanya obstruksi pada lumen appendix sehingga terjadi kongseti vaskuler, iskemik nekrosis dan akibatnya terjadi infeksi. Appendicitis umumnya terjadi karena infeksi bakteri. Penyebab obstruksi yang paling sering adalah fecolith. Fecolith ditemukan pada sekitar 20% anak dengan appendicitis. Penyebab lain dari obstruksi appendiks meliputi: Hiperplasia folikel lymphoid Carcinoid atau tumor lainnya Benda asing (pin, biji-bijian) Kadang parasit. Penyebab lain yang diduga menimbulkan Appendicitis adalah ulserasi mukosa appendix oleh parasit E. histolytica. Berbagai spesies bakteri yang dapat diisolasi pada pasien appendicitis yaitu: Bakteri aerob fakultatif dan Bakteri anaerob yakni Escherichia coli Viridans streptococci Pseudomonas aeruginosa Enterococcus Bacteroides fragilis Peptostreptococcus micros Bilophila species Lactobacillus species

Pemeriksaan penunjang USG

Ultrasonografi sering dipakai sebagai salah satu pemeriksaan untuk menunjang diagnosis pada kebanyakan pasien dengan gejala appendicitis. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sensitifitas USG lebih dari 85% dan spesifitasnya lebih dari 90%. Gambaran USG yang merupakan kriteria diagnosis appendicitis acuta adalah appendix dengan diameter anteroposterior 7 mm atau lebih, didapatkan suatu appendicolith, adanya cairan atau massa periappendix. False positif dapat muncul dikarenakan infeksi sekunder appendix sebagai hasil dari salphingitis atau inflammatory bowel disease. False negatif juga dapat muncul karena letak appendix yang retrocaecal atau rongga usus yang terisi banyak udara yang menghalangi appendix.
Sejauh Mana Keefektifan Untuk Pemeriksaan Appendicitis Dengan USG ??
Apendisitis akut merupakan penyebab terbanyak dilakukannya operasi abdomen cito. Kekeliruan diagnosa apendisitis sekitar 8-30% berakibat dilakukan pemotongan apendiks yang normal.
Ultrasonografi (USG) abdomen merupakan pemeriksaan yang penting dalam penegakan diagnosa apendisitis akut, mampu menunjukkan kemungkinan diagnosa  lain  pada pasien dengan nyeri perut kanan bawah dan menurunkan angka kejadian laparotomi negatif. Data pada penelitian ini didapatkan dari  data rekam medis pasien rawat inap dengan apendisitis, hasil USG dan histopatologi pasien apendisitis dari bulan Januari 2010 sampai bulan Desember 2011. Data menunjukkan pada tahun 2010-2011 ada 104 pasien UGD atau rawat jalan yang datang dengan keluhan nyeri perut kanan bawah dan pemeriksaan fisik dicurigai apendisitis. Sebanyak 104 pasien yang dicurigai apendisitis dilakukan pemeriksaan USG abdomen dan hasil USG yang positif  apendisitis 74 pasien (71,1%), negatif 30 pasien (28,8%). Penelitian ini menunjukkan sensitivitas dan spesifitas USG abdomen untuk diagnosis apendisitis yang cukup tinggi yaitu 84,1% dan 100%. Kata Kunci: Apendisitis, sensitivitas, spesifitas, USG abdomen
Riwanto (1993) melakukan penelitian uji diagnostik apendisitis akut dengan memakai parameter riwayat penyakit, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium sederhana, menyimpulkan bahwa hanya tiga parameter yaitu defan muskular, temperatur tubuh lebih dari 38°C dan jumlah lekosit lebih dari 11000 adalah merupakan petunjuk kepastian diagnosis apendisitis akut. Pada penelitian tersebut dikemukakan pula bahwa jika dikombinasikan dua diantara tiga parameter diagnostik didapatkan nilai spesiñsitas dan sensitifitas yang tidak saling menunjangfs). Pemeriksaan dengan ultrasonografi juga sulit membedakan antara apendiks normal dengan apendisitis mukosa karena diameter apendiks vernivormis masih kurang dari 1 cm serta belum jelas adanya edema dinding maupun terkumpulnya eksudat atau nanah di dalam lumen apendiks vernivormis.

Diagnosis Banding

Diagnosis banding dari Appendicitis dapat bervariasi tergantung dari usia dan jenis kelamin.  Pada anak-anak balita adalah
·       Intususepsi : paling sering didapatkan pada anak-anak berusia dibawah 3 tahun
·       Divertikulitis : jarang terjadi jika dibandingkan Appendicitis. Nyeri divertikulitis hampir sama dengan Appendicitis, tetapi lokasinya berbeda, yaitu pada daerah periumbilikal
·       Gastroenteritis akut : agak sukar ditegakkan karena memiliki gejala-gejala yang mirip dengan appendicitis, yakni diare, mual, muntah, dan ditemukan leukosit pada feses, tetapi tidak dijumpai adanya leukositosis
·       Konstipasi, merupakan salah satu penyebab nyeri abdomen pada anak-anak, tetapi tidak ditemukan adanya demam.
·       Infark omentum juga dapat dijumpai pada anak-anak dan gejala-gejalanya dapat menyerupai appendicitis. Pada infark omentum, dapat terraba massa pada abdomen dan nyerinya tidak berpindah.
Pada pria dewasa muda Diagnosis banding yang sering adalah :
·       Crohn’s disease,
·       klitis ulserativa, dan
·       epididimitis : Pemeriksaan fisik pada skrotum dapat membantu menyingkirkan diagnosis epididimitis. Pasien merasa sakit pada skrotumnya
Diagnosis banding appendicitis pada wanita usia muda lebih banyak berhubungan dengan kondisi-kondisi ginekologik, seperti
·       pelvic inflammatory disease (PID) : nyerinya bilateral dan dirasakan pada abdomen bawah
·       kista ovarium : nyeri dapat dirasakan bila terjadi ruptur ataupun torsi
·       infeksi saluran kencing.
Pada usia lanjut Appendicitis pada usia lanjut sering sukar untuk didiagnosis. Diagnosis banding yang sering terjadi pada kelompok usia ini adalah keganasan dari traktus gastrointestinal dan saluran reproduksi, divertikulitis, perforasi ulkus, dan kolesistitis. Keganasan dapat terlihat pada CT Scan dan gejalanya muncul lebih lambat daripada appendicitis. Pada orang tua, divertikulitis sering sukar untuk dibedakan dengan appendicitis, karena lokasinya yang berada pada abdomen kanan. Perforasi ulkus dapat diketahui dari onsetnya yang akut dan nyerinya tidak berpindah. Pada orang tua, pemeriksaan dengan CT Scan lebih berarti dibandingkan dengan pemeriksaan laboratorium.

Patogenesisnya

Appendicitis terjadi dari proses inflamasi ringan hingga perforasi, khas dalam 24-36 jam setelah munculnya gejala, kemudian diikuti dengan pembentukkan abscess setelah 2-3 hari5 Appendicitis dapat terjadi karena berbagai macam penyebab, antara lain obstruksi oleh fecalith, gallstone, tumor, atau bahkan oleh cacing (Oxyurus vermicularis), akan tetapi paling sering disebabkan obstruksi oleh fecalith dan kemudian diikuti oleh proses peradangan. Hasil observasi epidemiologi juga menyebutkan bahwa obstruksi fecalith adalah penyebab terbesar, yaitu sekitar 20% pada ank dengan appendicitis akut dan 30-40% pada anak dengan perforasi appendiks. Hiperplasia folikel limfoid appendiks juga dapat menyababkan obstruksi lumen. Insidensi terjadinya appendicitis berhubungan dengan jumlah jaringan limfoid yang hyperplasia. Penyebab dari reaksi jaringan limfatik baik lokal atau general misalnya akibat infeksi Yersinia, Salmonella, dan Shigella; atau akibat invasi parasit seperti Entamoeba, Strongyloides, Enterobius vermicularis, Schistosoma, atau Ascaris.
Appendicitis juga dapat diakibatkan oleh infeksi virus enteric atau sistemik, seperti measles, chicken pox, dan cytomegalovirus. Pasien dengan cyctic fibrosis memiliki peningkatan insidensi appendicitis akibat perubahan pada kelenjar yang mensekresi mucus. Carcinoid tumor juga dapat mengakibatkan obstruksi appendiks, khususnya jika tumor berlokasi di 1/3 proksimal. Selama lebih dari 200 tahun, benda asaning seperti pin, biji sayuran, dan batu cherry dilibatkan dalam terjadinya appendicitis. Trauma, stress psikologis, dan herediter juga mempengaruhi terjadinya appendicitis5 Awalnya, pasien akan merasa gejala gastrointestinal ringan seperti berkurangnya nafsu makan, perubahan kebiasaan BAB yang minimal, dan kesalahan pencernaan. Anoreksia berperan penting pada diagnosis appendicitis, khususnya pada anak-anak5. Distensi appendiks menyebabkan perangsangan serabut saraf visceral dan dipersepsikan sebagai nyeri di daerah periumbilical. Nyeri awal ini bersifat nyeri dalam, tumpul, berlokasi di dermatom Th 10. Adanya distensi yang semakin bertambah menyebabkan mual dan muntah, dalam beberapa jam setelah nyeri. Jika mual muntah timbul lebih dulu sebelum nyeri, dapat dipikirkan diagnosis lain5. Appendiks yang obstruksi merupakan tempat yang baik bagi bakteri untuk berkembang biak. Seiring dengan peningkatan tekanan intraluminal, terjadi gangguan aliran limf, terjadi oedem yang lebih hebat. Akhirnya peningkatan tekanan menyebabkan obstruksi vena, yang mengarah pada iskemik jaringan, infark, dan gangrene. Setelah itu, terjadi invasi bakteri ke dinding appendiks; diikuti demam, takikardi, dan leukositosis akibat kensekuensi pelepasan mediator inflamasi dari jaringan yang iskemik. Saat eksudat inflamasi dari dinding appendiks berhubungan dengan peritoneum parietale, serabut saraf somatic akan teraktivasi dan nyeri akan dirasakan lokal pada lokasi appendiks, khususnya di titik Mc Burney’s. Nyeri jarang timbul hanya pada kuadran kanan bawah tanpa didahului nyeri visceral sebelumnya. Pada appendiks retrocaecal atau pelvic, nyeri somatic biasanya tertunda karena eksudat inflamasi tidak mengenai peritoneum parietale sampai saat terjadinya rupture dan penyebaran infeksi. Nyeri pada appendiks retrocaecal dapat muncul di punggung atau pinggang. Appendiks pelvic yang terletak dekat ureter atau pembuluh darah testis dapat menyebabkan peningkatan frekuensi BAK, nyeri pada testis, atau keduanya. Inflamasi ureter atau vesica urinaria pada appendicitis dapat menyebabkan nyeri saat berkemih, atau nyeri seperti terjadi retensi urine5. Perforasi appendiks akan menyebabkan terjadinya abscess lokal atau peritonitis umum. Proses ini tergantung pada kecepatan progresivitas ke arah perforasi dan kemampuan pasien berespon terhadap adanya perforasi. Tanda perforasi appendiks mencakup peningkatan suhu melebihi 38.6oC, leukositosis > 14.000, dan gejala peritonitis pada pemeriksaan fisik. Pasien dapat tidak bergejala sebelum terjadi perforasi, dan gejala dapat menetap hingga > 48 jam tanpa perforasi. Secara umum, semakin lama gejala berhubungan dengan peningkatan risiko perforasi. Peritonitis difus lebih sering dijumpai pada bayi karena tidak adanya jaringan lemak omentum. Anak yang lebih tua atau remaja lebih memungkinkan untuk terjadinya abscess yang dapat diketahui dari adanya massa pada pemeriksaan fisik5 Konstipasi jarang dijumpai tetapi tenesmus sering dijumpai. Diare sering didapatkan pada anak-anak, dalam jangka waktu sebentar, akibat iritasi ileum terminal atau caecum. Adanya diare dapat mengindikasikan adanya abscess pelvis.
Pada kasus, dimungkinkan si wanita mengalami stress sehingga menyebabkan immunokompramaise, ketika sistem imun menurun akhirnya mudah terserang penyakit. Stress berkaitan dengan menstruasinya yang tidak teratur dan mudah terserang penyakit (appendicitis).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar