Anatomi Fisiologi Mata
Mata adalah
cerminan jiwa, demikian kata pepatah. Sehingga tidak ada salah jika kita
membahas secara tuntas anatomi dan fisiologi mata. Anatomi dan fisiologi mata
perlu diketahui lebih dalam, untuk mempelajari lebih lanjut kelainan-kelanainan
yang biasa diderita yang berkaitan dengan kelainan pada mata
Secara struktral
anatomis, bola mata berdiameter ±2,5 cm dimana 5/6 bagiannya terbenam dalam
rongga mata, dan hanya 1/6 bagiannya saja yang tampak pada bagian luar.
Bagian-bagian
mata mempunyai fungsi-fungsi tertentu. Fungsi-fungsi dari anatomi mata adalah
sebagai berikut:
·
Sklera: Melindungi bola mata dari kerusakan
mekanis dan menjadi tempat melekatnya bola mata.
·
Otot-otot mata, adalah Otot-otot yang melekat
pada mata, terdiri dari: muskulus rektus superior (menggerakan mata ke atas)
dan muskulus rektus inferior (mengerakan mata ke bawah).
·
Kornea: memungkinkan lewatnya cahaya dan
merefraksikan cahaya.
·
Badan Siliaris: Menyokong lensa dan mengandung
otot yang memungkinkan lensa untuk beroakomodasi, kemudian berfungsijuga untuk
mengsekreskan aqueus humor.
·
Iris: Mengendalikan cahaya yang masuk ke mata
melalui pupil, mengandung pigmen.
·
Lensa: Memfokuskan pandangan dengan mengubah
bentuk lensa.
·
Bintik kuning (Fovea): Bagian retina yang
mengandung sel kerucut.
·
Bintik buta: Daerah syaraf optic meninggalkan
bagian dalam bola mata
·
Vitreous humor: Menyokong lensa dan menjaga
bentuk bola mata
·
Aquous humor: Menjaga bentuk kantong bola mata
Otot, Saraf dan
Pembuluh darah Pada Mata
Otot yang
menggerakan bola mata dengan fungsi ganda dan untuk pergerakan mata tergantung
pada letak dan sumbu penglihatan sewaktu aksi otot. Otot penggerak bola mata
terdiri enam otot yaitu:
·
Muskulus oblik inferior memiliki aksi primer
eksotorsi dalam abduksi, dan memiliki aksi sekunder elevasi dalam adduksi,
abduksi dalam elevasi.
·
Muskulus oblik superior memiliki aksi primer
intorsi dalam aduksi, dan aksi sekunder berupa depresi dalam aduksi, dan
abduksi dalam depresi.
·
Muskulus rektus inferior memiliki aksi primer
berupa gerakan depresi pada abduksi, dan memiliki aksi sekunder berupa gerakan
ekstorsi pada abduksi, dan aduksi dalam depresi.
·
Muskulus rektus lateral memiliki aksi gerakan
abduksi.
·
Muskulus rektus medius memiliki aksi gerakan
aduksi
·
Muskulus rektus superior memiliki aksi primer
yaitu elevasi dalam abduksi dan aksi sekunder berupa intorsi dalam aduksi serta
aduksi dalam elevasi
Beberapa otot
bekerja sama menggerakkan mata. Setiap otot dirangsang oleh saraf kranial
tertentu. Tulang orbita yang melindungi mata juga mengandung berbagai saraf
lainnya.
·
Saraf optikus membawa gelombang saraf yang
dihasilkan di dalam retina ke otak
·
Saraf lakrimalis merangsang pembentukan air mata
oleh kelenjar air mata
·
Saraf lainnya menghantarkan sensasi ke bagian
mata yang lain dan merangsang otot pada tulang orbita.
Arteri oftalmika
dan arteri retinalis menyalurkan darah ke mata kiri dan mata kanan, sedangkan
darah dari mata dibawa oleh vena oftalmika dan vena retinalis. Pembuluh darah
ini masuk dan keluar melalui mata bagian belakang.
Struktur pelindung
Struktur di
sekitar mata melindungi dan memungkinkan mata bergerak secara bebas ke segala
arah. Struktur tersebut melindungi mata terhadap debu, angin, bakteri, virus,
jamur dan bahan-bahan berbahaya lainnya, tetapi juga memungkinkan mata tetap
terbuka sehingga cahaya masih bisa masuk.
·
Orbita adalah rongga bertulang yang mengandung
bola mata, otot-otot, saraf, pembuluh darah, lemak dan struktur yang
menghasilkan dan mengalirkan air mata.
·
Kelopak mata merupakan lipatan kulit tipis yang
melindungi mata. Kelopak mata secara refleks segera menutup untuk melindungi
mata dari benda asing, angin, debu dan cahaya yang sangat terang.
Ketika berkedip,
kelopak mata membantu menyebarkan cairan ke seluruh permukaan mata dan ketika
tertutup, kelopak mata mempertahankan kelembaban permukaan mata. Tanpa
kelembaban tersebut, kornea bisa menjadi kering, terluka dan tidak tembus
cahaya. Bagian dalam kelopak mata adalah selaput tipis (konjungtiva) yang juga
membungkus permukaan mata.
·
Bulu mata merupakan rambut pendek yang tumbuh di
ujung kelopak mata dan berfungsi membantu melindungi mata dengan bertindak
sebagai barrier (penghalang).
·
Kelenjar kecil di ujung kelopak mata
menghasilkan bahan berminyak yang mencegah penguapan air mata.
·
Kelenjar lakrimalis terletak di puncak tepi luar
dari mata kiri dan kanan dan menghasilkan air mata yang encer.
Air mata
mengalir dari mata ke dalam hidung melalui 2 duktus lakrimalis; setiap duktus
memiliki lubang di ujung kelopak mata atas dan bawah, di dekat hidung. Air mata
berfungsi menjaga kelembaban dan kesehatan mata, juga menjerat dan membuang
partikel-partikel kecil yang masuk ke mata. Selain itu, air mata kaya akan
antibodi yang membantu mencegah terjadinya infeksi.
Bola mata
mempunyai 3 lapis dinding yang mengelilingi rongga bola mata. Ketiga lapis
dinding ini dari luar ke dalam adalah sebagai berikut:
Sklera
Sklera merupakan
jaringan ikat dengan serat yang kuat; berwarna putih buram (tidak tembus
cahaya), kecuali di bagian depan bersifat transparan, disebut kornea.
Konjungtiva adalah lapisan transparan yang melapisi kornea dan kelopak mata.
Lapisan ini berfungsi melindungi bola mata dari gangguan.
Koroid
Koroid berwarna
coklat kehitaman sampai hitam merupakan lapisan yang berisi banyak pembuluh
darah yang memberi nutrisi dan oksigen terutama untuk retina. Warna gelap pada
koroid berfungsi untuk mencegah refleksi (pemantulan sinar). Di bagian depan,
koroid membentuk badan siliaris yang berlanjut ke depan membentuk iris yang
berwarna. Di bagian depan iris bercelah membentuk pupil (anak mata). Melalui
pupil sinar masuk. Iris berfungsi sebagai diafragma, yaitu pengontrol ukuran
pupil untuk mengatur sinar yang masuk. Badan siliaris membentuk ligamentum yang
berfungsi mengikat lensa mata. Kontraksi dan relaksasi dari otot badan siliaris
akan mengatur cembung pipihnya lensa.
Retina
Lapisan ini peka
terhadap sinar. Pada seluruh bagian retina berhubungan dengan badan sel-sel
saraf yang serabutnya membentuk urat saraf optik yang memanjang sampai ke otak.
Bagian yang dilewati urat saraf optik tidak peka terhadap sinar dan daerah ini
disebut bintik buta.
Adanya lensa dan
ligamentum pengikatnya menyebabkan rongga bola mata terbagi dua, yaitu bagian
depan terletak di depan lensa berisi carian yang disebut aqueous humor dan
bagian belakang terletak di belakang lensa berisi vitreous humor. Kedua cairan
tersebut berfungsi menjaga lensa agar selalu dalam bentuk yang benar. Kotak
mata pada tengkorak berfungsi melindungi bola mata dari kerusakan. Selaput
transparan yang melapisi kornea dan bagian dalam kelopak mata disebut
konjungtiva. Selaput ini peka terhadap iritasi. Konjungtiva penuh dengan
pembuluh darah dan serabut saraf. Radang konjungtiva disebut konjungtivitis.
Untuk mencegah
kekeringan, konjungtiva dibasahi dengan cairan yang keluar dari kelenjar air
mata (kelenjar lakrimal) yang terdapat di bawah alis. Air mata mengandung
lendir, garam, dan antiseptik dalam jumlah kecil. Air mata berfungsi sebagai
alat pelumas dan pencegah masuknya mikroorganisme ke dalam mata.
Normalnya, sinar
– sinar sejajar yang masuk ke dalam bola mata akan dibiaskan oleh sistem optis
bolamata dan terfokus dalam satu titik yang jatuh tepat pada retina. Kondisi
ini disebut emmetropia. Dari proses jatuhnya titik cahaya diretina inilah, yang
biasanya menyebabkan kelainan pada mata, baik itu kelainan dengan mata minus,
ataupun mata dengan positif, atau biasa disebut dengan rabun.
Anatomi Tambahan pada Mata
Anatomi tambahan
pada mata terdiri dari alis mata, kelopak mata, bulu mata dan aparatus
lakrimalis.
·
Alis mata: terdiri dari rambut kasar yang
terletak melintang di atas mata, fungsinya untuk melindungi mata dari cahaya
dan keringat juga untuk kecantikan.
·
Kelopak mata: ada 2, yaitu atas dan bawah.
Kelopak mata atas lebih banyak bergerak dari kelopak yang bawah dan mengandung
musculus levator pepebrae untuk menarik kelopak mata ke atas (membuka mata).
Untuk menutup mata dilakukan oleh otot otot yang lain yang melingkari kelopak
mata atas dan bawah yaitu musculus orbicularis oculi. Ruang antara ke-2 kelopak
disebut celah mata (fissura pelpebrae), celah ini menentukan “melotot” atau
“sipit” nya seseorang. Pada sudut dalam mata terdapat tonjolan disebut
caruncula lakrimalis yang mengandung kelenjar sebacea (minyak) dan sudorifera
(keringat).
·
Bulu mata: ialah barisan bulu-bulu terletak di
sebelah anterior dari kelenjar Meibow. Kelenjar sroacea yang terletak pada akar
bulu-bulu mata disebut kelenjar Zeis. Infeksi kelenjar ini disebut Lordholum
(bintit).
·
Apparatus lacrimalis: terdiri dari kelenjar
lacrimal, ductus lacrimalis, canalis lacrimalis, dan ductus nassolacrimalis.
Mekanisme, patofisiologi dan pathogenesis infeksi mata
Allergic
conjunctivitis dikarenakan oleh respon immune tipe I kepada allergen. allergen
berikatan dengan cell mast dan terjadi cross-linking dengan IgE, membuat
degranulasi cell mast dan inisiasi cascade inflamasi. Ini membuat pelepasan
histamine oleh cell mast, begitu juga mediator lain seperti tryptase, chymase,
heparin, chondroitin sulphate, prostaglandins, thromboxane, and leukotrienes.
Histamine dan bradykinin menstimulate nociceptors, membuat gatal, menaikan
permiabilitas vascular, vasodilatasi, kemerahan, dan injeksi conjuctiva.
Infective conjunctivitis terjadi sebagai hasil
dari berkrangnya pertahanan dan kontaminasi dari luar. Infectious pathogen bisa
menyerang dari darah atau kelenjar dan berkembang di conjunctival mucosal
cells. Semua infeksi bacterial dan viral membuat leukocyte atau cascade
inflamasi lymphe menarik sel darah putih dan merah ke daerah infeksi. Sel darah putih ini mencapai
permukaan conjuctiva dan berakumulasi disana bergerak melalui permiabilitas
yang rendah dan dilatasi capiler.
Faktor resiko
penyakit mata merah
Biasanya pada anak anak, dan bisa sampe usia
25. sering terjadi pada orang orang yang berhubungan langsung dengan penderita
atau orang orang yang bekerja pada lingkungan kering.
Penyebab Konjungtivitis
Konjungtivitis Bakteri
A. Definisi
Konjungtivitis
Bakteri adalah inflamasi konjungtiva yang disebabkan oleh bakteri. Pada konjungtivitis ini biasanya
pasien datang dengan keluhan mata merah,
sekret pada mata dan iritasi mata (James, 2005).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis
bakteri dapat dibagi menjadi empat bentuk, yaitu hiperakut, akut, subakut dan kronik. Konjungtivitis
bakteri hiperakut biasanya disebabkan oleh N gonnorhoeae, Neisseria kochii dan
N meningitidis. Bentuk yang akut
biasanya disebabkan oleh Streptococcus pneumonia dan Haemophilus aegyptyus. Penyebab yang paling
sering pada bentuk konjungtivitis bakteri subakut adalah H influenza dan
Escherichia coli, sedangkan bentuk
kronik paling sering terjadi pada konjungtivitis sekunder atau pada pasien dengan obstruksi duktus
nasolakrimalis (Jatla, 2009). Konjungtivitis bakterial biasanya mulai pada satu
mata kemudian mengenai mata yang sebelah melalui tangan dan dapat menyebar ke
orang lain. Penyakit ini biasanya terjadi pada orang yang terlalu sering kontak
dengan penderita, sinusitis dan keadaan imunodefisiensi (Marlin, 2009).
C. Patofisiologi
Jaringan
pada permukaan mata dikolonisasi oleh flora normal seperti streptococci,
staphylococci dan jenis Corynebacterium. Perubahan pada mekanisme pertahanan
tubuh ataupun pada jumlah koloni flora normal tersebut dapat menyebabkan
infeksi klinis. Perubahan pada flora normal dapat terjadi karena adanya
kontaminasi eksternal, penyebaran dari organ sekitar ataupun melalui aliran
darah (Rapuano, 2008). Penggunaan antibiotik topikal jangka panjang merupakan
salah satu penyebab perubahan flora normal pada jaringan mata, serta resistensi
terhadap antibiotik (Visscher, 2009) Mekanisme pertahanan primer terhadap
infeksi adalah lapisan epitel yang meliputi konjungtiva sedangkan mekanisme
pertahanan sekundernya adalah sistem imun yang berasal dari perdarahan
konjungtiva, lisozim dan imunoglobulin yang terdapat pada lapisan air mata,
mekanisme pembersihan oleh lakrimasi dan berkedip. Adanya gangguan atau
kerusakan pada mekanisme pertahanan ini dapat menyebabkan infeksi pada
konjungtiva (Amadi, 2009).
D. Gejala Klinis
Gejala-gejala
yang timbul pada konjungtivitis bakteri biasanya dijumpai injeksi konjungtiva
baik segmental ataupun menyeluruh. Selain itu sekret pada kongjungtivitis
bakteri biasanya lebih purulen daripada konjungtivitis jenis lain, dan pada
kasus yang ringan sering dijumpai edema pada kelopak mata(AOA, 2010). Ketajaman
penglihatan biasanya tidak mengalami gangguan pada konjungtivitis bakteri namun
mungkin sedikit kabur karena adanya sekret dan debris pada lapisan air mata,
sedangkan reaksi pupil masih normal. Gejalayang paling khas adalah kelopak mata
yang saling melekat pada pagi hari sewaktu bangun tidur. (James, 2005).
E. Diagnosis
Pada
saat anamnesis yang perlu ditanyakan meliputi usia, karena mungkin saja
penyakit berhubungan dengan mekanisme pertahanan tubuh pada pasien yang lebih
tua. Pada pasien yang aktif secara seksual, perlu dipertimbangkan penyakit
menular seksual dan riwayat penyakit pada pasangan seksual. Perlu juga
ditanyakan durasi lamanya penyakit, riwayat penyakit yang sama sebelumnya,
riwayat penyakit sistemik, obat-obatan, penggunaan obat-obat kemoterapi,
riwayat pekerjaan yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit, riwayat alergi
dan alergi terhadap obat-obatan, dan riwayat penggunaan lensa-kontak (Marlin, 2009).
F. Komplikasi
Blefaritis
marginal kronik sering menyertai konjungtivitis bateri, kecuali pada pasien
yang sangat muda yang bukan sasaran blefaritis. Parut di konjungtiva paling
sering terjadi dan dapat merusak kelenjar lakrimal aksesorius dan menghilangkan
duktulus kelenjar lakrimal. Hal ini dapat mengurangi komponen akueosa dalam
film air mata prakornea secara drastisdan juga komponen mukosa karena
kehilangan sebagian sel goblet. Luka parut juga dapat mengubah bentuk palpebra
superior dan menyebabkan trikiasis dan entropion sehingga bulu mata dapat
menggesek kornea dan menyebabkan ulserasi, infeksi dan parut pada kornea
(Vaughan, 2010).
G. Penatalaksanaan
Terapi
spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Terapi dapat dimulai dengan antimikroba topikal spektrum luas. Pada setiap
konjungtivitis purulen yang dicurigai disebabkan oleh diplokokus gram-negatif
harus segera dimulai terapi topical dan sistemik . Pada konjungtivitis purulen
dan mukopurulen, sakus konjungtivalis harus dibilas dengan larutan saline untuk
menghilangkan sekret konjungtiva (Ilyas, 2008).
Konjungtivitis Virus
A. Definisi
Konjungtivitis
viral adalah penyakit umum yang dapat disebabkan oleh berbagai jenis virus, dan
berkisar antara penyakit berat yang dapat menimbulkan cacat hingga infeksi
ringan yang dapat sembuh sendiri dan dapat berlangsung lebih lama daripada
konjungtivitis bakteri (Vaughan, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis
viral dapat disebabkan berbagai jenis virus, tetapi adenovirus adalah virus yang
paling banyak menyebabkan penyakit ini, dan Utaraherpes simplex virus yang
paling membahayakan. Selain itu penyakit ini juga dapat disebabkan oleh virus
Varicella zoster, picornavirus (enterovirus 70, Coxsackie A24), poxvirus, dan
human immunodeficiency virus (Scott, 2010). Penyakit ini sering terjadi pada
orang yang sering kontak dengan penderita dan dapat menular melalu di droplet
pernafasan, kontak dengan benda-benda yang menyebarkan virus (fomites) dan
berada di kolam renang yang terkontaminasi (Ilyas, 2008).
C. Patofisiologi
Mekanisme
terjadinya konjungtivitis virus ini berbeda-beda pada setiap jenis
konjungtivitis ataupun mikroorganisme penyebabnya (Hurwitz, 2009). Mikroorganisme
yang dapat menyebabkan penyakit ini dijelaskan pada etiologi.
D. Gejala Klinis
Gejala
klinis pada konjungtivitis virus berbeda-beda sesuai dengan etiologinya. Pada
keratokonjungtivitis epidemik yang disebabkan oleh adenovirus biasanya dijumpai
demam dan mata seperti kelilipan, mata berair berat dan kadang dijumpai
pseudomembran. Selain itu dijumpai infiltratsubepitel kornea atau keratitis
setelah terjadi konjungtivitis dan bertahan selama lebih dari 2 bulan (Vaughan
& Asbury, 2010). Pada konjungtivitis ini biasanya pasien juga mengeluhkan
gejala pada saluran pernafasan atas dan gejala infeksi umum lainnya seperti
sakit kepala dan demam (Senaratne & Gilbert, 2005). Pada konjungtivitis
herpetic yang disebabkan oleh virus herpes simpleks (HSV) yang biasanya
mengenai anak kecil dijumpai injeksi unilateral, iritasi, sekret mukoid, nyeri,
fotofobia ringan dan sering disertai keratitis herpes. Konjungtivitis
hemoragika akut yang biasanya disebabkan oleh enterovirus dan coxsackie virus memiliki
gejala klinis nyeri, fotofobia, sensasi benda asing, hipersekresi airmata,
kemerahan, edema palpebra dan perdarahan subkonjungtiva dan kadang-kadang dapat
terjadi kimosis (Scott, 2010).
E. Diagnosis
Diagnosis
pada konjungtivitis virus bervariasi tergantung etiologinya, karena itu
diagnosisnya difokuskan pada gejala-gejala yang membedakan tipetipe menurut
penyebabnya. Dibutuhkan informasi mengenai, durasi dan gejala-gejala sistemik
maupun ocular, keparahan dan frekuensi gejala, faktorfaktor resiko dan keadaan
lingkungan sekitar untuk menetapkan diagnosis konjungtivitis virus (AOA, 2010).
Pada anamnesis penting juga untuk ditanyakan onset, dan juga apakah hanya
sebelah mata atau kedua mata yang terinfeksi (Gleadle, 2007). Konjungtivitis
virus sulit untuk dibedakan dengan konjungtivitis bakteri berdasarkan gejala
klinisnya dan untuk itu harus dilakukan pemeriksaan lanjutan, tetapi
pemeriksaan lanjutan jarang dilakukan karena menghabiskan waktu dan biaya
(Hurwitz, 2009).
F. Komplikasi
Konjungtivitis
virus bisa berkembang menjadi kronis, seperti blefarokonjungtivitis. Komplikasi
lainnya bisa berupa timbulnya pseudomembran, dan timbul parut linear halus atau
parut datar, dan keterlibatan kornea serta timbul vesikel pada kulit (Vaughan,
2010).
G. Penatalaksanaan
Konjungtivitis
virus yang terjadi pada anak di atas 1 tahun atau pada orang dewasa umumnya
sembuh sendiri dan mungkin tidak diperlukan terapi, namun antivirus topikal
atau sistemik harus diberikan untuk mencegah terkenanya kornea (Scott, 2010).
Pasien konjungtivitis juga diberikan instruksi hygiene untuk meminimalkan
penyebaran infeksi (James, 2005).
Konjungtivitis Alergi
A. Definisi
Konjungtivitis
alergi adalah bentuk alergi pada mata yang paing sering dan disebabkan oleh reaksi
inflamasi pada konjungtiva yang diperantarai oleh sistem imun (Cuvillo et al,
2009). Reaksi hipersensitivitas yang paling sering terlibat pada alergi di
konjungtiva adalah reaksi hipersensitivitas tipe 1 (Majmudar, 2010).
B. Etiologi dan Faktor Resiko
Konjungtivitis
alergi dibedakan atas lima subkategori, yaitu konjungtivitis alergi musiman dan
konjungtivitis alergi tumbuh-tumbuhan yang biasanya dikelompokkan dalam satu
grup, keratokonjungtivitis vernal, keratokonjungtivitis atopik dan konjungtivitis
papilar raksasa (Vaughan, 2010). Etiologi dan faktor resiko pada konjungtivitis
alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Misalnya konjungtivitis
alergi musiman dan tumbuhtumbuhan biasanya disebabkan oleh alergi tepung sari,
rumput, bulu hewan, dan disertai dengan rinitis alergi serta timbul pada
waktu-waktu tertentu. Vernal konjungtivitis sering disertai dengan riwayat
asma, eksema dan rinitis alergi musiman. Konjungtivitis atopik terjadi pada
pasien dengan riwayat dermatitis atopic, sedangkan konjungtivitis papilar rak
pada pengguna lensakontak atau mata buatan dari plastik (Asokan, 2007).
C. Gejala Klinis
Gejala
klinis konjungtivitis alergi berbeda-beda sesuai dengan subkategorinya. Pada
konjungtivitis alergi musiman dan alergi tumbuh-tumbuhan keluhan utama adalah
gatal, kemerahan, air mata, injeksi ringan konjungtiva, dan sering ditemukan
kemosis berat. Pasien dengan keratokonjungtivitis vernal sering mengeluhkan
mata sangat gatal dengan kotoran mata yang berserat, konjungtiva tampak putih
susu dan banyak papila halus di konjungtiva tarsalis inferior. Sensasi
terbakar, pengeluaran sekret mukoid, merah, dan fotofobia merupakan keluhan
yang paling sering pada keratokonjungtivitis atopik. Ditemukan jupa tepian
palpebra yang eritematosa dan konjungtiva tampak putih susu. Pada kasus yang
berat ketajaman penglihatan menurun, sedangkan pada konjungtiviitis papilar
raksasa dijumpai tanda dan gejala yang mirip konjungtivitis vernal (Vaughan,
2010).
D. Diagnosis
Diperlukan
riwayat alergi baik pada pasien maupun keluarga pasien serta observasi pada
gejala klinis untuk menegakkan diagnosis konjungtivitis alergi. Gejala yang
paling penting untuk mendiagnosis penyakit ini adalah rasa gatal pada mata,
yang mungkin saja disertai mata berair, kemerahan dan fotofobia (Weissman,
2010).
E. Komplikasi
Komplikasi
pada penyakit ini yang paling sering adalah ulkus pada kornea dan infeksi
sekunder (Jatla, 2009).
F. Penatalaksanaan
Penyakit
ini dapat diterapi dengan tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal dan
kompres dingin untuk mengatasi gatal-gatal dan steroid topikal jangka pendek
untuk meredakan gejala lainnya (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Jamur
Konjungtivitis
jamur paling sering disebabkan oleh Candida albicans dan merupakan infeksi yang
jarang terjadi. Penyakit ini ditandai dengan adanya bercak putih dan dapat
timbul pada pasien diabetes dan pasien dengan keadaan sistem imun yang
terganggu. Selain Candida sp, penyakit ini juga dapat disebabkan oleh
Sporothrix schenckii, Rhinosporidium serberi, dan Coccidioides immitis walaupun
jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis Parasit
Konjungtivitis
parasit dapat disebabkan oleh infeksi Thelazia californiensis, Loa loa, Ascaris
lumbricoides, Trichinella spiralis, Schistosoma haematobium, Taenia solium dan
Pthirus pubis walaupun jarang (Vaughan, 2010).
Konjungtivitis kimia atau iritatif
Konjungtivitis
kimia-iritatif adalah konjungtivitis yang terjadi oleh pemajanan substansi
iritan yang masuk ke sakus konjungtivalis. Substansisubstansi iritan yang masuk
ke sakus konjungtivalis dan dapat menyebabkan konjungtivitis, seperti asam,
alkali, asap dan angin, dapat menimbulkan gejalagejala berupa nyeri, pelebaran
pembuluh darah, fotofobia, dan blefarospasme.
Selain
itu penyakit ini dapat juga disebabkan oleh pemberian obat topikal jangka
panjang seperti dipivefrin, miotik, neomycin, dan obat-obat lain dengan bahan
pengawet yang toksik atau menimbulkan iritasi. Konjungtivitis ini dapat diatasi
dengan penghentian substansi penyebab dan pemakaian tetesan ringan (Vaughan,
2010).
Konjungtivitis lain
Selain
disebabkan oleh bakteri, virus, alergi, jamur dan parasit, konjungtivitis juga
dapat disebabkan oleh penyakit sistemik dan penyakit autoimun seperti penyakit
tiroid, gout dan karsinoid. Terapi pada konjungtivitis yang disebabkan oleh
penyakit sistemik tersebut diarahkan pada pengendalian penyakit utama atau
penyebabnya (Vaughan, 2010). Konjungtivitis juga bisa terjadi sebagai
komplikasi dari acne rosacea dan dermatitis herpetiformis ataupun masalah kulit
lainnya pada daerah wajah. (AOA, 2008)
Pencegahan dan Pengobatan konjungtivitis.
Pencegahan
Bila
konjungtivitis disebabkan oleh mikroorganisme, pasien harus diajari bagaimana
cara menghindari kontraminasi mata yang sehat atau mata orang lain. Perawat
dapat memberikan intruksi pada pasien untuk tidak menggosok mata yang sakit dan
kemudian menyentuh mata yang sehat, mencuci tangan setelah setiap kali memegang
mata yang sakit, dan menggunakan kain lap, handuk, dan sapu tangan baru yang
terpisah untuk membersihkan mata yang sakit. Asuhan khusus harus dilakukan oleh
personal asuhan kesehatan guna mengindari penyebaran konjungtivitis antar
pasien.
Untuk
mencegah makin meluasnya penularan konjungtivitis, kita perlu memperhatikan
langkah – langkah sebagai berikut :
a.
Konjungtivitis mudah menular, karena itu sebelum
dan sesudah dibersihkan atau mengoleskan obat, penderita harus mencuci
tangannya bersih-bersih.
b.
Usahakan untuk tidak menyentuh mata yang ehat
sesudah mengenai mata yang sakit.
c.
Jangan menggunakan handuk dan lap secara
bersama-sam adengan penghuni rumah lain.
d.
Gunakan lensa kontak sesuai dengan petunjuk dari
dokter dan pabrik pembuatnya.
e.
Mencuci tangan sesering mungkin terutama setelah
kontak ( jaba tangan, berpegangan dan lain-lain) dengan penderita konjungtiva.
f.
Bagi penderita konjungtivitis, hendaknya
membuang tissue atau sejenisnya setelah membersihkan kotoran mata.
Pengobatan
Pengobatan
spesifik tergantung dari identifikasi penyebab. Konjungtivitis karena bakteri
dapat diobati dengan sulfonamide (sulfacetamide 15 %) atau antibiotika (Gentamycine
0,3 %; chlorampenicol 0,5 %). Konjungtivitis karena jamur sangat jarang
sedangkan konjungtivitis karena virus pengobatan terutama ditujukan untuk
mencegah terjadinya infeksi sekunder, konjungtivitis karena alergi di obati
dengan antihistamin (antazidine 0,5 %, rapazoline 0,05 %) atau kortikosteroid
(misalnya dexametazone 0,1 %). Penanganannya dimulai dengan edukasi pasien
untuk memperbaiki higiene kelopak mata. Pembersihan kelopak 2 sampai 3 kali
sehari dengan artifisial tears dan salep dapat menyegarkan dan mengurangi
gejala pada kasus ringan.
Pada
kasus yang lebih berat dibutuhkan steroid topikal atau kombinasi
antibiotik-steroid. Sikloplegik hanya dibutuhkan apabila dicurigai adanya
iritis. Pada banyak kasus Prednisolon asetat (Pred forte), satu tetes, QID
cukup efektif, tanpa adanya kontraindikasi.
Apabila
etiologinya dicurigai reaksi Staphylococcus atau acne rosasea, diberikan
Tetracycline oral 250 mg atau erythromycin 250 mg QID PO, bersama dengan
pemberian salep antibiotik topikal seperti bacitracin atau erythromycin sebelum
tidur. Metronidazole topikal (Metrogel) diberikan pada kulit TID juga efektif.
Karena tetracycline dapat merusak gigi pada anak-anak, sehingga kontraindikasi
untuk usia di bawah 10 tahun. Pada kasus ini, diganti dengan doxycycline 100 mg
TID atau erythromycin 250 mg QID PO. Terapi dilanjutkan 2 sampai 4 minggu. (
Ilyas. 2009 )
mantep gan
BalasHapus