Author : Aprilliana Risma
Pengertian
Benigna Prostat Hiperplasia adalah kelenjar
prostat memanjang keatas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran urin dengan
menutupi orifisium uretra (Brunner & suddarth, 2001)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah penyakit
yang disebabkan oleh penuaan (Price, 2006)
Benigna Prostat Hiperplasi adalah hiperplasia
kelenjer periuretra yang mendesak jaringan prostat yang asli ke perifer dan
menjadi simpai bedah (Mansjoer, 2000).
Benigna Prostat Hiperplasi adalah kelenjar
prostat bila mengalami pembesaran, organ ini dapat menyumbat uretra pars
prostatika dan menyebabkan terhambatnya aliran urine keluar dari buli-buli
(Purnomo 2011).
Dari pengertian di atas maka penulis
menyimpulkan bahwa benigna prostat
hyperplasia adalah pembesaran dari prostat yang biasanya terjadi pada orang
berusia lebih dari 50 tahun yang mendesak saluran perkemihan.
Anatomi
Kelenjar prostate adalah suatu
kelenjar fibro muscular yang melingkar Bledder neck dan bagian proksimal
uretra. Berat kelenjar prostat pada orang dewasa kira-kira 20 gram
dengan ukuran rata-rata : panjang 3,4
cm, lebar 4,4 cm, tebal 2,6 cm. Secara embriologis terdiri dari 5 lobus yaitu :
· lobus medius 1 buah,
· lobus anterior 1 buah,
· lobus posterior 1 buah,
· lobus lateral 2 buah.
Selama perkembangannya lobus
medius, lobus anterior dan lobus posterior akan menjadi satu disebut lobus
medius. Pada penampang lobus medius kadang-kadang tidak tampak karena terlalu
kecil dan lobus ini tampak homogen berwarna abu-abu, dengan kista kecil berisi
cairan seperti susu, kista ini disebut kelenjar prostat.
Pada potongan melintang uretra
pada posterior kelenjar prostat terdiri dari kapsulanatomis (jaringan stroma
yang terdiri dari jaringan fibrosa dan jaringan muskuler)
Jaringan kelenjar yang terbagi atas 3 kelompok
bagian :
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone.
1) Bagian luar disebut kelenjar sebenarnya.
2) Bagian tengah disebut kelenjar sub mukosal, lapisan ini disebut juga sebagai adenomatus zone.
3) Di sekitar uretra disebut
periuretral gland. Saluran keluar dari ketiga kelenjar tersebut bersama dengan
saluran dari vesika seminalis bersatu membentuk duktus ejakulatoris komunis
yang bermuara ke dalam uretra.
Menurut Mc Neal, prostat dibagi
atas :
· zona perifer,
· zona sentral,
· zona transisional,
· segmen anterior dan
· zona spingter preprostat.
Prostat normal terdiri dari 50
lobulus kelenjar. Duktus kelenjar-kelenjar prostat ini lebih kurang 20 buah,
secara terpisah bermuara pada uretra prostatika, dibagian lateral verumontanum,
kelenjar-kelenjar ini dilapisi oleh selaput epitel torak dan bagian basal
terdapat sel-sel kuboid (Anderson, 1999).
Fisiologi
Pada laki-laki remaja prostat
belum teraba pada colok dubur, sedangkan pada orang dewasa sedikit teraba dan
pada orang tua biasanya mudah teraba. Sedangkan pada penampang tonjolan pada
proses hiperplasi prostat, jaringan prostat masih baik. Pertambahan unsur
kelenjar menghasilkan warna kuning kemerahan, konsisitensi lunak dan berbatas
jelas dengan jaringan prostat yang terdesak berwarna putih ke abu-abuan dan padat.
Apabila tonjolan itu ditekan, keluar cairan seperti susu. Apabila jaringan
fibromuskuler yang bertambah tonjolan berwarna abu-abu padat dan tidak
mengeluarkan cairan sehingga batas tidak jelas. Tonjolan ini dapat menekan
uretra
dari lateral sehingga lumen
uretra menyerupai celah. Terkadang juga penonjolan ini dapat menutupi lumen
uretra, tetapi fibrosis jaringan kelenjar yang berangsur-angsur mendesak
prostat dan kontraksi dari vesika yang dapat mengakibatkan peradangan (Brunner
& Suddarth, 2002).
Etiologi/Predisposisi
Menurut Alam tahun 2004 penyebab
pembesaran kelenjar prostat belum diketahui secara pasti, tetapi hingga saat
ini dianggap berhubungan dengan proses penuaan yang mengakibatkan penurunan
kadar hormon pria, terutama testosteron. Para ahli berpendapat bahwa
dihidrotestosteron yang mamacu pertumbuhan prostat seperti yang terjadi pada
masa pubertas adalah penyebab terjadinya pembesaran kelenjar prostat. Hal lain
yang dikaitkan dengan gangguan ini adalah stres kronis, pola makan tinggi lemak,
tidak aktif olahraga dan seksual.
Selain itu testis menghasilkan
beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan androgen. Hormon
tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron, dan androstenesdion.
Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa- reduktase menjadi
dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran
sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain dari testosteron adalah pemicu
libido, pertumbuhan otot dan mengatur doposit kalsium di tulang. Penurunan
kadar testosteron telah diketahui sebagai penyebab dari penurunan libida, massa
otot, melemahnya otot pada organ seksual dan kesulitan ereksi. Selain itu kadar
testosteron yang rendah juga dapat menyebabkan masalah lain yang tidak segera
terlihat, yaitu pembesaran kelenjar prostat.
Dalam keadaan stres, tubuh
memproduksi lebih banyak steroid stres (karsitol) yang dapat menggeser produksi
DHEA (dehidroepianandrosteron). DHEA berfungsi mempertahankan kadar hormon seks
yang normal, termasuk testosteron. Stres kronis menyebabkan penuaan dini dan
penurunan fungsi testis pria. Kolesterol tinggi juga dapat mengganggu
keseimbangan hormonal dan menyebabkan terjadinya pembesaran prostat.
Faktor lain adalah nikotin dan
konitin ( produk pemecahan nikotin) yang meningkatkan aktifitas enzim perusak
androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron. Begitu pula toksin
lingkungan (zat kimia yang banyak digunakan sebagai pestisida, deterjen atau
limbah pabrik) dapat merusak fungsi reproduksi pria.
Patofisiologi
Menurut Purnomo 2011 pembesaran
prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra prostatika dan menghambat aliran
urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan intravesikal. Untuk
mengeluarkan urine, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat guna melawan
tahanan itu. Kontraksi yang terus menerus ini menyebabkan perubahan anatomik
buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi, terbentuknya selula,
sakula, dan divertikel buli-buli. Perubahan struktur pada bulu-buli tersebut,
oleh pasien disarankan sebagai keluhkan pada saluran kemih sebelah bawah atau lower
urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu dikenal dengan gejala prostatismus.
Tekanan intravesikal yang tinggi
diteruskan ke seluruh bagian buli- buli tidak terkecuali pada kedua muara
ureter. Tekanan pada kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik
urine dari buli-buli ke ureter atau terjadi refluks vesiko ureter. Keadaan
keadaan ini jIka berlangsung terus akan mengakibatkan hidroureter,
hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam gagal ginjal.
Obstruksi yang diakibatkan oleh
hiperplasia prostat benigna tidak hanya disebabkan oleh adanya massa prostat
yang menyumbat uretra posterior, tetapi juga disebabkan oleh tonus otot polos
yang pada stroma prostat, kapsul prostat, dan otot polos pada leher buli-buli.
Otot polos itu dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
pudendus.
Menurut Mansjoer tahun 2000
pembesaran prostat terjadi secara perlahan-lahan sehingga perubahan pada
saluran kemih juga terjadi secara perlahan-lahan. Pada tahap awal setelah
terjadi pembesaran prostat, resistensi pada leher buli-buli dan daerah prostat
meningkat, serta otot detrusor menebal dan merenggang sehingga timbul sakulasi
atau divertikel. Fase penebalan detrusor ini disebut fase kompensasi. Apabila
keadaan berlanjut, maka detrusor menjadi lelah dan akhirnya mengalami
dekompensasi dan tidak mampu lagi
untuk berkontraksi sehingga terjadi retensio urin yang selanjutnya dapat
menyebabkan hidronefrosis dan disfungsi saluran kemih atas.
Manifestasi Klinis
1.
Keluhan
pada saluran kemih bagian bawah :
1.
Obstruksi
:
1.
Hesistensi
(harus menggunakan waktu lama bila mau miksi)
2.
Pancaran
waktu miksi lemah
3.
Intermitten
(miksi terputus)
4.
Miksi
tidak puas
5.
Distensi
abdomen
6.
Volume
urine menurun dan harus mengejan saat berkemih.
2.
Iritasi
: frekuensi sering, nokturia, disuria.
2.
Gejala
pada saluran kemih bagian atas
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
Nyeri pinggang, demam (infeksi), hidronefrosis.
3.
Gejala
di luar saluran kemih :
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
Keluhan pada penyakit hernia/hemoroid sering mengikuti penyakit
hipertropi prostat. Timbulnya kedua penyakit
ini karena sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan peningkatan
tekanan intra abdominal (Sjamsuhidayat, 2004).
Adapun gejala dan tanda yang tampak pada
pasien dengan Benigna Prostat Hipertroplasi:
1.
Sering
buang air kecil dan tidak sanggup menahan buang iar kecil, sulit mengeluarkan
atau menghentikan urin. Mungkin juga urin yang keluar hanya merupakan tetesan
belaka.
2.
Sering
terbangun waktu tidur di malam hari, karena keinginan buang air kecil yang
berulang-ulang.
3.
Pancaran
atau lajunya urin lemah
4.
Kandung
kemih terasa penuh dan ingin buang iar kecil lagi
5.
Pada
beberapa kasus, timbul rasa nyeri berat pada perut akibat
tertahannya urin atau menahan buang air kecil
(Alam, 2004). Gejala generalisata juga mungkin tampak, termasuk
keletihan, anoreksia, mual dan
muntah, dan rasa tidak nyaman pada
epigastrik (Brunner & Suddarth, 2002).
Secara klinik derajat berat, dibagi menjadi 4
gradiasi, yaitu:
1.
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan
prostatismus, pada DRE (digital rectal examination) atau colok dubur ditemukan
penonjolan prostat dan sisa urine kurang dari 50 ml.
2.
Derajat 2 : Ditemukan tanda dan gejala
seperti pada derajat 1, prostat lebih menonjol, batas atas masih teraba dan
sisa urine lebih dari 50 ml tetapi kurang dari 100 ml.
3.
Derajat 3 : Seperti derajat 2, hanya batas
atas prostat tidak teraba lagi dan sisa urin lebih dari 100 ml.
4.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi
total.
Komplikasi
Kebanyakan prostatektomi tidak
menyebabkan impotensi (meskipun prostatektomi perineal dapat menyebabkan
impotensi akibat kerusakan saraf pudendal yang tidak dapat dihindari). Pada
kebanyakan kasus, aktivitas seksual dapat dilakukan kembali dalam 6 sampai 8
Minggu, karena saat ini fossa prostatik telah sembuh. Setelah ejakulasi, maka
cairan seminal mengalir ke dalam kandung kemih dan diekskresikan bersama urin
(Brunner & Suddarth, 2002).
Apabila buli-buli menjadi
dekompensasi, akan terjadi retensio urin. Karena produksi urin terus berlanjut
maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin sehinnga tekanan
intravesika meningkat, dapat timbul hidroureter, hidronefrosis dan gagal ginjal
(Mansjoer, 2000).
Penatalaksanaan
Modalitas terapi BPH adalah :
1.
Observasi yaitu pengawasan berkala pada
klien setiap 3-6 bulan
kemudian setiap tahun tergantung keadaan
klien.
2.
Medikamentosa : terapi ini diindikasikan pada
BPH dengan
Keluhan ringan, sedang, sedang dan berat tanpa
disertai penyulit. Obat yang digunakan berasal dari phitoterapi (misalnya :
Hipoxis rosperi, serenoa repens, dll), gelombang alfa blocker dan golongan
supresor androgen.
Indikasi pembedahan pada BPH
adalah :
1.
Klien
yang mengalami retensi urin akut atau pernah retensi urin akut (100 ml).
2.
Klien
dengan residual urin yaitu urine masih tersisa di kandung kemih setelah klien
buang air kecil > 100 Ml.
3.
Klien
dengan penyulit yaitu klien dengan gangguan sistem perkemihan seperti retensi
urine atau oliguria.
4.
Terapi
medikamentosa tidak berhasil.
5.
Flowcytometri
menunjukkan pola obstruktif.
Pembedahan dapat dilakukan dengan
:
· TURP (Trans Uretral Reseksi
Prostat).
1.
Jaringan
abnormal diangkat melalui rektroskop yang dimasukan
melalui uretra.
2.
Tidak
dibutuhkan balutan setelah operasi.
3.
Dibutuhkan
kateter foley setelah operasi.
Prostatektomi Suprapubis
1.
Penyayatan
perut bagian bawah dibuat melalui leher kandung
kemih.
2.
Diperlukan
perban luka, drainase, kateter foley, dan kateter
suprapubis setelah operasi.
Prostatektomi Neuropubis
1.
Penyayatan
dibuat pada perut bagian bawah.
2.
Tidak
ada penyayatan pada kandung kemih.
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan laboratorium
Analisis
urine dan pemeriksaan mikroskopis urin penting untuk melihat adanya sel
leukosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit, kadar
ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dan fungsi ginjal dan
status metabolik. Pemeriksaan Prostat Specific Antigen (PSA) dilakukan sebagai
dasar penentuan perlunya biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai
SPA < 4mg / ml tidak perlu biopsy. Sedangkan bila nilai SPA 4–10 mg / ml,
hitunglah Prostat Spesific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD > 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikian pula bila nilai PSA > 10 mg/ml.
b. Pemeriksaan Radiologis
Pemeriksaan
yang biasa dilakukan adalah foto polos abdomen, pielografi intravena, USG dan
sitoskopi. Dengan tujuan untuk memperkirakan volume BPH, menentukan derajat
disfungsi buli– buli dan volume residu urine, mencari kelainan patologi lain,
baik yang berhubungan maupun yang tidak berhubungan dengan BPH.
Dari
semua jenis pemeriksaan dapat dilihat:
1.
Dari foto polos dapat dilihat adanya
batu pada batu traktus urinarius, pembesaran ginjal atau buli – buli.
2.
Dari pielografi intravena dapat dilihat
supresi komplit dari fungsi renal, hidronefrosis dan hidroureter, fish hook
appearance (gambaran ureter belok–belok di vesika)
3.
Dari USG dapat diperkirakan besarnya
prostat, memeriksa masa ginjal, mendeteksi residu urine, batu ginjal,
divertikulum atau tumor buli – buli (Mansjoer, 2000).
Pemeriksaan
Diagnostik.
·
Urinalisis : warna kuning, coklat
gelap, merah gelap / terang, penampilan keruh, Ph : 7 atau lebih besar,
bacteria
· Kultur
Urine : adanya staphylokokus aureus, proteus, klebsiella, pseudomonas, e. coli.
·
BUN / kreatinin : meningkat.
IVP :
menunjukan perlambatan pengosongan kandung kemih dan adanya pembesaran prostat,
penebalan otot abnormal kandung kemih.
Sistogram : suatu gambaran rontgen dari kandung kemih yang diperoleh melalui urografi intravena.
Sistouretrografi
berkemih : sebagai ganti IVP untuk menvisualisasi kandung kemih dan uretra
dengan menggunakan bahan kontras lokal.
Sistouretroscopy : untuk menggambarkan derajat pembesaran prostat dan kandung kemih.
Transrectal
ultrasonografi : mengetahui pembesaran prosat, mengukur sisa urine dan keadaan
patologi seperti tumor atau batu (Sjamsuhidayat, 2004)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar