Published with Blogger-droid v1.7.4
Rabu, 30 November 2011
blok 9. skenario 1 part 2
hai med, ada bahan bacaan nih. masih tentang dispepsia, tapi semoga bisa ngelengkapin dari postingan sebelumnya. yuk berdoa dulu yaa. selamat belajar:)
Dispepsia
(regurgitasi: aliran dengan arah yang berlawanan dari normal,
atau bisa disebut reflux)
Penyebab:
2. Obat obatan: antiinflamasi non-steroid, teofilin, digitalis, antibiotik
3. Hepatobilier: hepatitis, kolesistitis, kolelitiasis, keganasan, disfungsi sfingter odii
4. Pankreas: pankreatitis, keganasan
5. Penyakit sistemik lain: DM, penyakit tiroid, gagal ginjal, kehamilan, iskemik
6. Gangguan fungsional: dispepsia fungsional, Irritable bowel syndrome
Teofilin: senyawa methylxanthine yang terdapat di daun teh
dan dibuat secara sintesis bekerja sebagai relaksan otot poloss, SSP, dan
stimulan otot jantung serta bronkodilator.
Digitalis: daun kering Digitalis purpurea digunakan untuk
untuk mengobati gagal jantung kongesif, takikardi, dan syok hipovolemik.
Kolesistitis: adalah proses inflamasi atau peradangan akut pada kandung empedu
kolelitiasis: merupakan suatu keadaan dimana terdapatnya batu empedu di dalam kandung empedu.
Irritable bowel syndrome: gangguan pada seluruh saluran pencernaan yang menyebabkan nyeri perut dan sembelit atau diare
Namun secara garis besar, penyebab
sindrom dispepsia dapat digolongkan menjadi 2 kelompok:
- Kelompok penyakit organik (tukak peptik, gastritis, batu kandung empedu, dll)
- Kelompok gangguan fungsional (tidak ada gangguan patologis struktural atau biokimiawi)
Kapan dispepsia dikatakan memungkinkan adanya penyebab
organik? Yaitu bila ada alarm symptoms seperti
penurunan berat badan, anemia, melena, muntah yang prominen atau keluhan sudah
berlangsung lama dan terjadi pada usia lebih dari 45 tahun. Maka dibutuhkan
pemeriksaan penunjang diagnostik secara lebih intensif, contohnya endoscopy.
Dispepsia fungsional dikelompokkan menjadi 3:
- Tipe seperti ulkus/ ulcus like dyspepsia : dominan nyeri epigastrik. Gambaran klinisnya yaitu bila ada nyeri ulu hati yang dominan dan disertai nyeri pada malam hari.
- Tipe seperti dismofilitas/ dismotility like dyspepsia : gambaran klinisnya yaitu bila keluhan kembung, mual, muntah, rasa penuh, cepat kenyang.
- Tipe non spesifik : tidak ada keluhan dominan
PATOFISIOLOGI
DISPEPSIA
Sekresi asam lambung
Sekresi asam lambung diduga akibat adanya sesnitivitas
mukosa lambung terhadap asam yang menimbulkan rasa tidak enak di perut.
Helicobacter pylori
Merupakan patogen penting untuk penyakit penyakit
gastroduodenal.
Dismotilitas gastrointestinal
Pada dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan
lambung dan adanya hipomotilitas antrum.
Ambang rangsang presepsi
Dinding usus mempunyai beberapa reseptor. Pada kasus
dispepsia ini mempunyai hipersensitivitas viseral terhadap distensi balon di
gaster atau duodenum.
Disfungsi autonom
Disfungsi persarafan vagal diduga berperan dalam
hipersensitivitas gastrointestinal pada kasus dispepsia fungsional. Adanya
neuropati vagal juga diduga berperan dalam kegagalan relaksasi bagian proksimal
lambung dan rasa cepat kenyang.
Aktivitas mioelektrik Lambung
Hormonal
Diet dan faktor lingkungan
Psikologis
PENDEKATAN
DIAGNOSTIK
Anamnesis
Anamnesis yang akurat untuk memperoleh gambaran keluhan yang
terjadi. Harus terjadi presepsi yang sama untuk menginterprestasikan keluhan
tersebut antara dokter pasien.
Px Fisik
Mengidentifikasi kelainan intra abdomen atau intra lumen
yang padat (ex: tumor), organomegali atau nyeri tekan.
Laboratorium
Mengidentifikasi adanya faktor infeksi (leukositosis),
pankreatitis (amilase, lipase), keganasan saluran cerna (CEA, CA19-9, AFP)
Ultrasonogafi
Mengidentifikasi kelainan padat intra abdomen misalnya ada
batu empedu, kolesistitis, sirosis hati dsb.
Endoskopi
Esofagogastroduodenoskopi, pemeriksaan ini dianjurkan bila
dispepsia disertai oleh keadaan alarm
symptoms. Keadaan ini sangat mengarah pada gangguan organik terutama
keganasan, sehingga diperlukan eksplorasi diagnosis secepatnya. Teknik ini
dapat mengidentifikasi dengan akurat adanya kelainan struktural/organik intra
lumen saluran cerna bagian atas seperti adanya tukak/ulkus, tumor dsb serta
dapat dilakukan biopsi untuk diperiksa adanya helicobacter pylori.
Radiologi
Dalam hal ini pemeriksaan barium meal, dapat
mengidentifikasi kelainan struktural dinding/mukosa saluran cerna bagian atas
seperti adanya tukak atau gambaran ke arah tumor. Pemeriksaan ini bermanfaat
terutama pada kelainan yang bersifat penyempitan dimana skop endoskopi tidak
dapat melewatinya.
FARMAKOTERAPI
Antasida
Adalah basa
lemah yang bereaksi dengan HCL lambung untuk membentuk garam dan air.
Manfaatnya pada penyakit ulkus peptikum terletak pada kemampuannya untuk mengurangi
asam lambung dan aktivitas peptikum, karena pepsin menjadi menjadi tidak aktif
dalam larutan dengat pH di atas 4.
Merupakan obat paling umum dikonsumsi oleh pasien dispepsia.
Penyekat H2 Reseptor
Obat ini juga umum diberikan pada pasien dispepsia. Pemberian
dosis tunggal obat ini mampu mereduksi lebih dari 90% dalam basal, rangsangan
makanan, dan sekresi nokturnal asam lambung. Bekerja secara efektif dan
esensial dalam proses penyembuhan ulkus lambung dan ulkus duodenum.
Penghambat Pompa Proton
Yang termasuk obat golongan ini adalah omeprazol (pengganti
benzimidazol). Obat ini menghambat secara ireversible pompa proton (H+/K+
ATPase) sel parietal lambung. Dosis harian tunggal dapat menghambat 100% sekresi
asam lambung secara esensial.
Metoklopramid
Merupakan antagonis reseptor dopamin D2 dan antagonis
reseptor serotonin (5-HT3) yang cukup bermanfaat pada dispepsia fungsional.
Domperidon
Termasuk antagonis dopamin D2 yang tidak melewati sawar otak
sehingga tidak ada efek ekstrapiramidal.
Cisapride
Tergolong antagonis reseptor 5-HT4 dan antagonis 5-HT3, yang
bereaksi pada pengosongan lambung dan disritmia lambung.
Agonis Motilin
Obat yang temasuk golongan ini adalah eritomisin. Obat ini
terikat pada subunit 50S ribosom. Kerjanya dengan mengganggu sintesis petida
dengan pembentukan kompleks pemula, atau dapat, mengganggu reaksi translokasi
aminoasil.
Gastritis
Merupakan suatu peradangan mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronik, difus atau lokal. namun yang paling sering adalah gastritis superficial akut dan gastritis atrofik kronis.
Definisi: proses inflamasi pada mukosa dan submukosa lambung.
Berdasarkan topografi, morfologi dan etiologi, gastritis dibagi menjadi:
1.
Monahotopik
2.
Atropik
3.
Bentuk khusus
Pembagian tersebut sesuai dengan Update Sydney System. Selain
itu juga terdapat suatu bentuk kelainan pada gaster yang digolongkan gastropati
karena secara histopatologik tidak menggambarkan radang.
Gastritis Superficial Akut
Penyakit yang sering ditemukan, biasanya junak dan dapat sembuh sendiri. Merupakan respon mukosa lambung terhadap berbagai iritan lokal, misalnya endotoksin bakteri dari makanan, kafein, alkohol, dan aspirin.
Pada gastritis tipe ini, mukosa memerah, edamatosa, dan ditutupi oleh mukus yang melekat, erosi kecil dan perdarahan sering timbul. manivestasi klinisnya bervariasi, dsri keluhnan abdomen yang tidak jelas seperti anoreksia atau mual sampai gejala yang lebih berat seperti epigastrium, muntah, perdarahan, dan hematemesis. Bila gejala-gejala ini memanjang dan resisten terhadap pengobatan, diperlukan diagnostik tambahan seperti endoskopi, biopsi mukosa, dan analisis cairan lambung untuk memperjelas diagnosis.
Meredakan gejalanya biasanya dengan menghilangkan penyebab. tapi jika pasien tetap mual dan muntah perlu koreksi keseimbangan cairan dan elektrolit dengan pemberian infus intravena. Pemberian penghambat H2 seperti ranitidin untuk mengurangi sekresi asam, sukralfat atau antasid dapat mempercepat penyembuhan.
Gastritis Atrofik Kronik
Ditandai oleh atrofi progresif epitel kelenjar disertai kehilangan sel parietal dan chief cell. akibatnya, produksi asam klorida, pepsin, dan faktor intrinsik menurun. dinding lambung menjadi tipis dan mukosa memiliki permukaan yang rata.
Penyakit ini lebih sering pada orang tua, peminum alkohol berlebihan, teh panas, dan merokok. Gejala gastritis tipe ini umumnya bervariasi dan tidak jelas, antara lain perasaan penuh, anoreksia, dan distres epigasrtik yang tidak nyata. Diagnosis diperkirakan bila terdapat aklorhidria atau BAO atau MAO yang rendah dan dipastikan melaluo perubahan histologik yang khas pada biopsi. Pengobatan bervariasi tergantung dari penyebab kelainan.
PATOFISIOLOGI
-Gastritis akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan, dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi.
-Gastritis akut
Membran mukosa lambung menjadi edema dan hiperemik (kongesti dengan jaringan, cairan, dan darah) dan mengalami erosi superfisial, bagian ini mensekresi sejumlah getah lambung, yang mengandung sangat sedikit asam tetapi banyak mukus. Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi.
Gastritis kronik
Gastritis kronik tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Gastritis kronik tipe B (gastritis Helicobacterpylori) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacterpylori; faktor diet seperti minum panas atau pedas; penggunaan obat-obatan dan alkohol; merokok; atau refluks isi usus ke dalam lambung.
Gastritis kronik tipe A (gastritis autoimun) diakibatkan dari perubahan sel parietal, yang menimbulkan atrofi dan infiltrasi seluler. Hal ini dihubungkan dengan penyakit autoimun seperti anemia pernisiosa dan terjadi pada fundus atau korpus dari lambung.
Gastritis kronik tipe B (gastritis Helicobacterpylori) mempengaruhi antrum dan pilorus (ujung bawah lambung dekat duodenum). Ini dihubungkan dengan bakteri Helicobacterpylori; faktor diet seperti minum panas atau pedas; penggunaan obat-obatan dan alkohol; merokok; atau refluks isi usus ke dalam lambung.
ETIOLOGI GASTRITIS
-Infeksi H. Pylori
pada awalinfeksi mukosa lambung akan menunjukkan respons inflamasi akut. secara endoskopik sering tampak sebagai erosi dan tukak multiple antrum atau lesi hemoragik, gastritis akut akibat H.pylori sering diabaikan oleh pasien sehingga akan berlanjut menjadi kronik.
-Gangguan fungsi sistem imun
-Infeksi virus
misalnya enteric rotavirus dan calicivirus. kedua virus ini dapat menyebabkan gastroenteritis tetapi secara histopatologi tidak spesifik.
-Jamur
Candida species, histoplasma capsulatum dan mukonaceae dapat menginfeksi mukosa gater pada pasien yang immunocomprimized
-OAINS
DIAGNOSIS
keluhan yang sering dihubungkan adalah nyeri panas dan pedih di ulu hati disertai mual kadang kadang sampai muntah. keluhan keluhan tersebut sebenarnya tidak dapat digunakan sebagai evaluasi keberhasilan pengobatan, pemeriksaan fisik juga tidak dapat memberikan informasi yang dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis.
diagnosis ditegakkan berdasarkan pemerikasaan endoskopi dan histopatologi. gambaran endoskopi yang dapat dijumpai adalah eritema, eksudatif, flat-erosion, raised erosion, perdarahan, edematous rugae.
Tukak Lambung
Gambaran klinis:
kronik
nyeri epigastrium intermiten yang secara khas akan mereda setelah menelan makanan
nyeri biasanya timbul setelah 2-3 jam setelah makan atau pada malam hari sewaktu lambung kosong.
rasa terbakar
remisi dan eksaserbasi.
Pengobagtan
Sasaran utama pada pengobatan tukak peptik adala menghambat atau mendapar sekresi asam untuk menghilangkan gejala gejala dan mempermudah penyembuhan. tindakan-tindakan untuk mencapai tujuan ini adalah pemberian antasida, pelaksanaan diet, antikolinergik, penghambat H2 (simetidin, ranitidin, dan famotidin).
Antasida diberikan untuk menetralkan asam lambung dengan mempertahankan pH cukup tinggi sehingga pepsin tidak diaktifkan sehingga mukosa terlindungi dan nyeri mereda.
obat obat antikolinergik sepeperti propantelin dan atropin menghambat efek langsung dari saraf fagus terhadap sel sel parietal yang mengsekresikan asam. Antikolinergik juga menghambat pergerakan dan waktu pengosongan lambung, jadi dokter tidak memberikan obat ini pada penderita tukak lambung.
hyaaa mungkin segini aja yang bisa kami bagi, ets jangan berhenti belajar.. oya kalo ada yang butuh jurnal terkain skenario satu ini, nih ada beberapa rekomendasi:
http://onlinelibrary.wiley.com/doi/10.1046/j.1365-2036.1998.00410.x/full
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3003218/?tool=pubmed
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3003218/?tool=pubmed
sekiaaan.. mohon maaf kalo ada yang kurang atau salah salah ketik.. semoga bermanfaat. selamat belajar!
disrtibutor: zulva a.k.a upha a.k.a upil
Referensi:
Kamus dorlan, edisi 29
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid 1 Edisi IV, FK UI
Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi VI, Katzung
Patofisiologi Jilid 1 Edisi 4, Price and Wilson
Selasa, 29 November 2011
Senin, 28 November 2011
skenario 1 blok 3
BLOK 3 Part 1
Sistem Respirasi Manusia
Istilah bernapas,
seringkali diartikan dengan respirasi, walaupun secara harfiah sebenarnya kedua
istilah tersebut berbeda. Pernapasan (breathing) artinya
menghirup dan menghembuskan napas. Oleh karena itu, bernapas diartikan sebagai
proses memasukkan udara dari lingkungan luar ke dalam tubuh dan mengeluarkan
udara sisa dari dalam tubuh ke lingkungan. Sementara, respirasi (respiration)
berarti suatu proses pembakaran (oksidasi) senyawa organik (bahan makanan) di
dalam sel sehingga diperoleh energi.
Energi yang
dihasilkan dari respirasi sangat menunjang sekali untuk melakukan beberapa
aktifitas. Misalnya saja, mengatur suhu tubuh, pergerakan, pertumbuhan dan
reproduksi. Oleh karena itu, kegiatan pernapasan dan respirasi sebenarnya
saling berhubungan.
1. Struktur Pernafasan Manusia
a. Hidung
Hidung merupakan
alat pernapasan yang terletak di luar dan tersusun atas tulang rawan. Pada
bagian ujung dan pangkal hidung ditunjang oleh tulang nasalis. Rongga hidung
dibagi menjadi dua bagian oleh septum nasalis, yaitu bagian kiri dan kanan.
Bagian depan septum
ditunjang oleh
tulang rawan, sedangkan bagian belakang ditunjang oleh tulang vomer dan
tonjolan tulang ethmoid.
Bagian bawah
rongga hidung dibatasi oleh tulang palatum, dan maksila.
Bagian atas dibatasi oleh
ethmoid, bagian
samping oleh tulang maksila, konka nasalis inferior, dan ethomoid sedangkan
bagian tengah dibatasi oleh septum nasalis.
Pada dinding
lateral terdapat tiga tonjolan yang disebut konka nasalis superior, konka media
dan konka inferior. Melalui celah-celah pada ketiga tonjolan ini udara
inspirasi akan dipanaskan oleh darah di dalam kapiler dan dilembapkan oleh
lendir yang disekresikan oleh sel goblet.
Lendir juga dapat
membersihkan udara pernapasan dari debu. Bagian atas dari rongga hidung
terdapat daerah olfaktorius, yang mengandung sel-sel pembau. Sel-sel ini
berhubungan dengan saraf otak pertama (nervus
olfaktorius). Panjangnya sekitar 10 cm. Udara yang akan masuk ke dalam
paru-paru pertama kali akan masuk melalui hidung terlebih dahulu. Sekitar
15.000 liter udara setiap hari akan melewati hidung.
b. Faring
udara dan
makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran pernapasan (nasofaring) pada bagian depan
dan saluran pencernaan (orofaring)
pada bagian belakang. Udara dari rongga hidung masuk ke faring. Faring
berbentuk seperti tabung corong, terletak di belakang rongga hidung dan mulut,
dan tersusun dari otot rangka. Faring berfungsi sebagai jalannya udara
dan makanan. Faring merupakan percabangan 2 saluran, yaitu saluran
pernapasan (nasofaring) pada
bagian depan dan saluran pencernaan (orofaring)
pada bagian belakang.
c. Laring
Dari faring,
udara pernapasan akan menuju pangkal tenggorokan atau disebut juga laring. Laring tersusun atas
kepingan tulang rawan yang membentuk jakun. Jakun tersebut tersusun oleh tulang
lidah, katup tulang rawan, perisai tulang rawan, piala tulang rawan, dan gelang
tulang rawan.
Pangkal tenggorokan dapat ditutup oleh
katup pangkal tenggorokan (epiglotis).
Jika udara menuju tenggorokan, anak tekak melipat ke bawah, dan ketemu dengan
katup pangkal tenggorokan sehingga membuka jalan udara ke tenggorokan. Saat
menelan makanan, katup tersebut menutupi pangkal tenggorokan dan saat bernapas
katup tersebut akan membuka.
Pada pangkal
tenggorokan terdapat pita suara yang bergetar bila ada udara melaluinya.
Misalnya saja saat kita berbicara.
d. Trakea
Tenggorokan
berupa pipa yang panjangnya ± 10 cm, terletak sebagian di leher dan sebagian di
rongga dada. Dinding tenggorokan tipis dan kaku, dikelilingi oleh cincin tulang
rawan, dan pada bagian dalam rongga bersilia. Silia-silia ini berfungsi
menyaring benda-benda asing yang masuk ke saluran pernapasan.
e. Bronkus
Bronkus tersusun
atas percabangan, yaitu bronkus kanan dan kiri. Letak bronkus kanan dan kiri
agak berbeda. Bronkus kanan lebih vertikal daripada kiri. Karena strukturnya
ini, sehingga bronkus kanan akan mudah kemasukan benda asing. Itulah sebabnya
paru-paru kanan
seseorang lebih
mudah terserang penyakit bronkhitis.
Pada seseorang
yang menderita asma bagian otot-otot bronkus ini berkontraksi sehingga akan
menyempit. Hal ini dilakukan untuk mencegah masuknya lebih banyak benda asing
yang menimbulkan reaksi alergi. Akibatnya penderita akan mengalami sesak napas.
Sedangkan pada penderita bronkitis, bagian bronkus ini akan tersumbat oleh
lendir. Bronkus kemudian bercabang lagi sebanyak 20–25 kali percabangan
membentuk bronkiolus.
Pada ujung bronkiolus inilah tersusun alveolus yang berbentuk seperti buah
anggur.
f. Paru-paru
Organ yang
berperan penting dalam proses pernapasan adalah paru-paru. Paru-paru merupakan
organ tubuh yang terletak pada rongga dada, tepatnya di atas sekat diafragma. Diafragma adalah sekat
rongga badan yang membatasi rongga dada dan rongga perut. Paru-paru terdiri
atas dua bagian, paru-paru kanan dan paru-paru kiri. Paru-paru kanan memiliki
tiga gelambir yang berukuran lebih besar daripada paru-paru sebelah kiri yang
memiliki dua gelambir.
Paru-paru
dibungkus oleh dua lapis selaput paru-paru yang disebut pleura. Semakin ke dalam,
di dalam paru-paru akan ditemui gelembung halus kecil yang disebut alveolus. Jumlah alveolus
pada paru-paru kurang lebih 300 juta buah. Adanya alveolus ini menjadikan
permukaan paru-paru lebih luas. Diperkirakan, luas permukaan paruparu sekitar
160 m2. Dengan kata lain, paru-paru memiliki luas permukaan sekitar 100 kali
lebih luas daripada luas permukaan tubuh.
Dinding alveolus
mengandung kapiler darah. Oksigen yang terdapat pada alveolus berdifusi
menembus dinding alveolus, lalu menem bus dinding kapiler darah yang
mengelilingi alveolus. Setelah itu, masuk ke dalam pembuluh darah dan diikat
oleh hemoglobin yang terdapat di dalam sel darah merah sehingga terbentuk
oksihemoglobin (HbO2). Akhirnya, oksigen diedarkan oleh darah ke seluruh tubuh.
Setelah sampai ke dalam sel-sel tubuh, oksigen dilepaskan sehingga
oksihemoglobin kembali menjadi hemoglobin. Oksigen ini digunakan untuk
oksidasi.
Karbon dioksida
yang dihasilkan dari respirasi sel diangkut oleh plasma darah melalui pembuluh
darah menuju ke paru-paru. Sesampai di alveolus, CO2 menembus dinding pembuluh
darah dan din ding
alveolus. Dari
alveolus, karbondioksida akan disalurkan menuju hidung untuk dikeluarkan. Jadi
proses pertukaran gas sebenarnya berlangsung di alveolus.
2. Mekanisme Pernafasan Manusia
Pernapasan adalah
suatu proses yang terjadi secara otomatis walau dalam keadaan tertidur
sekalipun, karena sistem pernapasan dipengaruhi oleh susunan saraf otonom.
Menurut tempat terjadinya pertukaran gas maka pernapasan dapat dibedakan atas 2
jenis, yaitu pernapasan luar dan pernapasan dalam.
Pernapasan luar
adalah pertukaran udara yang terjadi antara udara dalam alveolus dengan
darah dalam
kapiler. Pernapasan dalam adalah pernapasan yang terjadi antara darah dalam
kapiler dengan sel-sel tubuh. Masuk keluarnya udara dalam paru-paru dipengaruhi
oleh perbedaan tekanan udara dalam rongga dada dengan tekanan udara di luar
tubuh. Jika tekanan di luar rongga dada lebih besar, maka udara akan masuk.
Sebaliknya, apabila tekanan dalam rongga dada lebih besar maka udara akan
keluar.
Sehubungan dengan
organ yang terlibat dalam pemasukkan udara ( inspirasi) dan pengeluaran udara (
ekspirasi) maka mekanisme pernapasan dibedakan atas dua macam, yaitu pernapasan
dada dan pernapasan perut. Pernapasan dada dan perut terjadi secara bersamaan.
1. Pernafasan Dada
Apabila kita menghirup dan menghempaskan
udara menggunakan pernapasan dada, otot yang digunakan yaitu otot antartulang
rusuk. Otot ini terbagi dalam dua bentuk, yakni otot antartulang rusuk luar dan
otot antartulang rusuk dalam.
Saat terjadi inspirasi, otot antartulang
rusuk luar berkontraksi, sehingga tulang rusuk menjadi terangkat. Akibatnya,
volume rongga dada membesar. Membesarnya volume rongga dada menjadikan tekanan
udara dalam rongga dada menjadi kecil/berkurang, padahal tekanan udara bebas
tetap. Dengan demikian, udara bebas akan mengalir menuju paru-paru melewati
saluran pernapasan.
Sementara saat terjadi ekspirasi, otot
antartulang rusuk dalam berkontraksi (mengkerut/mengendur), sehingga tulang
rusuk dan tulang dada ke posisi semula. Akibatnya, rongga dada mengecil. Oleh
karena rongga dada mengecil, tekanan dalam rongga dada menjadi
meningkat,
sedangkan tekanan udara di luar tetap. Dengan demikian, udara yang berada dalam
rongga paru-paru menjadi terdorong keluar.
2. Pernafasan Perut
Pada proses
pernapasan ini, fase inspirasi terjadi apabila otot diafragma (sekat rongga
dada) mendatar dan volume rongga dada membesar, sehingga tekanan udara di dalam
rongga dada lebih kecil daripada udara di luar, akibatnya udara masuk. Adapun
fase ekspirasi terjadi apabila otot-otot diafragma mengkerut (berkontraksi) dan
volume rongga dada mengecil, sehingga tekanan udara di dalam rongga dada lebih
besar daripada udara di luar. Akibatnya udara dari dalam terdorong ke luar.
3. Mekanisme Pertukaran Gas Oksigen (02)dan
Karbondioksida (CO2)
Udara lingkungan dapat dihirup masuk ke
dalam tubuh makhluk hidup melalui dua cara, yakni pernapasan secara langsung dan
pernapasan tak langsung.
Pengambilan udara secara langsung dapat dilakukan oleh permukaan tubuh lewat
proses difusi. Sementara udara yang dimasukan ke dalam tubuh melalui saluran
pernapasan dinamakan pernapasan tidak langsung.
Saat kita bernapas, udara diambil dan
dikeluarkan melalui paruparu. Dengan lain kata, kita melakukan pernapasan
secara tidak langsung lewat paru-paru. Walaupun begitu, proses difusi pada
pernapasan langsung tetap terjadi pada paru-paru. Bagian paru-paru yang meng
alami
proses difusi
dengan udara yaitu gelembung halus kecil atau alveolus.
Oleh karena itu, berdasarkan proses
terjadinya pernapasan, manusia mempunyai dua tahap mekanisme pertukaran gas.
Pertukaran gas oksigen dan karbon dioksida yang dimaksud yakni mekanisme
pernapasan eksternal dan internal.
a. Pernafasan Eksternal
Ketika kita menghirup udara dari lingkungan
luar, udara tersebut akan masuk ke dalam paru-paru. Udara masuk yang mengandung
oksigen tersebut akan diikat darah lewat difusi. Pada saat yang sama, darah
yang mengandung karbondioksida akan dilepaskan. Proses pertukaran oksigen (O2)
dan karbondioksida (CO2) antara udara dan darah dalam paru-paru dinamakan pernapasan eksternal.
Saat sel darah merah (eritrosit) masuk ke
dalam kapiler paru-paru, sebagian besar CO2 yang diangkut berbentuk ion
bikarbonat (HCO- 3) . Dengan bantuan enzim karbonat anhidrase, karbondioksida
(CO2) air (H2O) yang tinggal sedikit dalam darah akan segera berdifusi keluar.
Persamaan reaksinya adalah sebagai berikut.
Seketika itu juga, hemoglobin tereduksi
(yang disimbolkan HHb) melepaskan ion-ion hidrogen (H+) sehingga hemoglobin
(Hb)-nya juga ikut terlepas. Kemudian, hemoglobin akan berikatan dengan oksigen
(O2) menjadi oksihemoglobin (disingkat HbO2).
Proses difusi dapat terjadi pada paru-paru
(alveolus), karena adaperbedaan tekanan parsial antara udara dan darah dalam
alveolus. Tekanan parsial membuat konsentrasi oksigen dan karbondioksida pada
darah dan udara berbeda.
Tekanan parsial
oksigen yang kita hirup akan lebih besar dibandingkan tekanan parsial oksigen
pada alveolus paru-paru. Dengan kata lain, konsentrasi oksigen pada udara lebih
tinggi daripada konsentrasi oksigen pada darah. Oleh karena itu, oksigen dari
udara akan berdifusi menuju darah pada alveolus paru-paru.
Sementara itu,
tekanan parsial karbondioksida dalam darah lebih besar dibandingkan tekanan
parsial karbondioksida pada udara. Sehingga, konsentrasi karbondioksida pada
darah akan lebih kecil di bandingkan konsentrasi karbondioksida pada udara.
Akibatnya, karbondioksida pada darah berdifusi menuju udara dan akan dibawa
keluar tubuh lewat hidung.
b. Pernafasan Internal
Berbeda dengan pernapasan eksternal,
proses terjadinya pertukaran gas pada pernapasan internal berlangsung di dalam
jaringan tubuh. Proses pertukaran oksigen dalam darah dan karbondioksida
tersebut berlangsung dalam respirasi seluler.
Setelah oksihemoglobin (HbO2) dalam
paru-paru terbentuk, oksigen akan lepas, dan selanjutnya menuju cairan jaringan
tubuh. Oksigen tersebut akan digunakan dalam proses metabolisme sel. Reaksi
yang terjadi adalah sebagai berikut.
Proses masuknya oksigen ke dalam cairan
jaringan tubuh juga melalui proses difusi. Proses difusi ini terjadi karena
adanya perbedaan tekanan parsial oksigen dan karbondioksida antara darah dan cairan
jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam cairan jaringan, lebih rendah
dibandingkan oksigen yang berada dalam darah. Artinya konsentrasi oksigen dalam
cairan jaringan lebih rendah. Oleh karena itu, oksigen dalam darah mengalir
menuju cairan jaringan.
Sementara itu, tekanan karbondioksida pada
darah lebih rendah daripada cairan jaringan. Akibatnya, karbondioksida yang
terkandung dalam sel-sel tubuh berdifusi ke dalam darah. Karbondioksida yang
diangkut oleh darah, sebagian kecilnya akan berikatan bersama hemoglobin
membentuk karboksi hemoglobin (HbCO2). Reaksinya sebagai berikut.
Namun, sebagian
besar karbondioksida tersebut masuk ke dalam plasma darah dan bergabung dengan
air menjadi asam karbonat (H2CO3). Oleh enzim anhidrase, asam karbonat akan
segera terurai menjadi dua ion, yakni ion hidrogen (H+) dan ion bikarbonat
(HCO- Persamaan reaksinya sebagai berikut.
CO2 yang diangkut darah ini tidak semuanya
dibebaskan ke luar tubuh oleh paru-paru, akan tetapi hanya 10%-nya saja.
Sisanya yang berupa ion-ion bikarbonat yang tetap berada dalam darah. Ion-ion
bikarbonat di dalam darah berfungsi sebagai bu. er atau larutan penyangga.\
Lebih tepatnya, ion tersebut berperan penting dalam menjaga stabilitas pH
(derajat keasaman) darah.
Minggu, 27 November 2011
skenario 1 blok 9
Alohaaaaa memed memed cantik dan ganteng.. ketemu lagi sama anti remed di blok 9 ini.. say hallo dulu yuk sama blok 9, "HALLO blok 9, be nice to me please :*"
sebelumnya maaf ya karena postingan ini baru bisa keluar pagi pagi daaan belum tau kan ya skenario nya apa? tapi desas desusnya sih tentang dispepsia.. naah yuk kita belajar tentang dispepsia dan segala yang terkait tentang dispepsia :)) walaupun ternyata eh ternyata pas tutorial skenarionya beda, seenggaknya kita bisa belajar tentang dispepsia.yuk mari cekidoot..
· Penyakit Saluran Pencernaan
Gambaran Umum Penyakit Saluran Pencernaan
Saluran cerna adalah sistem yang sangat kompleks
dan merupakan saluran yang berfungsi untuk mencerna makanan, mengabsobsi zat
zat gizi dan mengekskresi sisa sisa pencernaan. Gangguan pada lambung umumnya
berupa sindroma dispepsia, yaitu kumpulan gejala, diantaranya mual, muntah,
nyeri epigastrum, kembung, nafsu makan berkurang dan rasa cepat kenyang.
Penyakit pemnyakit saluran cerna yang terjadi antara lain demam tifoid,
dispepsia, melena, gastro enteritis akut (GEA) dan gastritis.
DISPEPSIA
· Apa itu? Dispepsia itu ada rasa ngga nyaman dipencernaan bagian atas. Insidensinya
cukup tinggi karena dispesia tidak mengenal jenis kelamin dan usia.
· Kumpulan gejala dispepsia adalah rasa tidak nyaman, mual, muntah, nyeri ulu
hati, bloating (lambung merasa penuh/sebah), kembung, sendawa, cepat kenyang,
perut keroncongan (borborgygmi) hingga kentut-kentut. Gejala itu bisa akut,
berulang, dan bisa juga menjadi kronis. Disebut kronis jika gejala itu
berlangsung lebih dari satu bulan terus-menerus.
· Penyebab: macam macam, dari psikis sampai kelainan serius seperti kanker
lambung. Beberapa kebiasaan yang bisa menyebabkan dispepsia adalah menelan
terlalu banyak udara, misalnya, mereka yang mempunyai kebiasaan mengunyah
secara salah (dengan mulut terbuka atau sambil berbicara). Atau mereka yang senang
menelan makanan tanpa dikunyah (biasanya konsistensi makanannya cair).
Keadaan itu bisa membuat lambung merasa penuh atau bersendawa terus. Kebiasaan
lain yang bisa menyebabkan dispesia adalah merokok, konsumsi kafein (kopi),
alkohol, atau minuman yang sudah dikarbonasi (softdrink), atau makanan
yang menghasilkan gas ( tape, nangka, durian). Begitu juga dengan jenis
obat-obatan tertentu, seperti suplemen besi/kalium, anti-nyeri tertentu,
antibiotika tertentu, dan anti-radang. Obat-obatan itu sering dihubungkan
dengan keadaan dispepsia.
· Yang paling sering dilupakan orang adalah faktor stres/tekanan psikologis
yang berlebihan. Pada pasien diabetes pun dapat mengalami dispepsia karena
gerakan lambungnya mengalami gangguan akibat kerusakan saraf.
· Etiologi dan patofisiologi dispepsia
Etiologi penyakit dispepsia diantaranya
perubahan pola makan, pengaruhobat-obatan yang dimakan berlebihan dalam waktu lama, alkohol dan nikotinrokok,
stress, tumor atau kanker saluran pencernaan. Patofisiologi dispepsia yaitu perubahan
pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak jelas, zat-zat
seperti nikotin dan alkohol serta kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga
lambung akan kosong. Kekosongan lambung dapatmengakibatkan erosi lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung,sehingga mengakibatkan
peningkatan produksi HCL yang merangsang terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga
rangsangan di medulla oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak
adekuat baik makanan maupun cairan.
· Berdasarkan keluhan atau gejala yang dominan,
dyspepasi dibagi menjaditiga tipe, yaitu :
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) : nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah pemberian makanatau pemberian antacid, nyeri setelah lapar dan nyeri episodic.
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia): mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan,mual, muntah,upper abdominal bloating dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan.
3. Dyspepsia nonspesifik (tidak memiliki gejala seperti dua tipe diatas)
1. Dyspepsia dengan keluhan seperti ulkus (ulcus-like dyspepsia) : nyeri epigastrium terlokalisasi, nyeri hilang setelah pemberian makanatau pemberian antacid, nyeri setelah lapar dan nyeri episodic.
2. Dyspepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility-like dyspepsia): mudah kenyang, perut cepat terasa penuh saat makan,mual, muntah,upper abdominal bloating dan rasa tidak nyaman bertambah saat makan.
3. Dyspepsia nonspesifik (tidak memiliki gejala seperti dua tipe diatas)
· Berdasar jenisnya, ada dua tipe dispepsia
1. Dispepsia fungsional:
adalah dispepsia yang terjadi tanpa adanya kelainan organ lambung, baik
dari pemeriksaan klinis, biokimiawi hingga pemeriksaan penunjang lainnya,
seperti USG, Endoskopi, Rontgen hingga CT Scan. Dispepsia tipe ini berhubungan
dengan ketidaknormalan pergerakan (motilitas) dari saluran pencernaan bagian
atas (kerongkongan, lambung dan usus halus bagian atas). Selain itu, bisa juga
dispepsia jenis itu terjadi akibat gangguan irama listrik dari lambung. Sebab
lain bisa juga karena infeksi bakteri lambung Helicobacter pylori.
2. Dispepsia organik:
adalah dispepsia yang disebabkan adanya kelainan struktur organ
percernaan(perlukaan, kanker)
Dokter harus dengan teliti membedakan antara dispepsia fungsional dan
dispepsia organik. Beberapa hal yang bisa dijadikan petunjuk oleh para dokter,
yaitu sebagai berikut.
· Nyeri ulu hati yang terjadi pada malam hari dan berkurang dengan pemberian
antasid, cenderung dihubungkan dengan luka pada lambung (peptic ulcer).
· Pada dispepsia fungsional, tidak terjadi komplikasi dari perdarahan seperti
kurang darah, penurunan berat badan atau muntah-muntah.
· Nyeri atau ketidaknyamanan akibat IBS dapat terjadi pada ulu hati. Untuk
membedakannya dengan dispepsia adalah dengan memperhatikan pola buang air
besar.
Dengan pemeriksaan
fisik saja, sangat sukar membedakan dispepsia fungsional dan organik
Intervensi dini terhadap dispepsia adalah dengan mengkonsumsi obat yang bisa menetralkan atau menghambat produksi yang berlebih asam lambung. Bisa juga diberikan obat yang memperbaiki pergerakan lambung. Apabila setelah dua minggu obat yang diberikan tidak bermanfaat, biasanya dokter akan memeriksa dengan peralatan khusus (endoskopi). Hindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, menghindari faktor risiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress serta mengatur pola makan.
Intervensi dini terhadap dispepsia adalah dengan mengkonsumsi obat yang bisa menetralkan atau menghambat produksi yang berlebih asam lambung. Bisa juga diberikan obat yang memperbaiki pergerakan lambung. Apabila setelah dua minggu obat yang diberikan tidak bermanfaat, biasanya dokter akan memeriksa dengan peralatan khusus (endoskopi). Hindari makanan yang dapat meningkatkan asam lambung, menghindari faktor risiko seperti alkohol, makanan yang pedas, obat-obatan yang berlebihan, nikotin rokok, dan stress serta mengatur pola makan.
· Pemeriksaan Endoskopi bisa dilakukan jika sebagai berikut:
· Masih mengalami nyeri pada lambung meskipun telah minum obat selama delapan minggu.
· Nyeri berkurang atau hilang sesaat untuk kemudian muncul kembali.
· Diagnosis Banding
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD): umumnya, penderita
penyakit ini sering melaporkan nyeri perut bagian ulu hati. Kemungkinan lain, irritable
bowel syndrome (IBS) yang ditandai dengan nyeri perut yang berulang,
yang berhubungan dengan buang air besar yang tidak teratur dan perut kembung.
Kurang lebih sepertiga pasien dispepsia fungsional memperlihatkan gejala
yang sama dengan IBS. Sehingga dokter harus selalu menanyakan pola BAB kepada
pasien untuk mengetahui apakah pasien menderita dispepsia fungsional atau IBS.
Pankreatitis kronik juga dapat dipikirkan. Gejalanya berupa nyeri perut atas
yang hebat dan konstan. Biasanya menyebar ke belakang.
Gastritis
Gastritis
Gastritis adalah inflamasi dari mukosa lambung. Gejala klinis yangditemukan berupa dyspepsia atau indigesti. Gastritis terbagi menjadi dua,
yaitu :
1. Gastritis akut adalah kelainan
klinis akut yang jelas penyebabnya dengan tanda dan gejala yang khas. Biasanya ditemukan sel inflamasi akut dan
neutrofil.
2. Gastritis kronik memiliki penyebab tidak jelas,
sering bersifat multifactor dengan perjalanan klinik yang bervariasi.
Kelainan ini berkaitan erat dengan infeks H.pylori
Penyebab gastritis antara lain karena obat-obatan,
alkohol dan gangguanmikrosirkulasi mukosa lambung. Secara makroskopik terdapat lesi erosi
mukosadengan lokasi yang berbeda. Jika
ditemukan pada korpus dan fundus biasanya karena disebabkan oleh stress. Namun, jika disebabkan oleh obat-obatan,ditemukan terutama di daerah antum, namun dapat juga menyeluruh. Secaramikroskopik, terdapat erosi dengan regenerasi epitel dan ditemukan raksi selinflamasi
neutrofil yang minimal (Mansjoer, 2001).
Pada
gastritis terdapat gangguan keseimbangan faktor agresif dan faktor defensif yang berperan dalam pembentukan lesi mukosa. Faktor agresif antara
lainasam lambung, peptin, obat antiinflamasi
nonsteroid (AINS), empedu, infeksivirus, infeksi bakteri H.phlory,bahan korosif yang bersifat asam dan kuat.Sedangkan faktor defensif adalah mukus, bikarbonas
mukosa dan prostaglandin mikrosirkulasi.
Gejala Klinis Gastritis
Sindrom dyspepsia berupa
nyeri epigastrium, mual, kembung, dan muntahmerupakan keluhan yang sering
muncul. Ditemukan pula pendarahan pada saluran cerna berupa hematemesis dan melena, yang
disusul tanda-tanda anemia pasca pendarahan. Jika dilakukan anamnesis, terdapat riwayat penggunaan
oba-obatan atau bahan kimia tertentu.
Naaah, sekarang kita belajar tentang antasida yuk.
apa itu antasida?
iyaa bener, itu nama obat :D biar lebih jelas langsung aja deh ke penggolongannya
Naaah, sekarang kita belajar tentang antasida yuk.
apa itu antasida?
iyaa bener, itu nama obat :D biar lebih jelas langsung aja deh ke penggolongannya
Penggolongan
Obat Antasida berdasarkan Mekanisme Kerjanya
1. Proton
Pump Inhibitor (PPI) atau Penghambat Pompa Proton, seperti namanya obat
antasida golongan PPI bekerja dengan menghambat Produksi asam dengan mengambat
kerja pompa proton contohnya loratadine
2.
Antihistamin Reseptor 2, Seperti namanya Antihistamin Reseptor bekerja dengan
menduduki reseptor contohnya ranitidin
3.
Menetralisir Asam,
Antasida membantu menetralisir kelebihan produksi asam lambung. Keefektifan antasida dibedakan dari tahap reaksi dan kemampuan bertahannya, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antasida non-metal juga dikembangkan karena antasida yang mengandung logam dapat menghambat absorpsi banyak obat yang diresepkan, terutama antibiotik. Antasida murni atau berkombinasi dengan simetikon dapat digunakan dalam masalah-masalah lambung dan oedema usus 12 jari. Jika antasida dikonsumsi dalam jumlah besar akan menyebabkan efek laksatif. Beberapa antasida, seperti aluminium karbonat dan aluminium hidroksida, dapat diresepkan dengan diet rendah fosfat untuk mengobati sakit hiperfosfatemia (terlalu banyak fosfat dalam darah). Aluminium karbonat dan aluminium hidroksida dapat digunakan untuk mencegah pembentukan beberapa batu ginjal.
Kerja antasida adalah berbasis netralisasi. Sebagai contoh, ketika asam bereaksi dengan ion hidroksida, garam dan air terbentuk melalui persamaan berikut :
Antasida membantu menetralisir kelebihan produksi asam lambung. Keefektifan antasida dibedakan dari tahap reaksi dan kemampuan bertahannya, yang dipengaruhi oleh berbagai faktor. Antasida non-metal juga dikembangkan karena antasida yang mengandung logam dapat menghambat absorpsi banyak obat yang diresepkan, terutama antibiotik. Antasida murni atau berkombinasi dengan simetikon dapat digunakan dalam masalah-masalah lambung dan oedema usus 12 jari. Jika antasida dikonsumsi dalam jumlah besar akan menyebabkan efek laksatif. Beberapa antasida, seperti aluminium karbonat dan aluminium hidroksida, dapat diresepkan dengan diet rendah fosfat untuk mengobati sakit hiperfosfatemia (terlalu banyak fosfat dalam darah). Aluminium karbonat dan aluminium hidroksida dapat digunakan untuk mencegah pembentukan beberapa batu ginjal.
Kerja antasida adalah berbasis netralisasi. Sebagai contoh, ketika asam bereaksi dengan ion hidroksida, garam dan air terbentuk melalui persamaan berikut :
HCl (aq) + NaOH (aq) → NaCl (aq) +
H2O
Apabila
digunakan natrium bikarbonat (NaHCO3), maka reaksi akan cepat terbentuk dengan
asam lambung untuk meningkatkan pH lambung. NaCl, CO2 dan H2O terbentuk sebagai
hasil reaksi. Satu gram NaHCO3 dapat menetralisir 11.9 mEq dari asam lambung.
Namun, dosis yang sangat besar dapat menyebabkan urin yang bersifat basa dan
mengakibatkan masalah pada ginjal.
Senyawa kalsium karbonat dan senyawa kalsium lainnya digunakan secara murni atau berkombinasi dengan magnesium. Satu gram antasida jenis ini dapat menetralisir 20mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium terdiri dari magnesium oksida (MgO), magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dan magnesium karbonat (MgCO3-Mg(OH)2-3H2O). Mereka bersenyawa dengan asam lambung dan menghasilkan magnesium klorida dan air. Satu gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung. Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida, kecuali magnesium karbonat. Namun magnesium klorida menghasilkan efek laksatif sehingga formulasi yang digunakan umumnya mengandung kalsium karbonat atau aluminium hidroksida juga untuk mencegah efek ini.8,9
Senyawa aluminium terdiri dari aluminium hidroksida (Al(OH)3), aluminium karbonat (Al2O3-CO2) dan aluminium glisinat, yang mengandung aluminium oksida dan asam glisin. Aluminium hidroksida menghasilkan aluminium klorida dan air. Setiap mililiternya menetralisir 0,4 – 1,8 mEq dari asam lambung dalam jangka waktu 30 menit. Namun jika pH lebih dari 5, maka reaksi netralisasinya tidak berlangsung sempurna. Aluminium hidroksida memiliki waktu simpan yang lama, namun menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu perlu ditambahkan antasida magnesium.
Penggolongan dan Mekanisme Kerja Obat Antasida
a. Antasida yang dapat diserap
Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung. Yang paling kuat adalah natrium bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya dirasakan segera setelah obat diminum. Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.
b. Antasida yang tidak dapat diserap
Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi antasida ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin dan zat besi) ke dalam darah.
c. Alumunium Hidroksida
Merupakan antasida yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan lemas. Resiko timbulnya efek samping ini lebih besar pada penderita yang juga alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang menjalani hemodialisa). Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.
d. Magnesium Hidroksida
Merupakan antasida yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida. Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare. Sejumlah kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus diberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal.
Senyawa kalsium karbonat dan senyawa kalsium lainnya digunakan secara murni atau berkombinasi dengan magnesium. Satu gram antasida jenis ini dapat menetralisir 20mEq dari asam lambung.
Senyawa magnesium terdiri dari magnesium oksida (MgO), magnesium hidroksida (Mg(OH)2) dan magnesium karbonat (MgCO3-Mg(OH)2-3H2O). Mereka bersenyawa dengan asam lambung dan menghasilkan magnesium klorida dan air. Satu gram magnesium hidroksida dapat menetralisir 32,6 mEq dari asam lambung. Senyawa magnesium memiliki kelebihan berupa absorpsi yang kecil, aksi yang tahan lama dan tidak menghasilkan karbondioksida, kecuali magnesium karbonat. Namun magnesium klorida menghasilkan efek laksatif sehingga formulasi yang digunakan umumnya mengandung kalsium karbonat atau aluminium hidroksida juga untuk mencegah efek ini.8,9
Senyawa aluminium terdiri dari aluminium hidroksida (Al(OH)3), aluminium karbonat (Al2O3-CO2) dan aluminium glisinat, yang mengandung aluminium oksida dan asam glisin. Aluminium hidroksida menghasilkan aluminium klorida dan air. Setiap mililiternya menetralisir 0,4 – 1,8 mEq dari asam lambung dalam jangka waktu 30 menit. Namun jika pH lebih dari 5, maka reaksi netralisasinya tidak berlangsung sempurna. Aluminium hidroksida memiliki waktu simpan yang lama, namun menyebabkan konstipasi. Oleh karena itu perlu ditambahkan antasida magnesium.
Penggolongan dan Mekanisme Kerja Obat Antasida
a. Antasida yang dapat diserap
Obat ini dengan segera akan menetralkan seluruh asam lambung. Yang paling kuat adalah natrium bikarbonat dan kalsium karbonat, yang efeknya dirasakan segera setelah obat diminum. Obat ini diserap oleh aliran darah, sehingga pemakaian terus menerus bisa menyebabkan perubahan dalam keseimbangan asam-basa darah dan menyebabkan terjadinya alkalosis (sindroma alkali-susu). Karena itu obat ini biasanya tidak digunakan dalam jumlah besar selama lebih dari beberapa hari.
b. Antasida yang tidak dapat diserap
Obat ini lebih disukai karena efek sampingnya lebih sedikit, tidak menyebabkan alkalosis. Obat ini berikatan dengan asam lambung membentuk bahan yang bertahan di dalam lambung, mengurangi aktivitas cairan-cairan pencernaan dan mengurangi gejala ulkus tanpa menyebabkan alkalosis. Tetapi antasida ini mempengaruhi penyerapan obat lainnya (misalnya tetracycllin, digoxin dan zat besi) ke dalam darah.
c. Alumunium Hidroksida
Merupakan antasida yang relatif aman dan banyak digunakan. Tetapi alumunium dapat berikatan dengan fosfat di dalam saluran pencernaan, sehingga mengurangi kadar fosfat darah dan mengakibatkan hilangnya nafsu makan dan lemas. Resiko timbulnya efek samping ini lebih besar pada penderita yang juga alkoholik dan penderita penyakit ginjal (termasuk yang menjalani hemodialisa). Obat ini juga bisa menyebabkan sembelit.
d. Magnesium Hidroksida
Merupakan antasida yang lebih efektif daripada alumunium hidroksida. Dosis 4 kali 1-2 sendok makan/hari biasanya tidak akan mempengaruhi kebiasaan buang air besar; tetapi bila lebih dari 4 kali bisa menyebabkan diare. Sejumlah kecil magnesium diserap ke dalam darah, sehingga obat ini harus diberikan dalam dosis kecil kepada penderita yang mengalami kerusakan ginjal.
Golongan/Kelas
Terapi
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Obat Untuk
Saluran Cerna
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Nama
Dagang
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
|
||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
Indikasi
1.
Pengobatan hiperasiditas, hiperfosfatemia.
2.
Pengobatan jangka pendek konstipasi dan gejala-gejala hiperasiditas, terapi
penggantian magnesium. Magnesium hidroksida juga digunakan sebagai bahan
tambahan makanan dan suplemen magnesium pada kondisi defisiensi magnesium.
3,4,5.
Antasida.
6.
Antasida. Kalsium karbonat juga digunakan sebagai supplemen kalsium pada
keadaan defisiensi, sebagai tambahan terapi osteoporosis, serta untuk
mengobati hiperfosfatemia pada pasien gagal ginjal kronis atau
hiperparatiroidisme sekunder yang terkait.
Dosis,
Cara Pemberian dan Lama Pemberian
(a)
Antasida:dewasa:oral:600-1200 mg antara waktu makan dan sebelum tidur malam.
(a)
Hiperfosfatemia:anak:50-150 mg/kg/24 jam dalam dosis terbagi tiap 4-6 jam,
titrasi dosis sampai tercapai kadar fosfat dalam rentang normal. Dewasa:dosis
awal:300-600 mg 3 kali/hari bersama makanan.
(b)
Magnesium hidroksida sebagai antasida diberikan dalam dosis sampai dengan 1 g
per oral. Sebagai laksatif osmotik magnesium hidroksida diberikan dengan
dosis sekitar 2-5 g per oral.
(c) Dosis
sampai dengan sekitar 2 g per oral.
(d)
Diberikan dengan dosis hingga 500 mg per oral.
(e)
Diberikan dengan dosis sampai dengan 2 g per oral.1 Magaldrate diberikan di
antara waktu makan dan malam sebelum tidur
(f) Dosis
sebagai antasida biasanya sampai dengan 1,5 g per oral. Kalsium karbonat
mengikat posfat dalam saluran cerna untuk membentuk komplek yang tidak larut
dan absobsi mengurangi posfat
Farmakologi
(a) Mula
kerja obat:laksatif:4-8 jam. Sekitar 30% ion magnesium diserap oleh usus
halus. Ekskresi:urin (sampai dengan 30% sebagai ion-ion magnesium yang
terabsorpsi); feses (obat yang tidak diabsorpsi). (1,3)
(b) Bila
diberikan secara oral bereaksi lebih lambat dengan HCL di lambung dari pada
magnesium hidroksida.1Bila diberikan secara oral bereaksi lebih lambat dengan
HCL di lambung dari pada magnesium hidroksida. (1)
(c) Pada
pemberian per oral bereaksi dengan asam lambung membentuk magnesium klorida
yang larut dan karbondioksida. Karbon dioksida dapat menyebabkan kembung dan
eruktasi/bersendawa. (1)
(d)
Kalsium karbonat diubah menjadi kalsium klorida oleh asam lambung. Kalsium
karbonat juga mengikat fosfat dalam saluran cerna untuk membentuk komplek
yang tidak larut dan mengurangi absorpsi fosfat. Beberapa dari kalsium
diabsorpsi dari usus dan bagian yang tidak terabsorpsi diekskresikan melalui
feses. (1)
Stabilitas
Penyimpanan
-
Kontraindikasi
(a)
Hipersensitivitas terhadap garam aluminum atau bahan-bahan lain dalam
formulasi.
(b)
Hipersensitivitas terhadap bahan-bahan dalam formulasi, pasien dengan
kolostomi atau ileostomi, obstruksi usus, fecal impaction, gagal ginjal,
apendisitis.
(c) Pada
pasien yang harus mengontrol asupan sodium (seperti:gagal jantung,
hipertensi, gagal ginjal, sirosis, atau kehamilan). (1)
Efek
Samping
(a)
Gastrointestinal:konstipasi, kram lambung, fecal impaction, mual, muntah,
perubahan warna feses (bintik-bintik putih). Endokrin dan
metabolisme:hipofosfatemia, hipomagnesemia. (3)
(b)
Kardiovaskuler:hipotensi. Endokrin dan metabolisme:hipermagnesemia. Gastrointestinal:diare,
kram perut. Neuromuskuler dan skeletal:kelemahan otot. Pernapasan:depresi
pernapasan (3)
(c)
Kadang-kadang menyebabkan konstipasi, kembung akibat pelepasan karbondioksida
pada beberapa pasien. Dosis tinggi dan penggunaan jangka panjang dapat
menyebabkan hipersekresi lambung dan kembalinya asam (acid rebound). Kalsium
karbonat dapat menyebabkan hiperkalsemia, khususnya pada pasien dengan
gangguan ginjal atau pada pemberian dengan dosis tinggi. Alkalosis dapat juga
terjadi akibat absorpsi ion karbonat (1) Efek samping lain (1-10% paisne) :
bengkak, CHF, hipertensi, takikardi, aritmia, hypotensi, miocardial
infark, demam, infeksi,sepsis, perubahan berat badan, asma, sindrom seperti
flu,hipergikemi, hipoglikemi, pneumonia, depresi pernafasan.
Interaksi
- Dengan
Obat Lain :
(a)
Aluminium hidroksida dapat mengurangi absorpsi allopurinol, efek antibiotik
(tetrasiklin, kuinolon, beberapa sefalosporin), turunan
bifosfonat,kortikosteroid, siklosporin, garam-garam besi, antifungi
imidazol,isoniazid, penisilamin, suplemen fosfat, fenitoin, fenotiazin.
Absorbsi aluminium hidroksida dapat dikurangi oleh turunan asam sitrat.
(b)
Menurunkan absorpsi tetrasiklin, digoksin, garam-garam besi, isoniazid, atau
kuinolon.
(c)
Kalsium karbonat berinteraksi dengan banyak obat karena mengubah pH asam
lambung dan pengosongan lambung dengan pembentukan kompleks yang tidak
diabsorpsi.Interaksi dapat diminimalisasi melalui pemberian terpisah kalsium
karbonat dari obat lainnya selama 2-3 jam.
- Dengan
Makanan : -
Pengaruh
- Terhadap
Kehamilan :
(a)
Kategori C. Tidak ada data yang tersedia mengenai efek klinis pada fetus;
bukti yang ada saat ini menyatakan aman digunakan selama kehamilan dan
menyusui.
(b)
Kategori B
- Terhadap
Ibu Menyusui : Tidak
diketahui.
- Terhadap
Anak-anak : Dosis
magnesium-aluminium hidroksida 0,5 ml/kg direkomendasikan untuk infant dengan
refluks. Berdasarkan monitoring pH intragastrik serial, hasil terbaik
diperoleh bila antasida diberikan sebelum dan sesudah asupan formula
- Terhadap
Hasil Laboratorium :
(a)
Mengurangi kadar fosfat anorganik.
(b)
Meningkatkan magnesium; menurunkan protein, kalsium; menurunkan kalium
Parameter
Monitoring
Efek
terapetik:heartburn:perbaikan gejala-gejala berikut:disfagia, odinofagia,
batuk, sakit kerongkongan, nyeri dada nonkardiak, regurgitasi, mual, nafsu
makan menurun, indigesti, bersendawa. Efek toksik:konstipasi (terutama akibat
garam-garam aluminium dan kalsium) atau diare (terutama akibat garam-garam
magnesium); kadar aluminium, kalsium, dan magnesium pada pasien dengan
gangguan ginjal berat; sesuai kebutuhan, elektrolit dalam urin, darah dan pH
untuk menunjukkan kemungkinan alkalosis.
Bentuk
Sediaan
Kaplet 200
mg, Tablet 200 mg, 250 mg, 300 mg, 325 mg, 400 mg; Tablet Kunyah 250 mg, 300
mg, 400 mg, 500 mg; Suspensi 200 mg/5 ml, 250 mg/5 ml, 300 mg/5 ml, 325 mg/5
ml, 400 mg/5 ml. (2)
Peringatan
(a)
Hiperfosfatemia dapat terjadi pada pengunaan jangka lama atau dosis besar;
intoksikasi aluminium dan osteomalasia dapat terjadi pada pasien dengan
uremia. Gunakan dengan hati-hati pada pasien dengan gagal jantung kongesti,
gagal ginjal, edema, sirosi diet rendah natrium, serta pada pasien yang baru
saja mengalami perdarahan saluran cerna. Pasien uremia yang tidak
menerima dialisis dapat mengalami osteomalasia dan osteoporosis akibat
deplesi fosfat.
(b)
Hati-hati digunakan pada pasien dengan gangguan ginjal berat (khususnya bila
dosis>50 mEq magnesium/hari). Hipermagnesemia dan toksisitas dapat terjadi
akibat penurunan klirens ginjal dari magnesium yang diabsorpsi. Penurunan
fungsi ginjal (Clcr<30 ml/menit) dapat menyebabkan toksisitas.
Kasus
Temuan Dalam Keadaan Khusus
-
Informasi
Pasien
(a)
Sebaiknya diminum 1-3 jam setelah makan bila digunakan sebagai antasida. Bila
digunakan untuk menurunkan kadar fosfat, sebaiknya diminum dalam 20 menit
dari saat makan. Setelah minum obat harus diikuti minum air.3 Bentuk sediaan
tablet seharusnya dikunyah seluruhnya untuk mencapai efektivitas optimal,
namun bentuk sediaan cair/suspensi dipilih terutama untuk ulcer duodenum.
(b)(c)(d)(e)(f)Bentuk
sediaan tablet seharusnya dikunyah seluruhnya untuk mencapai efektivitas
optimal, namun bentuk sediaan cair/suspensi dipilih terutama untuk ulcer
duodenum
Mekanisme
Aksi
(a)
Menetralkan HCl dalam lambung dengan membentuk garam Al(Cl)3 dan H2O
(b)
Magnesium hidroksida per oral bereaksi relatif cepat dengan HCl dalam lambung
membentuk magnesium klorida dan air. Magnesium hidroksida juga mengosongkan
usus dengan menyebabkan retensi osmotik cairan yang mengembangkan kolon
dengan aktivitas peristaltik yang meningkat.
(c) Bila
diberikan secara oral bereaksi lebih lambat dengan HCl di lambung dari pada
magnesium hidroksida
(d) Pada
pemberian per oral bereaksi dengan asam lambung membentuk magnesium klorida
yang larut dan karbondioksida
Monitoring
Penggunaan Obat
Cara
penggunaan obat, efek terapetik dan efek samping obat.
sekian terima kasih sudah berkinjung ke anti-remed.
kurang lebihnya mohon maaf
semoga bermanfaat dan jangan pernah berhenti belajar :) semangat yuk
distributor: zulva a.k.a upha a.k.a upil
Daftar
Pustaka
Martindale
The Complete Drug Reference 35th edition
MIMS-Official
Drug Reference for Indonesian Medical Proffesion. 105th ed.
Drug
Information Handbook International
Mikromedex.
Manjoer, A, et al,
2000, Kapita selekta kedokteran, edisi 3, Jakarta Medika aeusculapeus
Suryono Slamet, et al, 2001, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, jilid 2, edisi , Jakarta, FKUI
|
Langganan:
Postingan (Atom)