Senin, 21 Mei 2012

Skenario 2 part 2 blok 6


Scenario 2 blok 6 part 2
Author : Eka
  1. Imunisasi dasar lengkap di indonesia ?
A.    BCG
Tujuan imunisasi BCG
      Manfaat imunisasi BCG yaitu untuk mencegah bayi atau anak terserah dari penyakit TBC berat seperti : meningitis TBC dan TBC miller. Ini dikarenakan bayi atau anak masih rentan terinfeksi Mycrobacterium Tuberculosis penyebab penyakit TBC, akibat adanya kontak dengan penderita TBC yang ada di sekitarnya, seperti : orang tua, keluarga,pengasuh, dan lian sebagainya.
Lokasi penyuntikan imunisasi BCG
      Menurut badan kesehatan WHO lokasi penyuntikan imunisasi BCG sebaiknya di lengan kanan atas. Akan tetapi adapula yang dilakukan di paha, perbedaan lokasi penyuntikan sering sekali dihubungkandengan “estetika” yang konon kayanya bisa merusak keindahan si kecil. Padahal jika dilakukan di lengan kanan atas pun sebenarnya luka bekas yang ditimbulkan pun tidak terlalu besar. Efek samping BCG umumnya juga tidak menimbulkan panas/demam.
Tanda keberhasilan vakisnasi BCG
      Tanda keberhasilan imunisasi BCG dapat dilihat dengan munculnya benjolan kecil dan bernanah seperti bisul pada bagian yang disuntik. Akan tetapi jika kita lihat lebih seksama benjolan atau bisul kecil itu memepunyai ciri yang khas dan berbeda dari bisul pada umumnya. Terlebih lagi, bisul bekas imunisasi BCG tersebut tidak menimbulkan sakit jika disentuh. Seiring dengan berjalannya waktu, benjolan tersebut akan mengempis dengan sendirinya dengan membentuk luka parut.
Jika timbul reaksi lain
      Apabila ada reaksi lain setelah vaksinasi BCG, misalnya bisul atau benjolan tersebut tidak sembuh-sembuh dan malah terjadi koreng, maka anda patut mewaspadainya. Terlebih bila ada pembengkakan pada kelenjar limfe di ketiak aatau di pangkal paha pada bayi( tregantung lokasi penyuntikan ). Hal tersebut sebagai salah satu pertanda bahwa si anak dulunya pernah terinfeksi TB, sehingga memungkinkan timbulnya reaksi berlebih pasca pemberian vaksin.  Dan bisa dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak
Jika tidak timbul benjolan
      Pertanyaannya ,pasca imunisasi BCG tapi tidak muncul benjolan/bisul, apa berarti gagal? Jika benjolan atau bisul tidak muncul, buakn berarti vaksinansinya gagal. Antibodi yang sudah diberikan melalui vaksinasi tersebut tetap terbentuk, hanya kadarnya rendah. Hal ini bisa saja terjadi karena beberapa faktor, misalnya, dosis yang diberikan terlalu rendah, daya tahan si kecil sedang tidak baik, atau bisa juga disebabkan oleh kualitas vaksin itu sendiri oleh karena penyimpanan yang kurang benar misalnya. Jadi, jika anak tidak timbul bisul/ benjolan tidak perlu khawatir, karena booster ( ulangan vaksinasi ) bisa dipeoleh dari alam, yang terpenting sebelumnya sudah pernah divaksinasi.
B.     DPT
Imunisasi merupakan rangkaina salah satu imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah. Imunisasi DPT pertama diberikan pada umur 2 bulan dan kemudian dilanjutkan pada umur 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, 5 tahun. Vaksinansi DPT ini dapat diberikan bersamaan dengan dengan vaksin polio.
a.      Pertusis
Definisi
      Pertusis ( batuk rejan, whooping cough) adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada tinggi( melengking)
Pertusis bisa terjadi pada usia berapapun. Tetapi 50% kasus ditemukan pada anak berumur dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama kali selalu memberikan kekebalan penuh. Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya bersifat ringan dan tidak selalu dikenali dengan pertusis.
Penyebab
     Penyebab adlah bacteri Bordetella pertussis. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah penderita.
Gejala
Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran udara sehingga pemebentukan lendir semakin banyak pada awalnya lendir encer, tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Infeksi berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan :
1.      Tahap kataral ( mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah terinfeksi) gejalanya seperti flu ringan :
-          Bersin-bersin
-          Mata berair
-          Nafsu makan berkurang
-          Lesu
-          Batuk ( pada awalnya hanya timbul dimalam hari kemudian terjadi sepanjang hari )
2.      Tahap paroksimal ( mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal) 5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi. Setelah beberapa hari batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir yang biasanya ditelan oleh bayi atau tampak sebagai gelembung udara dihidungnya
Batuk atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah serangan batuk bisa diakhiri oleh penurunan kesadaran yang bersifat sementara. Pada bayi apneu ( henti nafas) dan tersedak lebih sering terjadi dibandingkan dengan tarikan yang bernada tinggi.
3.      Tahap konvalesen ( mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gelaja awal) batuk semakin berkurang , muntah juga berkurang anak tampak lebih baik kadang batuk terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut :
-          Pembiakan lendir dan mulut
-          Pembiakan apus tenggorokan
-          Pemeriksaan darah lengkap terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai dengan besar limfosit.
-          Pemeriksaan serologi untuk Bordetella pertussis
-          ELISA
Pengobatan
Jika penyakitnya berat, penderita biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk.
Bisa dilakukan pengisapan lendir dari tenggorokan. Pada kasus yang berta , oksigen diberikan langsung ke paru-paru melalui selang yang langsung dimaksukan ke trakea. Untuk menggantikan cairan yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat makan akibat batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting, dan sebaiknya makanan yang diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromysin.
Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami pemulihan total , meskipun berlangsung lambat sekitar 1-2 % anak yang berusia dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya suplai darah ke otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.
b.      Tetanus
Tetanus adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri clostridium tetani. Dapat disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot  rahang.
                                    Penyebab
Bakteri an-aerob clostridium tetani. Spora dari clostridium tetani dapat hidup selama bertahun-tahun di adalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetannus masuk kedalam tubuh manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dlam maupun luka yang dangkal. Yang menyebabkan timbulnya gejalan-gejala infeksi adalah racun yang dihasilakan oleh bakteri, bukan bakterinya.
                               Gejala
Gejala -gejala biasanya muncul dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa muncul dalam waktu 2 hari atau 50 hari setelah terinfeksi.
Biasanya penderita mengalami kejang atau kekakuan biasanya terjadi di otot-otot perut, leher, punggung, dan  kejang pada sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan gangguan sembelit pada perut juga  tertahannya air kemih.
Diagnosa
Diduga sebagia tetanus jika terjadi kekauan otot atau kejang pada seseorang yang memiliki luka, unutk menegakkan diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri dari apusan luka.
Pengobatan
     Untuk menetralisir racun, diberikan imunoglobuli tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan pinisillin diberikan untuk mencegah pemebentukan racun lebih lanjut.
Prognosis
     Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%. Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua, atau pemakaian obat suntik.
Pencegahan
     Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah jauh lebih baik dari pada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus diberikan sebagai bagian vaksin DPT . pada dewasa sebaiknya menerima booster.
c.       Difteri
Penyakit Difteri
Difteri adalah penyakit akibat terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri ialah penyakit yang menakutkan karena telah mengorbankan ribuan nyawa. Hingga saat ini, sewaktu-waktu penyakit mengerikan ini dapat mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang termasuk Indonesia. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak yang berumur satu sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.
Kuman difteri disebarkan oleh menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, dari jari-jari atau handuk yang terkontaminasi, dan dari susu yang terkontaminasi penderita. Gejala yang muncul ialah sakit tenggorokan, demam, sulit bernapas dan menelan, mengeluarkan lendir dari mulut dan hidung, dan sangat lemah. Kelenjar getah bening di leher membesar dan terasa sakit.
Lapisan (membran) tebal terbentuk menutupi belakang kerongkongan, sehingga dapat menutup saluran pernapasan dan menyebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Tergantung pada berbagai faktor, maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas (kemampuan membentuk toksin) C. diphtheriae, dan lokasi penyakit secara anatomis.
Masa tunas penyakit ini adalah sekitar 2-6 hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa hari menderita keluhan sistemik seluruh tubuh. Demam jarang melebihi 38,9 derajat Celcius dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi penyakit difteri. Pada penampilan gejala permulaan miripcommon cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik ringan.
Sekret hidung berangsur menjadi kental dan berwarna kuning atau hijau, kadang membuat lecet pada lobang hidung dan bibir atas. Perjalanan penyakit awalnya lambat sehingga gejala sistemik yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat.
Gejala lain adalah sulit makan, malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas ke langit-langit mulut hingga ke laring pita suara dan tenggorokan. Usaha melepas membran akan mengakibatkan perdarahan. Dalam keadaan tertentu menyebabkan pembengkakkan kelenjar di daerah leher. Bila bersamaan dengan pembengkakkan jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck atau seperti leher sapi.
Akibat yang ditimbukan penyakit difteri sangat fatal bila sudah terjadi komplikasi. Komplikasi yang paling awal dan paling sering adalah sumbatan atau obstruksi jalan nafas. Gangguan ini disebabkan oleh karena tertutup jalan nafas oleh membran difteria atau oleh karena edema pada tonsil, faring, daerah sub mandibular dan servikal.
Dalam keadaan lebih berat dapat mengakibatkan kesadaran menurun hingga koma. Dalam keadaan seperti itu, kematian bisa terjadi dalam satu minggu sampai 10 hari. Penyulit pada jantung berupa miokardioopati toksik bisa terjadi pada minggu ke dua, tetapi bisa lebih dini (minggu pertama) atau lebih lambat (minggu ke enam), hingga bisa pula terjadi gagal jantung.

Tujuan imunisasi DPT
         Tujuan atau manfaat imunisasi DPT yaitu untuk mnecegah penyakit difteri, tetanus, dan pertusis. Cara pemeberian dengan cara diinjeksi.
Efek samping imunisasi DPT
         Efek samping yang ditimbulkan imunisasi DPT umumnya menderita demam atau panas. Akan tetapi hal itu wajar, sehingga anda tidak perlu cemas atau khawatir. Efek samping lain yang bisa terjadi pada imunisasi pada imunisasi DPT adlah pembengkaan atau pada bagian yang diinjeksi.
Cara mengatasi bayi panas / demam setelah imunisasi DPT
         Jika badan bayi panas/ demam ( suhu tubuh di atas 37,50C),  biasanya bayi rewel atau menangis terus karena tidak nyaman. Pada saat seperti ini, tidak sedikit para orang tua yang ingin segera memberi obat penurun panas. Tetapi sebaiknya pemeberian penurun panas seperti paracetamol, diambil sebagi jalan terakhir. Sebelumnya and abisa melakukan cara lain untuk menurunkan panas bayi yaitu :
1.      Memeluk bayi dengan metode skin to skin ( kulit sama-sama bersentuhan dengan bertelanjangi), agar panas dari anak dapt berpindah ke ibunya.
2.      Tingkatkan pemberian ASI
3.      Kompres dengan air hangat.
Ketiga cara ini, selain ampuh mengatasi bayi demam setelah imunisasi DPT juga aman karena tanpa obat.
Imunisasi DPT Panas dan DPT dingin
         Saat ini ada 2 bentuk imunisasi DPT, yaitu DTwP ( yang mengandung protein pertusis utuh atau lengkap) dan DtaP( yang hanya mengandung sebagian protein pertusis). Perbandingannya, imunisasi DTwP ( biasanya disebut DPT panas) bisa menimbulkan efek samping panas/demam pasca imunisasi. Sementara imunisasi Dtap ( biasanya disebut DPT dingin) jarang menimbulkan efek samping demam/panas pasca imunisasi. Akan tetapi meski demikian, tidak ada jaminan bahwa setelah di imunisasi dengan DtaP atau DTP dingin, bayi bebas dari demam/panas. Sebab, nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kondisi balita saat diberi vaksin.
C.    Hepatitis
Deskripsi

Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan  yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gene HBsAg,yang dimurnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti ultrasentrifuse, kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid.

Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus lain seperti virus Hepatitis A, Hepatitis C atau virus lain yang diketahui dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan pada semua usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis B termasuk:
1.    Petugas kesehatan: dokter, dokter gigi, dokter ahli bedah, perawat, perawat gigi, ahli kebersihan gigi, petugas paramedis yang kontak dengan pasien, staf unit hemodialisis, hematologi dan onkologi, petugas laboratorium yang menangani darah dan sampel klinis lain, petugas pemakaman dan kamar mayat, petugas bank darah dan fraksinasi plasma, ahli siropodis, petugas kebersihan yang menangani pembuangan, petugas gawat darurat dan petugas ambulans.
2.    Pasien ;
    Pasien yang sering menerima transfusi darah dan produk darah lainnya seperti pada unit hemodialisa dan onkologi, penderita thallasemia, sickle-cell anaemia, sirosis dan haemofilia, dll.
3.    Petugas lembaga ;
    Orang yang sering kontak dengan kelompok beresiko tinggi: narapidana dan petugas penjara, petugas di lembaga untuk penderita gangguan mental.
4.    Orang yang beresiko tinggi karena aktivitas seksualnya :
    Orang yang berhubungan seks secara berganti-ganti pasangan, orang yang  terkena penyakit kelamin, homoseks, kaum  tuna susila.
5.    Penyalahgunaan  obat suntik
6.    Orang dalam perjalanan ke daerah endemisitas tinggi
7.    Keluarga yang kontak dengan penderita Hepatitis B akut atau kronik.
8.    Bayi yang lahir dari ibu pengidap (carrier)
Komposisi
         Setiap 1 ml vaksin mengandung HBsAg 20 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,5 mg. Setiap 0,5 ml vaksin mengandung HBsAg 10 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida  0,25  mg.
Seluruh formulasi mengandung Thimerosal 0,01 w/v% sebagai pengawet.

Dosis dan Cara Pemberian
          Vaksin Hepatitis B disuntikkan secara intramuskuler, jangan disuntikkan secara intravena atau intradermal.
Dosis untuk Dewasa (> 10 tahun) 1,0 ml, sedangkan dosis untuk bayi/anak  (< 10 tahun) 0,5 ml. Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan secara subkutan khusus pada pasien yang mempunyai kecenderungan perdarahan berat (seperti hemofili).
Vaksin harus dikocok dahulu sebelum digunakan.
Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan  jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.
Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatitis B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut.

Efek samping
            Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan.  Reaksi  yang  terjadi  bersifat  ringan  dan  biasanya  hilang setelah 2 hari. Keluhan sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan disebabkan oleh pemberian vaksin.


Kontraindikasi
           Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin Hepatitis B Rekombinan tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. Tetapi vaksinasi dapat diberikan kepada penderita infeksi ringan.

Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin harus disimpan pada suhu 2O-8OC .
Daluarsa :  26 bulan
Peringatan dan Perhatian
•    Efek antigen terhadap janin belum diketahui dan karena itu vaksinasi terhadap wanita hamil tidak direkomendasikan, kecuali pada keadaan resiko tinggi
•    Epinephrine sebaiknya selalu tersedia untuk penanganan reaksi anafilaktik
•    Mengingat  masa  inkubasi  virus  Hepatitis  B  panjang  ada kemungkinan terjadi infeksi yang tidak diketahui pada saat vaksinasi.
•    Jangan diberikan pada daerah gluteal atau intra-dermal karena tidak akan memberikan respon imun yang optimal, dan jangan diberikan secara intravena.
•    Pada pasien dialisis dan orang yang mempunyai kelemahan sistem imun, respon antibodi mungkin tidak cukup setelah vaksinasi dasar, karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang.


Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial  multi dosis 2,5 ml

D.    Polio
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa penyakit ini, sebuah virus yang dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi saluran usus. Virus ini dapat memasuki aliran darah dan mengalir ke sistem saraf pusat menyebabkan melemahnya otot dan kadang kelumpuhan (paralisis).
Etimolgi
Kata polio berasal dari [bahasa Yunani] atau bentuknya yang lebih mutakhir, dari "abu-abu" dan "bercak".

Virus polio

Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio adalah penyakit menular yang dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses. Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.

Jenis Polio

Polio non-paralisis

Polio non-paralisis menyebabkan demam, muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan punggung, otot terasa lembek jika disentuh.

Polio paralisis spinal

Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang, menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio menyerang saraf tulang belakang dan syaraf motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf pusat -- menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut), disebut quadriplegia.

Polio bulbar

Polio jenis ini disebabkan oleh tidak adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata, gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam' dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung. Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati norm.
E.     campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles) adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam, batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4 hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas, wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya dia akan kebal terhadap penyakit ini.

Penyebab

        Campak, rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang menular atau infeksius sejak awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak disebabkan olehparamiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease). Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi, infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.

Gejala

        Gejala mulai timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan - nyeri tenggorokan] - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik - nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul 3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh, lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit, ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.

Komplikasi

Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
1.      Infeksi bakteri : Pneumonia dan Infeksi telinga tengah
2.      Kadang terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah memar dan mudah mengalami perdarahan
3.      Ensefalitis (infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.

      Diagnosa

Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: - pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi - pemeriksaan Ig M anti campak - Pemeriksaan komplikasi campak :
§  enteritis
§  Ensephalopati,
§  Bronkopneumoni

     Pengobatan

Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.

   Pencegahan

Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9 bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.

Waktu Inkubasi

Waktu terpapar sampai kena penyakit: Kira-kira 10 sampai 12 hari sehingga gejala pertama, dan 14 hari sehingga ruam muncul. Imunisasi (MMR) pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Orang yang dekat dan tidak mempunyai kekebalan seharusnya tidak menghadiri sekolah atau bekerja selama 14 hari.

[sunting]Waktu pengasingan yang disarankan

Disarankan selama sekurang-kurangnya 4 hari setelah ruam muncul...
2.      Macam-macam vaksin untuk dewasa
Tujuan

Tujuan imunisasi atau vaksinasi adalah meningkatkan derajat imunitas, memberikan proteksi imun dengan menginduksi respons memori terhadap patogen/toksin tertentu dengan menggunakan preparat antigen (zat asing) non-virulen/non-toksik. Antibodi (zat kekebalan) yang diproduksi imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba (kuman) ekstraselular dan produknya. Antibodi akan mencegah efek merusak sel dengan menetralisasi toksin kuman (dipthteria, clostridium). Antibodi jenis IgA berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus/bakteri menempel pada mukosa (efek polio oral). Mengingat respons imun baru timbul setelah beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan dengan patogen. Pencegahan imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha imunoprofilaksis. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat ditakuti, berkat imunisasi masal, sekarang telah lenyap dari muka dunia ini. Demikan pula dengan polio yang dewasa ini sudah banyak dillenyapkan di banyak negara. Pierce dan Schaffner melaporkan, kurangnya perhatian imunisasi pada usia dewasa disebabkan adanya keraguan masyarakat maupun petugas pelaksana pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi, ganti rugi yang tidak memadai dan belum berkembangnya sistem imunisasi dewasa.
          
            Macam-macam imunisasi yang direkomendasikan
Jadwal Imunisasi Dewasa
Sumber: Konsensus Imunisasi Dewasa, PB-PAPDI

Penjelasan rekomendasi jadwal imunisasi dewasa

1. Tetanus dan Diphteria (Td)
·         Seluruh orang dewasa harus mendapat vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan 2 dosis diberikan paling tidak dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga diberikan 6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa belum pernah mendapat imunisasi tetanus dan difteri, maka diberikan seri primer diikuti dosis penguat setiap 10 tahun.
·         Macam vaksin: Toksoid
·         Efektivitas: 90%
·         Rute suntikan: i.m.
2. Measles, Mumps, Rubella (MMR)
·         Orang dewasa yang lahir sebelum 1957 dianggap telah mendapat imunitas secara alamiah. Orang dewasa yang lahir pada tahun 1957 atau sesudahnya perlu mendapat 1 dosis vaksin MMR. Beberapa kelompok orang dewasa yang berisiko terpapar mungkin memerlukan 2 dosis yang diberikan tidak kurang dari jarak 4 minggu. Misalnya, mereka yang kerja di fasilitas kesehatan dan yang sering melakukan perjalanan.
·         Macam vaksin: Vaksin hidup
·         Efektivitas: 90-95%
·         Rute suntikan: s.c.
3. Influenza
·         Vaksinasi influenza dilakukan setiap tahun bagi orang dewasa dengan usia > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan penghuni fasilitas-fasilitas lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama dsb); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis, penyakit metabolisme (termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV, juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-petugas kesehatan di atas. Vaksin ini juga dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia, imunisasi influenza telah dijadikan program sehingga semua orang berumur 65 tahun atau lebih mendapat layanan imunisasi infuenza melalui program pemerintah.
·         Macam vaksin: Vaksin split dan subunit
·         Efektivitas: 88–89%
·         Rute suntikan: i.m.
·         Catatan: vaksin ini dianjurkan untuk usia > 50 tahun untuk individual, sedangkan untuk program, usia > 65 tahun.
4. Pneumokok
·         Vaksin polisakarida pneumokok diberikan, pada orang dewasa usia > 65 tahun dan mereka yang berusia < 65 tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru kronis, diabetes melitus, alkoholik chirrosis, kebocoran cairan serebospinal, asplenia anatomik/fungsional, infeksi HIV, leukemia, penyakit limfoma Hodgkins, mieloma berganda, malignansi umum, gagal ginjal kronis, gejala nefrotik, atau mendapat kemoterapi imunosupresif. Vaksinasi ulang secara rutin pada individu imunokompeten yang sebelumnya mendapat vaksinasi Pneumo 23 valensi tidak dianjurkan; tetapi, revaksinasi dianjurkan jika vaksinasi sebelumnya sudah > 5 tahun dan juga:
Umur < 65 th ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang > 65 th
Merupakan individu berisiko tinggi terjadinya infeksi pneumokok serius (sesuai deskripsi Advisory Comittee on Immunization Practice, ACIP)
Individu dengan tingkat antibodi yang cepat sekali turun
·         Macam vaksin: Polisakarida
·         Efektivitas: 90%
·         Rute suntikan: i.m. atau s.c.
5. Hepatitis A
·         Vaksin Hepatitis A diberikan dua dosis dengan jarak 6 hingga 12 bulan pada individu berisiko terjadinya infeksi virus Hepatitis A, seperti penyaji makanan (food handlers) dan mereka yang menginginkan imunitas, populasi berisiko tinggi, mis: individu yang sering melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara dengan prevalensi tinggi Hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati, individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi Hepatitis A atau peneliti virus Hepatitis A.
·         Macam vaksin: Antigen virus inaktif
·         Efektivitas: 94-100%
·         Rute suntikan: i.m.
6. Hepatitis B
·         Dewasa yang berisiko terinfeksi Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya, klien dan staff institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis, penerima konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau kontak seksual dengan individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya,  individu yang berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS, fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan. Berikan 3 dosis dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat respons baik, maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat (booster).
·         Macam vaksin: Antigen virus inaktif
·         Efektivitas: 75-90%
·         Rute suntikan: i.m.
7. Meningokok
·         Vaksin meningokok polisakarida tetravalen (A/C/Y/W-135) wajib diberikan pada calon haji. Vaksin ini juga dianjurkan untuk individu defisiensi komponen, pasien asplenia anatomik dan fungsional, dan pelancong ke negara di mana terdapat epidemi penyakit meningokok (misalnya “Meningitis belt” di sub-Sahara Afrika). Pertimbangkan vaksinasi ulang setelah 3 tahun.
·         Macam vaksin: Polisakarida inaktif
·         Efektivitas: 90%
·         Rute suntikan: s.c.
8. Varisela
·         Vaksin varisela diberikan pada individu yang akan kontak dekat dengan pasien berisiko tinggi terjadinya komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga yang kontak dengan individu imunokompromais). Pertimbangkan vaksinasi bagi mereka yang berisiko tinggi terpapar virus varisela, seperti mereka yang pekerjaannya berisiko (misalnya guru yang mengajar anak-anak, petugas kesehatan, dan residen serta staf di lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni serta staf institusi penyadaran (rehabilitasi) anggota militer, wanita usia subur yang belum hamil, dan mereka yang sering melakukan perjalanan kerja/wisata. Vaksinasi terdiri dari 2 dosis yang diberikan dengan jarak 4–8 minggu.
·         Macam vaksin: Virus hidup yang dilemahkan
·         Efektivitas: 86%
·         Rute suntikan: s.c.
Selain vaksin di atas, juga digunakan vaksin berikut pada orang dewasa.

9. Demam Tifoid
·         Dianjurkan penggunaannya pada pekerja jasa boga, wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Pemberian vaksin Thypim vi perlu diulang setiap 3 tahun.
·         Macam vaksin: Antigen vi inaktif
·         Efektivitas: 50-80%
·         Rute suntikan: i.m.
10. Yellow Fever
·         WHO mewajibkan vaksin ini bagi wisatawan yang akan berkunjung ke Afrika Selatan. Ulangan vaksinasi setiap 10 tahun.
·         Macam vaksin: Virus hidup yang dilemahkan
·         Efektivitas: tinggi
·         Rute suntikan: s.c.
11. Japanese Encephalitis
·         Untuk wisatawan yang akan bepergian ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih dari 30 hari atau akan tinggal lama di sana, terutama jika mereka melakukan aktivitas di pedesaan.
·         Macam vaksin: Virus inaktif
·         Efektivitas: 91%
·         Rute suntikan: s.c.
12. Rabies
·         Bukan merupakan imunisasi rutin. Dianjurkan pada individu berisiko tinggi tertular (dokter hewan dan petugas yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium), wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis yang berisiko kontak dengan hewan dan individu yang tergigit binatang tersangka rabies.
·         Macam vaksin: Virus yang dilemahkan
·         Juga tersedia serum (Rabies Immune Globulin).
·         Efektivitas vaksin: 100%
·         Rute suntikan: i.m. atau s.c.
  1. Imunisasi pada bayi prematur
Memed-memed sekalian aku punya artikel ni tenatang imunisasi pada bayi prematur semoga bisa membantu yaa.. tapi sumbernya ga tau deh valid engga nya,,..hehe ini sumbernya http://happimommi.wordpress.com/2008/09/08/imunisasi-pada-kondisi-tertentu-prematur-dan-bayi-dengan-berat-lahir-rendah-2500-gram/
        Bayi prematur kurang dari 37 minggu usia kehamilan dan bayi cukup bulan dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), dengan beberapa pengecualian, seharusnya mendapatkan imunisasi rutin seperti yang diperoleh bayi-bayi lain sesuai usia kronologisnya. Usia kehamilan dan berat lahir bukanlah faktor penghalang bagi seorang bayi prematur yang sehat dan stabil untuk mendapatkan imunisasi sesuai jadwal.
Walaupun beberapa penelitian menunjukan respon imunitas yang kurang terhadap beberapa vaksin yang diberikan pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan bayi yang kurang dari 29 minggu usia kehamilan, sebagian besar bayi prematur, termasuk bayi yang menerima dexametason (steroid) untuk pengobatan penyakit kronik paru, mampu membuat sistem kekebalan yang dipicu oleh vaksin untuk mencegah penyakit. Dosis vaksin pun seharusnya tidak dikurangi atau dibagi-bagi.
Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah mempunyai toleransi yang sama seperti bayi cukup bulan terhadap sebagian besar vaksin. Kejadian henti napas dilaporkan pernah terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram atau usia gestasi kurang dari 31 minggu setelah pemberian vaksin DTP, tetapi tidak pernah dilaporkan pada pemberian vaksin DTaP. Meskipun demikian, pada pemberian vaksin pneumokokus (PCV7) bersamaan dengan DTP dan Hib pada bayi prematur dilaporkan kejadian kejang demam yang ringan yang lebih sering jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan. Gangguan jantung dan pembuluh darah, seperti henti napas dan penurunan denyut jantung disertai penurunan oksigen meningkat kejadiannya pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram yang diberikan kombinasi vaksin DTaP, IPV (polio suntik), Hepatitis B dan Hib. Meskipun demikian, kejadian-kejadian ini bukanlah sesuatu hal yang berbahaya bagi pertumbuhan dan perkembangan bayi yang diimunisasi.
Bayi prematur yang secara medis stabil dan masih dirawat di rumah sakit saat 2 bulan usia kronologisnya seharusnya diberikan semua vaksin yang direkomendasikan pada usia tersebut. Bayi prematur dikatakan stabil secara medis adalah bayi yang tidak memerlukan manajemen berkelanjutan untuk infeksi serius, penyakit metabolik atau gangguan ginjal akut, gangguan jantung dan pembuluh darah atau gangguan saluran pernapasan dan bayi prematur yang menunjukkan perbaikan dan pertumbuhan yang stabil.
Semua vaksin yang harus diberikan pada usia 2 bulan dapat dilakukan secara simultan baik pada bayi prematur maupun bayi dengan berat lahir rendah. Untuk mengurangi banyaknya suntikan dapat diberikan vaksin kombo. Jika tidak dapat dilakukan secara simultan karena terbatasnya area suntikan, maka pemberian vaksin boleh dipisah dengan interval waktu kapan saja karena vaksin yang diberikan merupakan vaksin yang inaktif. Akan tetapi, untuk menghindari reaksi lokal yang tumpang tindih, interval yang dianggap rasional adalah 2 minggu. Ukuran jarum yang digunakan untuk menyuntikkan vaksin ke dalam otot tergantung dari massa otot tempat suntikan akan diberikan.
Semua bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah beresiko terhadap penyakit pneumokokus yang invasif. Oleh karena itu, apabila secara medis stabil pada usia 2 bulan bayi-bayi ini harus menerima dosis penuh vaksin PCV7 (data artikel ini diambil dari data di Amerika Serikat-American Academy Pediatric). Begitu pula halnya dengan vaksin DTaP, mengingat angka kejadian pertusis yang fatal meningkat pada bayi-bayi di bawah usia 6 bulan.
Vaksin Hepatitis B yang diberikan kepada bayi prematur dan bayi dengan berat lahir lebih dari 2000 gram menimbulkan respon imun yang mirip dengan respon imun yang timbul pada bayi cukup bulan. Oleh sebab itu, bayi dengan berat lahir 2000 gram yang stabil secara medis dengan ibu HBsAg negatif boleh diberikan dosis pertama vaksin Hepatitis B segera setelah lahir. Untuk yang tidak stabil, dapat ditunda sampai kondisi klinisnya stabil. Sementara untuk bayi yang lahir dengan berat kurang dari 2000 gram, imunisasi dengan vaksin Hepatitis B segera setelah lahir ternyata memberikan respon imun yang kurang jika dibandingkan dengan bayi cukup bulan ataupun bayi prematur yang lebih dari 2000 gram. Meskipun demikian, bayi prematur yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif memiliki perlindungan dari komplikasi perinatal yang mungkin timbul akibat penyakit Hepatitis B jika diberikan vaksin Hepatitis B tanpa melihat berat lahirnya. Dari beberapa penelitian didapatkan 2 hal yang dapat dijadikan faktor prediksi terhadap kesuksesan munculnya antibodi terhadap Hepatitis B setelah dilakukan vaksinasi, yaitu: usia kronologis bayi prematur yang stabil secara medis saat pertama kali menerima dosis pertama vaksinasi Hepatitis B tanpa melihat berat lahir maupun usia kehamilan saat lahir dan penambahan berat badan yang konsisten sebelum menerima dosis pertama vaksin Hepatitis B.
Bayi dengan berat kurang dari 2000 gram yang secara medis stabil dan menunjukkan penambahan berat badan harus mendapatkan dosis pertama vaksin Hepatitis B secepat-cepatnya saat usia 30 hari tanpa melihat usia kehamilan atau berat lahirnya. Bayi prematur dengan berat kurang dari 2000 gram yang cukup sehat sehingga diperbolehkan meninggalkan rumah sakit sebelum usia 30 hari boleh diberikan vaksin Hepatitis B saat meninggalkan rumah sakit. Memberikan vaksin Hepatitis B dosis pertama saat usia bayi 1 bulan tanpa melihat beratnya memberikan pilihan untuk menjalankan imunisasi selanjutnya sesuai jadwal, mengurangi jumlah injeksi simultan imunisasi yang diberikan saat usia 2 bulan, memberikan perlindungan dini terhadap bayi prematur yang harus ditransfusi dan dioperasi dan menurunkan transmisi penularan secara horisontal dari carier Hepatitis B di dalam keluarga, pengunjung rumah sakit dan petugas medis lainnya. Penelitian juga menunjukkan bahwa semakin awal vaksin Hepatitis B diberikan maka semakin besar kemungkinan untuk menyelesaikan vaksin-vaksin yang lain tepat waktu.
Semua bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang lahir dari seorang ibu dengan HbsAg positif harus menerima Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) dalam 12 jam sesudah lahir dan vaksin hepatitis B (lihat penjelasan mengenai vaksin Hepatitis B di atas). Jika status HbsAg ibu tidak diketahui, maka bayi harus mendapat vaksin Hepatitis B sesuai rekomendasi untuk bayi yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif. Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang diberikan vaksin Hepatitis B saat lahir harus diberikan 3 dosis tambahan.
Hanya vaksin Hepatitis B monovalen yang boleh digunakan saat bayi berusia 6 minggu atau kurang. Memberikan dosis vaksin Hepatitis B monovalen saat lahir sementara kombinasi vaksin yang mengandung vaksin Hepatitis B digunakan berarti bahwa bayi tersebut akan mendapatkan total 4 dosis. Kombinasi vaksin yang mengandung komponen Hepatitis B belum pernah diteliti mengenai keamanannya untuk diberikan pada bayi dengan ibu yang HbsAg positif.
Karena semua bayi prematur dianggap memiliki resiko terhadap komplikasi influenza, 2 dosis vaksin inflluenza inaktif dengan jarak 1 bulan harus ditawarkan kepada orang tua bayi untuk diberikan ke bayi saat berusia 6 bulan sebelum musim influenza dimulai. Karena sebab itu pula, maka orang-orang yang berkontak dengan bayi tersebut harus mendapatkan vaksin influenza inaktif. Bayi prematur yang kurang dari 32 minggu usia kehamilan dan bayi dengan penyakit paru kronik dan kondisi jantung pembuluh darah tertentu sampai usia 2 bulan mungkin mendapat manfaat dengan profilaksis untuk infeksi RSV (palivizumab) selama musim infeksi RSV. Palivizumab tidak mempengaruhi vaksinasi rutin lainnya untuk bayi prematur atau bayi dengan berat lahir rendah.
Sumber: AAP (American Academy of Pediatrics)
Artikel diatas dari data-data di Amerika Serikat.

Sumber :
pedoman imunisasi di indonesia.
Imunologi dasar FKKUI





Tidak ada komentar:

Posting Komentar