ETIOLOGI INFEKSI KULIT
Penyakit kulit adalah penyakit infeksi yang paling umum,
terjadi pada orang-orang dari segala usia. Sebagian besar pengobatan infeksi
kulit membutuhkan waktu lama untuk menunjukkan efek. Masalahnya menjadi lebih
mencemaskan jika penyakit tidak merespon terhadap pengobatan. Tidak banyak
statistik yang membuktikan bahwa frekuensi yang tepat dari penyakit kulit,
namun kesan umum sekitar 10-20 persen pasien mencari nasehat medis jika
menderita penyakit pada kulit. Matahari adalah salah satu sumber yang paling menonjol
dari kanker kulit dan trauma terkait.
Penyakit kulit untuk sebagian orang terutama wanita akan
menghasilkan kesengsaraan, penderitaan, ketidakmampuan sampai kerugian ekonomi.
Selain itu, mereka menganggap cacat besar dalam masyarakat. Namun akibat
kemajuan teknologi dan perkembangan ilmu kedokteran bekas luka kulit dapat
berhasil dilepas dengan perencanaan plastik, terapi laser, pencangkokan kulit
dan lain sebagainya.
Beberapa Penyebab Penyakit Kulit:
1. Kebersihan diri
yang buruk
2. Virus
3. Bakteri
4. Reaksi Alergi
5. Daya tahan tubuh
rendah
ANTIVIRUS
Virus adalah jasad
biologis, bukan hewan, bukan tanaman, tanpa struktur sel dan tidak berdaya
untuk hidup dan memperbanyak diri secara mandiri. Mikroorganisme harus
menggunakan system enzim dari sel tuan rumah untuk sintesis asam
nukleat,protein-proteinnya, dan perkembangbiakannya. Selanjutnya virus adalah
mikroorganisme hidup yang terkecil (besarnya 20-300 mikron) kecuali prion yaitu
penyebab penyakit sapi gila BSE dan P.
Infeksi virus
Penularan virus
dimulai dengan pelekatan virus pada dinding sel, yang dihidrolisa oleh
enzim-enzim. Lalu DNA atau RNA memasuki
sel, sedangakan salut proteinnya ditinggalkan diluar. Didalam sel virus
bertindak sebagai parasit dan menggunakan proses-proses asimilasi sel yang bersangkutan
untuk membentuk vrion-vrion baru. Dengan demikian perbanyakan (replikasi) tidak
berlangsung melalui pembelahan vrion induk seperti bakteri. Pada proses ini
sel-sel yang dimasukinya dirusak tetapi gejala-gejala penyakit baru mulai
tampak bila perbanyakan vrion sudah mencapai puncaknya.
Penggolongan Virus
Virus yang paling
sering mengakibatkan penyakit pada manusia dapat dibagi dalam dua kelompok
besar, yakni virus DNA dan virus RNA, dengan masing-masing DNA dan RNA di dalam
intinya.
a.
Virus DNA
meliputi antara lain kelompok herpes : herpes simplex (penyebab antara lain
penyakit kelamin), herpes zoster (penyebab sinannaga, “shingles”). Dan
varicella zoster (cacar air). Juga virus Epstein-Barr (demam kelenjar/”kissing
disease”/ mono –nucleuosis infectiosa), parvovirus,adenovirus (gastroenteritis),
variiola ( cacar, “sinallpox”), dan cytomegalovirus= CMV (pada pasien AIDS)
termasuk kelompok virus ini juga. Human papillomavirus (HPV), yang menjadi
penyebab kutil genital dan kanker cervix, menurut perkiraan ditularkan secara
seksual.
b.
Virus RNA
terpenting adalah HIV (penyebab AIDS), virus-virus hepatitis (penyakit kuning),
rhinovirus ( salesma) dan polio virus ( penyebab lumpuh pada anak-anak polio
myelitis). Begitu pula virus influenza (flu), rotavirus (diare), virus rubella
(rode hond), bermacam-macam paramyxovirus : virus rubeola= morbili
(campak=”measles”) dan virus beguk (“mumps”) serta berbagai flavivirus (yellow
fever= demam kuning, dengue = demam berdarah).
Pengobatan infeksi virus
1.
Saluran pernapasan
A. Amantadin dan rimantadin.
Khasiatnya beberapa
obat antivirus berguna sebagai obat profillaktik misalnya amantadin dan
derivatnya rimantadin menunjukan sama efektivnya dalam mencegah infeksi
influenza A. (Amantadin juga efektif untuk pengobatan beberapa kasus penyakit Parkinson,
diketahui bahwa antivirus amantadin yang digunakan dalam pengobatan influenza
berpengaruh pula sebagai antiparkinson dimana fungsinya meningkatkan sintesis,
pengeluaran atau ambilan dopamine dari neuron yang sehat.
Mekanisme kerjanya,
mekanisme antivirus yang tepat untuk amantadin dan rimantadin belum diketahui
pasti. Bukti-bukti terakhir menunjukan penghambatan terhadap protein membrane
matrik dari virus, M2 yang berfungsi sebagai saluran ion. Saluran ini
diperlukan untuk fusi beberapa membrane virus dengan membrane sel yang kemudian
membentuk endosom. ( terbentuk bila virus masuk sel dengan cara endositosis).
Efek samping
amantadin sebagian besar berhubungan dengan SSP. Gejala neurologi ringan
termasuk imsonia, pusing dan ataxia. Efek yang lebih berat pernah dilaporkan (
Misalnya halusinasi, kejang). Obat harus diberikan hati-hati pada pasien dengan
masalah psikaterik, aterosklerosis otak, gangguan ginjal atau epilepsy.
Rimantadin menyebabkan reaksi SSP lebih sedikit karena tidak banyak melintasi
sawar otak darah. Amantadin dan rimantadin harus digunakan hati-hati pada
wanita hamil dan menyusui, karena
terbukti bersifat embriotoksik dan teratogenik pada tikus.
B. Ribavirin
Khasiatnya digunakan
untuk mengobati bayi dan anak-anak dengan infeksi RSV yang berat. Rerspon yang
baik dari hepatitis A akut dan influenza A dan influenza B. ribavirin dapat
menurunkan mortalitas dan viremia demam lassa.
Cara kerja obat ini
dipelajari hanya untuk influenza. Ribavirin pertama diubah menjadi derivate
prima-phosfat, hasil pertama berupa senyawa ribavirin triphosfat (RTP),
yang di phostulasikan bersifat antivirus
dengan menghambat sintesis MRNA virus.
Efek samping : efek
samping dilaporkan pada penggunaaan oral atau suntiakn ribavirin termasuk
anemia tergantung dosis pada penderita demam lassa. Peningkatan bili rubin juga
telah dilaporkan. Aerosol dapat lebih aman meskipun fungsi pernapasan pada bayi
dapat memburuk cepat setelah permulaan
pengobatan aerosol dan karena itu monitoring sangat perlu. Karena terdapat efek
teratogenik pada hewan percobaan, ribavirin dikontara indikasikan pada
kehamilan.
2.
Pengobatan infeksi virus Herpes
A. Asiklovir
Merupakan obat
antivirus yang paling banyak digunakan karena efektif terhadap virus herpes.
Cara kerja : suatu
analog guanosin yang tidak memilki gugus glukosa, menggalami monofosforilasi
dalam sel oleh enzim yang dikode herves virus, timidin kinase. Karena itu,
sel-sel yang di infeksi virus sangat rentan. Analog mono fosfat diubah ke
bentuk di-dan trifosfat oleh sel penjamu. Trifosfat asiklovir berpacu denga
deoksiguanosintrifosfat ( dGTP) sebagai suatu substrat untuk DNA polymerase dan
masuk kedalam DNA virus yang menyebabkan terminasi rantai DNA yang premature.
Ikatan yang ireversibel dari tempelate primer yang mengandung asiklovir ke DNA
polymerase melumpuhkan enzim. Zat ini kurang efektif terhadap enzim penjamu.
3.
Pengobatan penyakit defisiansi imun didapat (aids)
A. Zidovudin
Salah satu oabat
yang paling efektif dan terakhir disetujui untuk pengobatan infeksi HIV dan
AIDS adalah anolog pirimidin, tiga-azido-tiga-deokcitimidin ( AZT).
Cara kerja : AZt
harus diubah menjadi nukleosid trifosfat yang sesuai dengan timidin kinase
penjamu utnuk mendapatkan aktifitas antivirusnya. AZT-trifosfat kemudian
dimasukkan ke dalam rantai DNA virus yang bertumbuh ( tetapi bukan iti
prenjamu) oleh cadangan transcriptase. Karena AZT tidak memiliki hidroksil pada
posisi 3’, kaitan 5’ sampai 3’ fosfodiester lain tidak terbentuk. Akibatnya
sintesis rantai DNA terhenti dan reflikasi virus tidak terjadi.kekurangan
relative transcriptase reverse virus ini disebabkan karena masuknya AZT
keadalam proses yang dikatalisasi virus ; DNA-polimerase selular lebih efektif.
Selain itu fosforilase asanm deoksitimidilat ( dTMP) menjadi difosfat ( dTDP)
dihambat oleh azido-timidin-monofosfat ( AZT-MP).
Efek samping :
meskipun kelihatannya bersifat spesifik AZT toksik terhadap sumsum tulang.
Misalnay anemi dan ,leucopenia berat dapat terjadi pada pasien yang mendapat
dosis tinggi. Sakit kepala juga dapat sering terjadi. Kejang telah dilaporkan
pada pasien AIDS lanjut. Toksisistas AZT diperkuat jika glukuronidasi berkurang
karena pemberian obat-obat seperti probenesid, asetaminophen, klorazepam,
indometasin dan cimitidin.
4. Iterveron
Iterveron merupakan
glikoprotein yang terjadi alamiah jika ada perangsangan dan mengganggu
kemampuan virus menginfeksi sel. Meskipun Interveron menghambat pertumbuhan
bergbagai virus invitro, aktifitas invivo pada virus mengecewakan. Pada waktu
ini iterveron disintesis dengan teknologi DNA rekombinan. Ada tiga jenis
interferon yaitu alfa, beta dan gamma salah asatu dari 15 jenis alfa
interveron, alfa 2 B telah disetujui untuk pengobatn hepatitis B dan C, dan
terhadap kanker seperti leukemia sel berambut dan sarcoma Kaposi. Mekanisme
kerjanya menyangkut induksi enzim sel penjamu ( misalnya: suatu protein kinase,
2’, 5’- oligoadenilat sintase dan fosfodiesterase) yang menghambat translasi
RNA virus dan akhirnya menyebabkan degradasi mRNA dan tRNA iterveron diberikan
secraa intravena dan masuk ke cairan sumsum tulang. Efek samping termasuk
demam, letragi, depresi sumsum tulang, fgangguan kardiovaskular seperti gagal
jantung kongestiv dan reaksi hipersensitif akut. Gagal hati dan infiltrasi paru
jarang.
Obat Anti Inflamasi
Obat anti inflamasi
dibagi menjadi dua, yaitu Steroid dan AINS.
Obat anti inflamasi
(anti radang) non steroid, atau yang lebih dikenal dengan sebutan NSAID (Non
Steroidal Anti-inflammatory Drugs)/AINS adalah suatu golongan obat yang
memiliki khasiat analgesik (pereda nyeri), anti piretik (penurun panas), dan
anti inflamasi (anti radang). Istilah "non steroid" digunakan untuk
membedakan jenis obat-obatan ini dengan steroid, yang juga memiliki khasiat
serupa. AINS bukan tergolong obat-obatan jenis narkotika. Inflamasi adalah
salah satu respon utama dari system kekebalan tubuh terhadap infeksi atauiritasi.
Adapun tanda – tanda inflamasi adalah :
1. tumor atau
membengkak
2. calor atau
menghangat
3. dolor atau nyeri
4. rubor atau
memerah
5. functio laesa
atau daya pergerakan menurun dan kemungkinan disfungsi organ atau jaringan
Mekanisme Kerja
Mekanisme kerja
anti-inflamsi non steroid (AINS) berhubungan dengan sistem biosintesis
prostaglandin yaitu dengan menghambat enzim siklooksigenase sehingga konversi
asam arakhidonat menjadi PGG2 menjadi terganggu. Enzim siklooksigenase terdapat
dalam 2 isoform yang disebut COX-1 dan COX-2. Kedua isoform tersebut dikode
oleh gen yang berbeda. Secara garis besar KOKS-1 esensial dalam pemelihraan
berbagai fungsi dalam keadaan normal di berbagai jaringan khususnya ginjal,
saluran cerna, dan trombosit. Di mukosa lambung aktivitas COX-1 menghasilakan
prostasiklin yang bersifat protektif. Siklooksigenase 2 diinduksi berbagi
stimulus inflamatoar, termasuk sitokin, endotoksindan growth factors.
Teromboksan A2 yang di sintesis trombosit oleh COX-1 menyebabkan agregasi
trombosit vasokontriksi dan proliferasi otot polos. Sebaliknya prostasiklin
PGL2 yang disintesis oleh COX-2 di endotel malro vasikuler melawan efek
tersebut dan menyebabkan penghambatan agregasi trombosit.
Contoh Obat-Obat
Analgetik Anti Inflamasi Non Steroid (AINS)
Di bawah ini adalah
obat-obat yang tergolong AINS, yaitu :
1. Asam mefenamat dan Meklofenamat
Asam mefenamat
digunakan sebagai analgetika dan anti-inflamasi, asam mefenamat kurang efektif
dibandingkan dengan aspirin. Meklofenamat digunakan sebagai obat anti-inflamasi
pada reumatoid dan osteoartritis. Asam mefenamat dan meklofenamat merupakan
golongan antranilat. Asam mefenamat terikat kuat pada pada protein plasma.
Dengan demikian interaksi dengan oabt antikoagulan harus diperhatikan.
Efek samping terhadap saluran cerna sering
timbul misalnya dispepsia, diare sampai diare berdarah dan gejala iritasi
terhadap mukosa lambung. Dosis asam mefenamat adalah 2-3 kali 250-500 mg
sehari. Sedangakan dosis meklofenamat untuk terapi penyakit sendi adalah
240-400 mg sehari. Karena efek toksisnya di Amerika Serikat obat ini tidak
dianjurkan kepada anak dibawah 14 tahun dan ibu hamil dan pemberian tidak
melebihi 7 hari.
2. Diklofenak
Diklofenak merupakan
derivat asam fenilasetat. Absorpsi obat
ini melalui saluran cerna berlangsung lengkap dan cepat. Obat ini terikat pada
protein plasma 99% dan mengalami efek metabolisma lintas pertama (first-pass)
sebesar 40-50%. Walaupun waktu paruh singkat 1-3 jam, dilklofenakl diakumulasi
di cairan sinoval yang menjelaskan efek terapi di sendi jauh lebih panjang dari
waktu paruh obat tersebut.
Efek samping yang
lazim ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit kepala sama seperti semua
AINS, pemakaian obat ini harus berhati-hati pada pasien tukak lambung. Pemakaian
selama kehamilan tidak dianjurkan. Dosis orang dewasa 100-150 mg sehari terbagi
dua atau tiga dosis.
3. Ibuprofen
Ibuprofen merupakan
derivat asam propionat yang diperkenalkan pertama kali dibanyak negara. Obat
ini bersifat analgesik dengan daya efek anti-inflamasi yang tidak terlalu kuat.
Efek analgesiknya sama seperti aspirin, sedangkan efek anti-inflamasinya
terlihat pada dosis 1200-2400 mg sehari. Absorpsi ibuprofen cepat melalui
lambung dan kadar maksimum dalam plasma dicapai dicapai setelah 1-2 jam. 90%
ibuprofen terikat dalam protein plasma, ekskresinya berlangsung cepat dan
lengkap.
Pemberian bersama
warfarin harus waspada dan pada obat anti hipertensi karena dapat mengurangi
efek antihipertensi, efek ini mungkin akibat hambatan biosintesis prostaglandin
ginjal. Efek samping terhadap saluran cerna lebih ringan dibandingkan dengan
aspirin. Ibuprofen tidak dianjurkan diminum wanita hamil dan menyusui.
Ibuprofen dijual sebagai obat generik bebas dibeberapa negara yaitu inggris dan
amerika karena tidak menimbulkan efek samping serius pada dosis analgesik dan
relatif lama dikenal.
4. Fenbufen
Berbeda dengan AINS
lainnya, fenbufen merupakan suatu pro-drug. Jadi fenbufen bersifat inaktif dan
metabolit aktifnya adalah asam 4-bifenil-asetat. Zat ini memiliki waktu paruh
10 jam sehingga cukup diberikan 1-2 kali sehari. Absorpsi obat melalui lambung
dan kadar puncak metabolit aktif dicapai dalam 7.5 jam. Efek samping obat ini
sama seperti AINS lainnya, pemakaian pada pasien tukak lambung harus berhati-hati.
Pada gangguan ginjal dosis harus dikurangi. Dosis untuk reumatik sendi adalah 2
kali 300 mg sehari dan dosis pemeliharaan 1 kali 600 mg sebelum tidur.
5. Indometasin
Merupakan derivat
indol-asam asetat. Obat ini sudah dikenal sejak 1963 untuk pengobatan artritis
reumatoid dan sejenisnya. Walaupun obat ini efektif tetapi karena toksik maka
penggunaan obat ini dibatasi. Indometasin memiliki efek anti-inflamasi
sebanding dengan aspirin, serta memiliki efek analgesik perifer maupun sentral.
In vitro indometasin menghambat enzim siklooksigenase, seperti kolkisin.
Absorpsi pada
pemberian oral cukup baik 92-99%. Indometasin terikat pada protein plasma dan
metabolisme terjadi di hati. Di ekskresi melalui urin dan empedu, waktu paruh
2- 4 jam. Efek samping pada dosis terapi yaitu pada saluran cerna berupa nyeri
abdomen, diare, perdarahan lambung dan pankreatis. Sakit kepala hebat dialami
oleh kira-kira 20-25% pasien dan disertai pusing. Hiperkalemia dapat terjadi
akibat penghambatan yang kuat terhadap biosintesis prostaglandin di ginjal.
Karena toksisitasnya
tidak dianjurka pada anak, wanita hamil, gangguan psikiatrik dan pada gangguan
lambung. Penggunaanya hanya bila AINS lain kurang berhasil. Dosis lazim
indometasin yaitu 2-4 kali 25 mg sehari, untuk mengurangi reumatik di malam
hari 50-100 mg sebelum tidur.
6. Piroksikam dan Meloksikam
Piroksikam merupakan
salah satu AINS dengan struktur baru yaitu oksikam, derivat asam enolat. Waktu
paruh dalam plasma 45 jam sehingga diberikan sekali sehari. Absorpsi
berlangsung cepat di lambung, terikat 99% pada protein plasma. Frekuensi
kejadian efek samping dengan piroksikam mencapai 11-46% dan 4-12%. Efek samping
adalah gangguan saluran cerna, dan efek lainnya adalah pusing, tinitus, nyeri
kepala dan eritema kulit. Piroksikam tidak dianjurkan pada wanita hamil, pasien
tukak lambung dan yang sedang minum antikoagulan. Dosis 10-20 mg sehari.
Meloksikam cenderung
menghambat KOKS-2 dari pada KOKS-1. Efek samping meloksikam terhadap saluran
cerna kurang dari piroksikam.
7. Salisilat
Asam asetil
salisilat yang lebih dikenal dengan asetosal atau aspirin adalah analgesik
antipiretik dan anti inflamasi yang sangat luas digunakan. Asam salisilat
sangat iritatif, sehingga hanya digunakan sebagai obat luar. Derivatnya yang
dapat dipakai secara sistemik adalah ester salisilat dengan substitusi pada
gugus hidroksil, misalnya asetosal. Untuk memperoleh efek anti-inflamasi yang
baik dalam kadar plasma perlu dipertahankan antara 250-300 mg/ml. Pada
pemberian oral sebagian salisilat diabsorpsi dengan cepat dalam bentuk utuh di
lambung. Kadar tertinggi dicapai kira-kira 2 jam setelah pemberian. Setelah
diabsorpsi salisilat segera menyebar ke jaringan tubuh dan cairan transeluler
sehingga ditemukan dalam cairan sinoval. Efek samping yang paling sering
terjadi adalah induksi tukak lambung atau tukak peptik, efek samping lain
adalah gangguan fungsi trombosit akibat penghambatan biosintesa tromboksan.
8. Diflunsial
Obat ini merupakan
derivat difluorofenil dari asam salisilat, bersifat analgetik dan anti
inflamasi tetapi hampir tidak bersifat antipiretik. Kadar puncak yang dicapai
2-3 jam. 99% diflunsial terikat albumin plasma dan waktu paruh berkisar 8-12
jam. Indikasi untuk nyeri sedang sampai ringan dengan dosis awal 250-500
mg tipa 8-12 jam. Untuk osteoartritis
dosis awal 2 kali 250-500 mg sehari.
Efek samping lebih ringan dari asetosal.
9. Fenilbutazon dan Oksifenbutazon
Fenilbitazon dan
oksifenbutazon merupakan derivat pirazolon. Dengan adanya AINS yang lebih aman,
fenilbutazon dan oksifenbutazon tidak lagi dianjurkan digunakan sebagai
anti-inflamasi kecuali obat lain tidak efektif.
Derivat pirazolon
ini memiliki khasiat antiflogistik yang lebih kuat dari pada kerja analgetiknya
jadi golongan ini hanya digunakan sebagai obat rematik. Fenilbutazon dimasukan
secara diam-diam dengan maksud untuk mengobati keadaan lesu dan letih,
otot-otot lemah dan nyeri. Efek samping
derivat pirazolon dapat menyebabkan agranulositosis, anemia aplastik, dan
trombositopenia.
Author : Velly
Tidak ada komentar:
Posting Komentar