Minggu, 06 April 2014

Skenario 3 Block 5 (Part 1)

Author: Nesya
OBESITAS
Seorang mahasiswi berusia 23 tahun, sedang menempuh semester akhir perkuliahan merasa bosan dengan rutinitas keseharian dan terlihat sering menyendiri. Untuk menghilangkan kebosanannya, ia sering makan makanan cepat saji dan minuman bersoda setiap hari. Setiap harinya, dia jarang olah raga dan malas beraktifitas fisik. Makin lama dia merasa gemuk dan berat badannya bertambah. Karena akhir-akhir ini sering buang air kecil dan merasa haus terus, ia kemudian pergi ke dokter praktek umum untuk berkonsultasi mengenai permasalahannya tersebut.

Problem Definition
1. Apa definisi dari obesitas?
2. Apa sajakah kriteria obesitas?
3. Apa saja faktor penyebab obesitas
4. Jelaskan patofisiologi obesitas
5. Bagaimana cara menurunkan berat badan pada penderita obesitas
6. Dampak dari obesitas

Pembahasan
1. Definisi obesitas
Obesitas adalah kondisi kronis di mana terdapat jumlah lemak tubuh berlebihan. Sejumlah tertentu lemak tubuh diperlukan untuk menyimpan energi, menginsulasi panas, meredam goncangan, dan fungsi lainnya. Jumlah normal lemak tubuh (dinyatakan sebagai persentase persentase lemak tubuh) adalah antara 25% -30% pada wanita dan 18% -23% pada pria. Wanita dan pria yang memiliki lemak tubuh masing-masing lebih dari 30% dan 25% dianggap mengalami obesitas.
Perhitungan indeks massa tubuh (IMT) juga telah digunakan dalam definisi obesitas. IMT sama dengan berat badan dalam kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter (m) kuadrat. Karena IMT menggambarkan berat badan relatif terhadap tinggi maka sangat berkorelasi dengan kandungan lemak total pada tubuh orang dewasa. Obesitas didefinisikan sebagai IMT 30 ke atas.

2. Kriteria obesitas
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Underweight     : <18,5
Normal                 : 18,5-22,9
Overweight        : >23
Beresiko              : 23,0-24,9
Obese 1               :  25,0-29,9
Obese 2               : >30,0
Kriteria di atas merupakan kriteria untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini berbeda dengan kawasan lain, hal ini berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off IMT untuk obesitas yang spesifik untuk populasi tertentu. (Sugondo, 2006)

3. Faktor penyebab obesitas
Faktor penyebab obesitas sangat kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Faktor lain penyebab obesitas adalah perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang makan secara berlebihan dan obese, serta terjadi perubahan yang nyata pada neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada hewan obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) . Input dari vagal juga terhitung penting, membawa informasi dari viseral, seperti peregangan dari usus (Flier et al, 2005).
Faktor genetik obesitas dipercaya berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta defek monogenik seperti mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin (Guyton, 2007).
Dari segi hormonal terdapat leptin, insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktifasi reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa. Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang tersimpan pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn et al, 2005). Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang dibuat di usus halus dan memberi sinyal ke otak secara langsung ke pusat pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus (Flier et al, 2005).
Faktor metabolit juga berperan dalam obesitas. Metabolit, termasuk glukosa, dapat mempengaruhi nafsu makan, yang mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan rasa lapar. Akan tetapi, glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan (Flier et al, 2005).
Semua faktor hormonal, metabolit, dan neurogenik yang tadi disebutkan diatas bekerja melalui ekspresi an pelepasan berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP,alpha-MSH, an MCH yang terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik, endokannabinoid, dan jalur singnal opioid (Flier et al, 2005).
Faktor terakhir penyebab obesitas adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism, insulinoma, craniophryngioma, gangguan lain pada hipotalamus (Flier et al, 2005).
Beberapa anggapan menyatakan bahwa berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural. Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan mempunyai efek pada berat badan (Flier et al, 2005).

4. Patofisiologi obesitas
Secara umum obesitas dapat disebabkan oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energy yang jauh melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi. Pada masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet seseorang.
Obesitas terjadi karena adanya  kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,  yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran energi, dan regulasi sekresi hormon. 
Proses dalam pengaturan penyimpanan energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus) setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose,  usus dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik (anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang.  Sinyal pendek mempengaruhi porsi makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan keseimbangan  energi.
Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin, sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.

5. Cara menurunkan berat badan pada pasien obesitas
Dokter Spesialis Gizi Klinik dari Departemen Radioterapi RSCM, dr Fiastuti Witjaksono mengatakan bahwa ada cara aman menurunkan berat badan untuk penderita obesitas yang mendambakan tubuh kembali ideal. 
“Turun sedikit-sedikit akan lebih aman. Daripada dalam waktu singkat berhasil menurunkan berat badan drastis, namun dampaknya selain tidak baik untuk kesehatan, bobot tubuh bisa kembali lagi menjadi lebih gemuk,” katanya menjelaskan.
Menurutnya, penurunan berat badan secara bertahap 5-10 persen akan bermanfaat untuk tubuh. Bisa membantu memperbaikai kontrol gula darah, tekanan darah, kolesterol, gangguan tidur seperti mendengkur dan radang sendi akibat kegemukan.
Fiastuti mengatakan, ada pelatihan khusus bagi penderita obesitas yang ingin melangsingkan tubuhnya. Yang pertama, tingkatkan durasi dan intensitas olahraga secara bertahap.
Bagi mereka penderita obesitas tidak dianjurkan untuk jogging. Mereka juga diharuskan untuk sering minum air putih sebelum, selama dan setelah olahraga serta menggunakan pakaian tipis saat berolahraga.
“Ketika olahraga bila terjadi jantung berdebar, nyeri dada dan keluhan lainnya lebih baik istirahat sejenak, dan hindari mengonsumsi makanan berminyak. Karena 1 sendok makan minyak bisa mengandung 90 kalori," ucapnya.
Dan dia mengingatkan, penurunan berat badan yang aman untuk tubuh hanya boleh berkurang 0,5-1 kilogram berat badan perminggu, atau 2-4 kilogram berat badan perbulan.

6. Dampak obesitas
Obesitas memiliki efek samping yang besar pada kesehatan. Obesitas berhubungan dengan meningkatnya mortalitas, hal ini karena meningkatnya 50 sampai 100% resiko kematian dari semua penyebab dibandingkan dengan orang yang normal berat badannya, dan terutama oleh sebab kardiovaskular (Harrison, 2007). Berikut beberapa efek patologis dari diabetes:
1. Insulin resisten dan diabetaes tipe 2
2. Gangguan pada sistem reproduksi
3. Penyakit kardiovaskular
4. Penyakit pulmoner
5. Gallstones (batu empedu)
6. Kanker
7. Penyakit tulang, sendi dan kulit.

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar