Author : Anita R
Skenario
Suami yang berumur
50 tahun dan istri yang berumur 45 tahun memiliki 5 anak. Putra bungsu yang
berusia 6 tahun mengalami keterbelakangan mental hipotonik, wajah Mongoloid,
lipat epicanthic, simian lines, jarak yang besar antara
jari pertama dan kedua dan kulit leher berlebih. Mereka merasa Allah tidak adil
denga kondisi anak mereka. Mereka berkonsultasi dengan dokter untuk mengetahui
mengapa anak bungsu mereka memiliki hal-hal seperti itu padahal 4 anak mereka
yang lain normal. Dokter mengetahui mereka segala sesuatu tentang gangguan anak
mereka berdasarkan EBM.
More information
1. MEKANISME KOPING PADA ORANG TUA YANG
MEMILIKI ANAK DOWN SYNDROME (KLIK DISINI)
2. Hubungan Sindroma Down dengan
Umur Ibu, Pendidikan Ibu, Pendapatan Keluarga, dan Faktor Lingkungan (KLIK
DISINI)
------
1.
Keterbelakangan
Mental : Keterbelakangan mental adalah sebuah kelompok besar gangguan dari
masa bayi, masa kanak-kanak, atau remaja ditandai dengan fungsi intelektual
yang secara signifikan di bawah rata-rata (IQ 70 atau di bawah), yang terwujud
sebelum usia 18 dengan gangguan fungsi adaptif (di bawah kinerja yang
diharapkan untuk usia di berbagai bidang seperti sebagai keterampilan hidup
sosial atau harian, komunikasi, dan kemandirian).
Berbagai tingkat keparahan yang diakui:
-
tingkat IQ 50/55-70 adalah ringan
-
tingkat IQ 35/40- 50/55 adalah moderat
-
tingkat IQ 20/25-35/40 berat
-
tingkat IQ di bawah 20/25 adalah sangat berat.
Keterbelakangan Mental adalah suatu
keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan
(sejak lahir atau sejak masa kanak kanak) (Retardasai Mental, 2010. Siti
Salmiah, drg.)
2.
Hipotonik (Hipotonia)
Hypotonia adalah suatu kondisi di
mana ada is decreased beristirahat otot. Ini adalah gejala dari kondisi-kondisi
yang mungkin bawaan (sekarang sejak kelahiran) atau diperoleh (diwujudkan
kemudian dalam kehidupan).
Bawaan hypotonia gejala umum
Hypotonia bawaan biasanya bermanifestasi
sebagai (1-4):
·
Kelemahan otot yang terlihat pada saat bayi
adalah enam bulan
·
Gejala awal adalah lemah menangis dan
ketidakmampuan untuk mengisap atau menelan
·
Sedikit atau tidak ada kontrol otot leher yang
mengarah ke disket kepala dan kurangnya memegang kepala
·
Perasaan tubuh lemas ketika diadakan
·
Ketidakmampuan untuk menempatkan berat badan
pada kaki atau bahu
·
Bayi lengan dan kaki menggantung lurus ke bawah
dari sisi, daripada membungkuk di siku, pinggul, dan lutut.
·
Tertunda mencapai tonggak pembangunan motor pertumbuhan
seperti duduk, merangkak, berjalan, berbicara atau makan sendiri
·
Sering jatuh dan tergelincir dari kursi tinggi
·
Jika ada parah bawaan myopathies mungkin ada
menyertai kerangka atau tulang dan kelainan bersama. Ini termasuk kecenderungan
untuk pinggul dislokasi, kelainan bentuk dari tulang belakang dan kaki.
·
Pada pemeriksaan anak hipotonik ada kelemahan
otot otot-otot wajah, batang atau kaki dan pergelangan kaki.
Mungkin ada ptosis atau kelopak mata terkulai, sayap seperti tonjolan
luar tulang belikat tulang belakang dan tubuh tipis.
Mungkin ada tonjolan perut sampai lemah otot-otot perut yang mampu
menahan pada isi perut.
·
Kebanyakan pasien dengan hypotonia mungkin
mengembangkan kekurangan pernapasan dan 50% dari pasien antara usia 3 dan 55
tahun memerlukan beberapa bentuk buatan metode untuk membantu mereka bernapas
di malam hari.
Bawaan hypotonia gejala yang berhubungan
mendasari kondisi
·
Gejala keterbelakangan mental dalam kasus-kasus
mendasari kondisi seperti sindrom Down
·
Dalam sindrom Down, fitur tambahan termasuk
keterbelakangan mental, dan cacat jantung bawaan. Mungkin ada abnormal fitur
wajah seperti hidung datar dan hidung jembatan, leher pendek, satu lipatan
melintang atas palm, upwardly miring mata dll.
·
Pada anak-anak dengan Sindrom rapuh x mungkin
hypotonia bersama dengan fitur seperti keterbelakangan mental, kepala yang
besar (macrocephaly), telinga besar dan besar testis pada pubertas, autism
seperti fitur dll.
·
Sindrom Prader Willi dimanifestasikan sebagai
hypotonia, kecil alat kelamin, tinggi pendek dan obesitas.
·
Myasthenia gravis-jika bayi berkembang sementara
atau pendek istilah myasthenia karena untuk ibu yang terkena di sana mungkin
gejala seperti sepsis yang mencakup menangis miskin, miskin suckling, hypotonia
dll. Kasus dari bayi yang dipengaruhi terutama dengan myasthenia gravis gejala
yang berlebihan. Mungkin ada ptosis atau terkulai kelopak dan kesulitan
pernapasan atau bernapas.
Memperoleh hypotonia gejala
Dalam kasus hypotonia diperoleh atau orang
dewasa dengan hypotonia manifestasi biasa termasuk (3-4):
·
Kikuk perilaku yang semakin memburuk
·
Sering jatuh
·
Ketidakmampuan atau kesulitan bangun dari
berbohong atau posisi duduk
·
Kesulitan dalam meraih atau mengangkat suatu
objek
·
Fleksibilitas yang tinggi dari sendi disebut hal
bersama. Hal ini mungkin terjadi pada pinggul, siku dan lutut
Hypotonia gejala tertentu
Spesifik gejala dan tanda-tanda hypotonia
termasuk (2)-
1.
Hypotonia tengah-ini dilihat dalam 60-80% kasus.
Mungkin ada masalah tambahan seperti kejang, ketidakmampuan untuk melacak objek
visual, kegagalan untuk meniru gerakan wajah, kelesuan dll.
2.
Hypotonia perifer-dilihat dalam 15-30% dari
kasus. Pasien ini terwujud dengan makan kesulitan, kelemahan umum dan tidak
adanya otot refleks pada pengujian.
3.
Wajah Mongoloid
Ras Mongoloid adalah istilah
yang pernah digunakan untuk menunjuk fenotipe
umum dari sebagian besar penghuni Asia Utara,
Asia Timur,
Asia Tenggara,
Madagaskar
di lepas pantai timur Afrika, beberapa bagian India Timur Laut, Eropa Utara, Amerika Utara,
Amerika
Selatan, dan Oseania. Anggota ras Mongoloid dulu juga disebut
"berkulit kuning", walau ini tidak selalu benar. Misalnya ada yang
mengatakan bahwa orang Indian di Amerika
"berkulit merah", sedangkan orang Asia Tenggara sering dikatakan
"berkulit coklat" muda sampai coklat gelap. (Wikipedia)
4.
Epicanthic lipat atau epikantus adalah kelopak mata di daerah kulit yang menutupi sudut dalam
pandangan mata. Epicanthic flip yang paling sering terdapat pada ras mongoloid,
tetapi memiliki beberapa populasi dunia semua orang. Hal ini terutama di masa
lalu dianggap sebagai salah satu dari sedikit apa yang disebut layak. ciri khas
berkembang biak.
Lipat Epicanthic istilah merujuk pada properti terlihat secara eksternal,
tetapi karakteristik fisiologis yang mendasarinya mungkin sama sekali berbeda
untuk orang yang berbeda. Flip mungkin tidak Epicanthic telah dihapus oleh
operasi bedah sederhana.
Semua orang mempunyai Epicanthic lipat selama perkembangan janin. Beberapa
kali lipat Epicanthic menghilang hanya setelah lahir. Nasal pertumbuhan akar
dengan meningkatnya usia untuk mengencangkan kulit dan dapat menghapus anak
Epicanthic flip. Ras Mongoloid Juurinen biasanya rendah hidung. pada anak-anak
lama kelamaan akan berkurang berkurang seiring dengan bertambahnya usis anak
dan jaranf terdapat pada usia sekolah.
Flip Epicanthic manusia memiliki karakteristik yang melekat pada khususnya
Asia Timur. Epicanthic flip diyakini diwarisi dari dingin dan pertahanan
terhadap cahaya terang.
Epidemiologi
Epikantus sering terlihat pada semua etnis bangsa
pada masa kecil dimana pangkal atau jembatan hidung belum naik. Kelainan ini dapat
terjadi pada : sidrom down, sindrom fetal alkohol, sindrom turner,
fenilketourea, sindrom william, sindrom Nooan, sindrom rubenstein taybi dan
sindrom blefarofimosis.
Klasifikasi
Epicanthus terdiri dari 4 tipe :
1. Epicanthus tarsalis jika lipatan lebih menonjol pada kelopak mata bawah
2. Epicanthus inversus jika lipatan lebih menonjol pada kelopak mata atas
3. Epicanthus palpebra jika lipatan sama-sama menonjol pada kelopak mata
bawah dan kelopakmata atas
4. Epicanthus supraciliaris jika lipatan muncul dari alis mata menuju ke
sakus lakrimalis.
Epicanthus tarsalis paling sering dijumpai
pada mata orang asia,sedangkan epicanthus inversus hampir selalu barsamaan
dengan blepharophimosis syndrome. Pertumbuhan normal tulang wajah dapat memperbaiki bentuk epicanthus, jika
tidak terdapat kelainan pada kelopak mata.pengobatan akan ditunda sampai usia
dewasa. Bagaimanapun, epicanthus inversus hanya dapat diperbaiki dengan
perubahan wajah. banyak kasus dengan menyingkirkan epikantus memberikan respos
pengobatan yang baik untuk memperbaiki garis seperti Z-plasty atau Y-V-plasty.
Epikantus tarsalis pada orang asia mungkin dengan menyingkirkan Y-V-palsty
dengan atau tanpa construksi lipatan atas kelopak mata.
Pengobatan
Epicantus yang tidak menghilang sesuai dengan
bertambahnya usia dapat di lakukan dengan memperbaiki bentuk kelopak mata
dengan tindakan pembedahan antara lain :
o epicanthus Z plasty di lakukan untuk
epicanthus yang sedikit.
o Double Z plasty meliputi kedua kelopak
tanpa telecanthus
o Y-V plasty ,epicanthus dengan lipatan
sedang dengan telecanthus pada blepharophimosis syndrom, menutup tendon canthal
medial ke transnasal dengan mengikat ataupun memendekkan.
o Double Z plasty ( mustarde) dengan
menandai lipatan epicanthus bersamaan dengan telecanthus terutama jika terdapat
enteropion yang disebabkan oleh penarikan dari lipatan tersebut.
o Medical canthal shortening, telecanthus
bersamaan dengan blepharophimosis syndrome ketika pertambahan jarak
intercanthal yang utama terjadi dari perpanjangan canthal medial , dan jaringan
lunak yang abnormal, dan trauma.
5.
EBM
Menurut Sackett et al. Evidence-based
medicine (EBM) adalah suatu pendekatan medik yang didasarkan pada
bukti-bukti ilmiah terkini untuk kepentingan pelayanan kesehatan penderita.
Dengan demikian, dalam prakteknya, EBM memadukan antara kemampuan dan
pengalaman klinik dengan bukti-bukti ilmiah terkini yang paling dapat
dipercaya.
Pengertian lain dari evidence
based medicine (EBM) adalah proses yang digunakan secara sistematik untuk
menemukan, menelaah/me-review, dan memanfaatkan hasil-hasil studi
sebagai dasar dari pengambilan keputusan klinik. Jadi secara lebih rincinya
lagi, EBM merupakan keterpaduan antara (1) bukti-bukti ilmiah, yang berasal
dari studi yang terpercaya (best research evidence); dengan (2) keahlian
klinis (clinical expertise) dan (3) nilai-nilai yang ada pada masyarakat
(patient values).
Publikasi ilmiah adalah suatu
pempublikasian hasil penelitian atau sebuah hasil pemikiran yang telah
ditelaaah dan disetujui dengan beberapa petimbangan baik dari acountable aspek
metodologi maupun accountable aspek ilmiah yang berupa jurnal, artikel, e-book
atau buku yang diakui.
Adapun accountable aspek ilmiah
adalah mensurvey secara langsung tentang suatu permasalahan dengan penelitian
untuk mendapatkan dasar yang valid dan dapat dipertanggung jawabkan. Maksudnya
adalah :
1. Melalui
evidence based medicine kita mengadakan survei tentang keluhan sejumlah
penderita.
2. Melalui
evidence based medicine kita mengadakan survei tentang kelainan fisik sejumlah
penderita penyakit tertentu.
Selain mensurvei keluhan dan
kelainan fisik penderita, melaui evidence based medicine kita juga dapat
mensurvei hasil terapinya. Sedangkan accountable aspek metodologis
adalah ilmu yang digunakan untuk memperoleh kebenaran menggunakan tata cara
tertentu dalam pengumpulan data hasil penelitian yang telah ditelaah dan diakui
kebenarannya.
Penerapan Evidence Based Medicine
Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa diantaranya adalah
Penerapan evidence based medicine dalam pembelajaran mahasiswa diantaranya adalah
1. Dalam
menyusun dan memformulasikan pertanyaan ilmiah yang berkaitan dengan masalah.
2. Menelusuri
informasi ilmiah yang berkaitan dengan masalah yang dihadapi
3. Menelaah
terhadap bukti-bukti ilmiah yang didapat
4. Penerapan
hasil-hasil penelaah bukti-bukti ilmiah tadi yang sudah dipercaya ke dalam
praktek pengambilan keputusan
5. Kemudian
pengevaluasian terhadap efficacy dan effectiveness
Pentingnya Evidence Based Learning
Beberapa alasan utama mengapa EBM diperlukan :
1. Bahwa
informasi-informasi tradisional (misalnya yang terdapat dalam text-book)
sudah sangat tidak akurat pada saat ini. Beberapa justru sering keliru dan
menyesatkan (misalnya informasi dari pabrik obat yang disampaikan oleh
duta-duta farmasi/cfete//er), tidak efektif (misalnya continuing medical
education yang bersifat didaktik), atau bisa saja terlalu banyak sehingga
justru sering membingungkan (misalnya jurnal-jurnal biomedik/ kedokteran yang
saat ini berjumlah lebih dari 25.000 jenis).
2. Dalam
pendidikannya, dengan bertambahnya pengalaman klinik seseorang maka
kemampuan/ketrampilan untuk mendiagnosis dan menetapkan bentuk terapi (clinical
judgement) juga meningkat. Namun pada saat yang bersamaan, kemampuan ilmiah
(akibat terbatasnya informasi yang dapat diakses) serta kinerja klinik (akibat
hanya mengandalkan pengalaman, yang sering tidak dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah) menurun secara signifikan.
3. Meningkatkan
kinerja mahasiswa dalam mencari dan mengidentifikasi literatur klinis terbaik
untuk menyelesaikan masalah.
Cara Mencari Publikasi Ilmiah dan Penerpannya
Publikasi ilmiah dapat kita cari dari perpustakaan di kampus, internet, kuliah pakar, dll. Pelacakan publikasi ilmiah yang baik diantaranya adalah
1.
Pelacakan yang spesifik, akan lebih cepat dan
berpeluang untuk menemukan artikel yang diinginkan.
2.
Penggunaan frase yang tepat agar memudahkan
dalam pencarian
3.
Pelacak memiliki pengetahuan dan pengalaman
sebelumnya
4.
Dengan menggunakan Boolean logic
Penerapan Publikasi Ilmiah
Dalam dunia perkuliahan, contoh penerapan publikasi ilmiah adalah sebagai berikut :
1. Karya Tulis
2. Paper
3. Makalah
4. Laporan
5. Skripsi
6. Tesis
7. Disertasi
8. Buku teks/text book
9. Diktat
10. Jurnal
11. Buletin
12. Referat, dll
Website – Website Yang Digunakan Untuk Mengakses Jurnal
Selain www.pubmed.com dan www,proquest.com, ada beberapa website yang diperuntukkan dalam pencarian jurnal. Diantaranya :
1. www.ciencedirect.com
2. www.blackwell.com
3. www.thieme.com
4. www.ingenta.com
5. www.scirus.com
6. www.sage.com
7. www.medline.com
8. www.highwire.com
9. www.ovid.com
10. www.springerlink.com
11. www.scopus.com
12. www.kluwer.com
13. www.hinari.com
14. www.wileyinterscience.com
Penggunaan Boolean Logic
Dalam mencari sebuah jurnal atau artikel, biasanya kita menggunakan www.pubmed.com atau www.proquest.com ,dll dengan menggunakan cara boolean logic. Didalam menggunakannya, terdapat kata bantu, yaitu AND, OR, NOT, dan NEAR.
Dari cara penggunaan
Boolean logic tersebut jika masih saja gagal didalam pencariannya
mungkin terdapat masalah pada program search engine atau mungkin juga
karena tidak adanya artikel yang sesuai dengan pencarian dari kata yang dicari.
Oleh Karena itu, terdapat tips didalam pencarian artikel dengan menggunakan Boolean
logic, yaitu :
1. Jangan terlalu spesifik
2. Cek ejaan
3. Bila ragu-ragu akan ejaan jangan masukkan kata tersebut
4. Gunakan wildcard
1. Jangan terlalu spesifik
2. Cek ejaan
3. Bila ragu-ragu akan ejaan jangan masukkan kata tersebut
4. Gunakan wildcard
DOWN SYNDROME
Sindrom Down merupakan kelainan
kromosom dimana ada kesalahan dalam pembelahan sel embrio yang mereplikasi
kromosom 21 dan dihasilkan additional
chromosome 21 yang disebut trisomi 21 dan nantinya akan menimbulkan
berbagai kelainan ketika lahir. Hal ini menyebabkan keterlambatan perkembangan
seorang anak baik secara fisik maupun mental (Craig Stellpflug, 2009).
A. ETIOLOGI
Sindrom down
disebabkan oleh adanya kelainan kromosom yaitu adanya additional kromosom 21
yang disebut trisomi 21. Hal ini disebabkan karena adanya non-disjunction kromosom 21 selama proses pembelahan sel aslinya
yang menghasilkan additional kromosom 21 sehingga total kromosom menjadi 47 di
setiap selnya bukan 46 kromosom. Non-disjunction
adalah peristiwa gagalnya pemisahan pasangan kromosom.
Pada sindrom down
kromosom 21 memiliki 3 kembaran (copy),
berbeda dengan kromosom normal yang hanya memiliki 2 kembaran. Kesalahan
penggandaan tersebut berkorelasi erat dengan umur wanita saat mengandung.
Semakin tua usia ibu saat mengandung maka semakin besar kemungkinan untuk
mendapatkan anak yang menderita sindrom down. Hal ini terjadi karena saat
mengandung kadang-kadang sel telur kondisinya kurang baik sehingga saat dibuahi
oleh sel sperma laki-laki maka pada sel benih akan terjadi pembelahan yang
kurang sempurna, terjadilah kelebihan kromosom 21. Kesalahan penggandaan
tersebut menyebabkan munculnya keterlambatan mental (mental retardation) yang merupakan ciri utama penderita sindrom
down (Santosa, 2000).
Pada tahun 1990,
Epstein mempostulasikan beberapa penyebab kelebihan kromosom 21 non-disjunction ini, yaitu (Eipstein,
1995):
1. Penuaan sel telur wanita (aging of ova), bahwa ada pengaruh
intrinsik maupun ekstrinsik (Iingkungan) dalam sel induk, yang menyebabkan
pembelahan selama fase meiosis menjadi non-disjunction
disebabkan oleh faktor-faktor terputusnya benang-benang spindel atau
komponen-komponennya, atau kegagalan dalam pemisahan nukleolus.
2. Keterlambatan pembuahan (delayed fertilization), bahwa akibat
penurunan frekuensi bersenggama pada pasangan tua dan mungkin juga pada ibu-ibu
yang sangat muda telah meningkatkan kejadian keterlambatan pembuahan dimana
saat itu terjadi penuaan ovum pada meiosis II setelah ovulasi.
3. Penuaan sel spermatosoa laki-laki (aging of sperm), bahwa pematangan sperma
dalam alat reproduksi pria yang berhubungan dengan bersenggama infrekuen, berperan dalam efek ekstra
kromosom 21 yang berasal dari ayah
Triplikasi Kromosom 21
Kurva Maternal Age terhadap Kasus
Sindrom Down
B. PATOFISIOLOGI
Sesuai dengan
etiologi diatas bahwa sindrom down disebabkan oleh adanya kesalahan dalam
pembelahan sel embrio yang mereplikasi kromosom tambahan 21 yang disebut
trisomi 21. Sel tubuh manusia terdiri dari 23 pasang kromosom. Pada saat
konsepsi setiap orang tua memasok 23 pasang kromosom setelah fertilisasi sel
telur. Satu setengah dari 23 pasang kromosom untuk perkembangan embrio bayi
dipasok oleh sperma dari laki-laki dan setengah lainnya oleh sel telur dari
perempuan. Kromosom-kromosom dari setiap orang tua menggabungkan dan
mengirimkan informasi genetik yang membuat manusia mengembangkan produk unik
dari gabungan genetika dari kedua orang tua tersebut. Ketika sebuah sel telur
dibuahi berisi sebuah ekstra kromosom 21 hasilnya adalah sindrom down (Craig
Stellpflug, 2009).
Adanya ekstra
kromosom nomor 21 memberikan pengaruh pada banyak sistem organ, sehingga
membentuk spektrum fenotip sindroma down yang luas, antara lain dengan adanya
kromosom 21q22.3 menyebabkan keterlambatan mental, gambaran wajah khas (mongolism), anomali jari tangan, dan
kelainan jantung bawaan. Selain itu adanya kromosom 21q22.1-q22.2 menyebabkan
kelainan susunan saraf pusat (keterlambatan mental) dan kelainan jantung bawaan
yang merupakan kandidat untuk keterlibatan dalam proses phatogenesis sindrom
down (Darto Saharso, 2006). Misalnya pada bayi baru lahir kelainan dapat berupa
Congenital Heart Disease (CHD). CHD
tersebut dapat berupa atrial septal
defect dan ventrikuler septal defect.
Pada sistem pencernaan dapat ditemui kelainan berupa sumbatan pada esophagus (esophageal atresia) atau duodenum (duodenal atresia) (Gordon Atherley, 2011).
C. TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gejala dari
sindrom down dapat bervariasi mulai dari yang tidak tampak sama sekali, tampak
minimal sampai muncul tanda yang khas. Penderita dengan tanda khas sangat mudah
dikenali dengan adanya penampilan fisik yang menonjol berupa bentuk kepala yang
relatif kecil dari normal (microchephaly)
dengan bagian anteroposterior kepala
mendatar. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, mulut yang
mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia).
Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Tanda klinis pada
bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek termasuk ruas jari-jarinya serta
jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar.
Karena ciri-ciri yang tampak aneh seperti tinggi badan yang relatif pendek,
kepala mengecil, hidung yang datar menyerupai orang mongolia maka sering juga
dikenal dengan mongoloid. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput (dermatoglyphics) (Herry, 2009).
Selain itu anak
dengan sindrom down akan mengalami keterlambatan perkembangan mental dan
sosialnya. Ciri-cirinya antara lain: keterbatasan intelektual, keterlambatan
kemampuan bahasa, lemah dalam mempelajari sesuatu, rentang perhatian pendek,
perilaku impulsive, mudah depresi, dan keterbatasan dalam pergaulan (Gordon Atherley, 2011).
D. TEMUAN SELULER DAN MOLEKULER PADA SINDROM
DOWN
1) Temuan Seluler pada Sindrom Down
Semua penderita sindrom down memiliki
jumlah kromosom yang berbeda seperti kromosom pada orang normal. Orang normal
mempunyai jumlah kromosom sebanyak 46 sedangkan pada penderita sindrom down ada
47 kromosom. Hal ini karena ada kelebihan kromosom pada kromosom 21 sehingga
jumlah kromosom 21 menjadi 3. Alasan tersebutlah yang mengatakan bahwa sindrom
down disebut juga sebagai trisomi 21. Adanya kelebihan satu salinan kromosom 21
dalam genom tersebut dapat berupa kromosom bebas (trisomi 21 murni), bagian
dari fusi translokasi Robertsonian (fusi kromosom 21 dengan kromosom
akrosentrik lain), ataupun dalam jumlah yang sedikit: sebagai bagian dari
translokasi resiprokal (timbal balik dengan kromosom lain). Kelebihan kromosom
21 bebas ini dapat dalam bentuk mumi yaitu dalam seluruh metafase atau bentuk
mosaik yaitu dalam satu individu terdapat campuran 2 macam sel dengan ekstra
kromosom 21 (47 kromosom) dan sel normal dengan 46 kromosom (Peter S. Harper,
2002).
Secara sitogenik terdapat 3 jenis kasus
sindrom down atau ada 3 jenis genetik pada sindrom down, yaitu
antara lain (Craig Stellpflug, 2009 & Sultana Farad, 2004) :
a.
Trisomy 21
Jenis
ini ditemukan paling banyak yaitu sekitar 95% dari kasus sindrom down. Dalam
trisomy 21, yang direplikasi oleh kromosom 21 ada di setiap sel individunya.
Jenis ini dimulai baik sperma atau sel telur dengan kehadiran kromosom tambahan
sebelum sperma dan sel telur bersatu. Adanya 3 copy dari kromosom 21 inilah sehingga disebut sebagai trysomi 21.
b.
Mosaic
trisomy 21
Jenis
ini ditemukan sekitar 2-4% dari kasus sindrom down. Dalam mosaic trisomy 21 kromosom 21 tambahan nampak di beberapa tapi
tidak dalam semua sel individu. Sel sperma dan telur membawa kromosom dengan
jumlah yang benar tetapi ada kesalahan yang terjadi saat pembagian kromosom
pada perkembangan embrio. Hanya sel-sel yang terkena dampak 47 kromosom bukan
46 kromosom normal yang akan menunjukkan ciri-ciri sindrom down.
c.
Translocation
trisomy 21
Jenis
ini terjadi 3-4% kasus sindrom down. Dalam kejadian ini baik sebelum konsepsi
atau saat konsepsi, bahan dari satu kromosom 21 menjadi tertranslokasi atau
terjebak ke kromosom 21 yang lainnya. Sel-sel dari individu ini akan memiliki
46 kromosom tapi masih membawa ciri-ciri yang berhubungan dengan sindrom down
karena adanya bahan tambahan tersebut.
Dari ketiga jenis tersebut dapat berisi "parsial
trisomi p atau q" yang berarti bahwa anak hanya memiliki sebagian dari
satu atau sebagian lain dari kromosom tambahan. Lengan kromosom “p” menjadi
potongan lebih pendek dan lengan "q" menjadi potongan yang lebih
panjang pada kromosom
2) Temuan Molekuler pada Sindrom Down
Kromosom 21 merupakan kromosom yang pertama kali DNA nya
dapat di sekuens. Pada analisis molekuier, DNA kromosom 21 menunjukan kromosom
yang mempunyai sedikit gen-gen, hal ini yang merupakan salah satu alasan
mengapa trisomi 21 dapat bertahan hidup. Lokasi gen yang berhubungan dengan
gejala klinik sindrom down diduga pada 21q22.3 lebih kurang 5Mb di antara
21S58-52 (Rimoin & Connor, 2002).
Sejak ditemukan lokus gen yang berhubungan dengan sindrom
down, di beberapa pusat kesehatan dinegara-negara telah berkembang, untuk
deteksi sindrom down pada janin dalam kandungan menggunakan analisis DNA.
Karena dengan analisis DNA (PCR/polymerase
chain reaction) didapat hasil lebih cepat, tidak
memerlukan penanaman sel (kultur) seperti pada analisis kromosom. Pada polyacrylamide gel electrophoresis
produk PCR dari lokus gen penderita sindrom down akan ditemukan 3 pita (band),
sedang pada individu normal hanya dltemukan 2 pita. Di laboratorium molekuler
yang telah maju produk PCR tidak lagi dianalisis dengan gel electrophoresis tetapi fragmen-fragmen DNA dianalisis pada
mesin automated sequencer (ABl31 00),
sehingga didapat hasil lebih tepat dan akan diperoleh dalam tempo 24 jam berupa
grafik dari penderita sindrom down yang menunjukkan puncak grafik yang lebih
tinggi bila dibanding individu normal (Sultana Farad, 2004).
Penelitian oleh Arron '' et al.'' menunjukkan bahwa beberapa
fenotipe yang terkait dengan sindrom down dapat berhubungan dengan
disregulation faktor-faktor transkripsi dan khususnya NFAT. NFAT dikendalikan
sebagian oleh dua protein yaitu DSCR1 (Down
Syndrome Critical Region 1) dan DYRK1A (dual-specificity
tyrosine phosphorylation-regulated kinase 1A) yang terletak di kromosom 21.
Pada orang dengan sindrom down, protein ini memiliki konsentrasi 1,5 kali lebih
daripada normal. Kenaikan tingkat DSCR1 dan DYRK1A mencegah NFATc untuk
mengaktifkan transkripsi gen target dan dengan demikian akan memproduksi
protein tertentu. DSCR1 berkaitan dengan otak dan jantung sehingga berpengaruh
pada retardasi mental dan kerusakan jantung. Sama halnya dengan DYRK1A
berkaitan dengan terjadinya retardasi mental pada kasus sindrom down (Eipstein,
1995).
Kajian molekuler pada kasus sindrom down juga bisa dilihat
pada Ibu hamil yang beresiko untuk terjadinya sindrom down pada bayinya. Ada
beberapa penelitian yang mengatakan bahwa perubahan metabolism folat dan methyl
pada Ibu dapat menjadi faktor resiko sindrom down pada bayi yang dilahirkan.
Gen yang terlibat dalam metabolisme folat Ibu hamil telah dihipotesiskan
menjadi kandidat gen yang terlibat dalam peningkatan rata-rata kejadian non-disjunction. Hal ini ditunjukkan
bahwa 677C-T polymorphism dalam gen Methylenetetrahydrofolate Reductase
(MTHFR) meningkatkan resiko bayi lahir dengan
sindrom down. MTHFR mengkatalis konversi 5,10-methylenetetrahydrofolate, donor methyl untuk pembentukan kembali
methyl homosistein ke metionin. Mutasi gen MTHFR (677CàT) menyebabkan
percabangan alanin ke valin dalam protein MTHFR dan mengurangi aktivitas enzim.
Aktivitas MTHFR dikurangi menjadi 37% untuk heterozigot genotype C/T dan 70%
dengan homozigot genotype T/T untuk normal genotype C/C. Para peneliti
berasumsi bahwa dengan status folat rendah baik karena faktor makanan atau
genetik, bisa menyebabkan hypomethylation
DNA centromeric dan perubahan dalam
struktur kromatin yang mempengaruhi interaksi DNA-protein yang diperlukan untuk
kohesi centromeric dan segregasi
meiosis normal (James, 2004).
Salma Mohammed (2010) menuliskan dalam disertasinya bahwa
adanya mutasi pada gen yang dikode oleh inti sel dapat beresiko terjadinya
sindrom down. Mekanisme meiosis melibatkan 3 proses yang spesifik yaitu:
pasangan dan sinapsis homolog kromosom; rekombinasi meiosis resiprokal (crossover); dan aturan sister chromatid cohesion (SCC). Beberapa
mutasi yang mengendalikan proses di atas dapat menyebabkan kesalahan dalam
pembagian kromosom dan menghasilkan sel yang aneuploid. Mutasi beberapa gen yang terlibat dalam segregasi
kromosom telah diidentifikasi, yang ternyata meningkatkan risiko mitosis non-disjunction dalam sel somatik
seperti gen MAD2 dan BUB1.
E. PENATALAKSANAAN SINDROM DOWN
(PENDEKATAN TERAPI GEN)
Sindrom down tidak
selalu dilakukan pre skrinning dan pre diagnosis, tetapi ketika saat lahir
bayi menunjukkan sebagian atau keseluruhan tanda dari sindrom down maka
dperintahkan untuk test pengujian abnormalitas genetik. Untuk mengkonfirmasi
adanya anomali trisomi dokter dapat meminta tes darah dari bayi yang
menumbuhkan sel-selnya dari darah. Pemeriksaan mikroskopis dari sel-sel kemudian
dapat menentukan ada atau tidak adanya replikasi kromosom 21. Pemeriksaan
laboratorium yang dapat dilakukan antara lain (Craig Stellpflug, 2009):
1. Studi sitogenetik : Karyotyping
penderita dan orang tua penderia (untuk konseling genetik)
2. Pemeriksaan lainnya:
a. Fluorescence In Situ Hybridization (FISH):
digunakan untuk mendeteksi Trisomi 21 secara cepat, baik pada masa prenatal
maupun masa neonatal.
b. Thyroid-stimulating hormone (TSH) and
Thyroxine (T4): untuk menilai fungsi kelenjar tiroid. Dilakukan segera
setelah lahir dan berkala setiap tahun.
Terapi sindrom down
hingga saat ini hanya dilakukan terhadap gejala yang telah muncul. Misalnya:
stimulasi dini pada bayi yang sindrom down, fisioterapi, terapi wicara, terapi
remedial, terapi sensori integrasi, terapi tingkah laku dan terapi alternative
lainnya. Terapi konvensional semacam itu tidak akan pernah mengatasi
penderitaan pasien sindroma down secara tuntas. Ketidakseimbangan gen dan
ekspresinya akibat triplikasi kromosom 21 akan terus berlangsung sepanjang
hidup pasien. Ketidakseimbangan tersebut akan menyebabkan kekacauan fungsi
produk-produk gen yang sensitif yang kemudian muncul dalam bentuk fenotipik
khas sindroma down. Terapi gen merupakan pengobatan atau pencegahan penyakit
melalui transfer bahan genetik ke tubuh pasien. Studi klinis terapi gen pertama
kali dilakukan pada tahun 1990. Transfer gen ke sel somatik dapat dilakukan
melalui dua metode yaitu ex vivo atau
in vitro (Jenie Palupi, 2007).
Melalui pendekatan ex vivo, sel diambil dari tubuh pasien,
direkayasa secara genetik dan dimasukkan kembali ke tubuh pasien. Kemudian
diikuti dengan reinfusi atau reimplementasi dari sel tertransduksi itu ke
pasien. Penggunaan sel penderita diperlakukan adalah untuk meyakinkan tidak ada
respon imun yang merugikan setelah infuse atau transplantasi. Keunggulan metode
ini adalah transfer gen menjadi lebih efisien dan sel terekayasa mampu membelah
dengan baik dan menghasilkan produk sasaran. Kelemahannya, yaitu memunculkan immunogenisitas
sel pada pasien-pasien yang peka, biaya lebih mahal dan sel terekayasa sulit
dikontrol. Sedangkan terapi gen saat ini menggunakan teknik in vivo, yaitu transfer langsung gen
target ke tubuh pasien dengan menggunakan pengemban (vektor). Pengemban yang
paling sering dipakai untuk mengantarkan gen asing ke tubuh pasien adalah Adenovirus. Selain itu dikembangkan juga
pengemban-pengemban lain yaitu Retrovirus,
Lentivirus, Adeno-associated virus, DNA telanjang (naked DNA), lipida kationik dan partikel DNA terkondensasi
(Smalgik, 2000).
Transfer gen yang memanfaatkan adenovirus untuk dimasukkan dalam sel somatik penderita
F. PENCEGAHAN
Sebagai seorang
tenaga medis baik kedokteran, keperawatan atau bahkan ahli genetika harus
memberikan beberapa penyuluhan kepada orang tua atau informasi-informasi
terkait untuk mencegah terjadinya sindrom down. Beberapa hal yang dapat
dilakukan untuk mencegah terjadinya sindrom down antara lain dengan konseling
genetik maupun amniosentesis pada kehamilan yang dicurigai sehingga akan sangat
membantu mengurangi angka kejadian sindrom down. Saat ini dengan kemajuan
Biologi Molekuler, misalnya dengan “gene
targeting“ atau yang dikenal juga sebagai “homologous recombination“ sebuah gen dapat dinonaktifkan. Tidak terkecuali
suatu saat nanti, gen-gen yang terdapat diujung lengan panjang kromosom 21 yang
bertanggung jawab terhadap munculnya fenotipe sindrom down dapat dinonaktifkan
(Soetjiningsih, 1995).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar