Author: Nesya
OBESITAS
Seorang
mahasiswi berusia 23 tahun, sedang menempuh semester akhir perkuliahan merasa
bosan dengan rutinitas keseharian dan terlihat sering menyendiri. Untuk
menghilangkan kebosanannya, ia sering makan makanan cepat saji dan minuman
bersoda setiap hari. Setiap harinya, dia jarang olah raga dan malas
beraktifitas fisik. Makin lama dia merasa gemuk dan berat badannya bertambah.
Karena akhir-akhir ini sering buang air kecil dan merasa haus terus, ia
kemudian pergi ke dokter praktek umum untuk berkonsultasi mengenai
permasalahannya tersebut.
Problem Definition
1.
Apa definisi dari obesitas?
2.
Apa sajakah kriteria obesitas?
3.
Apa saja faktor penyebab obesitas
4.
Jelaskan patofisiologi obesitas
5.
Bagaimana cara menurunkan berat badan pada penderita obesitas
6.
Dampak dari obesitas
Pembahasan
1. Definisi obesitas
Obesitas adalah kondisi kronis di mana
terdapat jumlah lemak tubuh berlebihan. Sejumlah tertentu lemak tubuh
diperlukan untuk menyimpan energi, menginsulasi panas, meredam goncangan, dan
fungsi lainnya. Jumlah normal lemak tubuh (dinyatakan sebagai persentase
persentase lemak tubuh) adalah antara 25% -30% pada wanita dan 18% -23% pada
pria. Wanita dan pria yang memiliki lemak tubuh masing-masing lebih dari 30%
dan 25% dianggap mengalami obesitas.
Perhitungan indeks massa tubuh (IMT)
juga telah digunakan dalam definisi obesitas. IMT sama dengan berat badan dalam
kilogram (kg) dibagi tinggi badan dalam meter (m) kuadrat. Karena IMT
menggambarkan berat badan relatif terhadap tinggi maka sangat berkorelasi
dengan kandungan lemak total pada tubuh orang dewasa. Obesitas didefinisikan
sebagai IMT 30 ke atas.
2. Kriteria obesitas
Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas
Berdasarkan IMT Menurut Kriteria Asia Pasifik
Underweight : <18,5
Normal : 18,5-22,9
Overweight : >23
Beresiko : 23,0-24,9
Obese 1 : 25,0-29,9
Obese
2 : >30,0
Kriteria di atas merupakan kriteria
untuk kawasan Asia Pasifik. Kriteria ini berbeda dengan kawasan lain, hal ini
berdasarkan meta-analisis beberapa kelompok etnik yang berbeda, dengan
konsentrasi lemak tubuh, usia, dan gender yang sama, menunjukkan etnik Amerika
berkulit hitam memiliki IMT lebih tinggi 4,5 kg/m2 dibandingkan dengan etnik
kaukasia. Sebaliknya, nilai IMT bangsa Cina, Ethiopia, Indonesia, dan Thailand
masing-masing adalah 1.9, 4.6, 3.2, dan 2.9 kg/m2 lebih rendah daripada etnik
Kaukasia. Hal ini memperlihatkan adanya nilai cut off IMT untuk obesitas yang
spesifik untuk populasi tertentu. (Sugondo, 2006)
3. Faktor penyebab
obesitas
Faktor penyebab obesitas sangat
kompleks. Kita tidak bisa hanya memandang dari satu sisi. Gaya hidup tidak aktif
dapat dikatakan sebagai penyebab utama obesitas. Hal ini didasari oleh
aktivitas fisik dan latihan fisik yang teratur dapat meningkatkan massa otot
dan mengurangi massa lemak tubuh, sedangkan aktivitas fisik yang tidak adekuat
dapat menyebabkan pengurangan massa otot dan peningkatan adipositas. Oleh
karena itu pada orang obese, peningkatan aktivitas fisik dipercaya dapat
meningkatkan pengeluaran energi melebihi asupan makanan, yang berimbas
penurunan berat badan (Guyton, 2007).
Faktor lain penyebab obesitas adalah
perilaku makan yang tidak baik. Perilaku makan yang tidak baik disebabkan oleh
beberapa sebab, diantaranya adalah karena lingkungan dan sosial. Hal ini
terbukti dengan meningkatnya prevalensi obesitas di negara maju. Sebab lain
yang menyebabkan perilaku makan tidak baik adalah psikologis, dimana perilaku
makan agaknya dijadikan sebagai sarana penyaluran stress. Perilaku makan yang
tidak baik pada masa kanak-kanak sehingga terjadi kelebihan nutrisi juga
memiliki kontribusi dalam obesitas, hal ini didasarkan karena kecepatan
pembentukan sel-sel lemak yang baru terutama meningkat pada tahun-tahun pertama
kehidupan, dan makin besar kecepatan penyimpanan lemak, makin besar pula jumlah
sel lemak. Oleh karena itu, obesitas pada kanak-kanak cenderung mengakibatkan
obesitas pada dewasanya nanti (Guyton, 2007).
Dari segi neurogenik, dibuktikan bahwa
lesi pada hipotalamus bagian ventromedial dapat menyebabkan seekor binatang
makan secara berlebihan dan obese, serta terjadi perubahan yang nyata pada
neurotransmiter di hipotalamus berupa peningkatan oreksigenik seperti NPY dan
penurunan pembentukan zat anoreksigenik seperti leptin dan α-MSH pada hewan
obese yang dibatasi makannya (Guyton, 2007) . Input dari vagal juga terhitung
penting, membawa informasi dari viseral, seperti peregangan dari usus (Flier et
al, 2005).
Faktor genetik obesitas dipercaya
berperan menyebabkan kelainan satu atau lebih jaras yang mengatur pusat makan
dan pengeluaran energi dan penyimpanan lemak serta defek monogenik seperti
mutasi MCR-4, defisiensi leptin kogenital, dan mutasi reseptor leptin (Guyton,
2007).
Dari segi hormonal terdapat leptin,
insulin, kortisol, dan peptida usus. Leptin adalah sitokin yang menyerupai
polipeptida yang dihasilkan oleh adiposit yang bekerja melalui aktifasi
reseptor hipotalamus. Injeksi leptin akan mengakibatkan penurunan jumlah
makanan yang dikonsumsi. Insulin adalah anabolik hormon, insulin diketahui
berhubungan langsung dalam penyimpanan dan penggunaan energi pada sel adiposa.
Kortisol adalah glukokortikoid bekerja dalam mobilisasi asam lemak yang
tersimpan pada trigiserida, hepatic glukoneogenesis, dan proteolisis (Wilborn
et al, 2005). Peptida usus seperti ghrelin, peptida YY, dan kolesistokinin yang
dibuat di usus halus dan memberi sinyal ke otak secara langsung ke pusat
pengatura hipotalamus dan/atau melalui nervus vagus (Flier et al, 2005).
Faktor metabolit juga berperan dalam
obesitas. Metabolit, termasuk glukosa, dapat mempengaruhi nafsu makan, yang
mengakibatkan hipoglikemi yang akan menyebabkan rasa lapar. Akan tetapi,
glukosa bukanlah pengatur utama nafsu makan (Flier et al, 2005).
Semua faktor hormonal, metabolit, dan
neurogenik yang tadi disebutkan diatas bekerja melalui ekspresi an pelepasan
berbagai peptida hipotalamus seperti NPY, AgRP,alpha-MSH, an MCH yang
terintegrasi dengan serotonergik, kotekolaminergik, endokannabinoid, dan jalur
singnal opioid (Flier et al, 2005).
Faktor terakhir penyebab obesitas
adalah karena dampak/sindroma dari penyakit lain. Penyakit-penyakit yang dapat
menyebabkan obesitas adalah hypogonadism, Cushing syndrome, hypothyroidism,
insulinoma, craniophryngioma, gangguan lain pada hipotalamus (Flier et al,
2005).
Beberapa anggapan menyatakan bahwa
berat badan seseorang diregulasi baik oleh endokrin dan komponenen neural.
Berdasarkan anggapan itu maka disedikit saja kekacauan pada regulasi ini akan
mempunyai efek pada berat badan (Flier et al, 2005).
4. Patofisiologi obesitas
Secara umum obesitas dapat disebabkan
oleh ketidakseimbangan kalori, yang diakibatkan asupan energy yang jauh
melebihi kebutuhan tubuh. Pada bayi (infant), penumpukan lemak terjadi akibat
pemberian makanan pendamping ASI yang terlalu dini, terutama apabila makanan
tersebut memiliki kandungan karbohidrat, lemak, dan protein yang tinggi. Pada
masa anak-anak dan dewasa, asupan energy bergantung pada diet seseorang.
Obesitas terjadi karena adanya
kelebihan energi yang disimpan dalam bentuk jaringan lemak. Gangguan
keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh faktor eksogen (obesitas primer)
sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor endogen (obesitas sekunder) akibat
adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek genetik (meliputi 10%). Pengaturan
keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses fisiologis,
yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju pengeluaran
energi, dan regulasi sekresi hormon.
Proses dalam pengaturan penyimpanan
energi ini terjadi melalui sinyal-sinyal eferen (yang berpusat di hipotalamus)
setelah mendapatkan sinyal aferen dari perifer (jaringan adipose, usus
dan jaringan otot). Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik (meningkatkan rasa
lapar serta menurunkan pengeluaran energi) dan dapat pula bersifat katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori,
yaitu sinyal pendek dan sinyal panjang. Sinyal pendek mempengaruhi porsi
makan dan waktu makan, serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan
peptida gastrointestinal, yang diperankan oleh kolesistokinin (CCK) sebagai
stimulator dalam peningkatan rasa lapar. Sinyal panjang diperankan oleh
fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan dan
keseimbangan energi.
Apabila asupan energi melebihi dari
yang dibutuhkan, maka jaringan adiposa meningkat disertai dengan peningkatan
kadar leptin dalam peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic
center di hipotalamus agar menurunkan produksi Neuro Peptide –Y (NPY), sehingga
terjadi penurunan nafsu makan. Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi
lebih besar dari asupan energi, maka jaringan adiposa berkurang dan terjadi
rangsangan pada orexigenic center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan
nafsu makan. Pada sebagian besar penderita obesitas terjadi resistensi leptin,
sehingga tingginya kadar leptin tidak menyebabkan penurunan nafsu makan.
5. Cara menurunkan berat
badan pada pasien obesitas
Dokter Spesialis Gizi Klinik dari
Departemen Radioterapi RSCM, dr Fiastuti Witjaksono mengatakan bahwa ada cara
aman menurunkan berat badan untuk penderita obesitas yang mendambakan tubuh
kembali ideal.
“Turun
sedikit-sedikit akan lebih aman. Daripada dalam waktu singkat berhasil
menurunkan berat badan drastis, namun dampaknya selain tidak baik untuk
kesehatan, bobot tubuh bisa kembali lagi menjadi lebih gemuk,” katanya
menjelaskan.
Menurutnya, penurunan berat badan
secara bertahap 5-10 persen akan bermanfaat untuk tubuh. Bisa membantu
memperbaikai kontrol gula darah, tekanan darah, kolesterol, gangguan tidur
seperti mendengkur dan radang sendi akibat kegemukan.
Fiastuti mengatakan, ada pelatihan
khusus bagi penderita obesitas yang ingin melangsingkan tubuhnya. Yang pertama,
tingkatkan durasi dan intensitas olahraga secara bertahap.
Bagi mereka penderita obesitas tidak
dianjurkan untuk jogging. Mereka juga diharuskan untuk sering minum air putih
sebelum, selama dan setelah olahraga serta menggunakan pakaian tipis saat
berolahraga.
“Ketika olahraga bila terjadi jantung berdebar,
nyeri dada dan keluhan lainnya lebih baik istirahat sejenak, dan hindari
mengonsumsi makanan berminyak. Karena 1 sendok makan minyak bisa mengandung 90
kalori," ucapnya.
Dan dia mengingatkan, penurunan berat
badan yang aman untuk tubuh hanya boleh berkurang 0,5-1 kilogram berat badan
perminggu, atau 2-4 kilogram berat badan perbulan.
6. Dampak obesitas
Obesitas memiliki efek samping yang
besar pada kesehatan. Obesitas berhubungan dengan meningkatnya mortalitas, hal
ini karena meningkatnya 50 sampai 100% resiko kematian dari semua penyebab
dibandingkan dengan orang yang normal berat badannya, dan terutama oleh sebab
kardiovaskular (Harrison, 2007). Berikut beberapa efek patologis dari diabetes:
1.
Insulin resisten dan diabetaes tipe 2
2.
Gangguan pada sistem reproduksi
3.
Penyakit kardiovaskular
4.
Penyakit pulmoner
5.
Gallstones (batu empedu)
6.
Kanker
7.
Penyakit tulang, sendi dan kulit.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar