Skenario 2 Part
2 Blok 10
Author : Faiz
Pranoto
Glomerulonefritis
Akut Pasca Streptokokus
Salah satu bentuk glomerulonefritis akut (GNA) yang banyak dijumpai pada
anak adalah Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus (GNAPS). GNAPS dapat terjadi pada semua usia, tetapi paling
sering terjadi pada usia 6 – 7 tahun.
Penelitian multisenter di Indonesia memperlihatkan sebaran usia 2,5 – 15 tahun
dengan rerata usia tertinggi 8,46 tahun dan rasio ♂ : ♀ = 1, 34 : 1.1 Angka
kejadian GNAPS sukar ditentukan mengingat bentuk asimtomatik lebih banyak
dijumpai daripada bentuk simtomatik. Di negara maju, insiden GNAPS berkurang
akibat sanitasi yang lebih baik, pengobatan dini penyakitinfeksi, sedangkan di negara
sedang berkembang insiden GNAPS masih banyak dijumpai.Di Indonesia &
Kashmir, GNAPS lebih banyak ditemukan padagolongan sosial ekonomi rendah,
masing – masing 68,9%1& 66,9%.
GEJALA KLINIK :
GNAPS lebih sering terjadi pada anak usia 6 sampai 15 tahun dan jarang
pada usia di bawah 2 tahun. GNAPS didahului oleh infeksi GABHS melalui infeksi
saluran pernapasan akut (ISPA) atau infeksi
kulit (piodermi) dengan periode laten 1-2 minggu pada ISPA atau 3 minggu
pada pioderma. Penelitian multisenter di Indonesia menunjukkan bahwa infeksi
melalui ISPA terdapat pada 45,8% kasus sedangkan melalui kulit sebesar 31,6%.1
Gejala klinik
GNAPS sangat bervariasi dari bentuk asimtomatik
sampai gejala yang khas. Bentuk
asimtomatik lebih banyak daripada bentuk simtomatik baik sporadik maupun
epidemik. Bentuk asimtomatik diketahui bila terdapat kelainan sedimen urin terutama
hematuria mikroskopik yang disertai riwayat kontak dengan penderita GNAPS simtomatik.
GNAPS simtomatik
1. Periode laten :
Pada GNAPS yang
khas harus ada periode laten yaitu
periode antara infeksi streptokokus dan timbulnya gejala klinik. Periode ini berkisar 1-3 minggu; Periode ini jarang terjadi di bawah 1
minggu. Bila periode laten ini berlangsung kurang dari 1 minggu, maka harus
dipikirkan kemungkinan penyakit lain, seperti:
·
eksaserbasi dari glomerulonefritis kronik,
·
lupus eritematosus sistemik,
·
purpura Henoch-Schöenlein atau
·
Benign recurrenthaematuria.
2. Edema :
Merupakan gejala yang paling sering, umumnya pertama kali timbul, dan menghilang
pada akhir minggu pertama. Edema paling sering terjadi di daerah periorbital
(edema palpebra), disusul daerah tungkai. Jika terjadi retensi cairan hebat,
maka edema timbul di daerah perut (asites), dan genitalia eksterna (edema
skrotum/vulva) menyerupai sindrom nefrotik.
Distribusi edema bergantung pada 2 faktor, yaitu gaya gravitasi dan tahanan jaringan
lokal. Oleh sebab itu, edema pada palpebra sangat
menonjol waktu bangun pagi, karena adanya jaringan longgar pada
daerah tersebut dan menghilang atau berkurang pada siang dan sore hari atau
setelah melakukan kegitan fisik. Hal ini terjadi karena gaya gravitasi.
Kadangkadang terjadi edema laten, yaitu edema yang tidak tampak dari luar dan baru
diketahui setelah terjadi diuresis dan penurunan berat badan. Edema bersifat pitting sebagai akibat cairan jaringan yang tertekan masuk
ke jaringan interstisial yang dalam waktu singkat akan kembali ke kedudukan
semula.
3. Hematuria
Hematuria makroskopik terdapat pada 30-70% kasus
GNAPS, sedangkan hematuria mikroskopik dijumpai
hampir pada semua kasus. Suatu penelitian multisenter di Indonesia mendapatkan
hematuria makroskopik berkisar 46-100%, sedangkan hematuria mikroskopik
berkisar 84-100%. Urin tampak coklat
kemerah-merahan atau seperti teh pekat, air cucian daging atau berwarna seperti
cola.
Hematuria makroskopik biasanya timbul
dalam minggu pertama dan berlangsung beberapa hari, tetapi dapat pula
berlangsung sampai beberapa minggu.
Hematuria mikroskopik dapat berlangsung
lebih lama, umumnya menghilang dalam waktu 6 bulan. Kadang-kadang masih
dijumpai hematuria mikroskopik dan proteinuria walaupun
secara klinik GNAPS sudah sembuh. Bahkan hematuria mikroskopik bisa menetap
lebih dari satu tahun, sedangkan proteinuria sudah menghilang. Keadaan terakhir
ini merupakan indikasi untuk dilakukan biopsi
ginjal, mengingat kemungkinan adanya glomerulonephritis kronik.
4. Hipertensi :
Hipertensi
merupakan gejala yang terdapat pada 60-70% kasus GNAPS. Umumnya terjadi dalam minggu pertama dan menghilang
bersamaan dengan menghilangnya gejala klinik yang lain. Pada kebanyakan
kasus dijumpai hipertensi ringan (tekanan diastolik 80-90 mmHg). Hipertensi
ringan tidak perlu diobati sebab dengan istirahat yang cukup dan diet yang
teratur, tekanan darah akan normal kembali. Adakalanya hipertensi berat
menyebabkan ensefalopati hipertensi yaitu
hipertensi yang disertai gejala serebral, seperti sakit kepala, muntah-muntah,
kesadaran menurun dan kejang - 5 UKK Nefrologi IDAI
2012 kejang.
Penelitian
multisenter di Indonesia menemukan ensefalopati hipertensi berkisar 4-50%.1
5. Oliguria
Keadaan ini jarang dijumpai, terdapat pada 5-10%
kasus GNAPS dengan produksi urin kurang dari 350
ml/m2 LPB/hari. Oliguria terjadi bila fungsi ginjal menurun atau
timbul kegagalan ginjal akut. Seperti ketiga gejala sebelumnya, oliguria
umumnya timbul dalam minggu pertama dan menghilang bersamaan dengan timbulnya
diuresis pada akhir minggu pertama. Oliguria bisa pula menjadi anuria yang
menunjukkan adanya kerusakan glomerulus yang berat dengan prognosis yang jelek.
6. Gejala Kardiovaskular :
Gejala
kardiovaskular yang paling penting adalah bendungan sirkulasi yang
terjadi pada 20-70% kasus GNAPS. Bendungan sirkulasi dahulu diduga terjadi
akibat hipertensi atau miokarditis, tetapi ternyata dalam klinik bendungan
tetap terjadi walaupun tidak ada hipertensi atau gejala miokarditis. Ini
berarti bahwa bendungan terjadi bukan karena hipertensi atau miokarditis,
tetapi diduga akibat retensi Na dan air sehingga terjadi hipervolemia.
7. Gejala-gejala lain
Selain gejala
utama, dijumpai gejala umum seperti pucat, malaise, letargi
dan anoreksia. Gejala pucat mungkin karena
peregangan jaringan subkutan akibat edema atau akibat hematuria makroskopik
yang berlangsung lama.
PATOGENESIS
Seperti beberapa
penyakit ginjal lainnya, GNAPS termasuk penyakit kompleks imun.
Beberapa bukti
yang menunjukkan bahwa GNAPS termasuk penyakit imunologik adalah:
·
Adanya periode laten antara infeksi streptokokus
dan gejala klinik
·
Kadar imunoglobulin G (IgG) menurun dalam darah.
·
Kadar komplemen C3 menurun dalam darah.
·
Adanya endapan IgG dan C3 pada glomerulus.
·
Titer antistreptolisin O (ASO) meninggi dalam
darah.
Pada pemeriksaan
hapusan tenggorok (throat swab) atau kulit (skin swab) tidak selalu ditemukan
GABHS. Hal ini mungkin karena penderita telah mendapat antibiotik sebelum masuk
rumah sakit. Juga lamanya periode laten menyebabkan sukarnya ditemukan kuman
streptokokus. Seperti telah disebutkan sebelumnya, maka organisme tersering
yang berhubungan dengan GNAPS ialah Group A β-hemolytic streptococci.
Penyebaran penyakit ini dapat melalui infeksi saluran napas atas
(tonsillitis/faringitis) atau kulit (piodermi), baik secara sporadik atau
epidemiologik. Meskipun demikian tidak semua GABHS menyebabkan penyakit ini,
hanya 15% mengakibatkan GNAPS. Hal tersebut karena hanya serotipe tertentu dari
GABHS yang bersifat nefritogenik, yaitu yang dindingnya mengandung protein M
atau T (terbanyak protein tipe M). - UKK Nefrologi IDAI
2012
Serotipe
terbanyak pada Faringitis
Serotipe terbanyak
pada piodermi
Tipe M
1,3,4,12,25,49 2,49,55,57,60
Penelitian
akhir-akhir ini memperlihatkan 2 bentuk
antigen yang berperan pada GNAPS yaitu :2,8,9
1. Nephritis associated plasmin receptor (NAPℓr)
NAPℓr dapat
diisolasi dari streptokokus grup A yang terikat dengan plasmin. Antigen
nefritogenik ini dapat ditemukan pada jaringan hasil biopsi ginjal pada fase
dini penderita GNAPS. Ikatan dengan plasmin ini dapat meningkatkan proses
inflamasi yang pada gilirannya dapat merusak membran basalis glomerulus.
2. Streptococcal pyrogenic exotoxin B
(SPEB).
SPEB merupakan
antigen nefritogenik yang dijumpai bersama – sama dengan IgG komplemen (C3)
sebagai electron dense deposit subepithelial yang dikenal sebagai HUMPS.
Proses
Imunologik yang terjadi dapat melalui :
1. Soluble
Antigen-Antibody Complex
Kompleks imun
terjadi dalam sirkulasi NAPℓr sebagai antigen dan antibody anti NAPℓr larut
dalam darah dan mengendap pada glomerulus.9
2. Insitu
Formation :
Kompleks imun
terjadi di glomerulus (insitu formation), karena antigen nefritogenik tersebut
bersifat sebagai planted antigen. Teori insitu formation lebih berarti secara
klinik oleh karena makin banyak HUMPS yang terjadi makin lebih sering terjadi
proteinuria masif dengan prognosis buruk.810 Glomerulonefritis Akut Pasca
Streptokokus
Imunitas Selular
:
Imunitas selular
juga turut berperan pada GNAPS, karena dijumpainya infiltrasi sel-sel limfosit
dan makrofog pada jaringan hasil biopsi ginjal. Infiltrasi sel-sel imunokompeten
difasilitasi oleh sel-sel molekul adhesi ICAM – I dan LFA – I, yang pada
gilirannya mengeluarkan sitotoksin dan akhirnya dapat merusak membran basalis
glomerulus.
PATOFISIOLOGI
Pada GNAPS
terjadi reaksi radang pada glomerulus yang menyebabkan filtrasi glomeruli
berkurang, sedangkan aliran darah ke ginjal biasanya normal. Hal tersebut akan
menyebabkan filtrasi fraksi berkurang sampai di bawah 1%. Keadaan ini akan
menyebabkan reabsorbsi di tubulus proksimalis berkurang yang akan mengakibatkan
tubulus distalis meningkatkan proses reabsorbsinya, termasuk Na, sehingga akan
menyebabkan retensi Na dan air. Penelitian-penelitian lebih lanjut
memperlihatkan bahwa retensi Na dan air didukung oleh keadaan berikut ini:
1. Faktor-faktor
endothelial dan mesangial yang dilepaskan oleh proses radang di glomerulus.
2.
Overexpression dari epithelial sodium channel.
3. Sel-sel
radang interstitial yang meningkatkan aktivitas angiotensin intrarenal.
Faktor-faktor
inilah yang secara keseluruhan menyebabkan retensi Na dan air, sehingga dapat
menyebabkan edema dan hipertensi. Efek proteinuria yang terjadi pada GNAPS
tidak sampai menyebabkan edema lebih berat, karena hormon-hormon yang mengatur
ekpansi cairan ekstraselular seperti renin angiotensin, aldosteron dan anti
diuretik hormone (ADH) tidak meningkat. Edema yang berat dapat terjadi pada
GNAPS bila ketiga hormon tersebut meningkat.
DIAGNOSIS
Berbagai macam
kriteria dikemukakan untuk diagnosis GNAPS, tetapi pada umumnya kriteria yang
digunakan adalah sebagai berikut:
Gejala-gejala
klinik: UKK Nefrologi IDAI 2012
1. Secara klinik
diagnosis GNAPS dapat ditegakkan bila dijumpai full blown case dengan
gejala-gejala hematuria, hipertensi, edema, oliguria yang merupakan
gejala-gejala khas GNAPS
2. Untuk
menunjang diagnosis klinik, dilakukan pemeriksaan laboratorium berupa ASTO
(meningkat) & C3 (menurun) dan pemeriksaan lain berupa adanya torak
eritrosit, hematuria & proteinuria.
3. Diagnosis
pasti ditegakkan bila biakan positif untuk streptokokus ß hemolitikus grup A.
Pada GNAPS asimtomatik, diagnosis
berdasarkan atas kelainan sedimen urin (hematuria mikroskopik), proteinuria dan
adanya epidemi/kontak dengan penderita GNAPS.
KOMPLIKASI
Komplikasi yang
sering dijumpai adalah :
1. Ensefalopati
hipertensi (EH).
EH adalah
hipertensi berat (hipertensi emergensi) yang pada anak > 6 tahun dapat
melewati tekanan darah 180/120 mmHg. EH dapat diatasi dengan memberikan
nifedipin (0,25 – 0,5 mg/kgbb/dosis) secara oral atau sublingual pada anak
dengan kesadaran menurun. Bila tekanan darah belum turun dapat diulangi tiap 15
menit hingga 3 kali. Penurunan tekanan darah harus dilakukan secara bertahap.
Bila tekanan darah telah turun sampai 25%, seterusnya ditambahkan kaptopril (0,3
– 2 mg/kgbb/hari) dan dipantau hingga normal.13 UKK Nefrologi IDAI 2012
2. Gangguan
ginjal akut (Acute kidney injury/AKI)
Pengobatan
konservatif :
a. Dilakukan
pengaturan diet untuk mencegah katabolisme dengan memberikan kalori secukupnya,
yaitu 120 kkal/kgbb/hari
b. Mengatur
elektrolit :
·
Bila terjadi hiponatremia diberi NaCl hipertonik
3%.
·
Bila terjadi hipokalemia diberikan :
o
Calcium
Gluconas 10% 0,5 ml/kgbb/hari
o
NaHCO3 7,5% 3 ml/kgbb/hari
o
K+ exchange resin 1 g/kgbb/hari
o
Insulin 0,1 unit/kg & 0,5 – 1 g glukosa 0,5
g/kgbb
3. Edema paru
Anak biasanya
terlihat sesak dan terdengar ronki nyaring, sehingga sering disangka sebagai
bronkopneumoni.
4. Posterior
leukoencephalopathy syndrome
Merupakan
komplikasi yang jarang dan sering dikacaukan dengan ensefalopati hipertensi,
karena menunjukkan gejala-gejala yang sama seperti sakit kepala, kejang,
halusinasi visual, tetapi tekanan darah masih normal.
PENGOBATAN
1. Istirahat
Istirahat di
tempat tidur terutama bila dijumpai komplikasi yang biasanya timbul dalam
minggu pertama perjalanan penyakit GNAPS. Sesudah fase akut, tidak dianjurkan
lagi istirahat di tempat tidur, tetapi tidak diizinkan kegiatan seperti sebelum
sakit. Lamanya perawatan tergantung pada keadaan penyakit. Dahulu dianjurkan
prolonged bed rest sampai berbulan-bulan dengan alas an proteinuria dan
hematuria mikroskopik belum hilang. Kini lebih progresif, penderita dipulangkan
sesudah 10-14 hari perawatan dengan syarat tidak ada komplikasi. Bila masih
dijumpai kelainan laboratorium urin, maka dilakukan pengamatan lanjut pada
waktu berobat jalan. Istirahat yang terlalu lama di tempat tidur menyebabkan
anak tidak dapat bermain dan jauh dari temantemannya, sehingga dapat memberikan
beban psikologik. Glomerulonefritis Akut Pasca Streptokokus
2. Diet
Jumlah garam
yang diberikan perlu diperhatikan. Bila edema berat diberikan makanan tanpa
garam, sedangkan bila edema ringan, pemberian garam dibatasi sebanyak 0,5-1 g/hari.
Protein dibatasi bila kadar ureum meninggi, yaitu sebanyak 0,5-1 g/kgbb/hari.
Asupan cairan harus diperhitungkan dengan baik, terutama pada penderita
oliguria atau anuria, yaitu jumlah cairan yang masuk harus seimbang dengan
pengeluaran, berarti asupan cairan = jumlah urin + insensible water loss (20-25
ml/kgbb/hari) + jumlah keperluan cairan pada setiap kenaikan suhu dari normal (10
ml/kgbb/hari).
3. Antibiotik
Pemberian
antibiotik pada GNAPS sampai sekarang masih sering dipertentangkan. Pihak satu
hanya memberi antibiotik bila biakan hapusan tenggorok atau kulit positif untuk
streptokokus, sedangkan pihak lain memberikannya secara rutin dengan alasan
biakan negative belum dapat menyingkirkan infeksi streptokokus. Biakan negatif
dapat terjadi oleh karena telah mendapat antibiotik sebelum masuk rumah sakit
atau akibat periode laten yang terlalu lama (> 3 minggu). Terapi medikamentosa
golongan penisilin diberikan untuk eradikasi kuman, yaitu Amoksisilin 50
mg/kgbb dibagi dalam 3 dosis selama 10 hari. Jika terdapat alergi terhadap
golongan penisilin, dapat diberi eritromisin dosis 30 mg/kgbb/hari.
4. Simptomatik
a. Bendungan
sirkulasi
Hal paling
penting dalam menangani sirkulasi adalah pembatasan cairan, dengan kata lain
asupan harus sesuai dengan keluaran. Bila terjadi edema berat atau tanda-tanda
edema paru akut, harus diberi diuretik, misalnya furosemid. Bila tidak
berhasil, maka dilakukan dialisis peritoneal.
b. Hipertensi
Tidak semua
hipertensi harus mendapat pengobatan. Pada hipertensi ringan dengan istirahat
cukup dan pembatasan cairan yang baik, tekanan darah bisa kembali normal dalam
waktu 1 minggu. Pada hipertensi sedang atau berat tanpa tanda-tanda serebral
dapat diberi kaptopril (0,3-2 mg/kgbb/hari) atau furosemid atau kombinasi keduanya.
Selain obat-obat tersebut diatas, pada keadaan asupan oral cukup baik dapat
juga diberi nifedipin secara sublingual dengan dosis 0,25-0,5 mg/kgbb/hari yang
dapat diulangi setiap 30-60 menit bila diperlukan. Pada hipertensi berat atau
hipertensi dengan gejala serebral (ensefalopati hipertensi) dapat diberi
klonidin (0,002-0,006 mg/kgbb) yang dapat diulangi hingga 3 kali atau diazoxide
5 mg/kgbb/hari secara intravena (I.V). Kedua obat tersebut dapat digabung dengan
furosemid (1 – 3 mg/kgbb). - UKK Nefrologi IDAI 2012
c. Gangguan
ginjal akut
Hal penting yang
harus diperhatikan adalah pembatasan cairan, pemberian kalori yang cukup dalam
bentuk karbohidrat. Bila terjadi asidosis harus diberi natrium bikarbonat dan
bila terdapat hiperkalemia diberi Ca glukonas atau Kayexalate untuk mengikat kalium.
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS
Penyakit ini
dapat sembuh sempurna dalam waktu 1-2 minggu bila tidak ada komplikasi,
sehingga sering digolongkan ke dalam self limiting disease. Walaupun sangat
jarang, GNAPS dapat kambuh kembali. Pada umumnya perjalanan penyakit GNAPS
ditandai dengan fase akut yang berlangsung 1-2 minggu, kemudian disusul dengan
menghilangnya gejala laboratorik terutama hematuria mikroskopik dan proteinuria
dalam waktu 1-12 bulan. Pada anak 85-95% kasus GNAPS sembuh sempurna, sedangkan
pada orang dewasa 50-75% GNAPS dapat berlangsung kronis, baik secara klinik
maupun secara histologik atau laboratorik. Pada orang dewasa kira-kira 15-30%
kasus masuk ke dalam proses kronik, sedangkan pada anak 5-10% kasus menjadi
glomerulonefritis kronik. Walaupun prognosis GNAPS baik, kematian bisa terjadi
terutama dalam fase akut akibat gangguan ginjal akut (Acute kidney injury),
edema paru akut atau ensefalopati hipertensi. - UKK
Nefrologi IDAI 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar