Senin, 14 April 2014

Skenario 4 Blok 5 Part 1

Author       : Nita
EDEMA
Bengkak, dalam bahasa kedokteran disebut sebagai edema. Bengkak dapat terlihat di tungkai, tangan, muka, perut, dan paru. Bengkak adalah merupakan pengumpulan cairan di jaringan bawah kulit atau organ tubuh. Bengkak di kulit muka, tangan, tungkai, punggung, pinggang, atau di bawah kulit lainnya disebut edema. Bengkak perut disebut juga asites dan bengkak di jaringan paru disebut sebagai edema paru. Sebenarnya bengkak terjadi oleh karena adanya gerakan air atau penyusupan air dari dalam pembuluh darah kapiler ke arah jaringan di sekitarnya. Gerakan air dari dalam kapiler ini dapat terjadi oleh dua hal; 1) Tekanan pendorong yang tinggi dari dalam kapiler atau disebut sebagai tekanan hidrostatik. Tekanan pendorong yang meningkat ini biasanya disebabkan adanya bendungan yang menahan aliran darah di dalam kapiler; 2) Tekanan penghisap yang meningkat atau tinggi di dalam jaringan sekitar kapiler sehingga air dari dalam kapiler menyusup masuk ke dalam jaringan. Tekanan penghisap ini dalam dunia kedokteran disebut sebagai tekanan osmotik.
Demam :   Demam adalah kenaikan temperatur tubuh. Anda demam bila hasil pengukuran suhu tubuh melalui anus melebihi 38 oC, suhu mulut (oral) melebihi 37,6 oC, suhu ketiak melebihi 37,5 oC. Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,8 oC. Demam merupaakan gejala, bukan penyakit, dan merupakan salah satu tanda bahwa terjadi suatu masalah pada tubuh kita dan tubuh kita sedang mengatasinya.
Sakit Kuning : Penyakit kuning pada orang dewasa biasa disebut hepatitis A. Penyebabnya adalah bocornya empedu sehingga cairan empedu mencemari darah. OLeh sebab itu, orang yang terkena penyakit ini wajahnya tampak kuning, begitu pula putih mara, kuku dan air seninya. Warna kekuningan tersebut diakibatkan oleh proses pencernaan makanan yang terganggu karena tidak beresnya empedu.
Penyakit kuning pada orang dewasa bisa terjadi karena seseorang sering mengalami kecapaian dan tubuhnya tidak mendatangkan asupan karbohidrat (zat gula) yang memadai. Hal ini membuat organ tubuh memaksa empedu untuk mengeluarkan enzim secara tidak terkontrol sehingga darah teracuni oleh empedu, yang pada gilirannya hal ini akan membuat hati menjadi bengkak dan akhirnya hati tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Alkohol : Alkohol adalah istilah yang dipakai untuk menyebut etanol, yang juga disebut “grain alkohol” dan kadang untuk minuman yang mengandung alkohol.
1.      Bagaimana keseimbangan dinamis cairan badan?
Dalam menjalankan fungsinya,tubuh selalu berusaha mempertahan kan keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel.Salah satu hal yang merupakan masalah penting dalam kedokteran klinis adalah mempertahankan cairan tubuh yang sesuai dan memelihara keseimbangan yang sempurna antara volume cairan ekstrasel dan volume cairan intrasel pada orang yag sakit.Dalam bahasan ini kita akan membicarakan berbagai factor yang mempengaruhi keseimbangan cairan serta factor osmotic yang menyebabkan perpindahan cairan antara ruang ekstrasel dan ruang intrasel.
Perpindahan cairan dan elektrolit tubuh
Peristiwa ini terjadi dalam tiga fase yaitu:
a.       Fase pertama: Plasma darah pindah dari seluruh tubuh kedalam system sirkulasi,nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan traktus gastrointestinal.
b.      Fase kedua: Cairan interstitial dengan komponennya pindah dari darah kapiler dan sel
c.       Fase ketiga : Cairan dan substansi yang ada didalamnya berpindah dari cairan interstitial   masuk kedalam sel.Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang merupakan membrane semipermeabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam cairan tubuh ikut berpindah.
Pergerakan cairan tubuh
OSMOSIS dan TEKANAN OSMOTIK
Bila suatu membrane yang terletak diantara dua ruangan yang berisi cairan bersifat permeable terhadap air tetapi tidak terhadap bahan-bahan tertentu,maka membrane ini disebut bersifat semipermeabel.Bila konsentrasi bahan tersebut lebih besar pada salah satu sisi membrane dibandingkan dengan sisi membrane lainya,maka air akan melewati membrane menuju kesisi yang mempunyai konsentrasi yang lebih besar.Keadaan ini disebut osmosis.
Osmosis terjadi oleh karena pergerakan kinetic dari setiap partikel dari ion atau molekul pada larutan pada kedua sisi dari membrane.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:Bila suhu pada kedua sisi dari membrane adalah sama,partikel pada kedua sisi membrane akan mempunyai energy untuk pergerakan kinetic yang sama.Namun oleh karena partikel bahan-bahan yanh tidak permeable pada kedua larutan menggantikan molekul air,akibatnya potensi kimia air akan berkurang sesuai dengan konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeable tersebut.Pada daerah dimana konsentrasi baha-bahan yang tidak larut itu rendah,maka potensi kimia air akan lebih besar dibandingkan pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeable lebih rendah kesisi dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabelnya lebih tinggi.Na+ adalah ion utama yang mempengaruhi osmolalitas cairan ekstrasel dan berfungsi mengikat air agar tetap berada diluar sel.Sebaliknya,K+ merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolalitas dan berfungsi menahan air agar tetap berada didalam sel.
Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk menghentikan proses osmosis disebut Tekanan osmotic.Tekanan osmotic untuk plasma adalah 5450mmHg dan cairan intrasel 5430 dan  cairan interstitial 5430mmHg.
DIFUSI
Materi padat,partikel berpindah dari konsentrasi tinggi kerendah.Faktor yang mempengaruhi laju difusi adalah:
-          peningkatan perbedaan konsentrasi substansi
-          peningkatan permeabilitas
-          peningkatan luas permukaan difusi
-          berat molekul substansi
-          jarak yang ditempuh untuk difusi.
FILTRASI
Perpindahan air dan substansi yang dapat larut secara bersama sebagai respon karena tekanan cairan.Jumlah cairan yang keluar sebanding dengan besar perbedaan tekanan,luas permukaan membrane dan permeabilitas membrane.Tekanan yang dihasilkan likuid dalam sebuah ruanganya disebut tekanan hidostatik.
TRANSPORT AKTIF
Memerlukan lebih banyak ATP karena untuk menggerakan berbagai materi guna menembus membrane sel.Contohnya pompa Na untuk keluar dari sel dan kalium masuk ke sel.
2.      Apa edema itu?
EDEMA: adanya cairan dalam jumlah berlebihan di ruang jaringan antarsel tubuh, biasanya merujuk ke jaringan subkutis. Edema dapat bersifat lokal (misalnya oleh obstruksi vena/saluran limfe, atau oleh peningkatan permebilitas vaskular) atau bersifat sistemis (akibat gagal jantung atau penyakit ginjal). Edema general (di seluruh tubuh) atau anasarka. Edema diberi nama berdasar menurut lokasinya.
Ascites -> edema pada cavum peritonei
Cairan edema ada yang transudat dan eksudat
Transudat (jernih) :
·         Cairan edema non inflamasi
·         Kandungan protein rendah(albumin rendah)
·         Berat jenis <1,012
Eksudat:
·         Cairan edema inflamasi
·         Kandungan protein tinggo
·         Berat jenis >1,020
·         Ada pus (nanah)
Edema terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik system kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke intestinum.Pembengkakan jaringan akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema
3.      Faktor – faktor penyebab edema?
Etiologi penyebab edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum: 
1.         Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma. Penurunan ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal. Dengan demikian terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang – ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :
pengeluaran berlebihan protein plasma di urin akibat penyakit ginjal
penurunan sintesis protein plasma
akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir semua protein plasma )
makanan yang kurang mengandung protein
atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang luas .
2.         Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori- pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan ke arah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan ke arah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) .
3.         Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4.         Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah. 

MATERI KULIAH dr. Indrayanti
Kategori Etiologik Edema
1.         Kenaikan tekanan hidrostatik
a.    Gangguan venous return
-          Gagal jantung kongestif
-          Perkarditis kontriktif
-          Sirosis hepatis (ascites)
-          Sumbatan/penyempitan vena
. trombosis
. tekanan dari luar
. inaktivitas tungkai bawah dalam waktu yang lama
b.    Dilatasi anteriolar
-          Pemanasan
-          Kekurangan atau kelebihan neurohumoral
2.         Menurunnya tekanan onkotik plasma
a.    Glomerulopati disertai dengan hilamngnya protein à sindroma nefrotik
b.    Sirosis hepatis à penyakit degeneratif krnos dimana sl sel hari normal menjadi rusak kemudian digantikan dengan aringan parut
c.     Malnutrisi à kekurangan gizi yang diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan energi.
d.    Gastroenteropati  disertai hilangnya protein.
3.         Retensi Sodium
a.    Intake garam berlebihan dengan penurunan fungsi ginjal
b.    Peningkatan reabsorpsi sodium oleh tubulus
-          Penurunan perfusi ginjal
-          Peningkatan sekresi renin-angiontensin-aldosteron
c.     Obstruksi Limfatik
d.    Neoplasma : massa abnormal dari jaringan yang terjadi ketika sel sel membelah lebih dari yang seharusnya atau tidak mati ketika mereka seharusnya mati
e.    Post operasi
f.     Post radiasi
g.    Radang
a.       Radang akut
b.      Radang kronis
c.       Angiogenesis

4.      Penyakit – penyakit yang menyebabkaan edema?
a.    Gagal jantung kongestif dapat menyebabkan baik perifer edema edema dan perut (asites). Hal ini karena hati terlalu lemah untuk memompa darah ke seluruh tubuh dengan benar, sehingga darah berkumpul di depan hati. Karena hal ini, dan karena meningkatnya tekanan darah dalam pembuluh darah, cairan merembes keluar ke jaringan sekitarnya. Ini dapat menyebabkan pembengkakan pada kaki atau penumpukan cairan di dalam perut. Jika orang menghabiskan banyak waktu berbaring, yang edema akan muncul di belakang nya (disebut sakral edema).
b.   Gagal jantung kongestif juga bisa menyebabkan edema di paru-paru (edema paru). Ini tidak umum, tetapi kondisi ini mengancam kehidupan. Itu berarti mengisi paru-paru dengan cairan karena sisi kiri jantung tidak cukup kuat untuk memompa kembali darah dari paru-paru. Mengumpulkan darah dalam pembuluh darah paru-paru, dan cairan merembes keluar ke jaringan paru-paru. Tanda-tanda sesak napas dan cepat, dangkal bernapas atau batuk.
c.    Penyakit ginjal dapat menyebabkan edema di kaki dan sekitar mata, karena ketika ginjal tidak cukup menghapus natrium dan air dari tubuh, tekanan di pembuluh darah mulai membangun, yang dapat mengakibatkan edema.
d.   Rendah tingkat protein dalam darah juga dapat menyebabkan edema. Jika ada kekurangan protein albumin dalam darah, cairan bisa bocor keluar dari pembuluh darah lebih mudah. Protein yang rendah dalam darah dapat disebabkan oleh malnutrisi yang ekstrim, serta penyakit ginjal dan hati yang berarti bahwa tubuh kehilangan terlalu banyak atau terlalu sedikit menghasilkan protein.
e.   Scarring jaringan hati (sirosis hati) karena, misalnya, alkohol jangka panjang penyalahgunaan atau peradangan hati, dapat menyebabkan edema di perut (disebut asites). Hal ini karena sirosis menyebabkan kekurangan protein dan kemacetan di hati, yang dapat mengakibatkan peningkatan tekanan di pembuluh darah. Akibatnya, cairan merembes keluar ke perut.
Parah kondisi seperti emfisema paru-paru juga dapat menyebabkan edema di kaki dan kaki jika tekanan dalam paru-paru dan jantung akan sangat tinggi.
5.      Patofisiologi/patogenesis edema?
Edema terjadi karena adanya peningkatan gaya atau tekanan (hidrostatik dan osmotik) sehingga terjadi perpindahan cairan dari ruang intravaskular ke interstitial atau interseluler. Tekanan osmotik di atur oleh protein albumin. Sedangkan tekanan hidrostatik disebabkan oleh adanya pompa jantung.
Faktor faktor lokal mencakup tekanan hidrostatik dalam mikrosirkulasi dan permeabilitas dinding pembuluh. Kenaikan tekanan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial tubuh. Karena alasan sederhana ini, kongesti dan edema cenderung terjadi secara bersamaan. Kenaikan lokal permeabilitas dinding pembuluh terhadap protein memungkinkan molekul2 besar lolos dari pembuluh dan secara tekanan osmotik cairan akan menyertainya, oleh akrena itu, edema adalah bagian yang mencolok dari reaksi peradangan akut. Penyebab lokal lain adalah obstruksi saluran limfatik, yang normalnya bertanggung jawab atas pengaliran cairan interstitial. Jika saluran ini tersumbat karena alasan apapun, jalan kelaur cairan yang penting ini akan mengakibatkan timbunan yang disebut limfidema.
Faktor-faktor sistemik dapat juga mempermudah edema, karena keseimbanga cairan bergantung pada sifat sifat osmotik protein serum, makan keadaan yang disertaioleh  penurunan  konsentrasi protein ini dapat menyebabkan edema. Pada sindrom nefrotik sejumlah protein hialng dalam urin dan penderita menjadi hihoproteinnemia dan edema.

6.      Tanda dan gejala klinis pada edema/asites
MANIFESTASI KLINIS
Gejala dan Tanda
1.       Distensi vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2.       Peningkatan tekanan darah, Denyut nadi penuh, kuat
3.       Melambatnya waktu pengosongan vena-vena tangan
4.       Edema perifer dan periorbita
5.       Asites, Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh lapangan paru )
6.       Penambahan berat badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% = kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7.       Hasil laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum normal, natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam )

7.      Penatalaksanaan edema
PENATALAKSANAAN
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air. tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan urgensi dari penyakitnya.
Efek diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja
1.       Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2.       Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3.       Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus distal
4.       Diuretic yang bekerja pada cortical collecting tubule
Prinsip terapi edema
1.       Penanganan penyakit yang mendasari
2.       Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari diet maupun intravena
3.       Meningkatkan pengeluaran natrium dan air : Diuretic ;hanya sebagai terapi paliatif,bukan kuratif; Tirah baring, local pressure
4.       Hindari factor yang memperburuk penyakit dasar ; diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume plasma,hipotensi,perfusi yang inadekuat, sehingga dapat memperburuk.
Mekanisme edema yang disebabkan oleh penyakit dan penatalaksana
1.       Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak)  menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri melebihi keluaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
§  Posisi ½ duduk
§  Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2 tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.
§  Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG, oksimetri bila perlu.
§  Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis 0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
§  Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit, total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
§  Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
§  Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) : Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
§  Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark miokard.
§  ntubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat, asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
§   Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
§  Operasi pada komplikasi akut infark miokard sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel/corda tendinae.

2.       Edema anasarka et causa Sindroma Nefrotik
Sindroma nefrotik adalah suatu sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif (≥ 40 mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/dl atau dipstik ≥2+), Hipoalbuminemia ≤ 2,5 gr/dl, Edema dan dapat disertai hiperkolesterolemia. Menurut pembagian berdasarkan etiologi (penyebab), SN dibagi menjadi :
a.       SN Primer, merupakan Sindroma Nefrotik Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), tipe ini diidap oleh 90% anak dengan SN.Diduga ada hubungan dengan faktor genetik, alergi dan imunologi. SN idiopatik terdiri dari 3 tipe histologis : SN kelainan minimal (85% dari total kasus SN pada anak), glomerulonephritis proliferatif (5% dari total kasus SN), dan glomerulosklerosis fokal segmental (10% dari kasus SN).
b.      SN Sekunder, tipe ini penyebabnya berasal dari luar ginjal (ekstra renal). Umumnya menimpa orang dewasa, bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti : Hepatitis B, malaria, lepra, pasca infeksi bakteri streptokokus, penyakit ganas : tumor paru, tumor saluran cerna, kontaminasi toksin seperti logam berat, bisa ular dan serangga. Episode awal dapat didahului oleh infeksi ringan. Anak datang dengan keluhan bengkak (edema) ringan dimana awalnya terjadi pada sekitar mata (periorbital) dan ekstremitas bawah. Seiring waktu pembengkakan semakin meluas, asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut dan diare sering pula terjadi. Penatalaksanaan SN antara lain berupa istirahat sampai edema berkurang, diit rendah protein dan rendah garam, diuretika, antibiotika bila ada gejala infeksi, yang paling penting adalah pemberian kortikosteroid (prednison) yang terbagi dalam beberapa fase sampai urin bebas protein. Obat-obat lain seperti methylprednisolone, cyclofosfamid, tacrolimus dll diberikan pada kondisi tertentu. Tindakan bedah seperti pungsi asites, pungsi hidrotoraks, dilakukan bila ada indikasi vital. Prognosis penderita sangat tergantung dari penyebab, berat ringannya penyakit, umur penderita dan penatalaksanaannya. Anak dapat mengalami berulangnya penyakit (relaps) dikemudian hari.

Kesimpulan
Sindroma Nefrotik (SN) sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia, edema dan hiperkolesterolemia. 90 % SN merupakan tipe primer (idiopatik). Penatalaksanaan SN antara lain berupa istirahat sampai edema berkurang, diit rendah protein dan rendah garam, diuretika, antibiotika bila ada gejala infeksi dan kortikosteroid (prednison). SN dapat mengalami relaps. Prognosis penderita sangat tergantung dari penyebab, berat ringannya penyakit, umur penderita dan penatalaksanaannya.

Terapi
Bed rest, Diit rendah garam 1-2 g/hari, Kortikosteroid : 4 minggu pertama dengan dosis penuh 2 mg/kgBB/hari. Diharapkan akan remisi. Bila terjadi remisi pada 4 minggu pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 2/3 dosis awal secara alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Diuretik : Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari. Pemantauan : Berat badan dan tekanan darah diukur setiap hari, Ureum dan kreatinin urin diperiksa setiap 3 hari.

3.       Ascites et causa Hepatitis Kronis
Kronis adalah peradangan yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang berarti. Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan.
Dikatakan Hepatitis kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan. Pada pasien ini terdapat keluhan perut membesar. Hal ini merupakan tanda adanya kelainan pada rongga perut pisa berupa cairan, massa dan perdarahan. Untuk membedakan maka dilakukan pemeriksaan fisik yang didapat test undulasi dan pekak beralih positif, ini menunjukkan pada rongga abdomen terdapat cairan yang disebut Asites.
Pasien memiliki riwayat sering mengkonsumsi minuman keras semasa mudanya yang bisa memperburuk kondisi heparnya. Dengan hasil lab yang menyatakan HbsAg pasien (+) berarti pasien menderita penyakit hepatitis B. Karena sudah berlangsung beberapa tahun memungkinkan perjalanan penyakit pasien menjadi penyakit yang kronik. Pada pemeriksaan kimia darah, rasio alumin dan globulin menjadi terbalik, menyatakan telah terjadi kerusakan yang cukup parah pada hepar pasien.
Pada penurunan fungsi hepatoseluler terjadi penurunan dari sintesis albumin, dimana albumin ini memegang peranan penting dalam menjaga tekanan osmotik darah. Dengan menurunnya kadar albumin, maka tekanan osmotik akan menurun yang berakibat eksudasi cairan intravaskular ke dalam jaringan interstitial di seluruh tubuh, diantaranya adalah rongga peritoneum, sedangkan udem perifer yang terjadi selain karena faktor hipoalbuminemia juga akibat adanya retensi garam dan air yang terjadi oleh karena kegagalan hati dalam menginaktifkan hormon aldosteron dan hormon anti diuretik (ADH).
Mengenai keluhan badan lemas dan cepat lelah, mual dan nafsu makan yang menurun merupakan kompensasi dari tubuh akibat adanya kerusakan dari parenkim hati.
Pasien juga merasakan perut sebah yang dikarenakan terdapatnya cairan pada rongga abdomen sehingga tekanan abdomen meningkat dan dapat mengganggu kerja usus dan lambung, hal ini bisa menimbulkan rasa mual akibat penekanan tersebut, nafsu makan menurun dan badan menjadi lemas.
Berdasarkan alasan diatas maka kasus pada pasien ini lebih kearah  gangguan fungsi fungsi hati akibat penyakit yang berjalan lama.. Dengan tanda dan gejala yang ada dan didukung oleh pemeriksaan fisik dan penunjang maka diagnosis pasien adalah Asites et causa Hepatitis B kronik

Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum yang dapat dibagi menjadi 2 mekanisme dasar yaitu eksudasi dan transudasi. Hepatitis Kronis adalah peradangan yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang berarti. Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan. Dikatakan Hepatitis kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi terapi non farmakologis yaitu dengan diet tinggi protein, tinggi kalori, rendah garam dan dengan pungsi asites. Diberikan juga terapi farmakologis berupa infus RL 20 tetes/ menit, furosemid 40mg x 2 tab (dosis maksimal 600 mg/hari), kcl 50mg/hari, BC 100mg x 3 tab, dan Ranitidin 150mg x 3 tab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar