Scenario 2 blok 6 part
2
Author :
Eka
- Imunisasi dasar
lengkap di indonesia ?
A.
BCG
Tujuan imunisasi
BCG
Manfaat imunisasi BCG yaitu untuk mencegah
bayi atau anak terserah dari penyakit TBC berat seperti : meningitis TBC dan
TBC miller. Ini dikarenakan bayi atau anak masih rentan terinfeksi Mycrobacterium Tuberculosis penyebab
penyakit TBC, akibat adanya kontak dengan penderita TBC yang ada di sekitarnya,
seperti : orang tua, keluarga,pengasuh, dan lian sebagainya.
Lokasi
penyuntikan imunisasi BCG
Menurut badan kesehatan WHO lokasi
penyuntikan imunisasi BCG sebaiknya di lengan kanan atas. Akan tetapi adapula yang
dilakukan di paha, perbedaan lokasi penyuntikan sering sekali dihubungkandengan
“estetika” yang konon kayanya bisa merusak keindahan si kecil. Padahal jika
dilakukan di lengan kanan atas pun sebenarnya luka bekas yang ditimbulkan pun
tidak terlalu besar. Efek samping BCG umumnya juga tidak menimbulkan
panas/demam.
Tanda
keberhasilan vakisnasi BCG
Tanda keberhasilan imunisasi BCG dapat
dilihat dengan munculnya benjolan kecil dan bernanah seperti bisul pada bagian
yang disuntik. Akan tetapi jika kita lihat lebih seksama benjolan atau bisul
kecil itu memepunyai ciri yang khas dan berbeda dari bisul pada umumnya.
Terlebih lagi, bisul bekas imunisasi BCG tersebut tidak menimbulkan sakit jika
disentuh. Seiring dengan berjalannya waktu, benjolan tersebut akan mengempis
dengan sendirinya dengan membentuk luka parut.
Jika timbul
reaksi lain
Apabila ada reaksi lain setelah vaksinasi
BCG, misalnya bisul atau benjolan tersebut tidak sembuh-sembuh dan malah
terjadi koreng, maka anda patut mewaspadainya. Terlebih bila ada pembengkakan
pada kelenjar limfe di ketiak aatau di pangkal paha pada bayi( tregantung
lokasi penyuntikan ). Hal tersebut sebagai salah satu pertanda bahwa si anak
dulunya pernah terinfeksi TB, sehingga memungkinkan timbulnya reaksi berlebih
pasca pemberian vaksin. Dan bisa
dikonsultasikan kepada dokter spesialis anak
Jika tidak
timbul benjolan
Pertanyaannya ,pasca imunisasi BCG tapi
tidak muncul benjolan/bisul, apa berarti gagal? Jika benjolan atau bisul tidak
muncul, buakn berarti vaksinansinya gagal. Antibodi yang sudah diberikan
melalui vaksinasi tersebut tetap terbentuk, hanya kadarnya rendah. Hal ini bisa
saja terjadi karena beberapa faktor, misalnya, dosis yang diberikan terlalu
rendah, daya tahan si kecil sedang tidak baik, atau bisa juga disebabkan oleh
kualitas vaksin itu sendiri oleh karena penyimpanan yang kurang benar misalnya.
Jadi, jika anak tidak timbul bisul/ benjolan tidak perlu khawatir, karena
booster ( ulangan vaksinasi ) bisa dipeoleh dari alam, yang terpenting
sebelumnya sudah pernah divaksinasi.
B.
DPT
Imunisasi merupakan rangkaina salah satu
imunisasi yang diwajibkan oleh pemerintah. Imunisasi DPT pertama diberikan pada
umur 2 bulan dan kemudian dilanjutkan pada umur 3 bulan, 4 bulan, 18 bulan, 5
tahun. Vaksinansi DPT ini dapat diberikan bersamaan dengan dengan vaksin polio.
a.
Pertusis
Definisi
Pertusis ( batuk rejan, whooping cough)
adalah infeksi bakteri pada saluran pernafasan yang sangat menular dan
menyebabkan batuk yang biasanya diakhiri dengan suara pernafasan dalam bernada
tinggi( melengking)
Pertusis
bisa terjadi pada usia berapapun. Tetapi 50% kasus ditemukan pada anak berumur
dibawah 4 tahun. Serangan pertusis yang pertama kali selalu memberikan
kekebalan penuh. Jika terjadi serangan pertusis kedua, biasanya bersifat ringan
dan tidak selalu dikenali dengan pertusis.
Penyebab
Penyebab adlah bacteri Bordetella
pertussis. Bakteri ini ditularkan melalui percikan ludah penderita.
Gejala
Gejala timbul dalam waktu 7-10 hari
setelah terinfeksi. Bakteri menginfeksi lapisan tenggorokan, trakea dan saluran
udara sehingga pemebentukan lendir semakin banyak pada awalnya lendir encer,
tetapi kemudian menjadi kental dan lengket.
Infeksi
berlangsung selama 6 minggu, dan berkembang melalui 3 tahapan :
1. Tahap
kataral ( mulai terjadi secara bertahap dalam waktu 7-10 hari setelah
terinfeksi) gejalanya seperti flu ringan :
-
Bersin-bersin
-
Mata berair
-
Nafsu makan berkurang
-
Lesu
-
Batuk ( pada awalnya
hanya timbul dimalam hari kemudian terjadi sepanjang hari )
2. Tahap
paroksimal ( mulai timbul dalam waktu 10-14 hari setelah timbulnya gejala awal)
5-15 kali batuk diikuti dengan menghirup nafas dalam dengan nada tinggi.
Setelah beberapa hari batuk bisa disertai pengeluaran sejumlah besar lendir
yang biasanya ditelan oleh bayi atau tampak sebagai gelembung udara dihidungnya
Batuk
atau lendir yang kental sering merangsang terjadinya muntah serangan batuk bisa
diakhiri oleh penurunan kesadaran yang bersifat sementara. Pada bayi apneu (
henti nafas) dan tersedak lebih sering terjadi dibandingkan dengan tarikan yang
bernada tinggi.
3. Tahap
konvalesen ( mulai terjadi dalam waktu 4-6 minggu setelah gelaja awal) batuk
semakin berkurang , muntah juga berkurang anak tampak lebih baik kadang batuk
terjadi selama berbulan-bulan, biasanya akibat iritasi saluran pernafasan.
Diagnosa
Diagnosis
ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan berikut :
-
Pembiakan lendir dan
mulut
-
Pembiakan apus
tenggorokan
-
Pemeriksaan darah
lengkap terjadi peningkatan jumlah sel darah putih yang ditandai dengan besar
limfosit.
-
Pemeriksaan serologi
untuk Bordetella pertussis
-
ELISA
Pengobatan
Jika penyakitnya berat, penderita
biasanya dirawat di rumah sakit. Mereka ditempatkan di dalam kamar yang tenang
dan tidak terlalu terang. Keributan bisa merangsang serangan batuk.
Bisa dilakukan pengisapan lendir dari
tenggorokan. Pada kasus yang berta , oksigen diberikan langsung ke paru-paru
melalui selang yang langsung dimaksukan ke trakea. Untuk menggantikan cairan
yang hilang karena muntah dan karena bayi biasanya tidak dapat makan akibat
batuk, maka diberikan cairan melalui infus. Gizi yang baik sangat penting, dan
sebaiknya makanan yang diberikan dalam porsi kecil tetapi sering. Untuk
membasmi bakteri, biasanya diberikan antibiotik eritromysin.
Prognosis
Sebagian besar penderita mengalami
pemulihan total , meskipun berlangsung lambat sekitar 1-2 % anak yang berusia
dibawah 1 tahun meninggal. Kematian terjadi karena berkurangnya suplai darah ke
otak (ensefalopati anoksia) dan bronkopneumonia.
b.
Tetanus
Tetanus adalah suatu penyakit yang
disebabkan oleh racun yang dihasilkan oleh bakteri clostridium tetani. Dapat
disebut juga lockjaw karena terjadi kejang pada otot rahang.
Penyebab
Bakteri an-aerob clostridium
tetani. Spora dari clostridium tetani dapat hidup selama bertahun-tahun di
adalam tanah dan kotoran hewan. Jika bakteri tetannus masuk kedalam tubuh
manusia, bisa terjadi infeksi baik pada luka yang dlam maupun luka yang
dangkal. Yang menyebabkan timbulnya gejalan-gejala infeksi adalah racun yang dihasilakan
oleh bakteri, bukan bakterinya.
Gejala
Gejala -gejala biasanya muncul
dalam waktu 5-10 hari setelah terinfeksi, tetapi bisa muncul dalam waktu 2 hari
atau 50 hari setelah terinfeksi.
Biasanya
penderita mengalami kejang atau kekakuan biasanya terjadi di otot-otot perut,
leher, punggung, dan kejang pada
sfingter perut bagian bawah bisa menyebabkan gangguan sembelit pada perut
juga tertahannya air kemih.
Diagnosa
Diduga
sebagia tetanus jika terjadi kekauan otot atau kejang pada seseorang yang
memiliki luka, unutk menegakkan diagnosis bisa dilakukan pembiakan bakteri dari
apusan luka.
Pengobatan
Untuk menetralisir racun, diberikan
imunoglobuli tetanus. Antibiotik tetrasiklin dan pinisillin diberikan untuk
mencegah pemebentukan racun lebih lanjut.
Prognosis
Tetanus memiliki angka kematian sampai 50%.
Kematian biasanya terjadi pada penderita yang sangat muda, sangat tua, atau
pemakaian obat suntik.
Pencegahan
Mencegah tetanus melalui vaksinasi adalah
jauh lebih baik dari pada mengobatinya. Pada anak-anak, vaksin tetanus
diberikan sebagai bagian vaksin DPT . pada dewasa sebaiknya menerima booster.
c.
Difteri
Penyakit Difteri
Difteri adalah penyakit akibat
terjangkit bakteri yang bersumber dari Corynebacterium diphtheriae. Difteri ialah penyakit yang menakutkan karena
telah mengorbankan ribuan nyawa. Hingga saat ini, sewaktu-waktu penyakit
mengerikan ini dapat mewabah di daerah-daerah dunia yang belum berkembang
termasuk Indonesia. Orang yang selamat dari penyakit ini menderita kelumpuhan
otot-otot tertentu dan kerusakan permanen pada jantung dan ginjal. Anak-anak
yang berumur satu sampai sepuluh tahun sangat peka terhadap penyakit ini.
Kuman difteri disebarkan oleh
menghirup cairan dari mulut atau hidung orang yang terinfeksi, dari jari-jari
atau handuk yang terkontaminasi, dan dari susu yang terkontaminasi penderita.
Gejala yang muncul ialah sakit tenggorokan, demam, sulit bernapas dan menelan,
mengeluarkan lendir dari mulut dan hidung, dan sangat lemah. Kelenjar getah
bening di leher membesar dan terasa sakit.
Lapisan (membran) tebal terbentuk
menutupi belakang kerongkongan, sehingga dapat menutup saluran pernapasan dan
menyebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Tergantung pada berbagai faktor,
maka manifestasi penyakit ini bisa bervariasi dari tanpa gejala sampai suatu
keadaan/penyakit yang hipertoksik serta fatal. Sebagai faktor primer adalah
imunitas penderita terhadap toksin diphtheria, virulensi serta toksinogenesitas
(kemampuan membentuk toksin) C. diphtheriae, dan lokasi penyakit secara
anatomis.
Masa tunas penyakit ini adalah
sekitar 2-6 hari. Penderita pada umumnya datang untuk berobat setelah beberapa
hari menderita keluhan sistemik seluruh tubuh. Demam jarang melebihi 38,9
derajat Celcius dan keluhan serta gejala lain tergantung pada lokalisasi
penyakit difteri. Pada penampilan gejala permulaan miripcommon cold, yaitu pilek ringan tanpa atau disertai gejala sistemik
ringan.
Sekret hidung berangsur menjadi
kental dan berwarna kuning atau hijau, kadang membuat lecet pada lobang hidung
dan bibir atas. Perjalanan penyakit awalnya lambat sehingga gejala sistemik
yang timbul tidak nyata sehingga diagnosis lambat dibuat.
Gejala lain adalah sulit makan,
malaise, demam ringan, nyeri menelan. dalam 1-2 hari timbul membran yang
melekat, berwarna putih-kelabu dapat menutup tonsil dan dinding faring, meluas
ke langit-langit mulut hingga ke laring pita suara dan tenggorokan. Usaha
melepas membran akan mengakibatkan perdarahan. Dalam keadaan tertentu
menyebabkan pembengkakkan kelenjar di daerah leher. Bila bersamaan dengan
pembengkakkan jaringan lunak leher yang luas timbul bullneck atau seperti leher sapi.
Akibat yang ditimbukan penyakit difteri sangat fatal bila
sudah terjadi komplikasi. Komplikasi yang paling awal dan paling sering adalah
sumbatan atau obstruksi jalan nafas. Gangguan ini disebabkan oleh karena
tertutup jalan nafas oleh membran difteria atau oleh karena edema pada tonsil,
faring, daerah sub mandibular dan servikal.
Dalam keadaan lebih berat dapat
mengakibatkan kesadaran menurun hingga koma. Dalam keadaan seperti itu,
kematian bisa terjadi dalam satu minggu sampai 10 hari. Penyulit pada jantung
berupa miokardioopati toksik bisa terjadi pada minggu ke dua, tetapi bisa lebih
dini (minggu pertama) atau lebih lambat (minggu ke enam), hingga bisa pula
terjadi gagal jantung.
Tujuan
imunisasi DPT
Tujuan
atau manfaat imunisasi DPT yaitu untuk mnecegah penyakit difteri, tetanus, dan
pertusis. Cara pemeberian dengan cara diinjeksi.
Efek
samping imunisasi DPT
Efek
samping yang ditimbulkan imunisasi DPT umumnya menderita demam atau panas. Akan
tetapi hal itu wajar, sehingga anda tidak perlu cemas atau khawatir. Efek
samping lain yang bisa terjadi pada imunisasi pada imunisasi DPT adlah
pembengkaan atau pada bagian yang diinjeksi.
Cara mengatasi bayi panas / demam
setelah imunisasi DPT
Jika
badan bayi panas/ demam ( suhu tubuh di atas 37,50C), biasanya bayi rewel atau menangis terus
karena tidak nyaman. Pada saat seperti ini, tidak sedikit para orang tua yang
ingin segera memberi obat penurun panas. Tetapi sebaiknya pemeberian penurun
panas seperti paracetamol, diambil sebagi jalan terakhir. Sebelumnya and abisa
melakukan cara lain untuk menurunkan panas bayi yaitu :
1. Memeluk
bayi dengan metode skin to skin ( kulit sama-sama bersentuhan dengan
bertelanjangi), agar panas dari anak dapt berpindah ke ibunya.
2. Tingkatkan
pemberian ASI
3. Kompres
dengan air hangat.
Ketiga cara ini, selain ampuh mengatasi
bayi demam setelah imunisasi DPT juga aman karena tanpa obat.
Imunisasi
DPT Panas dan DPT dingin
Saat
ini ada 2 bentuk imunisasi DPT, yaitu DTwP ( yang mengandung protein pertusis
utuh atau lengkap) dan DtaP( yang hanya mengandung sebagian protein pertusis).
Perbandingannya, imunisasi DTwP ( biasanya disebut DPT panas) bisa menimbulkan
efek samping panas/demam pasca imunisasi. Sementara imunisasi Dtap ( biasanya
disebut DPT dingin) jarang menimbulkan efek samping demam/panas pasca
imunisasi. Akan tetapi meski demikian, tidak ada jaminan bahwa setelah di
imunisasi dengan DtaP atau DTP dingin, bayi bebas dari demam/panas. Sebab,
nantinya akan dipengaruhi oleh beberapa faktor, salah satunya kondisi balita
saat diberi vaksin.
C.
Hepatitis
Deskripsi
Vaksin Hepatitis B Rekombinan adalah vaksin virus rekombinan yang telah diinaktivasi dan bersifat non-infectious, berasal dari HBsAg yang dihasilkan dalam sel ragi (Hansenula polymorpha) menggunakan teknologi DNA rekombinan. Vaksin ini merupakan suspensi berwarna putih yang diproduksi dari jaringan sel ragi yang mengandung gene HBsAg,yang dimurnikan dan diinaktivasi melalui beberapa tahap proses fisiko kimia seperti ultrasentrifuse, kromatografi kolom, dan perlakuan dengan formaldehid.
Indikasi
Untuk Imunisasi aktif terhadap infeksi yang disebabkan oleh virus Hepatitis B, tidak dapat mencegah infeksi yang disebabkan oleh virus lain seperti virus Hepatitis A, Hepatitis C atau virus lain yang diketahui dapat menginfeksi hati. Dapat diberikan pada semua usia dan direkomendasikan terutama untuk orang-orang yang mempunyai resiko tinggi terinfeksi virus Hepatitis B termasuk:
1. Petugas kesehatan: dokter, dokter gigi, dokter ahli bedah, perawat, perawat gigi, ahli kebersihan gigi, petugas paramedis yang kontak dengan pasien, staf unit hemodialisis, hematologi dan onkologi, petugas laboratorium yang menangani darah dan sampel klinis lain, petugas pemakaman dan kamar mayat, petugas bank darah dan fraksinasi plasma, ahli siropodis, petugas kebersihan yang menangani pembuangan, petugas gawat darurat dan petugas ambulans.
2. Pasien ;
Pasien yang sering menerima transfusi darah dan produk darah lainnya seperti pada unit hemodialisa dan onkologi, penderita thallasemia, sickle-cell anaemia, sirosis dan haemofilia, dll.
3. Petugas lembaga ;
Orang yang sering kontak dengan kelompok beresiko tinggi: narapidana dan petugas penjara, petugas di lembaga untuk penderita gangguan mental.
4. Orang yang beresiko tinggi karena aktivitas seksualnya :
Orang yang berhubungan seks secara berganti-ganti pasangan, orang yang terkena penyakit kelamin, homoseks, kaum tuna susila.
5. Penyalahgunaan obat suntik
6. Orang dalam perjalanan ke daerah endemisitas tinggi
7. Keluarga yang kontak dengan penderita Hepatitis B akut atau kronik.
8. Bayi yang lahir dari ibu pengidap (carrier)
Komposisi
Setiap 1 ml vaksin mengandung HBsAg 20 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,5 mg. Setiap 0,5 ml vaksin mengandung HBsAg 10 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,25 mg.
Seluruh formulasi mengandung Thimerosal 0,01 w/v% sebagai pengawet.
Dosis dan Cara Pemberian
Vaksin Hepatitis B disuntikkan secara intramuskuler, jangan disuntikkan secara intravena atau intradermal.
Dosis untuk Dewasa (> 10 tahun) 1,0 ml, sedangkan dosis untuk bayi/anak (< 10 tahun) 0,5 ml. Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan secara subkutan khusus pada pasien yang mempunyai kecenderungan perdarahan berat (seperti hemofili).
Vaksin harus dikocok dahulu sebelum digunakan.
Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.
Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatitis B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut.
Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Keluhan sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan disebabkan oleh pemberian vaksin.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin Hepatitis B Rekombinan tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. Tetapi vaksinasi dapat diberikan kepada penderita infeksi ringan.
Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin harus disimpan pada suhu 2O-8OC .
Daluarsa : 26 bulan
Setiap 1 ml vaksin mengandung HBsAg 20 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,5 mg. Setiap 0,5 ml vaksin mengandung HBsAg 10 mcg yang teradsorbsi pada Aluminium hidroksida 0,25 mg.
Seluruh formulasi mengandung Thimerosal 0,01 w/v% sebagai pengawet.
Dosis dan Cara Pemberian
Vaksin Hepatitis B disuntikkan secara intramuskuler, jangan disuntikkan secara intravena atau intradermal.
Dosis untuk Dewasa (> 10 tahun) 1,0 ml, sedangkan dosis untuk bayi/anak (< 10 tahun) 0,5 ml. Pada Anak/Dewasa > 1 tahun sebaiknya disuntikkan pada otot deltoid, sedangkan pada bayi sebaiknya pada anterolateral paha. Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan secara subkutan khusus pada pasien yang mempunyai kecenderungan perdarahan berat (seperti hemofili).
Vaksin harus dikocok dahulu sebelum digunakan.
Vaksinasi dasar terdiri dari 3 dosis intramuskuler dengan jadual 0-1-6 bulan. Vaksinasi ulang diperlukan setiap 5 tahun setelah vaksinasi dasar.
Vaksin Hepatitis B rekombinan dapat diberikan serempak dengan Hepatitis B immunoglobulin pada tempat penyuntikan terpisah. Dan juga dapat diberikan bersama-sama dengan vaksin DTP, OPV dengan menggunakan jarum suntik dan lokasi penyuntikan yang terpisah, dan tidak akan mengganggu respon imun terhadap vaksin-vaksin tersebut.
Efek samping
Reaksi lokal seperti rasa sakit, kemerahan dan pembengkakan di sekitar tempat penyuntikan. Reaksi yang terjadi bersifat ringan dan biasanya hilang setelah 2 hari. Keluhan sistemik seperti demam, sakit kepala, mual, pusing dan rasa lelah belum dapat dibuktikan disebabkan oleh pemberian vaksin.
Kontraindikasi
Hipersensitif terhadap komponen vaksin. Sama halnya seperti vaksin-vaksin lain, vaksin Hepatitis B Rekombinan tidak boleh diberikan kepada penderita infeksi berat yang disertai kejang. Tetapi vaksinasi dapat diberikan kepada penderita infeksi ringan.
Penyimpanan dan Daluarsa
Vaksin harus disimpan pada suhu 2O-8OC .
Daluarsa : 26 bulan
Peringatan dan Perhatian
• Efek antigen terhadap janin belum diketahui dan karena itu vaksinasi terhadap wanita hamil tidak direkomendasikan, kecuali pada keadaan resiko tinggi
• Epinephrine sebaiknya selalu tersedia untuk penanganan reaksi anafilaktik
• Mengingat masa inkubasi virus Hepatitis B panjang ada kemungkinan terjadi infeksi yang tidak diketahui pada saat vaksinasi.
• Jangan diberikan pada daerah gluteal atau intra-dermal karena tidak akan memberikan respon imun yang optimal, dan jangan diberikan secara intravena.
• Pada pasien dialisis dan orang yang mempunyai kelemahan sistem imun, respon antibodi mungkin tidak cukup setelah vaksinasi dasar, karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang.
Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial multi dosis 2,5 ml
• Efek antigen terhadap janin belum diketahui dan karena itu vaksinasi terhadap wanita hamil tidak direkomendasikan, kecuali pada keadaan resiko tinggi
• Epinephrine sebaiknya selalu tersedia untuk penanganan reaksi anafilaktik
• Mengingat masa inkubasi virus Hepatitis B panjang ada kemungkinan terjadi infeksi yang tidak diketahui pada saat vaksinasi.
• Jangan diberikan pada daerah gluteal atau intra-dermal karena tidak akan memberikan respon imun yang optimal, dan jangan diberikan secara intravena.
• Pada pasien dialisis dan orang yang mempunyai kelemahan sistem imun, respon antibodi mungkin tidak cukup setelah vaksinasi dasar, karena itu perlu diberikan vaksinasi ulang.
Kemasan
Vaksin tersedia dalam kemasan vial multi dosis 2,5 ml
D. Polio
Poliomielitis atau polio, adalah penyakit paralisis atau lumpuh yang disebabkan oleh virus. Agen pembawa
penyakit ini, sebuah virus yang
dinamakan poliovirus (PV), masuk ke tubuh melalui mulut, mengifeksi
saluran usus. Virus ini
dapat memasuki aliran darah dan
mengalir ke sistem
saraf pusat menyebabkan
melemahnya otot dan
kadang kelumpuhan (paralisis).
Etimolgi
Kata polio berasal dari [bahasa Yunani] atau bentuknya yang lebih
mutakhir, dari "abu-abu" dan "bercak".
Virus
polio
Poliovirus adalah virus RNA kecil yang terdiri atas tiga strain berbeda dan amat menular. Virus akan
menyerang sistem saraf dan kelumpuhan dapat terjadi dalam hitungan jam. Polio
menyerang tanpa mengenal usia, lima puluh persen kasus terjadi pada anak
berusia antara 3 hingga 5 tahun. Masa inkubasi polio dari gejala pertama
berkisar dari 3 hingga 35 hari.
Polio adalah penyakit menular yang
dikategorikan sebagai penyakit peradaban. Polio menular melalui kontak
antarmanusia. Polio dapat menyebar luas diam-diam karena sebagian besar
penderita yang terinfeksi poliovirus tidak memiliki gejala sehingga tidak tahu
kalau mereka sendiri sedang terjangkit. Virus masuk ke dalam tubuh melalui
mulut ketika seseorang memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi feses.
Setelah seseorang terkena infeksi, virus akan keluar melalui feses selama
beberapa minggu dan saat itulah dapat terjadi penularan virus.
Jenis
Polio
Polio non-paralisis
Polio non-paralisis menyebabkan demam,
muntah, sakit perut, lesu, dan sensitif. Terjadi kram otot pada leher dan
punggung, otot terasa lembek jika disentuh.
Polio paralisis spinal
Strain poliovirus ini menyerang saraf tulang belakang,
menghancurkan sel tanduk anterior yang mengontrol pergerakan pada batang tubuh
dan otot tungkai. Meskipun strain ini dapat menyebabkan kelumpuhan
permanen, kurang dari satu penderita dari 200 penderita akan mengalami
kelumpuhan. Kelumpuhan paling sering ditemukan terjadi pada kaki. Setelah virus
polio menyerang usus, virus ini akan diserap oleh pembulu darah kapiler pada dinding usus dan diangkut seluruh tubuh. Virus Polio
menyerang saraf tulang belakang dan syaraf
motorik -- yang mengontrol gerakan fisik. Pada periode inilah
muncul gejala seperti flu. Namun, pada penderita yang tidak memiliki kekebalan atau
belum divaksinasi, virus ini biasanya akan menyerang seluruh bagian batang saraf
tulang belakang dan batang otak. Infeksi ini akan memengaruhi sistem saraf pusat --
menyebar sepanjang serabut saraf. Seiring dengan berkembang biaknya virus dalam
sistem saraf pusat, virus akan menghancurkan syaraf motorik. Syaraf motorik
tidak memiliki kemampuan regenerasi dan otot yang berhubungan dengannya tidak
akan bereaksi terhadap perintah dari sistem saraf pusat. Kelumpuhan pada kaki
menyebabkan tungkai menjadi lemas -- kondisi ini disebut acute flaccid paralysis (AFP). Infeksi parah pada sistem saraf
pusat dapat menyebabkan kelumpuhan pada batang tubuh dan otot pada toraks (dada) dan abdomen (perut),
disebut quadriplegia.
Polio bulbar
Polio jenis ini disebabkan oleh tidak
adanya kekebalan alami sehingga batang otak ikut terserang. Batang otak
mengandung syaraf motorik yang mengatur pernapasan dan saraf kranial, yang
mengirim sinyal ke berbagai syaraf yang mengontrol pergerakan bola mata; saraf
trigeminal dan saraf muka yang berhubungan dengan pipi, kelenjar air mata,
gusi, dan otot muka; saraf auditori yang mengatur pendengaran; saraf
glossofaringeal yang membantu proses menelan dan berbagai fungsi di
kerongkongan; pergerakan lidah dan rasa; dan saraf yang mengirim sinyal ke jantung, usus, paru-paru, dan saraf
tambahan yang mengatur pergerakan leher.
Tanpa alat bantu pernapasan, polio
bulbar dapat menyebabkan kematian. Lima hingga sepuluh persen penderita yang
menderita polio bulbar akan meninggal ketika otot pernapasan mereka tidak dapat
bekerja. Kematian biasanya terjadi setelah terjadi kerusakan pada saraf kranial
yang bertugas mengirim 'perintah bernapas' ke paru-paru. Penderita juga dapat
meninggal karena kerusakan pada fungsi penelanan; korban dapat 'tenggelam'
dalam sekresinya sendiri kecuali dilakukan penyedotan atau diberi perlakuan trakeostomi untuk menyedot cairan yang disekresikan sebelum masuk ke
dalam paru-paru. Namun trakesotomi juga sulit dilakukan apabila penderita telah
menggunakan 'paru-paru besi' (iron lung). Alat ini membantu paru-paru
yang lemah dengan cara menambah dan mengurangi tekanan udara di dalam tabung.
Kalau tekanan udara ditambah, paru-paru akan mengempis, kalau tekanan udara
dikurangi, paru-paru akan mengembang. Dengan demikian udara terpompa keluar
masuk paru-paru. Infeksi yang jauh lebih parah pada otak dapat menyebabkan koma
dan kematian.
Tingkat kematian karena polio bulbar
berkisar 25-75% tergantung usia penderita. Hingga saat ini, mereka yang
bertahan hidup dari polio jenis ini harus hidup dengan paru-paru besi atau alat
bantu pernapasan. Polio bulbar dan spinal sering menyerang bersamaan dan
merupakan sub kelas dari polio paralisis. Polio paralisis tidak bersifat
permanen. Penderita yang sembuh dapat memiliki fungsi tubuh yang mendekati norm.
E. campak
Penyakit Campak (Rubeola, Campak 9 hari, measles)
adalah suatu infeksi virus yang sangat menular, yang ditandai dengan demam,
batuk, konjungtivitis (peradangan selaput ikat mata/konjungtiva) dan ruam
kulit. Penyakit ini disebabkan karena infeksi virus campak golongan Paramyxovirus.
Penularan infeksi terjadi karena menghirup percikan
ludah penderita campak. Penderita bisa menularkan infeksi ini dalam waktu 2-4
hari sebelum rimbulnya ruam kulit dan 4 hari setelah ruam kulit ada.
Sebelum vaksinasi campak digunakan secara meluas,
wabah campak terjadi setiap 2-3 tahun, terutama pada anak-anak usia pra-sekolah
dan anak-anak SD. Jika seseorang pernah menderita campak, maka seumur hidupnya
dia akan kebal terhadap penyakit ini.
Penyebab
Campak,
rubeola, atau measles adalah penyakit infeksi yang menular atau infeksius sejak
awal masa prodromal, yaitu kisaran 4 hari pertama sejak munculnya ruam. Campak
disebabkan olehparamiksovirus ( virus campak). Penularan terjadi melalui percikan ludah
dari hidung, mulut maupun tenggorokan penderita campak (air borne disease).
Masa inkubasi adalah 10-14 hari sebelum gejala muncul.
Kekebalan terhadap campak diperoleh setelah vaksinasi,
infeksi aktif dan kekebalan pasif pada seorang bayi yang lahir ibu yang telah
kebal (berlangsung selama 1 tahun). Orang-orang yang rentan terhadap campak
adalah: - bayi berumur lebih dari 1 tahun - bayi yang tidak mendapatkan
imunisasi - remaja dan dewasa muda yang belum mendapatkan imunisasi kedua.
Gejala
Gejala mulai
timbul dalam waktu 7-14 hari setelah terinfeksi, yaitu berupa: - Panas badan -
nyeri tenggorokan] - hidung meler ( Coryza ) - batuk ( Cough ) - Bercak Koplik
- nyeri otot - mata merah ( conjuctivitis )
2-4 hari kemudian muncul bintik putih kecil di mulut bagian
dalam (bintik Koplik). Ruam (kemerahan di kulit) yang terasa agak gatal muncul
3-5 hari setelah timbulnya gejala diatas. Ruam ini bisa berbentuk makula (ruam
kemerahan yang mendatar) maupun papula (ruam kemerahan yang menonjol). Pada
awalnya ruam tampak di wajah, yaitu di depan dan di bawah telinga serta di
leher sebelah samping. Dalam waktu 1-2 hari, ruam menyebar ke batang tubuh,
lengan dan kaki, sedangkan ruam di wajah mulai memudar.
Pada puncak penyakit, penderita merasa sangat sakit,
ruamnya meluas serta suhu tubuhnya mencapai 40° Celsius. 3-5 hari kemudian suhu
tubuhnya turun, penderita mulai merasa baik dan ruam yang tersisa segera
menghilang.
Demam, kecapaian, pilek, batuk dan mata yang radang dan
merah selama beberapa hari diikuti dengan ruam jerawat merah yang mulai pada
muka dan merebak ke tubuh dan ada selama 4 hari hingga 7 hari.
Komplikasi
Pada anak yang sehat dan gizinya cukup, campak jarang
berakibat serius. Beberapa komplikasi yang bisa menyertai campak:
2.
Kadang
terjadi trombositopenia (penurunan jumlah trombosit), sehingga penderita mudah
memar dan mudah mengalami perdarahan
3.
Ensefalitis
(infeksi otak) terjadi pada 1 dari 1,000-2.000 kasus.
Diagnosa
Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan ruam kulit yang
khas.
Pemeriksaan lain yang mungkin perlu dilakukan: -
pemeriksaan darah, pemeriksaan darah tepi - pemeriksaan Ig M anti campak -
Pemeriksaan komplikasi campak :
§
enteritis
§
Ensephalopati,
§
Bronkopneumoni
Pengobatan
Tidak ada pengobatan khusus untuk campak. Anak sebaiknya
menjalani istirahat. Untuk menurunkan demam, diberikan asetaminofen atau
ibuprofen. Jika terjadi infeksi bakteri, diberikan antibiotik.
Pencegahan
Vaksin campak merupakan bagian dari imunisasi rutin pada
anak-anak. Vaksin biasanya diberikan dalam bentuk kombinasi dengan gondongan
dan campak Jerman (vaksin MMR/mumps, measles, rubella), disuntikkan pada otot
paha atau lengan atas.
Jika hanya mengandung campak, vaksin dibeirkan pada umur 9
bulan. Dalam bentuk MMR, dosis pertama diberikan pada usia 12-15 bulan, dosis
kedua diberikan pada usia 4-6 tahun.
selain itu penderita juga harus disarankan untuk istirahat
minimal 10 hari dan makan makanan yang bergizi agar kekebalan tubuh meningkat.
Waktu Inkubasi
Waktu terpapar sampai kena penyakit: Kira-kira 10 sampai 12
hari sehingga gejala pertama, dan 14 hari sehingga ruam muncul. Imunisasi (MMR)
pada usia 12 bulan dan 4 tahun. Orang yang dekat dan tidak mempunyai kekebalan
seharusnya tidak menghadiri sekolah atau bekerja selama 14 hari.
[sunting]Waktu
pengasingan yang disarankan
Disarankan selama sekurang-kurangnya 4 hari setelah ruam
muncul...
2.
Macam-macam
vaksin untuk dewasa
Tujuan
Tujuan
imunisasi atau vaksinasi adalah meningkatkan derajat imunitas,
memberikan proteksi imun dengan menginduksi respons memori terhadap
patogen/toksin tertentu dengan
menggunakan preparat antigen (zat asing) non-virulen/non-toksik. Antibodi (zat
kekebalan) yang diproduksi imunisasi harus efektif terutama terhadap mikroba
(kuman) ekstraselular dan produknya. Antibodi akan mencegah efek merusak sel dengan
menetralisasi toksin kuman (dipthteria, clostridium). Antibodi jenis IgA
berperan pada permukaan mukosa, mencegah virus/bakteri menempel pada
mukosa (efek polio oral). Mengingat respons imun baru timbul setelah
beberapa minggu, imunisasi aktif biasanya diberikan jauh sebelum pajanan
dengan patogen. Pencegahan imunisasi merupakan kemajuan besar dalam usaha
imunoprofilaksis. Cacar yang merupakan penyakit yang sangat ditakuti,
berkat imunisasi masal, sekarang telah lenyap dari muka dunia ini. Demikan
pula dengan polio yang dewasa ini sudah banyak dillenyapkan di
banyak negara. Pierce dan Schaffner melaporkan, kurangnya perhatian
imunisasi pada usia dewasa disebabkan adanya keraguan masyarakat
maupun petugas pelaksana pelayanan kesehatan terhadap keamanan vaksinasi,
ganti rugi yang tidak memadai dan belum berkembangnya sistem imunisasi
dewasa.
Macam-macam imunisasi yang
direkomendasikan
Jadwal
Imunisasi Dewasa
Sumber: Konsensus Imunisasi Dewasa, PB-PAPDI
Sumber: Konsensus Imunisasi Dewasa, PB-PAPDI
Penjelasan
rekomendasi jadwal imunisasi dewasa
1. Tetanus
dan Diphteria (Td)
·
Seluruh orang dewasa harus mendapat
vaksinasi lengkap 3 dosis seri primer dari difteri dan toksoid tetanus, dengan
2 dosis diberikan paling tidak dengan jarak 4 minggu dan dosis ketiga diberikan
6 hingga 12 bulan setelah dosis kedua. Jika orang dewasa belum pernah mendapat
imunisasi tetanus dan difteri, maka diberikan seri primer diikuti dosis penguat
setiap 10 tahun.
·
Macam vaksin: Toksoid
·
Efektivitas: 90%
·
Rute suntikan: i.m.
2. Measles,
Mumps, Rubella (MMR)
·
Orang dewasa yang lahir sebelum 1957
dianggap telah mendapat imunitas secara alamiah. Orang dewasa yang lahir pada
tahun 1957 atau sesudahnya perlu mendapat 1 dosis vaksin MMR. Beberapa kelompok
orang dewasa yang berisiko terpapar mungkin memerlukan 2 dosis yang diberikan
tidak kurang dari jarak 4 minggu. Misalnya, mereka yang kerja di fasilitas
kesehatan dan yang sering melakukan perjalanan.
·
Macam vaksin: Vaksin hidup
·
Efektivitas: 90-95%
·
Rute suntikan: s.c.
3. Influenza
·
Vaksinasi influenza dilakukan setiap
tahun bagi orang dewasa dengan usia > 50 tahun; penghuni rumah jompo dan
penghuni fasilitas-fasilitas lain dalam waktu lama (misalnya biara, asrama
dsb); orang muda dengan penyakit jantung, paru kronis, penyakit metabolisme
(termasuk diabetes), disfungsi ginjal, hemoglobinopati atau immunosupresi, HIV,
juga untuk anggota rumah tangga, perawat dan petugas-petugas kesehatan di
atas. Vaksin ini juga dianjurkan untuk calon jemaah haji karena risiko paparan
tinggi. Di Amerika Serikat dan Australia, imunisasi influenza telah dijadikan
program sehingga semua orang berumur 65 tahun atau lebih mendapat layanan
imunisasi infuenza melalui program pemerintah.
·
Macam vaksin: Vaksin split dan
subunit
·
Efektivitas: 88–89%
·
Rute suntikan: i.m.
·
Catatan: vaksin ini dianjurkan untuk
usia > 50 tahun untuk individual, sedangkan untuk program, usia > 65
tahun.
4. Pneumokok
·
Vaksin polisakarida pneumokok
diberikan, pada orang dewasa usia > 65 tahun dan mereka yang berusia < 65
tahun dengan penyakit kardiovaskular kronis, penyakit paru kronis, diabetes
melitus, alkoholik chirrosis, kebocoran cairan serebospinal, asplenia
anatomik/fungsional, infeksi HIV, leukemia, penyakit limfoma Hodgkins, mieloma
berganda, malignansi umum, gagal ginjal kronis, gejala nefrotik, atau mendapat
kemoterapi imunosupresif. Vaksinasi ulang secara rutin pada individu
imunokompeten yang sebelumnya mendapat vaksinasi Pneumo 23 valensi tidak
dianjurkan; tetapi, revaksinasi dianjurkan jika vaksinasi sebelumnya sudah >
5 tahun dan juga:
Umur < 65
th ketika divaksinasi terdahulu dan sekarang > 65 th
Merupakan individu berisiko tinggi
terjadinya infeksi pneumokok serius (sesuai deskripsi Advisory Comittee on
Immunization Practice, ACIP)
Individu dengan tingkat antibodi
yang cepat sekali turun
·
Macam vaksin: Polisakarida
·
Efektivitas: 90%
·
Rute suntikan: i.m. atau s.c.
5. Hepatitis
A
·
Vaksin Hepatitis A diberikan dua
dosis dengan jarak 6 hingga 12 bulan pada individu berisiko terjadinya infeksi
virus Hepatitis A, seperti penyaji makanan (food handlers) dan mereka yang
menginginkan imunitas, populasi berisiko tinggi, mis: individu yang sering
melakukan perjalanan atau bekerja di suatu negara dengan prevalensi tinggi
Hepatitis A, homoseksual, pengguna narkoba, penderita penyakit hati,
individu yang bekerja dengan hewan primata terinfeksi Hepatitis A atau peneliti
virus Hepatitis A.
·
Macam vaksin: Antigen virus inaktif
·
Efektivitas: 94-100%
·
Rute suntikan: i.m.
6. Hepatitis
B
·
Dewasa yang berisiko terinfeksi
Hepatitis B: Individu yang terpapar darah atau produk darah dalam kerjanya,
klien dan staff institusi pendidikan manusia cacat, pasien hemodialisis,
penerima konsentrat faktor VIII atau IX, rumah tangga atau kontak seksual dengan
individu yang teridentifikasi positif HBsAg-nya, individu yang
berencana pergi atau tinggal di suatu tempat dimana infeksi Hepatitis B sering
dijumpai, pengguna obat injeksi, homoseksual/biseksual aktif, individu
heteroseksual aktif dengan pasangan berganti-ganti atau baru terkena PMS,
fasilitas penampungan korban narkoba, individu etnis kepulauan pasifik atau
imigran/pengungsi baru dimana endemisitas daerah asal sangat tinggi/lumayan.
Berikan 3 dosis dengan jadwal 0, 1 dan 6 bulan. Bila setelah imunisasi terdapat
respons baik, maka tidak perlu dilakukan pemberian imunisasi penguat
(booster).
·
Macam vaksin: Antigen virus inaktif
·
Efektivitas: 75-90%
·
Rute suntikan: i.m.
7.
Meningokok
·
Vaksin meningokok polisakarida
tetravalen (A/C/Y/W-135) wajib diberikan pada calon haji. Vaksin ini juga
dianjurkan untuk individu defisiensi komponen, pasien asplenia anatomik dan
fungsional, dan pelancong ke negara di mana terdapat epidemi penyakit
meningokok (misalnya “Meningitis belt” di sub-Sahara Afrika). Pertimbangkan vaksinasi
ulang setelah 3 tahun.
·
Macam vaksin: Polisakarida inaktif
·
Efektivitas: 90%
·
Rute suntikan: s.c.
8. Varisela
·
Vaksin varisela diberikan pada
individu yang akan kontak dekat dengan pasien berisiko tinggi terjadinya
komplikasi (misalnya petugas kesehatan dan keluarga yang kontak dengan individu
imunokompromais). Pertimbangkan vaksinasi bagi mereka yang berisiko tinggi
terpapar virus varisela, seperti mereka yang pekerjaannya berisiko (misalnya
guru yang mengajar anak-anak, petugas kesehatan, dan residen serta staf di
lingkungan institusi), mahasiswa, penghuni serta staf institusi penyadaran
(rehabilitasi) anggota militer, wanita usia subur yang belum hamil, dan mereka
yang sering melakukan perjalanan kerja/wisata. Vaksinasi terdiri dari 2 dosis yang
diberikan dengan jarak 4–8 minggu.
·
Macam vaksin: Virus hidup yang
dilemahkan
·
Efektivitas: 86%
·
Rute suntikan: s.c.
Selain
vaksin di atas, juga digunakan vaksin berikut pada orang dewasa.
9. Demam Tifoid
·
Dianjurkan penggunaannya pada
pekerja jasa boga, wisatawan yang berkunjung ke daerah endemis. Pemberian
vaksin Thypim vi perlu diulang setiap 3 tahun.
·
Macam vaksin: Antigen vi
inaktif
·
Efektivitas: 50-80%
·
Rute suntikan: i.m.
10. Yellow
Fever
·
WHO mewajibkan vaksin ini bagi
wisatawan yang akan berkunjung ke Afrika Selatan. Ulangan vaksinasi setiap 10
tahun.
·
Macam vaksin: Virus hidup yang dilemahkan
·
Efektivitas: tinggi
·
Rute suntikan: s.c.
11. Japanese
Encephalitis
·
Untuk wisatawan yang akan bepergian
ke daerah endemis (Asia) dan tinggal lebih dari 30 hari atau akan tinggal lama
di sana, terutama jika mereka melakukan aktivitas di pedesaan.
·
Macam vaksin: Virus inaktif
·
Efektivitas: 91%
·
Rute suntikan: s.c.
12. Rabies
·
Bukan merupakan imunisasi rutin.
Dianjurkan pada individu berisiko tinggi tertular (dokter hewan dan petugas
yang bekerja dengan hewan, pekerja laboratorium), wisatawan yang berkunjung ke
daerah endemis yang berisiko kontak dengan hewan dan individu yang
tergigit binatang tersangka rabies.
·
Macam vaksin: Virus yang dilemahkan
·
Juga tersedia serum (Rabies Immune
Globulin).
·
Efektivitas vaksin: 100%
·
Rute suntikan: i.m. atau s.c.
Sumber : http://www.imunisasi.net
- Imunisasi
pada bayi prematur
Memed-memed sekalian aku punya
artikel ni tenatang imunisasi pada bayi prematur semoga bisa membantu yaa..
tapi sumbernya ga tau deh valid engga nya,,..hehe ini sumbernya http://happimommi.wordpress.com/2008/09/08/imunisasi-pada-kondisi-tertentu-prematur-dan-bayi-dengan-berat-lahir-rendah-2500-gram/
Bayi prematur kurang dari 37 minggu usia kehamilan dan bayi
cukup bulan dengan berat lahir rendah (kurang dari 2500 gram), dengan beberapa
pengecualian, seharusnya mendapatkan imunisasi rutin seperti yang diperoleh
bayi-bayi lain sesuai usia kronologisnya. Usia kehamilan dan berat lahir
bukanlah faktor penghalang bagi seorang bayi prematur yang sehat dan stabil
untuk mendapatkan imunisasi sesuai jadwal.
Walaupun beberapa penelitian
menunjukan respon imunitas yang kurang terhadap beberapa vaksin yang diberikan
pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram dan bayi yang kurang dari 29
minggu usia kehamilan, sebagian besar bayi prematur, termasuk bayi yang
menerima dexametason (steroid) untuk pengobatan penyakit kronik paru, mampu
membuat sistem kekebalan yang dipicu oleh vaksin untuk mencegah penyakit. Dosis
vaksin pun seharusnya tidak dikurangi atau dibagi-bagi.
Bayi prematur
dan bayi dengan berat lahir rendah mempunyai toleransi yang sama seperti bayi
cukup bulan terhadap sebagian besar vaksin. Kejadian henti napas dilaporkan
pernah terjadi pada bayi dengan berat lahir kurang dari 1000 gram atau usia
gestasi kurang dari 31 minggu setelah pemberian vaksin DTP, tetapi tidak pernah
dilaporkan pada pemberian vaksin DTaP. Meskipun demikian, pada pemberian vaksin
pneumokokus (PCV7) bersamaan dengan DTP dan Hib pada bayi prematur dilaporkan
kejadian kejang demam yang ringan yang lebih sering jika dibandingkan dengan
bayi cukup bulan. Gangguan jantung dan pembuluh darah, seperti henti napas dan
penurunan denyut jantung disertai penurunan oksigen meningkat kejadiannya pada
bayi dengan berat lahir kurang dari 1500 gram yang diberikan kombinasi vaksin
DTaP, IPV (polio suntik), Hepatitis B dan Hib. Meskipun demikian,
kejadian-kejadian ini bukanlah sesuatu hal yang berbahaya bagi pertumbuhan dan
perkembangan bayi yang diimunisasi.
Bayi prematur
yang secara medis stabil dan masih dirawat di rumah sakit saat 2 bulan usia
kronologisnya seharusnya diberikan semua vaksin yang direkomendasikan pada usia
tersebut. Bayi prematur dikatakan stabil secara medis adalah bayi yang tidak
memerlukan manajemen berkelanjutan untuk infeksi serius, penyakit metabolik
atau gangguan ginjal akut, gangguan jantung dan pembuluh darah atau gangguan
saluran pernapasan dan bayi prematur yang menunjukkan perbaikan dan pertumbuhan
yang stabil.
Semua vaksin
yang harus diberikan pada usia 2 bulan dapat dilakukan secara simultan baik
pada bayi prematur maupun bayi dengan berat lahir rendah. Untuk mengurangi
banyaknya suntikan dapat diberikan vaksin kombo. Jika tidak dapat dilakukan
secara simultan karena terbatasnya area suntikan, maka pemberian vaksin boleh
dipisah dengan interval waktu kapan saja karena vaksin yang diberikan merupakan
vaksin yang inaktif. Akan tetapi, untuk menghindari reaksi lokal yang tumpang
tindih, interval yang dianggap rasional adalah 2 minggu. Ukuran jarum yang
digunakan untuk menyuntikkan vaksin ke dalam otot tergantung dari massa otot
tempat suntikan akan diberikan.
Semua bayi prematur dan bayi dengan
berat lahir rendah beresiko terhadap penyakit pneumokokus yang invasif. Oleh
karena itu, apabila secara medis stabil pada usia 2 bulan bayi-bayi ini harus
menerima dosis penuh vaksin PCV7 (data artikel ini diambil dari data di Amerika
Serikat-American Academy Pediatric). Begitu pula halnya dengan vaksin DTaP,
mengingat angka kejadian pertusis yang fatal meningkat pada bayi-bayi di bawah
usia 6 bulan.
Vaksin Hepatitis B yang diberikan
kepada bayi prematur dan bayi dengan berat lahir lebih dari 2000 gram
menimbulkan respon imun yang mirip dengan respon imun yang timbul pada bayi
cukup bulan. Oleh sebab itu, bayi dengan berat lahir 2000 gram yang stabil
secara medis dengan ibu HBsAg negatif boleh diberikan dosis pertama vaksin
Hepatitis B segera setelah lahir. Untuk yang tidak stabil, dapat ditunda sampai
kondisi klinisnya stabil. Sementara untuk bayi yang lahir dengan berat kurang
dari 2000 gram, imunisasi dengan vaksin Hepatitis B segera setelah lahir
ternyata memberikan respon imun yang kurang jika dibandingkan dengan bayi cukup
bulan ataupun bayi prematur yang lebih dari 2000 gram. Meskipun demikian, bayi
prematur yang lahir dari ibu dengan HbsAg positif memiliki perlindungan dari
komplikasi perinatal yang mungkin timbul akibat penyakit Hepatitis B jika
diberikan vaksin Hepatitis B tanpa melihat berat lahirnya. Dari beberapa
penelitian didapatkan 2 hal yang dapat dijadikan faktor prediksi terhadap
kesuksesan munculnya antibodi terhadap Hepatitis B setelah dilakukan vaksinasi,
yaitu: usia kronologis bayi prematur yang stabil secara medis saat pertama kali
menerima dosis pertama vaksinasi Hepatitis B tanpa melihat berat lahir maupun
usia kehamilan saat lahir dan penambahan berat badan yang konsisten sebelum
menerima dosis pertama vaksin Hepatitis B.
Bayi dengan
berat kurang dari 2000 gram yang secara medis stabil dan menunjukkan penambahan
berat badan harus mendapatkan dosis pertama vaksin Hepatitis B secepat-cepatnya
saat usia 30 hari tanpa melihat usia kehamilan atau berat lahirnya. Bayi
prematur dengan berat kurang dari 2000 gram yang cukup sehat sehingga
diperbolehkan meninggalkan rumah sakit sebelum usia 30 hari boleh diberikan
vaksin Hepatitis B saat meninggalkan rumah sakit. Memberikan vaksin Hepatitis B
dosis pertama saat usia bayi 1 bulan tanpa melihat beratnya memberikan pilihan
untuk menjalankan imunisasi selanjutnya sesuai jadwal, mengurangi jumlah
injeksi simultan imunisasi yang diberikan saat usia 2 bulan, memberikan
perlindungan dini terhadap bayi prematur yang harus ditransfusi dan dioperasi
dan menurunkan transmisi penularan secara horisontal dari carier Hepatitis B di
dalam keluarga, pengunjung rumah sakit dan petugas medis lainnya. Penelitian
juga menunjukkan bahwa semakin awal vaksin Hepatitis B diberikan maka semakin
besar kemungkinan untuk menyelesaikan vaksin-vaksin yang lain tepat waktu.
Semua bayi
prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang lahir dari seorang ibu dengan
HbsAg positif harus menerima Imunoglobulin Hepatitis B (HBIG) dalam 12 jam
sesudah lahir dan vaksin hepatitis B (lihat penjelasan mengenai vaksin
Hepatitis B di atas). Jika status HbsAg ibu tidak diketahui, maka bayi harus
mendapat vaksin Hepatitis B sesuai rekomendasi untuk bayi yang lahir dari ibu
dengan HbsAg positif. Bayi prematur dan bayi dengan berat lahir rendah yang
diberikan vaksin Hepatitis B saat lahir harus diberikan 3 dosis tambahan.
Hanya vaksin
Hepatitis B monovalen yang boleh digunakan saat bayi berusia 6 minggu atau
kurang. Memberikan dosis vaksin Hepatitis B monovalen saat lahir sementara
kombinasi vaksin yang mengandung vaksin Hepatitis B digunakan berarti bahwa
bayi tersebut akan mendapatkan total 4 dosis. Kombinasi vaksin yang mengandung
komponen Hepatitis B belum pernah diteliti mengenai keamanannya untuk diberikan
pada bayi dengan ibu yang HbsAg positif.
Karena semua
bayi prematur dianggap memiliki resiko terhadap komplikasi influenza, 2 dosis
vaksin inflluenza inaktif dengan jarak 1 bulan harus ditawarkan kepada orang
tua bayi untuk diberikan ke bayi saat berusia 6 bulan sebelum musim influenza
dimulai. Karena sebab itu pula, maka orang-orang yang berkontak dengan bayi
tersebut harus mendapatkan vaksin influenza inaktif. Bayi prematur yang kurang
dari 32 minggu usia kehamilan dan bayi dengan penyakit paru kronik dan kondisi
jantung pembuluh darah tertentu sampai usia 2 bulan mungkin mendapat manfaat
dengan profilaksis untuk infeksi RSV (palivizumab) selama musim infeksi RSV.
Palivizumab tidak mempengaruhi vaksinasi rutin lainnya untuk bayi prematur atau
bayi dengan berat lahir rendah.
Sumber: AAP (American Academy of
Pediatrics)
Artikel diatas dari data-data di Amerika Serikat.
Artikel diatas dari data-data di Amerika Serikat.
Sumber :
pedoman imunisasi di indonesia.
Imunologi dasar FKKUI
Tidak ada komentar:
Posting Komentar