Skenario
2 part 1 blok 11
Author : Cindra
PWS
FILARIASIS
I. Pengertian
Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi nematoda
jaringan yang ditularkan oleh berbagai jenis nyamuk dalam kelenjar getah
bening. Penyakit ini bersifat menahun dan bila tidak mendapatkan pengobatan
dapat menimbulkan cacat menetap berupa pembesaran kaki, lengan dan alat kelamin
baik perempuan maupun laki-laki.
Cacing filaria yang menginfeksi manusia mempunyai 8 spesies dan 6
diantaranya bersifat patogen. Parasit yang hidup dalam pembuluh getah bening
adalah: Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, Brugia timori, Loa-loa,
Onchocerca volvulus, Mansonella streptocerca, Mansonella pertans, dan Mansonella
ozzardi. Dua spesies yang terakhir yakni Mansonella pertans dan Mansonella
ozzardi tidak memberikan gejala klinis.
II. Etiologi
Filariasis dapat disebabkan oleh
infestasi satu atau dua cacing jenis filaria yaitu Wuchereria bancrofti,
Brugia malayi, dan Brugia timori. Cacing ini menyerupai benang dan
hidup dalam tubuh manusia terutama dalam kelenjar 8jm getah bening dan darah
selama 4 - 6 tahun dan dalam tubuh manusia cacing dewasa betina menghasilkan
jutaan anak cacing (mikrofilaria) yang beredar dalam darah terutama malam hari.
Manusia adalah hospes defenitif dari
W. bancrofti. Strain tertentu dari B. malayi juga dapat menginfeksi beberapa
spesies hewan (kucing dan monyet). Wuchereria bancrofti merupakan
filariasis yg paling sering dilaporkan di seluruh dunia, dengan jumlah
penderita mencapai 80 juta orang yang sebagian besar hidup di India, Cina dan
Indonesia. Penderita filariasis terutama tersebar di daerah tropis, misalnya di
Afrika Timur. Arus urbanisasi meningkatkan penyebaran filariasis bancrofti di
daerah perkotaan
Hospes Reservoir
Penularan filariasis umumnya dari manusia ke manusia melalui
vektor serangga, tetapi ada satu strain Brugia malayi mempunyai hospes
reservoir kera, anjing dan kucing dan bersifat zoonosis. Filariasis
bancrofti dan timori tidak mempunyai hospes reservoir hewan.
Dalam perkembangannya, saat ini di Indonesia telah teridentifikasi
ada 23 spesies nyamuk dari 5 genus yaitu : Mansonia, Anopheles, Culex, Aedes
dan Armigeres yang menjadi vektor filariasis.
III. Patofisiologi
Siklus hidup mikrofilaria terjadi
dalam dua tahap yaitu dalam tubuh manusia dan dalam tubuh nyamuk. Selama mengisap darah, nyamuk yang
terinfeksi memasukkan larva stadium tiga (L-3) melalui kulit manusia dan
penetrasi melalui luka bekas gigitan. Larva berkembang menjadi dewasa dan pada
umumnya habitatnya pada kelenjar limfatik. Cacing dewasa menghasilkan
microfilaria yang migrasi ke limfe dan mencapai sirkulasi darah perifer. Nyamuk
mengingesti microfilaria selama mengisap darah. Setelah masuk dalam tubuh
nyamuk, selubung (sheath) dari microfilaria terlepas dan melalui dinding
proventikulus dan ke usus bagian tengah (midgut) kemudian mencapai otot toraks.
Microfilaria berkembang menjadi larva stadium pertama (L-1). Kemudian menjadi
L-2 dan selanjutnya menjadi larva stadium tiga (L-3). Larva stadium tiga
bermigrasi menuju probosis dan dapat menginfeksi penderita yang lain ketika
mengisap darah.
Filariasis terutama disebabkan karena
adanya cacing dewasa yang hidup dalam pembuluh getah bening. Cacing tersebut
akan merusak pembuluh getah bening yang mengakibatkan cairan getah bening tidak
dapat tersalurkan dengan baik sehingga menyebabkan pembengkakan pada tungkai
dan lengan. Cacing dewasa mampu bertahan hidup selama 5 – 7 tahun di dalam
kelenjar getah bening.
Kerusakan pembuluh getah bening akibat
inflamasi yang ditimbulkan oleh cacing dewasa yang hidup di pembuluh getah
bening aferen atau sinus kelenjar getah bening dan menyebabkan pelebaran
pembuluh getah bening dan penebalan dinding pembuluh. Infiltrasi sel plasma,
eosinofil, dan makrofag di dalam dan sekitar pembuluh getah bening yang
mengalami inflamasi bersama dengan proliferasi sel endotel dan jaringan ikat,
menyebabkan berliku-likunya sistem limfatik dan kerusakan atau inkompetensi
katup pembuluh getah bening. Perubahan pembuluh limfe dapat berbentuk obstruksi, atresi atau
dilatasi dan dapat pula terjadi aliran balik ke arah kulit (dermal back flow).
IV. Diagnosis
A. Gejala Klinis
Gejala inflamasi kemungkinan juga
disebabkan oleh cairan yang dikeluarkan oleh larva pada waktu pergantian
kulitnya, dan mungkin pula oleh zat mukoid yang dikeluarkan cacing betina pada
waktu mengeluarkan larvanya. Cacing dewasa yang mati dapat menimbulkan
kalsifikasi, fibrosis dan obliterasi total saluran limfe. Jalannya penyakit
filariasis dapat dibagi dalam beberapa tahap :
1.
Masa inkubasi biologis
Berlangsung dari masuknya larva
stadium 3 ke dalam tubuh, sampai terdapat mikrofilaria untuk pertama kali dalam
darah. Bagi penduduk yang berdiam di daerah endemik sejak kecil, masa inkubasi
ini berlangsung kurang lebih satu tahun dan biasanya tidak disertai dengan
gejala klinis.
2.
Masa paten tanpa gejala
Berlangsung mulai dari terdapatnya
mikrofilaria di dalam darah sejak kecil di daerah endemik, masa ini
kadang-kadang dapat berlangsung seumur hidup tanpa penderita ini sadar bahwa di
dalam darahnya mengandung parasit filaria.
3.
Stadium akut
Penderita mengeluh demam, terdapat
pembesaran kelenjar limfe yang terasa nyeri dan panas. Gejala berupa demam,
limfangitis dan limfadenitis.
4.
Stadium menahun
Stadium akut
lambat laun beralih ke stadium menahun dengan gejala hidrokel, kiluria,
limfedema dan elefantiasis.
Filariasis dapat
menimbulkan gangguan saluran napas yang disebut sebagai Tropical Pulmonary
Eosinophilia (TPE), pada keadaan ini terjadi hiperesponsif reaksi imunologi
terhadap antigen filaria. Gejala yang timbul adalah hipereosinofilia (20-90%),
kadang-kadang disertai batuk dngan sesak napas, pembesaran kelenjar limfe dan
tidak ditemukan microfilaria dalam darah.
Perjalanan
penyakit filariasis terutama dipengaruhi oleh faktor toleransi. Di daerah
endemik, banyak penderita yang mengandung mikrofilaria di dalam darahnya merasa
tidak sakit. Hal sebaliknya terjadi pada pendatang yang dianggap tidak
mempunyai kekebalan, banyak yang jatuh sakit setelah beberapa minggu berada di
daerah endemik dengan gejala filariasis.
B.
Pemeriksaan Laboratorium
1.
Deteksi parasit :
menemukan mikrofilaria dalam darah, cairan hidrokel atau cairan kiluria,
asites, dan cairan pleura. Diagnosis dapat dibuktikan dengan menemukan
mikrofilaria dalam darah tepi dengan cara pembuatan sediaan darah tipis dan
tebal yang dipulas dengan giemsa. Parasitemia yang rendah, dapat dilakukan
teknik konsentrasi metode Knott, teknik provokasi, atau membran filtrasi.
·
Teknik
konsentrasi metode Knott : darah vena sebanyak 1 ml ditambah 10 ml formalin 2%
untuk hemolisis dan sedimen diperiksa secara langsung (direct smear) atau
diwarnai dengan giemsa.
·
Teknik provokasi
: dilakukan untuk menginduksi mikrofilaria ke darah tepi menggunakan DEC dosis
tunggal. Sampel darah diambil 15 menit -1 jam setelah pengobatan, dengan
menggunakan DEC 100 mg yang diminum secara oral, biasanya dapat menimbulkan
microfilaria dalam darah tepi.
·
Teknik membrane
filtrasi : darah vena diambil pada malam hari dan disaring melalui filter
membran berpori silindris polikarbonat, memudahkan deteksi mikrofilaria dan
menghitung beratnya infeksi. Biasanya diamati pada tahap awal penyakit sebelum
manifestasi klinis berkembang. Setelah limfedema, mikrofilaria umumnya sudah tidak
ada dalam darah perifer.
C.
Periodisitas Mikrofilaria
Mikrofilaria di
dalam darah umumnya terdapat dalam darah tepi hanya pada waktu-waktu tertentu,
sehingga disebut mempunyai periodisitas.
1.
Bila mikrofilaria
terdapat di dalam darah tepi pada malam hari, periodisitasnya disebut periodik
nokturnal
2.
Pada siang hari,
periodisitasnya di sebut periodik diurnal
3.
Di dalam darah
tepi secara tidak teratur maka bersifat non periodik
4.
Adakalanya
mikrofilaria di dalam darah tepi pada siang hari dan malam hari dalam jumlah
yang tidak berbeda banyak. Bila jumlah agak lebih pada siang hari disebut sub
periodi diurnal
5.
Cacing dewasa
kadang-kadang dapat ditemukan pada biopsi kelenjar limfe.
6.
Filariasis yang
menimbulkan TPE terjadi hiperesponsif reaksi imunologi terhadap antigen
filaria. Pada pemeriksaan laboratorium terjadi peningkatan IgG terhadap antigen
filaria dan IgE, disertai dengan peningkatan hebat dari eosinofil dalam darah
perifer yang terjadi akibat penghancuran mikrofilaria yang berlebihan oleh
sistem kekebalan penderita karena zat anti dalam tubuh hospes akibat adanya
hipersensitivitas terhadap antigen mikrofilaria. Biopsi paru menunjukkan foki
inflamasi disekitar mikrofilaria yang dihancurkan. Penemuan ini disertai dengan
amikrofilaremia dalam darah penderita TPE.
7.
Tes Imunologi,
dengan teknik ELISA dan imunokromatografi (ICT) menggunakan antibodi monoklonal
yang spesifik. Tes ELISA positif dalam tahap awal penyakit ketika cacing dewasa
hidup dan menjadi negatif setelah cacing dewasa mati.1 Contoh
alat untuk Elisa adalah CELISA dan ICT dari BINAX (Portland,USA) serta ICT dari
AMRAD, New South Wales).
8.
PCR, untuk
mendeteksi DNA W. bancrofti sudah mulai dikembangkan. Beberapa studi
menyebutkan bahwa metode ini hampir sama bahkan lebih sensitif dibanding metode
parasitologik
9.
Radiodiagnostik
10.
USG Dopler. Pemeriksaan
USG Dopler skrotum pada pria dan payudara pada wanita memperlihatkan gambaran filaria
dance sign (cacing dewasa yang bergerak aktif dalam pembuluh limfe yang
berdilatasi)
11.
Limfoskintigrafi,
dengan radionuklir pada ekstremitas menunjukkan abnormalitas sistem limfatik,
baik pada mereka yang asimptomatik mikrofilaremik dan penderita dengan
manifestasi klinik.
V. DIAGNOSIS BANDING
a. Pembesaran ekstremitas
Limfangitis
bakterial akut, limfadenitis kronik,LImfogranuloma inguinale dan limfadenitis
tuberkulosis dapat menyebabkan limfedema ekstremitas bawah.5 Trauma pada
saluran limfe akibat operasi juga dapat menyebabkan limfedema. Pasien dengan
limfedema tanpa adanya riwayat serangat akut berulang dikenal sebagai cold
lymphedema merupakan kelainan bawaan.8 Tumor dan pembentukkan jaringan fibrotik
juga dapat menyebabkan tekanan pada saluran limfe dan menurunkan aliran limfe
sehingga terjadi limfedema secara perlahan. Mastektomi dengan limfedenektomi merupakan
salah satu hal penyebab terjadinya limfedema pada ekstremitas atas.
b. Lipedema
Pembesaran kronik
akibat jaringan lemak yang berlebihan, biasanya pada tungkai atas dan pinggul.
Kelainan simetris, telapak kaki normal. Kelainan ini terjadi pada saat pubertas
atau 1-2 tahun sesudahnya.
c. Hernia inguinalis
Kelainan ini
dapat menyerupai hidrokel. Pada hernia batas atas masuk kedalam perut,testis
teraba, isi dapat keluar masuk dan pada auskultasi bising usus (+). Pada saat
pasien berdiri terlihat dasar hidrokel menyempit berbeda dengan hernia yang
dasarnya melebar.
d. Knobs
Knobs/lump dengan
pertumbuhan cepat dengan atau tanpa perdarahan dapat disebabkan oleh kanker
kulit. Misetoma dan kromoblastosis juga dapat memberikan gambaran
benjolan/nodus. Misetoma merupakan infeksi kronik yang disebabkan oleh jamur
yang ditemukan pada tanah dan tumbuhan. Jamur masuk melalui luka kemudian
terbentuk abses, sinus dan fistel yang multiple. Didalam sinus terdapat
butir-butir (granules) yang merupakan kumpulan dari jamur tersebut.
Kromoblastosis merupakan penyakit yang disebabkan oleh jamur berpigmen yang
ditemukan pada kayu, tumbuhan dan tanah. Perlu dibedakan kromoblastomikosis
dengan limfedema stadium 6 yang memberikan gambaran mossy foot.
e. Kiluria
Keadaan ini dapat
juga disebabkan oleh trauma, kehamilan, tumor atau diabetes mellitus. Pada
diabetes mellitus, kiluria terjadi akibat pus. Untuk membedakan ke dua keadaan
ini, pasien diminta menampung urin dalam wadah transparan dan membiarkan urin
selama 30-40 menit. Jika terjadi pemisahan antara sedimen dan urin, maka pasien
tidak menderita kiluria
VI. Terapi
Obat anti-filaria yang digunakan
·
Diethylcarbamazine
citrate (DEC)
Diethylcarbamazine
citrate (DEC) telah digunakan sejak ± 40 tahun lamanya dan masih merupakan
terapi anti-filarial yang digunakan secara luas. WHO merekomendasikan pemberian
DEC dengan dosis 6 mg/kgBB untuk 12 hari berturut-turut. Cara pemberian
tersebut tidak praktis digunakan untuk community-based control programme karena
mahal. Andrade dkk (1995) membandingkan pemberian dosis tunggal DEC 6 mg/kgBB
dan pemberian DEC dosis yang sama selama 12 hari, didapatkan kadar mikrofilaria
yang sama pada ke-2 grup setelah terapi 12 bulan, meskipun pada bulan 1, 3 dan
6 kadar mikrofilaremia tinggi pada grup dosis tunggal.
Dosis yang disarankan WHO digunakan untuk terapi selektif/perorangan, dimana orang tersebut yang mencari pertolongan, sedangkan untuk terapi massal digunakan dosis tunggal 6mg/kgBB yang diberikan setiap tahun selama 4-6 tahun berturut-turut. Terapi massal adalah terapi yang diberikan kepada seluruh penduduk di daerah endemis filariasis. Di Indonesia, dosis 6 mg/kg BB memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian DEC di lakukan berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.
Dosis yang disarankan WHO digunakan untuk terapi selektif/perorangan, dimana orang tersebut yang mencari pertolongan, sedangkan untuk terapi massal digunakan dosis tunggal 6mg/kgBB yang diberikan setiap tahun selama 4-6 tahun berturut-turut. Terapi massal adalah terapi yang diberikan kepada seluruh penduduk di daerah endemis filariasis. Di Indonesia, dosis 6 mg/kg BB memberikan efek samping yang berat, sehingga pemberian DEC di lakukan berdasarkan usia dan dikombinasi dengan albendazol.
·
Ivermectin
Ivermectin terbukti
sangat efektif dalam menurunkan mikrofilaremia pada filariasis bancrofti di
sejumlah negara. Obat ini membunuh 96% mikrofilaremia dan menurunkan produksi
mikrofilaremia sebesar 82%. Obat ini merupakan antibiotik semisintetik golongan
makrolid yang berfungsi sebagai agent mikrofilarisidal poten. Dosis tunggal
200-400 µg/kg dapat menurunkan mikrofilaria dalam darah tepi untuk waktu 6-24
bulan. Dengan dosis tunggal 200 atau 400µl/kg dapat langsung membunuh
mikrofilaremia dan menurunkan produksi mikrofilaremia. Obat belum digunakan di
Indonesia.
·
Albendazol
Obat ini
digunakan untuk pengobatan cacing intestine selama bertahun-tahun dan baru baru
ini di coba digunakan sebagai anti-filaria. Dosis tunggal albendazol tidak
mempunyai efek terhadap mikrofilaremia. Albendazole hanya mempunya sedikit efek
untuk mikrofilaremia dan antigenaemia jika digunakan sendiri. ADosis tunggal
400 mg di kombinasi dengan DEC atau ivermectin efektif menghancurkan
mikrofilaria.
Penatalaksanaan filariasis bergantung kepada keadaan klinis dan beratnya
penyakit.
·
Asimptomatik atau
subklinis
Pengobatan awal
dengan anti-filaria pada pasien asimptomatik sangat disarankan untuk mencegah
kerusakan limfatik lebih lanjut. Efektifitas terapi dapat di evaluasi dengan
melakukan tes mikrofilaria 6-12 bulan setelah terapi.
·
Stadium akut
Selama serangan
akut pemberian DEC tidak di anjurkan, karena diduga akan memperberat keaadaan
akibat matinya cacing dewasa. Terapi supportif harus dilakukan termasuk
istirahat, kompres, elevasi ekstremitas yang terkena dan pemberian analgetik
dan antipiretik. Pada serangan akut ADLA pemberian antibiotik oral dapat
dilakukan sewaktu menunggu hasil kultur.
·
Stadium kronik
Obat anti-filaria
jarang digunakan untuk keadaan kronik tetapi diberikan jika pasien terbukti menderita
infeksi aktif, misalnya dengan ditemukannya mikrofilaria, antigen mikrofilaria
atau filarial dancing sign. Kerusakan limfatik akibat filariasis bersifat
permanen dan obat anti-filaria tidak menyembuhkan keadaan limfedema, tetapi
limfedema dapat di tatalaksana dengan cara menghentikan serangan akut dan
mencegah keadaan menjadi berat/buruk. Terdapat 5 komponen dasar dalam
penatalaksanaan limfedema yang dapat dilakukan oleh pasien yaitu kebersihan,
pencegahan dan perawatan luka/entry lesion, latihan, elevasi dan penggunaan
sepatu yang sesuai. Komponen tambahan
dalam penatalaksanaan limfedema adalah penggunaan emolien, verban, stocking,
pijat, antibiotik pofilaksis dan tindakan bedah.
Pemberian benzopyrenes, termasuk flavonoids dan
coumarin dapat menjadi terapi tambahan. Obat ini mengikat protein yang telah
terakumulasi sehingga menginduksi fagositosis makrofag menyebabkan terpecahnya
protein yang kemudian keluar kedalam vena dan dibuang oleh sistem vascular.
Tindakan bedah pada limfedema bersifat paliatif,
indikasi tindakan bedah adalah jika tidak terdapat perbaikan dengan terapi
konservatif, limfedema sangat besar sehingga mengganggu aktivitas dan pekerjaan
dan menyebabkan tidak berhasilnya terapi konsevatif. Berbagai prosedur operasi
digunakan tetapi secara umum tidak memberikan hasil yang memuaskan. Yang
termasuk dalam prosedur ini adalah lymphangioplasty, lympho-venous anastomosis
dan eksisi (de-bulking) dari jaringan subkutan yang fibrotik. Peranan tindakan
pembedahan limfedema ekstremitas akibat filariasis sangat terbatas.
Penatalaksanaan hidrokel adalah dengan pemberian
obat anti-filaria, perawatan dasar seperti kebersihan, dan tindakan bedah.
Indikasi operasi pada pasien dengan hidrokel adalah jika mengganggu pekerjaan,
mengganggu aktivitas seksual, mengganggu berkemih, dan memberi efek sosial
terhadap keluarga. Prosedur yang digunakan adalah dengan melakukan eksisi
tunika vaginalis sebanyak mungkin dan membalikkannya (Bergmann Wingklemann)
untuk hidrokel besar dan prosedur Lord untuk hidrokel kecil dimana dilakukan
pengecilan tunika vaginalis dengan merempel.
Penatalaksanaan kiluria adalah istirahat, diet
tinggi protein rendah lemak, minum banyak (paling sedikit 2 gelas/jam selama
BAK masih seperti susu). Tindakan bedah masih kontroversi tetapi di anjurkan
untuk kasus yang berat.15,16,28 Prosedure yang digunakan adalah lympho-venous
disconnection, lymphangio-venous anastomosis, lymphnode-saphenous vein
anastomosis.
Tropical Pulmonary Eosinophil
DEC adalah obat pilihan untuk TPE. Gejala
pernapasan membaik secara cepat setelah pemberian DEC. Pemberian DEC 21-28 hari
menyebabkan hilangnya microfilaria secara cepat dibandingkan dengan dosis
tunggal 6 mg/kgBB, sehingga pemberian terapi lebih lama lebih disarankan.
VII. Pencegahan dan kontrol filariasis
Tahun 1997, the World Health Assembly (WHA)
mengajak anggota WHO untuk mendukung program The Global Elimination of
Lymphatic Filariasis (GPELF) sebagai masalah kesehatan masyarakat.Tahun 2000
WHO mulai menetapkan GPELF dan merekomendasikan semua penduduk yang tinggal
didaerah beresiko untuk di obati satu kali dalam satu tahun dengan dua
kombinasi obat dan diberikan dalam 4-6 tahun berturut-turut.Tiga obat
anti-parasit yang di sarankan adalah DEC, albendazol, ivermectin.
Pencegahan melawan infeksi filariasis juga dapat
dilakukan secara individu dengan cara menghindari terkenanya gigitan nyamuk.
Hal ini dapat dilakukan dengan cara memakai kelambu dan menggunakan repellent,
tetapi hal ini tidak bisa diterapkan disemua wilayah.
Daftar Pustaka
http://www.edutenagakesehatan.org/edunakes/images/pdf/Modul_PatKlin/edit/bab_xx_FILARIASIS.pdf
Tidak ada komentar:
Posting Komentar