Author : velly
Jaundice,
juga dikenal sebagai ikterus (kata sifat atributif: icteric), adalah perubahan
warna kekuningan kulit, konjungtiva membran atas sklera (putih mata), dan
selaput lendir lain yang disebabkan oleh hiperbilirubinemia (peningkatan kadar
bilirubin dalam darah) .
Hiperbilirubinemia
ini kemudian menyebabkan peningkatan kadar bilirubin dalam cairan
ekstraselular. Biasanya, konsentrasi bilirubin dalam plasma harus melebihi 1,5
mg / dL (> 35 micromoles / L), tiga kali nilai biasa sekitar 0,5 mg / dL.
PATOFISIOLOGIS
Icterus
merupakan kondisi berubahnya jaringan menjadi berwarna kuning akibat deposisi
bilirubin. Normalnya, bilirubin total <1 mg/dL. Untuk diagnosisnya diketahui
dari pemeriksaan sklera dan di bawah lidah, tetapi tidak semua bilirubin bisa
mengubah warna urine.
Bilirubin
dihasilkan oleh RES, sekitar 250-300 mg/hari. 70-80% berasal dari destruksi
eritrosit tua. 20% berasal dari destruksi eritrosit prematur di sumsum tulang.
Sisanya dari metabolisme hemoprotein (seperti myoglobin).
Hemoglobin
oleh H mengoksigenase menjadi biliverdin, CO, dan Fe. Fe ini dipakai lagi untuk
sintesis Hb yang baru. Biliverdin, oleh biliverdin reductase diubah menjadi
bilirubin unconjugated yang diambil hepar (dalam enzim glucoronil transferase)
dan dikonjugasikan (dibantu glisin) menjadi bilirubin conjugated. Bila
unconjugated tidak larut air, maka larut lemak. Bilirubin conjugated larut air
(afinitasnya tinggi terhadap air), bisa dibuang melalui urine. Hanya bilirubin
conjugated yang bisa mengubah warna urine.
Uji
bilirubin adalah dengan reaksi Heyman van den Berg. Fraksi unconjugated
membutuhkan penambahan alkohol supaya bisa berubah warna menjadi indirect.
Conjugated bilirubin sebagian besar akan dibuang bersama empedu. Di distal ileum akan diubah
oleh kuman menjadi stercobilin (pewarna feses). Atau direduksi (juga oleh
normal flora) menjadi urobilinogen dan akhirnya mengalami oksidasi menjadi
urobilin. Urobilinogen tidak berwarna. 10-20% diserap lagi ke hepar dan dibuang
melalui urine, kemudian teroksidasi lagi menjadi urobilin (urine menjadi
kuning, masih dalam kondisi normal).
Pasien yang
datang dengan keluhan icterus kulit, perlu diperhatikan dulu scleranya.
Anamnesis tentang konsumsi obat dan warna urine juga penting untuk ditanyakan.
Jika sclera dan mucosa di bawah lidah kuning tetapi warna urine tidak berubah
maka icterusnya disebabkan oleh fraksi unconjugated.
Isolated
hiperbilirubinemia (fraksi <15%) artinya tidak ada gangguan enzimatik pada
fungsi hepar (AST/ALT normal), tetapi ada gangguan metabolisme dan konjugasi.
Hal ini didapatkan pada kondisi: anemia hemolitik, eritropoiesis inefektif,
obat yang mempengaruhi metabolisme bilirubin (rifampin, ribavirin, probenecid),
dan penyakit genetik lainnya (dilihat dari pemeriksaan gen).
Gejala
kuning pada yang dikenal sebagai ikterus dibagi 3 golongan berdasarkan penyebab
kuningnya tersebut. (1) Ikterus hemolitik, ikterus yang timbul karena
meningkatnya penghancuran sel darah merah. Misal pada keadaan infeksi (sepsis),
ketidak cocokan gol darah ibu dengan golongan darah bayi, bayi yang baru lahir
(ikterus fisiologik) dsb. (2) Ikterus parenkimatosa, ikterus yang terjadi
akibat kerusakan atau peradangan jaringan hati, misal pada penyakit hepatitis.
(3) Ikterus obstruktif, ikterus yang timbul akibat adanya bendungan yang
mengganggu aliran empedu. Misal pada tumor, kelainan bawaan (atresia bilier),
batu pada kandung empedu dsb.
Hiperbilirubinemia
sendiri dikelompokkan dalam dua bentuk berdasarkan penyebabnya yaitu
hiperbilirubinemia retensi yang disebabkan oleh produksi yang berlebih (bilirubin
indirek meningkat) dan hiperbilirubinemia regurgitasi yang disebabkan refluks
bilirubin kedalam darah karena adanya obstruksi bilier (bilirubin direknya juga
meningkat dan produksi sterkobilinogen menurun).
Hiperbilirubinemia
retensi dapat terjadi pada kasus-kasus haemolisis berat dan gangguan konjugasi.
Hati mempunyai kapasitas mengkonjugasikan dan mengekskresikan lebih dari 3000
mg bilirubin perharinya sedangkan produksi normal bilirubin hanya 300 mg
perhari. Hal ini menunjukkan kapasitas hati yang sangat besar dimana bila
pemecahan heme meningkat, hati masih akan mampu meningkatkan konjugasi dan
ekskresi bilirubin larut. Akan tetapi lisisnya eritrosit secara massive
misalnya anemia hemolitik pada kasus sickle cell anemia ataupun malaria akan menyebabkan
produksi bilirubin lebih cepat dari kemampuan hati mengkonjugasinya sehingga
akan terdapat peningkatan bilirubin tak larut didalam darah (indirek).
Peninggian kadar bilirubin tak larut dalam darah tidak terdeteksi didalam urine
sehingga disebut juga dengan ikterus acholuria. Pada neonatus terutama yang
lahir premature peningkatan bilirubin tak larut terjadi biasanya fisiologis dan
sementara, dikarenakan haemolisis cepat dalam proses penggantian hemoglobin
fetal ke hemoglobin dewasa dan juga oleh karena hepar belum matur, dimana
aktivitas glukoronosiltransferase masih rendah. Jika ada dugaan ikterus
hemolitik perlu dipastikan dengan pemeriksaan kadar bilirubin total, bilirubin
indirek, darah rutin, serologi virus hepatitis.
Apabila
peningkatan bilirubin tak larut ini melampaui kemampuan albumin mengikat kuat,
bilirubin akan berdiffusi ke basal ganglia pada otak dan menyebabkan
ensephalopaty toksik yang disebut sebagai kern ikterus (ikterus neonatorum
pathologis yang ditandai peningkatan bilirubin direk dan pemecahan eritrosit).
Beberapa kelainan penyebab hiperbilirubinemia retensi diantaranya seperti
Syndroma Crigler Najjar I yang merupakan gangguan konjugasi karena glukoronil
transferase tidak aktif, diturunkan secara autosomal resesif, merupakan kasus
yang jarang, dimana didapati konsentrasi bilirubin mencapai lebih dari 20
mg/dl. Syndroma Crigler Najjar II, merupakan kasus yang lebih ringan dari tipe
I, karena kerusakan pada isoform glukoronil transferase II, didapati bilirubin
monoglukoronida terdapat dalam getah empedu. Syndroma Gilbert, terjadi karena
haemolisis bersama dengan penurunan uptake bilirubin oleh hepatosit dan
penurunan aktivitas enzym konjugasi dan diturunkan secara autosomal dominan.
Hiperbilirubinemia
regurgitasi paling sering terjadi karena terdapatnya obstruksi saluran empedu,
misalnya karena tumor caput pankreas (ditandai Couvisier’s Law), batu, proses
peradangan dan sikatrik. Sumbatan pada duktus hepatikus dan duktus koledokus
akan menghalangi masuknya bilirubin keusus dan peninggian konsentrasinya pada
hati menyebabkan refluks bilirubin larut ke vena hepatika dan pembuluh limfe.
Bentuknya yang larut menyebabkan bilirubin ini dapat terdeteksi dalam urine dan
disebut sebagai ikterus choluria. Karena terjadinya akibat sumbatan pada saluran
empedu disebut juga sebagai ikterus kolestatik. Pada kasus ini didapatkan
peningkatan bilirubin direk, bilirubin indirek, zat yang larut dalam empedu
serta batu empedu. Jadi pada ikterus obstruktif ini perlu dibuktikan dengan
pemeriksaan kadar bilirubin serum, bilirubin urin, urobilin urin, USG, alkali
fosfatase.
Beberapa
kelainan lain yang menyebabkan hiperbilirubinemia regurgitasi adalah Syndroma
Dubin Johnson, diturunkan secara autosomal resesif, terjadi karena adanya defek
pada sekresi bilirubin terkonjugasi dan estrogen ke sistem empedu yang penyebab
pastinya belum diketahui. Syndroma Rotor, terjadi karena adanya defek pada
transport anion an organik termasuk bilirubin, dengan gambaran histologi hati
normal, penyebab pastinya juga belum dapat diketahui.
Hiperbilirubinemia
toksik adalah gangguan fungsi hati karena toksin seperti chloroform,
arsfenamin, asetaminofen, carbon tetrachlorida, virus, jamur dan juga akibat
cirhosis. Kelainan ini sering terjadi bersama dengan terdapatnya obstruksi.
Gangguan konjugasi muncul besama dengan gangguan ekskresi bilirubin dan
menyebabkan peningkatan kedua jenis bilirubin baik yang larut maupun yang tidak
larut. Terapi phenobarbital dapat menginduksi proses konjugasi dan ekskresi
bilirubin dan menjadi preparat yang menolong pada kasus ikterik neonatus tapi
tidak pada sindroma Crigler najjar.
FAKTOR
PENYEBAB
Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor antara lain:
1.
Produksi yang berlebihan, misalnya pada
pemecahan darah (hemolisis) yang berlebihan pada incompatibilitas
(ketidaksesuaian) darah bayi dengan ibunya.
2.
Gangguan dalam proses uptake dan konjugasi
akibat dari gangguan fungsi liver.
3.
Gangguan transportasi karena kurangnya albumin
yang mengikat bilirubin.
4.
Gangguan ekskresi yang terjadi akibat sumbatan
dalam liver (karena infeksi atau kerusakan sel liver).
Penyebab lain :
1.
Produksi berlebihan
2.
Tidak seimbangnya pengambilan,konyugasi dan
ekskresi bilirubin
3.
Regurgitasi dari konyugasi/non konyugasi
bilirubin akibat kerusakan duktus hepaticus.
Referensi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar