Author : Shinta, Puji, Stella, Fitria, Daru,
Trigger 2 :
- Sering bingung
- ada halusinasi auditorik (seakan-akan ada yang menyuruh)
- delution of control : mondar-mandir bukan karena keinginan sendiri
Info Tambahan :
Dulu sebagai orang mekanik kemudian di PHK sehingga tidak bekerja, kemjdian muncullaj gejala-gejala yang ada
Umur saat ini : 24 tahun.
Kebiasaan bekerja sendiri dan pendiam
Trigger 3
1 minggu kemudian
-angkat tangan diata meja gemetaran
-gerakan seperti parkinson like syndrom stlh diberi pengobatan
Keluarga pasien menanyakan sebab kenapa pasien mnjd sprti ini stlh diobati sblmbya
Learning Objectives
1. Definisi & Etiologi Skizofrenia?
2. Epidemiologi Skizofrenia?
3. Faktor Resiko?
4. Penatalaksanaan skizofrenia?
5. Pencegahan skizofrenia?
1. Pengertian & Etiologi ?
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis, 2009).
Etiologi Skizofrenia
a. Keterlibatan faktor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut. Hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.
b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA.
c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.
d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik.
e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.
Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock (1998) sebagai berikut:
1. Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.
2. Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik
Sumber : digilib.ump.ac.id/download.php?id=3031
2. Epidemiologi Skizofrenia?
• Prabandari, dkk (2003) menyebutkan bahwa prevalensi skizofrenia di Indonesia diperkirakan 1 permil, meski angka yang pasti belum diketahui karena penelitian prevalensi skizofrenia secara khusus belum dilakukan di Indonesia. Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, diketahui dari 12.377 penderita yang dirawat jalan yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 9.532 (96,51%) dengan berbagai tipe dan diketahui dari 1.929 penderita yang dirawat inap yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 1.581 (81,96%).
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27073/5/Chapter%20I.pdf
• Kasus skizofrenia jumlahnya tidak mempunyai angka-angka yang pasti. Angka prevalensi di dunia menunjukkan 1% dari seluruh penduduk dunia, perbandingan yang sama antara penderita laki – laki dan wanita, pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun, dan jarang muncul pada masa anak-anak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10.000 anak. Mengacu pada data WHO, prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Kondisi yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien – pasien yang Universitas Sumatera Utaramenderita skizofrenia dibiarkan berada di jalan – jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu(Sasanto, 2009)
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/5/Chapter%20I.pdf
3. Faktor resiko skizofrenia?
1.Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2.Kembar identik
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Videbeck, 2008).
3.Struktur otak abnormal
Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan, Magnetic Resonance Imaging(MRI), dan Positron Emission Tomography(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000).
4.Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003). Di Negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia.
5.Tampilan emosi
Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000).
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28071/4/Chapter%20II.pdf
4. Penatalaksanaan ?
A. Medik
a. Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini:
1) Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain: Haldol (haloperidol), Mellaril (thioridazine), Navane (thiothixene), Stelazine (trifluoperazine), Thorazine ( chlorpromazine), Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic
.
2) Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone), Seroquel (quetiapine), Zyprexa (olanzopine), Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan skizofrenia.
3) Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi.
Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil
.
b. Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
(1) Klorpromazin
Sedian tablet 25 dan 100 mg, injeksi 25 mg/ml. Dosis 150 -600 mg/hari
(2) Haloperidol
Sedian tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mgInjeksi 5 mg/ml. Dosis 5 -15 mg/hari
(3) Perfenazin
Sedian tablet 2, 4, 8 mg. Dosis 12 -24 mg/hari
(4) Flufenazin
Sedian tablet 2,5 mg, 5 mg. Dosis 10 -15 mg/hari
(5) Flufenazin dekanoat
Sedian Inj 25 mg/ml. Dosis 25 mg/2-4 minggu
(6) Levomeprazin
Sedian tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml. Dosis 25 -50 mg/hari
(7) Trifluperazin
Sedian tablet 1 mg dan 5 mg. Dosis 10 -15 mg/hari.
(8) Tioridazin
Sedian tablet 50 dan 100 mg. Dosis 150 -600 mg/hari
(9) Sulpirid
Sedian tablet 200 mg 300,Injeksi 50 mg/ml. Dosis 600mg/hari 1 -4 mg/hari
(10) Pimozid
Sedian tablet 1 dan 4 mg. Dosis 1 -4 mg/hari.
(11) Risperidon
Sedian tablet 1, 2, 3 mgDosis 2 -6 mg/hari
B. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan ingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan
untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, banyak bergaul
1. Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku adalah latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang dilakukan
2. Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya
3. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia
4. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobpasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi
Sumber : digilib.unimus.ac.id/download.php?id=9868
5. Pencegahan ?
Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat “eklektik holistik” yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis,17 psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga pilar tersebut dapatdiketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi pendekatan holistiktersebut, menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, social budaya dan psikoreligius.
Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofreniadan kekambuhanya.
1)Organobiologis
(a) a)Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan keluarga yang tidak memiliki silsilah skizofrenia.
(b) b)Walaupun dalam keluarga tidak ada sil-silah menderita skizofrenia sebaiknya tidak menikah dengan yang tidak memiliki silsilah skizofrenia dan merupakan keluarga jauh.
(c) c)Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah.
2)Psikoedukatif
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional dan mental-intelektual anak yaitu:
(a) a)Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain.
(b) b)Sikap kedua adalah sikap terbuka.
(c) c)Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap hal-hal yangmengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul dan belajar disekolah.
Sumber : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-muntiarohn-6617-3-babii.pdf
Referensi Anti-Remed 2011
http://anti-remed.blogspot.com/2012/09/skenario-3-blok-13.html
Download dalam file PDF