Skenario 1 Part 2 Blok 11
Author : Faiz
Anemia Defisiensi Besi
pada Ibu Hamil
Anemia
adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah
11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai
batas tersebut perbedaannyadengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena
hemodilusi, terutama pada trimester ke 2. Anemia defisiensi besi merupakan
tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurnan cadangan
besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi
hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan anemia kekurangan
besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira 1000mg pada kehamilan tunggal)
tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yang dapat diabsorpsi
dari traktus gastrointestinal. Volume darah bertambah cepat pada kehamilan
trimester 2 sehingga kekurangan besi sering kali terlihat pada turunnya kadar
hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah tidak begitu banyak
pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena penambahan HB ibu
terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke
neonatus. Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal
ke janin untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan
laktasi yang jumlah keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah.
Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi
yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.
Epidemiologi
1. Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi
di Indonesia yaitu 63,5%,sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan
perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi
pada ibu hamil diIndonesia.
2. Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara
berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.
3. Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan
oleh anemia defesiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang
keduanya saling berinteraksi.
4. Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi
yang paling sering ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang.
Gejala
Gejala
umum yang terjadi pada anemia ini tidak berbeda jauh dengan anemia pada umunya
seperti lemah, letih, lesu, pucat, serta cepat lelah.
Zat besi
(Fe) diperlukan untuk pembuatan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan
kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit
mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik
mikrositik. Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati,
zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh
sel darah merah yang baru.
Tubuh kehilangan sejumlah zat besi
hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan
kekurangan zat besi.Kekurangan zat besi merupakan sala satu penyebab terbanyak
dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada orang dewasa
adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan
kekurangan zat besi pada masa bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak
zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanita pasca menopaus, kekurangan
zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Pada
wanita pre-menopaus, kekurangan zat besi bisa disebabkan oleh perdarahan
menstruasi bulanan.
Perdarahan menahun menyebabkan
kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan
kosong maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus maka
penyediaan zat besi untuk eritropoesis berkurang sehingga
menimbulkan gangguan pada bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis
belum terjadi, keadaan ini disebut iron
deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer
sehingga disebut iron
deficiencyanemia.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh
rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat
perdarahan menahun.
- Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:
a.
Saluran cerna :
akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis,
hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.
Saluran genitalia
wanita : menorhagia, atau metrorhagia.
c.
Saluran kemih :
hematuria
d.
Saluran nafas :
hemoptoe
2.
Faktor nutrisi :
akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi
(biovaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C,
dan rendah daging).
- Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
- Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.
Faktor Resiko
Ada beberapa
faktor yang memperbesar kemungkinan terjadinya anemia pada wanita hamil antara
lain :
·
Jarak waktu
antara dua kehamilan yang berdekatan
·
Kehamilan
multigravida (lebih dari satu anak)
·
Sering muntah
pada awal kehamilan
·
morning sickness
·
Tidak
mengkonsumsi zat besi dalam jumlah yang cukup
·
Memiliki riwayat
perdarahan haid yang banyak
Akibat dari anemia dalam
kehamilan
Anemia
dalam kehamilan dapat berakibat fatal bagi ibu dan calon bayi / bayinya. Akibat
akibat yang
dapat ditimbulkan antara lain :
1.
Dapat terjadi
keguguran
2.
Dapat terjadi
kecacatan pada bayi
3.
Dapat terjadi
kelahiran prematur
4.
Dapat terjadi
kelahirandengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan kondisi bayi yang
lemah
5.
Dapat terjadi
kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan
Patofisiologi
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan
perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan
agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi
oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti,
2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan
lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan
(fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu
hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis.Pada saat
hamil, ibu sebagai penjamu (host).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya
peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan
hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10
kehamilan.Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume
plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi
pengenceran darah.Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat
kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir.Hal inilah
yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko
terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan
kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan
mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi
pada tubuh ibu hamil.Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk
pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu
hamil semakin besar.Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis
hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi
proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis
dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing,
malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi,
pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap
klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan,
kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika
terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital,
pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan
antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi
dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan menimbulkan gangguan
his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .
Periode
Prepathogenesis dan Pathogenesis
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya
penyakit.Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis
(asimtomatis).Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada
kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat
terhadap plasenta.Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi
tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin.Selain itu, dapat
disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi
dan intake zat besi dalam makanan.Zat besi diperlukan untuk eritropoesis
(Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake
zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan
makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan
terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang
untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya
peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar
hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada
kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi.
Preventif
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara
lain dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi
pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga
masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk
mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat
gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat
besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100
dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali.
Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan
50-80% vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat
penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007)
Penanganan anemia
defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat
secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi
: fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60
mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan.
Sedangkan pemberian preparat
parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau
2×10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu
2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana
terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan
kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang
tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia,
setiap wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus
sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya.
Selain itu perlu juga dinasehatkan
untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak
mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005). Kenaikan volume
darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe
pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk
mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama
kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk
untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional
yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu
tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal
kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500
μg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum
bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya ( Depkes RI, 2009).
Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat diperhitungkan untuk
peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan
darah janin 100 mgr.
Pemeriksaan dapat diketahui dari pemeriksaan
laboratorium :
- Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCH <> red cell distributionwidth meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan. Adapun darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Reukosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
- Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast kecil-kecil, sideroblast.
- Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin
- Feritin serum. Sebagian kecil feritin tubuh bersikulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuleodotel. Pada anemia defisiensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar serum normal atau menigkat pada anemia penyakit kronik.
- TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat
- Fase : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
- Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan genikologi.
Penatalakasanaan
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat
rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1.
Terapi kausal :
tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang. Pengobatan
hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka
anemia akan kambuh kembali .
2.
Pemberian
preparat besi untuk mengganti kekuranagan besi dalam tubuh
a.
Besi per oral :
merupakan obat pilihan pertama karena efektif, murah, dan aman. Preparat
yang tersedia, yaitu :
·
Ferrous sulphat (sulfas ferrous)
: preparat pilihan pertama ( murah dan efektif ). Dosis : 3x 200 mg.
·
Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous
succinate, harga lebih
mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.
b.
Besi parenteral :
efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih mahal. Indikasi,
yaitu :
·
Intolerasi oral
berat
·
Kepatuhan berobat
kurang
·
Kolitis
ulserativa
·
Perlu peningkatan
Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir )
3.
Mengatasi
penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik
yang sesuai.
4.
Pemberian
preparat Fe : pemberian preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/ferolukonat)
dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan diantara
waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar
hemoglobin normal.
5.
Bedah: untuk
penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum meckel.
6.
Suportif: makanan
gizi seimbang terutama yang mengadung kadar besi tinggi yang bersumber dari
hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam kacang-kacangan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar