Author : Nita
EDEMA
Bengkak, dalam bahasa kedokteran disebut sebagai edema.
Bengkak dapat terlihat di tungkai, tangan, muka, perut, dan paru. Bengkak
adalah merupakan pengumpulan cairan di jaringan bawah kulit atau organ tubuh.
Bengkak di kulit muka, tangan, tungkai, punggung, pinggang, atau di bawah kulit
lainnya disebut edema. Bengkak perut disebut juga asites dan bengkak di
jaringan paru disebut sebagai edema paru. Sebenarnya bengkak terjadi oleh
karena adanya gerakan air atau penyusupan air dari dalam pembuluh darah kapiler
ke arah jaringan di sekitarnya. Gerakan air dari dalam kapiler ini dapat terjadi oleh dua hal; 1) Tekanan pendorong
yang tinggi dari dalam kapiler atau disebut sebagai tekanan hidrostatik. Tekanan
pendorong yang meningkat ini biasanya disebabkan adanya bendungan yang menahan
aliran darah di dalam kapiler; 2) Tekanan penghisap yang meningkat atau tinggi
di dalam jaringan sekitar kapiler sehingga air dari dalam kapiler menyusup
masuk ke dalam jaringan. Tekanan penghisap ini dalam dunia kedokteran disebut
sebagai tekanan osmotik.
Demam : Demam adalah kenaikan temperatur tubuh. Anda demam
bila hasil pengukuran suhu tubuh melalui anus melebihi 38 oC, suhu
mulut (oral) melebihi 37,6 oC, suhu ketiak melebihi 37,5 oC.
Suhu normal tubuh adalah 36,5-37,8 oC. Demam merupaakan gejala,
bukan penyakit, dan merupakan salah satu tanda bahwa terjadi suatu masalah pada
tubuh kita dan tubuh kita sedang mengatasinya.
Sakit Kuning : Penyakit
kuning pada orang dewasa biasa disebut hepatitis A. Penyebabnya
adalah bocornya empedu sehingga cairan empedu mencemari darah. OLeh sebab itu,
orang yang terkena penyakit ini wajahnya tampak
kuning, begitu pula putih mara, kuku dan air seninya. Warna kekuningan tersebut diakibatkan
oleh proses pencernaan makanan yang terganggu karena tidak beresnya empedu.
Penyakit kuning pada orang dewasa bisa terjadi karena
seseorang sering mengalami kecapaian dan tubuhnya tidak mendatangkan asupan
karbohidrat (zat gula) yang memadai. Hal ini membuat organ tubuh memaksa empedu
untuk mengeluarkan enzim secara tidak terkontrol sehingga darah teracuni oleh
empedu, yang pada gilirannya hal ini akan membuat hati menjadi bengkak dan
akhirnya hati tidak berfungsi sebagaimana mestinya.
Alkohol : Alkohol adalah istilah yang dipakai untuk menyebut etanol, yang
juga disebut “grain alkohol” dan kadang
untuk minuman yang mengandung alkohol.
1.
Bagaimana keseimbangan dinamis
cairan badan?
Dalam menjalankan fungsinya,tubuh selalu
berusaha mempertahan kan keseimbangan antara cairan ekstrasel dan cairan intrasel.Salah
satu hal yang merupakan masalah penting dalam kedokteran klinis adalah
mempertahankan cairan tubuh yang sesuai dan memelihara keseimbangan yang
sempurna antara volume cairan ekstrasel dan volume cairan intrasel pada orang
yag sakit.Dalam bahasan ini kita akan membicarakan berbagai factor yang
mempengaruhi keseimbangan cairan serta factor osmotic yang menyebabkan
perpindahan cairan antara ruang ekstrasel dan ruang intrasel.
Perpindahan cairan dan elektrolit
tubuh
Peristiwa ini terjadi dalam tiga fase yaitu:
a. Fase
pertama: Plasma darah pindah dari seluruh tubuh
kedalam system sirkulasi,nutrisi dan oksigen diambil dari paru-paru dan traktus
gastrointestinal.
b. Fase
kedua: Cairan interstitial dengan komponennya
pindah dari darah kapiler dan sel
c. Fase
ketiga : Cairan dan substansi yang ada
didalamnya berpindah dari cairan interstitial
masuk kedalam sel.Pembuluh darah kapiler dan membrane sel yang merupakan
membrane semipermeabel mampu memfilter tidak semua substansi dan komponen dalam
cairan tubuh ikut berpindah.
Pergerakan cairan tubuh
OSMOSIS dan TEKANAN OSMOTIK
Bila suatu membrane yang terletak diantara dua
ruangan yang berisi cairan bersifat permeable terhadap air tetapi tidak
terhadap bahan-bahan tertentu,maka membrane ini disebut bersifat
semipermeabel.Bila konsentrasi bahan tersebut lebih besar pada salah satu sisi
membrane dibandingkan dengan sisi membrane lainya,maka air akan melewati
membrane menuju kesisi yang mempunyai konsentrasi yang lebih besar.Keadaan ini
disebut osmosis.
Osmosis terjadi oleh karena pergerakan kinetic
dari setiap partikel dari ion atau molekul pada larutan pada kedua sisi dari
membrane.Hal ini dapat dijelaskan sebagai berikut:Bila suhu pada kedua sisi
dari membrane adalah sama,partikel pada kedua sisi membrane akan mempunyai
energy untuk pergerakan kinetic yang sama.Namun oleh karena partikel
bahan-bahan yanh tidak permeable pada kedua larutan menggantikan molekul
air,akibatnya potensi kimia air akan berkurang sesuai dengan konsentrasi
bahan-bahan yang tidak permeable tersebut.Pada daerah dimana konsentrasi
baha-bahan yang tidak larut itu rendah,maka potensi kimia air akan lebih besar
dibandingkan pada daerah dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeable
lebih rendah kesisi dimana konsentrasi bahan-bahan yang tidak permeabelnya
lebih tinggi.Na+ adalah ion utama yang mempengaruhi osmolalitas cairan
ekstrasel dan berfungsi mengikat air agar tetap berada diluar sel.Sebaliknya,K+
merupakan ion utama yang mempengaruhi osmolalitas dan berfungsi menahan air
agar tetap berada didalam sel.
Jumlah tekanan yang dibutuhkan untuk
menghentikan proses osmosis disebut Tekanan osmotic.Tekanan osmotic untuk
plasma adalah 5450mmHg dan cairan intrasel 5430 dan cairan interstitial 5430mmHg.
DIFUSI
Materi padat,partikel berpindah dari
konsentrasi tinggi kerendah.Faktor yang mempengaruhi laju difusi adalah:
-
peningkatan perbedaan konsentrasi substansi
-
peningkatan permeabilitas
-
peningkatan luas permukaan difusi
-
berat molekul substansi
-
jarak yang ditempuh untuk difusi.
FILTRASI
Perpindahan air dan substansi yang dapat larut
secara bersama sebagai respon karena tekanan cairan.Jumlah cairan yang keluar
sebanding dengan besar perbedaan tekanan,luas permukaan membrane dan
permeabilitas membrane.Tekanan yang dihasilkan likuid dalam sebuah ruanganya
disebut tekanan hidostatik.
TRANSPORT AKTIF
Memerlukan lebih banyak ATP karena untuk
menggerakan berbagai materi guna menembus membrane sel.Contohnya pompa Na untuk
keluar dari sel dan kalium masuk ke sel.
2.
Apa edema itu?
EDEMA: adanya cairan dalam jumlah berlebihan di ruang jaringan antarsel
tubuh, biasanya merujuk ke jaringan subkutis. Edema dapat bersifat lokal
(misalnya oleh obstruksi vena/saluran limfe, atau oleh peningkatan permebilitas
vaskular) atau bersifat sistemis (akibat gagal jantung atau penyakit ginjal).
Edema general (di seluruh tubuh) atau anasarka. Edema diberi nama berdasar
menurut lokasinya.
Ascites
-> edema pada cavum peritonei
Cairan
edema ada yang transudat dan eksudat
Transudat (jernih) :
·
Cairan edema non inflamasi
·
Kandungan protein rendah(albumin
rendah)
·
Berat jenis <1,012
Eksudat:
·
Cairan edema inflamasi
·
Kandungan protein tinggo
·
Berat jenis >1,020
·
Ada pus (nanah)
Edema
terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan faktor-faktor yang
mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan hemodinamik system
kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit ginjal serta
perpindahannya air dari intravascular ke intestinum.Pembengkakan jaringan
akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema
3.
Faktor – faktor penyebab edema?
Etiologi penyebab edema
dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
1.
Penurunan konsentrasi protein plasma menyebabkan
penurunan tekanan osmotic plasma. Penurunan ini menyebabkan filtrasi
cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi, sementara jumlah cairan yang
direabsorpsi kurang dari normal. Dengan demikian terdapat cairan tambahan yang
tertinggal diruang – ruang interstisium. Edema yang disebabkan oleh penurunan
konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui beberapa cara :
• pengeluaran berlebihan protein plasma di
urin akibat penyakit ginjal
• penurunan sintesis protein plasma
• akibat penyakit hati ( hati mensintesis
hampir semua protein plasma )
• makanan yang kurang mengandung protein
• atau pengeluaran protein akibat luka
bakar yang luas .
2.
Peningkatan permeabilitas dinding kapiler menyebabkan
protein plasma yang keluar dari kapiler ke cairan interstisium disekitarnya
lebih banyak. Sebagai contoh, melalui pelebaran pori- pori kapiler yang
dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan atau reaksi alergi . Terjadi
penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang menurunkan ke arah dalam sementara
peningkatan tekanan osmotik koloid cairan interstisium yang diseabkan oleh kelebihan
protein di cairan interstisium meningkatkan tekanan ke arah luar.
ketidakseimbangan ini ikut berperan menimbulkan edema lokal yang berkaitan
dengan cedera (misalnya , lepuh ) dan respon alergi (misalnya , biduran) .
3.
Peningkatan tekanan vena , misalnya darah terbendung
di vena , akan disertai peningkatan tekanan darah kapiler, karena kapiler
mengalirkan isinya ke dalam vena. Peningkatan tekanan ke arah dinding kapiler
ini terutama berperan pada edema yang terjadi pada gagal jantung kongestif.
Edema regional juga dapat terjadi karena restriksi lokal aliran balik vena.
Salah satu contoh adalah adalah pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering
terjadi pada masa kehamilan. Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang
mengalirkan darah dari ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke
rongga abdomen. Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong
terjadinya edema regional di ekstremitas bawah.
4.
Penyumbatan pembuluh limfe menimbulkan edema, karena
kelebihan cairan yang difiltrasi keluar tertahan di cairan interstisium dan
tidak dapat dikembalikan ke darah melalui sistem limfe. Akumulasi protein di
cairan interstisium memperberat masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan
limfe lokal dapat terjadi, misalnya di lengan wanita yang saluran-saluran
drainase limfenya dari lengan yang tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe
selama pembedahan untuk kanker payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas
terjadi pada filariasis, suatu penyakit parasitic yang ditularkan melalui
nyamuk yang terutama dijumpai di daerah-daerah tropis. Apapun penyebab edema,
konsenkuensi pentingnya adalah penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah
dan sel. Sering dengan akumulasi cairan interstisium, jarak antara sel dan
darah yang harus ditempuh oleh nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga
kecepatan difusi berkurang. Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang
edematosa mungkin kurang mendapat pasokan darah.
MATERI KULIAH dr.
Indrayanti
Kategori Etiologik Edema
1.
Kenaikan tekanan hidrostatik
a.
Gangguan venous return
-
Gagal jantung kongestif
-
Perkarditis kontriktif
-
Sirosis hepatis (ascites)
-
Sumbatan/penyempitan vena
. trombosis
. tekanan dari luar
. inaktivitas tungkai bawah dalam waktu yang lama
b. Dilatasi anteriolar
-
Pemanasan
-
Kekurangan atau kelebihan neurohumoral
2.
Menurunnya tekanan onkotik plasma
a. Glomerulopati disertai
dengan hilamngnya protein à sindroma nefrotik
b. Sirosis hepatis à penyakit degeneratif
krnos dimana sl sel hari normal menjadi rusak kemudian digantikan dengan
aringan parut
c. Malnutrisi à kekurangan gizi yang
diperlukan untuk pertumbuhan, perkembangan, dan kebutuhan energi.
d. Gastroenteropati disertai hilangnya protein.
3.
Retensi Sodium
a. Intake garam berlebihan
dengan penurunan fungsi ginjal
b. Peningkatan reabsorpsi
sodium oleh tubulus
-
Penurunan perfusi ginjal
-
Peningkatan sekresi renin-angiontensin-aldosteron
c. Obstruksi Limfatik
d. Neoplasma : massa
abnormal dari jaringan yang terjadi ketika sel sel membelah lebih dari yang
seharusnya atau tidak mati ketika mereka seharusnya mati
e. Post operasi
f. Post radiasi
g. Radang
a. Radang akut
b. Radang kronis
c. Angiogenesis
4.
Penyakit – penyakit yang
menyebabkaan edema?
a.
Gagal jantung kongestif dapat
menyebabkan baik perifer edema edema dan perut (asites). Hal ini karena hati
terlalu lemah untuk memompa darah ke seluruh tubuh dengan benar, sehingga darah
berkumpul di depan hati. Karena hal ini, dan karena meningkatnya tekanan darah
dalam pembuluh darah, cairan merembes keluar ke jaringan sekitarnya. Ini dapat
menyebabkan pembengkakan pada kaki atau penumpukan cairan di dalam perut. Jika
orang menghabiskan banyak waktu berbaring, yang edema akan muncul di belakang
nya (disebut sakral edema).
b.
Gagal jantung kongestif juga bisa
menyebabkan edema di paru-paru (edema paru). Ini tidak umum, tetapi kondisi ini
mengancam kehidupan. Itu berarti mengisi paru-paru dengan cairan karena sisi kiri
jantung tidak cukup kuat untuk memompa kembali darah dari paru-paru.
Mengumpulkan darah dalam pembuluh darah paru-paru, dan cairan merembes keluar
ke jaringan paru-paru. Tanda-tanda sesak napas dan cepat, dangkal bernapas atau
batuk.
c.
Penyakit ginjal dapat menyebabkan
edema di kaki dan sekitar mata, karena ketika ginjal tidak cukup menghapus
natrium dan air dari tubuh, tekanan di pembuluh darah mulai membangun, yang
dapat mengakibatkan edema.
d.
Rendah tingkat protein dalam darah
juga dapat menyebabkan edema. Jika ada kekurangan protein albumin dalam darah,
cairan bisa bocor keluar dari pembuluh darah lebih mudah. Protein yang rendah
dalam darah dapat disebabkan oleh malnutrisi yang ekstrim, serta penyakit
ginjal dan hati yang berarti bahwa tubuh kehilangan terlalu banyak atau terlalu
sedikit menghasilkan protein.
e.
Scarring jaringan hati (sirosis
hati) karena, misalnya, alkohol jangka panjang penyalahgunaan atau peradangan
hati, dapat menyebabkan edema di perut (disebut asites). Hal ini karena sirosis
menyebabkan kekurangan protein dan kemacetan di hati, yang dapat mengakibatkan
peningkatan tekanan di pembuluh darah. Akibatnya, cairan merembes keluar ke
perut.
Parah kondisi seperti emfisema paru-paru juga dapat menyebabkan edema di kaki dan kaki jika tekanan dalam paru-paru dan jantung akan sangat tinggi.
Parah kondisi seperti emfisema paru-paru juga dapat menyebabkan edema di kaki dan kaki jika tekanan dalam paru-paru dan jantung akan sangat tinggi.
5.
Patofisiologi/patogenesis edema?
Edema terjadi karena adanya peningkatan gaya
atau tekanan (hidrostatik dan osmotik) sehingga terjadi perpindahan cairan dari
ruang intravaskular ke interstitial atau interseluler. Tekanan osmotik di atur
oleh protein albumin. Sedangkan tekanan hidrostatik disebabkan oleh adanya
pompa jantung.
Faktor faktor lokal mencakup tekanan
hidrostatik dalam mikrosirkulasi dan permeabilitas dinding pembuluh. Kenaikan
tekanan hidrostatik cenderung memaksa cairan masuk ke dalam ruang interstitial
tubuh. Karena alasan sederhana ini, kongesti dan edema cenderung terjadi secara
bersamaan. Kenaikan lokal permeabilitas dinding pembuluh terhadap protein
memungkinkan molekul2 besar lolos dari pembuluh dan secara tekanan osmotik
cairan akan menyertainya, oleh akrena itu, edema adalah bagian yang mencolok
dari reaksi peradangan akut. Penyebab lokal lain adalah obstruksi saluran
limfatik, yang normalnya bertanggung jawab atas pengaliran cairan interstitial.
Jika saluran ini tersumbat karena alasan apapun, jalan kelaur cairan yang
penting ini akan mengakibatkan timbunan yang disebut limfidema.
Faktor-faktor sistemik dapat juga mempermudah edema,
karena keseimbanga cairan bergantung pada sifat sifat osmotik protein serum,
makan keadaan yang disertaioleh
penurunan konsentrasi protein ini
dapat menyebabkan edema. Pada sindrom nefrotik sejumlah protein hialng dalam
urin dan penderita menjadi hihoproteinnemia dan edema.
6.
Tanda dan gejala klinis pada
edema/asites
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala dan Tanda
1.
Distensi
vena jugularis, Peningkatan tekanan vena sentral
2.
Peningkatan
tekanan darah, Denyut nadi penuh, kuat
3.
Melambatnya
waktu pengosongan vena-vena tangan
4.
Edema
perifer dan periorbita
5.
Asites,
Efusi pleura, Edema paru akut ( dispnea,takipnea,ronki basah di seluruh
lapangan paru )
6.
Penambahan berat
badan secara cepat : penambahan 2% = kelebihan ringan, penambahna 5% =
kelebihan sedang, penambahan 8% = kelebihan berat
7.
Hasil
laboratorium : penurunan hematokrit, protein serum rendah, natrium serum
normal, natrium urine rendah ( <10 mEq/24 jam )
7.
Penatalaksanaan
edema
PENATALAKSANAAN
Terapi edema harus mencakup terapi penyebab yang
mendasarinya yang reversibel (jika memungkinkan). Pengurangan asupan sodium
harus dilakukan untuk meminimalisasi retensi air.
tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis ,pada beberapa pasien
terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan asupan natrium
(yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan menaikkan kaki
diatas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu diuretic harus
diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan obat dan dosis akan
sangat tergantung pada penyakit yang mendasari, berat-ringannya penyakit dan
urgensi dari penyakitnya.
Efek
diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal. Klasifikasi diuretic
berdasarkan tempat kerja
1.
Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2.
Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3.
Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus
distal
4.
Diuretic yang bekerja pada cortical collecting
tubule
Prinsip
terapi edema
1.
Penanganan penyakit yang mendasari
2.
Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari
diet maupun intravena
3.
Meningkatkan pengeluaran natrium dan air :
Diuretic ;hanya sebagai terapi paliatif,bukan kuratif; Tirah baring, local
pressure
4.
Hindari factor yang memperburuk penyakit dasar
; diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume
plasma,hipotensi,perfusi yang inadekuat, sehingga dapat memperburuk.
Mekanisme
edema yang disebabkan oleh penyakit dan penatalaksana
1. Edema Paru Akut (Kardiak) adalah edema paru yang disebabkan
oleh meningkatnya tekanan hidrostatik kapiler yang disebabkan karena
meningkatnya tekanan vena pulmonalis. Edema Paru Akut (Kardiak)
menunjukkan adanya akumulasi cairan yang rendah protein di interstisial paru
dan alveoli ketika vena pulmonalis dan aliran balik vena di atrium kiri
melebihi keluaran ventrikel kiri.
Penatalaksanaan
§ Posisi ½ duduk
§ Oksigen (40%-50%) sampai 8 liter/menit bila perlu dengan
masker. Jika memburuk (pasien makin sesak, takipneu, ronkhi bertambah, PaO2
tidak bisadipertahankan > 60 mmHg dengan O2 konssentrasi dan aliran
tinggi, retensi CO2, hipoventilasi atau tidak mampu mengurangi cairan edema
secara adekuat), maka dilakukan intubasi endotrakeal, suction dan ventilator.
§ Infus emergensi. Monitor tekanan darah, monitor EKG,
oksimetri bila perlu.
§ Nitrogliserin sublingual atau intravena. Nitrogliserin
per oral 0,4-0,6 mg tiap 5-10 menit. Jika tekanan darah sistolik >95 mmHg
bisa diberikan Nitrogliserin intravena mulai dosis 3-5 ug/kgBB. Jika tidak
memberikan hasil memuaskan maka dapat diberikan Nitrogliserin IV dimulai dosis
0,1 ug/kgBB/menit bila tidak memberi respon dengan nitrat, dosis dinaikkan
sampai didapatkan perbaikan klinis atau sampai tekanan sistolik 85-90 mmHg pada
pasien yang tadinya mempunyai tekanan darah normal atau selama dapat
dipertahankan perfusi yang adekuat ke organ-organ vital.
§ Morfin sulfat 3-5 mg IV, dapat diulang tiap 25 menit,
total dosis 15 mg (sebaiknya dihindari).
§ Diuretik Furosemid 40-80 mg IV bolus dapat diulangi atau
dosis ditingkatkan tiap 4 jam atau dilanjutkan drip ontinue sampai dicapai
produksi urine 1 ml/kgBB/jam.
§ Bila perlu (tekanan darah turun /tanda hipoperfusi) :
Dopamin 2-5 ug/kgBB/menit atau doputamin 2-10 ug/kgBB/menit untuk menstabilkan
hemodinamik. Dosis dapat ditingkatkan sesuai respon klinis atau keduanya.
§ Trombolitik atau revaskularisasi pada pasien infark
miokard.
§ ntubasi dan ventilator pada pasien dengan hipoksia berat,
asidosis/tidak berhasil dengan oksigen.
§ Atasi aritmia atau gangguan konduksi.
§ Operasi pada komplikasi akut infark miokard
sepertiregurgitasi, VSD dan ruptur dinding ventrikel/corda tendinae.
2.
Edema anasarka et
causa Sindroma Nefrotik
Sindroma
nefrotik adalah suatu sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif (≥ 40
mg/m2 LPB/jam atau rasio protein/kreatinin pada urin sewaktu > 2 mg/dl atau
dipstik ≥2+), Hipoalbuminemia ≤ 2,5 gr/dl, Edema dan dapat disertai
hiperkolesterolemia. Menurut pembagian berdasarkan etiologi (penyebab), SN
dibagi menjadi :
a.
SN Primer, merupakan Sindroma Nefrotik
Idiopatik (tidak diketahui penyebabnya), tipe ini diidap oleh 90% anak dengan
SN.Diduga ada hubungan dengan faktor genetik, alergi dan imunologi. SN idiopatik
terdiri dari 3 tipe histologis : SN kelainan minimal (85% dari total kasus SN
pada anak), glomerulonephritis proliferatif (5% dari total kasus SN), dan
glomerulosklerosis fokal segmental (10% dari kasus SN).
b.
SN Sekunder, tipe ini penyebabnya berasal dari
luar ginjal (ekstra renal). Umumnya menimpa orang
dewasa, bisa diakibatkan oleh penyakit-penyakit tertentu seperti : Hepatitis B,
malaria, lepra, pasca infeksi bakteri streptokokus, penyakit ganas : tumor
paru, tumor saluran cerna, kontaminasi toksin seperti logam berat, bisa ular
dan serangga. Episode awal dapat didahului oleh infeksi ringan. Anak datang
dengan keluhan bengkak (edema) ringan dimana awalnya terjadi pada sekitar mata
(periorbital) dan ekstremitas bawah. Seiring waktu pembengkakan semakin meluas,
asites, efusi pleura, dan edema genitalia. Anoreksia, iritabilitas, nyeri perut
dan diare sering pula terjadi. Penatalaksanaan SN antara lain berupa istirahat
sampai edema berkurang, diit rendah protein dan rendah garam, diuretika, antibiotika
bila ada gejala infeksi, yang paling penting adalah pemberian kortikosteroid
(prednison) yang terbagi dalam beberapa fase sampai urin bebas protein.
Obat-obat lain seperti methylprednisolone, cyclofosfamid, tacrolimus dll
diberikan pada kondisi tertentu. Tindakan bedah seperti pungsi asites, pungsi
hidrotoraks, dilakukan bila ada indikasi vital. Prognosis penderita sangat
tergantung dari penyebab, berat ringannya penyakit, umur penderita dan
penatalaksanaannya. Anak dapat mengalami berulangnya penyakit (relaps)
dikemudian hari.
Kesimpulan
Sindroma
Nefrotik (SN) sindroma klinik dengan gejala proteinuria masif, hipoalbuminemia,
edema dan hiperkolesterolemia. 90 % SN merupakan tipe primer (idiopatik).
Penatalaksanaan SN antara lain berupa istirahat sampai edema berkurang, diit
rendah protein dan rendah garam, diuretika, antibiotika bila ada gejala infeksi
dan kortikosteroid (prednison). SN dapat mengalami relaps. Prognosis penderita
sangat tergantung dari penyebab, berat ringannya penyakit, umur penderita dan
penatalaksanaannya.
Terapi
Bed rest,
Diit rendah garam 1-2 g/hari, Kortikosteroid : 4 minggu pertama dengan dosis
penuh 2 mg/kgBB/hari. Diharapkan akan remisi. Bila terjadi remisi pada 4 minggu
pertama, dilanjutkan dengan 4 minggu kedua dengan dosis 2/3 dosis awal secara
alternating (selang sehari), 1 kali sehari setelah makan pagi. Diuretik :
Furosemid 1-2 mg/kgBB/hari. Pemantauan : Berat badan dan tekanan darah diukur
setiap hari, Ureum dan kreatinin urin diperiksa setiap 3 hari.
3.
Ascites
et causa Hepatitis Kronis
Kronis
adalah peradangan yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis
lebih jarang ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan
berpuluh-puluh tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan
hati yang berarti. Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara
perlahan menyebabkan kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan.
Dikatakan
Hepatitis kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau
laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan. Pada pasien ini terdapat keluhan perut
membesar. Hal ini merupakan tanda adanya kelainan pada rongga perut pisa berupa
cairan, massa dan perdarahan. Untuk membedakan maka dilakukan pemeriksaan fisik
yang didapat test undulasi dan pekak beralih positif, ini menunjukkan pada
rongga abdomen terdapat cairan yang disebut Asites.
Pasien
memiliki riwayat sering
mengkonsumsi minuman keras semasa mudanya yang bisa memperburuk kondisi
heparnya. Dengan hasil lab yang menyatakan HbsAg pasien (+) berarti pasien
menderita penyakit hepatitis B. Karena sudah berlangsung beberapa
tahun memungkinkan perjalanan penyakit pasien menjadi penyakit yang kronik.
Pada pemeriksaan kimia darah, rasio alumin dan globulin menjadi terbalik,
menyatakan telah terjadi kerusakan yang cukup parah pada hepar pasien.
Pada
penurunan fungsi hepatoseluler terjadi penurunan dari sintesis albumin, dimana
albumin ini memegang peranan penting dalam menjaga tekanan osmotik darah.
Dengan menurunnya kadar albumin, maka tekanan osmotik akan menurun yang
berakibat eksudasi cairan intravaskular ke dalam jaringan interstitial di
seluruh tubuh, diantaranya adalah rongga peritoneum, sedangkan udem perifer
yang terjadi selain karena faktor hipoalbuminemia juga akibat adanya retensi
garam dan air yang terjadi oleh karena kegagalan hati dalam menginaktifkan
hormon aldosteron dan hormon anti diuretik (ADH).
Mengenai
keluhan badan lemas dan cepat lelah, mual dan nafsu makan yang menurun
merupakan kompensasi dari tubuh akibat adanya kerusakan dari parenkim hati.
Pasien
juga merasakan perut sebah yang dikarenakan terdapatnya cairan pada rongga
abdomen sehingga tekanan abdomen meningkat dan dapat mengganggu kerja usus dan
lambung, hal ini bisa menimbulkan rasa mual akibat penekanan tersebut, nafsu
makan menurun dan badan menjadi lemas.
Berdasarkan
alasan diatas maka kasus pada pasien ini lebih kearah gangguan fungsi
fungsi hati akibat penyakit yang berjalan lama.. Dengan tanda dan gejala yang
ada dan didukung oleh pemeriksaan fisik dan penunjang maka diagnosis pasien
adalah Asites et causa Hepatitis B kronik
Asites adalah penimbunan cairan secara abnormal di rongga peritoneum yang
dapat dibagi menjadi 2 mekanisme dasar yaitu eksudasi dan transudasi. Hepatitis Kronis adalah peradangan
yang berlangsung selama minimal 6 bulan. Hepatitis kronis lebih jarang
ditemukan, tetapi bisa menetap sampai bertahun-tahun bahkan berpuluh-puluh
tahun. Biasanya ringan dan tidak menimbulkan gejala ataupun kerusakan hati yang
berarti. Pada beberapa kasus, peradangan yang terus menerus secara perlahan menyebabkan
kerusakan hati dan pada akhirnya terjadilah sirosis dan kegagalan. Dikatakan
Hepatitis kronis bila penyakit menetap, tidak menyembuh secara klinis atau
laboratorium atau pada gambaran patologi anatomi, selama 6 bulan.
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan
pada pasien ini meliputi terapi non farmakologis yaitu dengan diet tinggi protein, tinggi kalori, rendah garam dan dengan pungsi asites. Diberikan juga terapi
farmakologis berupa infus RL 20
tetes/ menit, furosemid 40mg x 2
tab (dosis maksimal 600 mg/hari), kcl
50mg/hari, BC 100mg x 3 tab, dan Ranitidin
150mg x 3 tab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar