Kamis, 29 Mei 2014

Skenario 3 Part 2 Blok 6

Skenario 3 Part 2 Block 6
Author  : Venty

A.   RESPON IMUN TERHADAP JAMUR

1.    CANDIDIASIS
Candidiasis atau yang biasa disebut candidosis adalah infeksi organisme fungi ragi candida, dimana kondisi C. Albicans menybabkan lesi. Candidiasis adalah infeksi akut atau kronis oleh spesies candida. Umumnya meliputi membran mukosa oral trush di rongga mulut atau vulvovaginitis, bisa juga di kulit, jantung atau paru.

2.    ERYTHRMATOUS CANDIDIASIS
Pasien erythematous candidiasis tidak menunjukkan flek putih. Secara klinis terlihat akut tropik candidiasis atau luka mulut karena antibiotik spektrum luas. Pasien sering mengeluhkan mulutnya panas diikuti hilangnya papilla filiformis di dorsal lidah, kemerahan, penampilan lidah gundul, juga adanya sensasi burning mouth syndrome meskipun tampilan lidah normal.

3.    PATOGENESIS
Permulaan awal infeksi candida diawali dari lemahnya sistem imun sehingga berkurang akibat beberapa faktor yang menyebabkan penurunan flora normal bakteri oral mukosa, yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan candida albicans untuk menjadi patogen. C. Albicans akan merubah bentuk dari biospora menjadi Hila, dalam bentuk ini candida mengeluarkan protein berupa ALS (Adhesion Like Sequence), x-agglutinin, HWP/P-1. Protein ini yang menyebabkan candida albicans memiliki kemampuan untuk melakukan adhesi pada bual sel epitel dan imun. Bentuk kolonisasi pada epitel. Phospolid pada membran sel tunggal membelah menjadi phospolipase yang kemudian menginvasi jaringan yang menyebar melalui hematogen, dan menyebabkan mikro dan makro abses pada jaringan yang diserangnya.

4.    MEKANISME INFEKSI TERHADAP JAMUR
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen tergantung pada fagosit. Meskipun dapa terjadi pembunuhan intraseluler, jamur terbanyak diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur juga merangsan produksi sitokin seperti IL-1 da TNF-α yang meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen independen yang toksik.
Makrofag alveolar berperan sebagai sel dalam pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi koksidioides imunitis dan histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang normal dan resiten terhadap makrofag dalam hal ini makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui aktivasi sel Th 1 untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur melalui penglepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga dapat membunuh secara langsung bila dirangsan oleh bahan asal jamur yang memacu makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan INF-γ yang mengaktifkan sel NK. ( Imunologi Dasar Edisi ke-10 FK UI )

5.    RESPON IMUN TERHADAP JAMUR
1.    Imunitas Nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Pederita dengan neutropenia sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil diduga melepas bahan fungsidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler, Galur virulen seperti kriptokok neuformans menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.

2.    Imunitas Spesifik
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa antibodi berperan dalam resolusi dan kontrol infeksi. CMI-1 merupakan efektor imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraseluler fakultatif  hidup dalam makrofag dan di eliminasi oleh efektor seluler sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler CD4 dan CD8 bekerjasama untuk menyingkirkan bentuk K. Neofermans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada penjamu imunokompromais.

Infeksi kandida sering berawal pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat mencegah penyebaran ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respon Th 1 adalah protektif sedangkan respon Th 2 dapat merusak pejamu. Inflamsi granuloma dapat menimbulkan kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma. Kadang terjadio respon humoral ya ng dapat digunakan dalam diagnostik serologi, namun efek proteksinya belum diketahui.

B.    IMUNODEFISIENSI   
Imunodefisiensi adalah penyakit yang disebabkan menurunya atau gagalnya salah satu atau lebih komponen sistem imun. Imunodefisiensi spesifik dapat melibatkan kelainan pada sel T atau sel B yang merupakan komponen sistem imun spesifik, sedangkan kelompok Imunodefisiensi lain adalah Imunodefisiensi non-spesifik yang melibatkan komponen-komponen sistem imun yang terutama terdiri atas sistem fagosit dan komplemen. Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi berulang atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Telah diketahui bahwa reaksi imunologi pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai komponen dalam sistem imun yang sangat komplek. Kelainan pada sistem fagosit, limfosit T dan limfosit B mapun dalam sistem komplemen dapat menampilkan gejala klinik yang sama sehingga sulit dipastikan komponen mana dari sistem imun yang mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya menunjukan kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur yang biasanya dapat diatasi dengan respon imun seluler.
Gambaran umum imunodefisiensi adalah sebagai berikut:
   Konsekuensi utama imunodefisiensi adalah peningkatan kepekaan terhadap infeksi. Sifat infeksi pada individu tertentu terutama bergantung pada komponen sistem imun mana yang mengalami defek.
   Pasien dengan imunodefisiensi biasanya juga mudah terkena kanker terutama kanker yang disebabkan oleh virus. Hal ini sering terlihat pada imunodefisiensi sel T.
   Imunodefisiensi merupakan penyakit yang sangat heterogen. Sebagian besar hal ini disebabkan defek komponen sisten imun tang berbeda-beda dengan manisfestasi klinis yang berbeda pula.
Dengan demikian, defek respon imun dapat disebabkan kelainan imunitas spesifik maupun non spesifik, sedangkan defek imunitas spesifik mungkin disebabkan kelainan dalam perkembangan sel-sel sistem imun, maupun aktivasi atau fungsi limfosit T dan atau limfosit B spesifik.
DEFISIENSI IMUN NON-SPESIFIK
A.      Defisiensi Komplemen
Defisiensi komplemen atau fungsi komplemen berhubungan dengan pemingkatan insidensi infeksi dan penyakit autoimun SLE. Komponen komplemen dibutuhkan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis, pencegahan penyakit autoimun dan eleminasi kompleks antigen antibodi. Defisiensi komplemen (terutama C3) dapat menimbulkan berbagai akibat seperti infeksi bakteri yang rekuren, peningkatan sensitifitas terhdap penyakit atuimun

B.      Defisiensi Sistem Fagosit
Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan atau tanpa bantuan komplemen. Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi berulang. Defisiensi disini ditekankan terhadap sel PMN.

1.       Defisiensi Kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia yang ditemukan dapat disebabkan oleh penurunan produksi atau peningkatan destruksi. Penurunan produksi neutrofil dapat disebabkan pemberian depresan sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukimia.
Peningkatan destruksi neutrofil dapat merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu yang dapat memacu produksi antibodi dan berfungsi sebagai opsonin untuk neutrofil normal.

2.       Defisiensi Kualitatif
Defisiensi kualitatif dapat mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan/memakan dan membunuh mikroba intraseluler.
a.       Chronic Granulomatosus Disease (CGD)
CGD mempunyai ciri infeksi rekuren berbagai mikroba baik gram negatif mapun gram positif. Pada CGD ditemukan dwefek neutrofil, ketidak mampuan membentuk hidrogen peroksidase atau metabolit oksigen toksik lainnya.

b.      Defisiensi Glucose-6-Phosphate Dehydrogenase (G6PD)
Defisiensi G6PD adalah penyakit imunodefisiensi yang X-Linked. Penyakit ini diduga akibat defisiensi generasi Nicotinamide Adenin Dinucleotide Phosphate Dehydrogenase (NAPDH). Dalam keadaan normal, fagositosis akan mengaktifkan oksidase NADPH yang diperlukan untuk pembentukan peroksidase. Pada defisiensi oksidase NADPH tidak dibentuk peroksidase yang diperlukan untuk membunuh kuman intraseluler.

DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A.   Defisiensi Imun Kongenital atau Primer
1.       Defisiensi Imun Primer Sel B
Defisiensi sel B dapat berupa gangguan perkembangan sel B. Berbagai akibat dapat ditemukan seperti tidak adanya semua Ig atau satu kelas atau sub kelas Ig. Penderita dengan defisiensi semua jenis IgG akan lebih mudah menjadi sakit dibanding dengan yang hanya menderita defisiensi kelas Ig tertentu saja. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah analisa jumlah dan fungsi sel B, imunoelektroforesis dan evaluasi kuantitatif untuk menentukan kadar berbagai kelas dan subkelas IgG.

2.       Defisiensi Imun Primer Sel T
Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi virus, jamur dan protozoa. Oleh karena sel T juga bnerpengaruh terhadap sel B, maka defisiensi sel T disertai pula gangguan produksi Ig yang tampak dan tidak adanya respon terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.

a.       Kandidiasis Mukokutan Kironik
Kandidiasis Mukokutan Kronik adalah infeksi jamur biasa yang nonpatogenik seperti K. Albikans pada kulit dan selaput lendir yang disertai dengan gangguan fungsi sel T yang selektif. Penderita tersebut mempunyai imunitas seluler yang normal terhadap mikroorganisme lain selain kandida dan imunitas humoralnya normal. Jumlah limfosit total normal, tetapi sel T menunjukan kemampuan yang kurang untuk memproduksi MIF dalam respon terhadap antigen kandida, meskipun respon terhadap antigen lain normal.

B.    Defisiensi Imun Spesifik Fisiologik
1.       Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan dalam kehamilan. Keadaan ini mungkin diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang merupakan allograft dengan antigen paternal. Hal tersebut antara lain dapat disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas sel Ts atau oleh efek supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblas.
Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas pengaruh estrogen. IgG diangkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir hamil 10 minggu.

2.       Usia Tahun Pertama
Sistem imun pada usia satu tahun pertama sampai usia 5 tahun masih belim matang. Meskipun neonatus menunjukan jumlah sel T yang tinggi. Semuanya berupa sel naif dan tidak memberikan respon yang adekuat terhadap antigen.

3.       Usia Lanjut
Golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi dibandingkan dengan usia muda. Hal ini disebabkan oleh karena atrofi timus, fungtsi timus menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel T Naif dan kualitas respon sel T  makin berkurang. Jumlah sel T memori meningkat tetapi semakin sulit untuk berkembang.

C.    Defisiensi Imun Didapat Sekunder
Merupakan defisiensi sekunder yang sering ditemukan. Defisiensi tersebut mengenai fungsi fagosit dan limfosit yang terjadi akibat infeksi HIV, malnutrisi, terapi sitotoksik dan lainnya. Defisiensi imun sekunder dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi oportunistik

1.       Malnutrisi
Malnutrisi dan defisiensi zat besi dapat menimbulkan depresi sistem imun terutama pada imubitas seluler.

2.       Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan defisiensi imun. Infeksi virus dapat menginfeksi tubuh dan menginduksi supresi Delayed Type Hypersensitivitas sementara, jumlah sel T dalam sirkulasi dan respon limfosit terhadap antigen dan mitogen menurun.

3.       Obat, Trauma, Tindakan Katerisasi dan Bedah
Obat sering menimbulkan defisiensi imun sekunder. Imunosupresi merupakan efek samping steroid dan obat sitotoksik sudah sering digunakan pada penyakit autoimun dan pencegahan penolakan transplantasi. Pemberian obat, tindakan katerisasi dan bedah dapat menimbulkan imunokompromais. Obat-obat imunosupresi dan antibiotik dapat menekan sistem imun pasien yang mendapat taruma (luka bakar atau tindakan bedah ) akan kurang mampu menghadapi patogen, mungkin akibat penglepasan faktor dan menekan respon imun.

4.       Penyinaran
Dalam dosis tinggi penyinran menekan seluruh jringan limfoid, sedang dalam dosis rendah dapat menekan aktivasi sel Ts secara selektif

5.       Kehilangan Imunoglobulin/ Leukosit
Defisiensi imunoglobulin dapat juga terjadi karena tubuh kehilangan protein yang berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan diare.

6.       Stres
Stres akut atau kronos menunjukan berbagai efek terhadap sistem imun. Sistem imun berintegrasi dengan stres. Sistem imun dapat bekeja sebagai sistem sensoris pada infeksi dini melalui peningkatan respon fase akut. Pada keadaan lain, stres menghambat kerja sistem imun.

TANDA – TANDA KLINIS IMUNODEFISIENSI
o   Peningkatan kerentanan terhadap infeksi dan jenis infeksinya tergantung komponen sistem imun yang defektif.
o   Penderita dengan imunodefisiensi rentan terhadap kankertertentu.
o   Imunodefisiensi dapa tterjadi akibat defek pematangan limfosit, mekanisme efektor imunitas non-spesifik dan spesifik.
o   Imunodefisiensi tertentu terkait dengan peningkatan insiden autoimunitas
TERAPI PADA IMUNODEFISIENSI
o   Menggunakan antibiotik/antiviral yang tepat dan pemberian pooled human imunoglobulin yang teratur.
o   Transplantasi sumsum tulang dari donor ke resipien yang memiliki hubungan genetik yang cocok.
o   Iradiasi kelenjar getah bening total untuk mengontrol GVH
o   Pemberian globulin gama pada penderita dengan defisiensi Ig tertentu tertentu tapi tidak pada defisiensi iga
o   Pemberian sitokin seperti IL‐2. IFN γ pada penerita tertentu
o   Tranfusi
o   Transplantasi timus fetal atau stem sel dari sumsum tulang utk memperbaiki kompetensi imun
o   Obat antivirus
o   Vaksinasi
o   Terapi genetik à dengan menyisipkan gen normal ke populasi sel yang terkena penyakit
MEKANISME INFEKSI SUATU SEL PENJAMU OLEH VIRUS

Virus memasuki sel pejamu setelah menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara
-    Translokasi, virus menembus membrane sel yang utuh
-    Insersi genom, virus yang menempel meninjeksikan material genetic direct ke dalam sitoplasma.
-    Fusi membrane, isi genom virus di masukkan ke dalam sitoplasma sel pejamu
-    Endositosis yang diatur oleh reseptor permukaan yang mengikat dan transport melalui klatrin, kadan dapat menimbulkan fusi ke dalam endosom intraseluler

MEKANISME VIRUS MENGHINDARI RESPON IMUN

1.   Virus dapat mengubah antigen ( mutasi ). Antigen yang merupakan sasaran antibodi berjumlah sangat besar.Variasi antigen ini menjadikan virus dapat menjadi resisten terhadap respon imun yang ditimbulkan oleh infeksi terdahulu.
2.    Beberapa virus menghambat presentasi antigen protein sistolikyang berhubungan dengan ,molekul MHC-1. Akibatnya sel terinfeksi virus tidak dapat dikenali dan dibunuh oleh CD8+/CTL
3.    Beberapa virus memproduksi molekul yang dapat mencegah imunitas nonspesifik dan spesifik. Virus pox menyandi molekul yang dapat mengikat beberapa sitokinin seperti IFN-gamma, TNF, IL-1, IL18 dan kemokin dan molekul-molekul tersebut dilepas oleh sel terinfeksi. Protein-protein yang mengikat sitokini-sitokinin yang dilepas berfungsi sebagai antagonis sitokinin
4.    Virus dapat menginfeksi, membunuh, atau mengaktifkan sel imunokompeten
5.    HIV dapat tetap hidup dengan menginfeksi dan mengeliminasi sel T CD4+.

RESPON IMUN TERHADAP VIRUS
1)          Imunitas non spesifik humoral dan seluler
Prinsip mekanisme imunitas non spesifik terhadap virus adalah mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe I dan sel NK yang membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produk RNA yang merangsang sel terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan dengan TLR. IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel sekitarnya yang menginduksi lingkungan anti-viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi virus dalam sel yang terinfeksi.
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai jenis virus dan merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus, sebelum respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan molekul MHC-1.

2)          Imunitas spesifik
a.       Imunitas spesifik humoral
Respons imun terhadap virus tergantung pada lokasi virus dalam penjamu. Antibodi memerlukan efektor dalam imunitas spesifik humoral terhadap infeksi virus. antibodi di produksi dan hanya efektif terhadap virus dalam fase ekstraseluler. Virus dapat ditemukan ekstraseluler pada awal infeksi sebelum virus masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel terinfeksi yang hancur (khusus untuk virus sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus, mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke sel pejamu.
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang meningkatkan eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga ikut berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan  virus dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang disekresi di mukosa berperan terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna. Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja untuk menginduksi imunitas mukosa tersebut.
b.      Imunitas spesifik seluler
Virus yang berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi renytan terhadap efek anti bodi. Rtespon imun terhadap virus intraseluler terutama tergantung dfari CD8+/CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi fisiologis utama CTL ialah pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL yang spesifik untuk virus pengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam sitosol, biasanya disintesis endogen yan g behubungan dengan MHC-1 dalam setiap sel yang bernukleus untuk diferensiasi penuh, CD8 memerlukan sitokin yang diproduksi dalam CD4 Th dan konstimulator yang diekspresikan pada sel yang terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan bukan APC, sel terinfeksi dapat dimakan oleh APC profesional seperti sel Dendritik yang selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya bersama molekul MHC-1 ke CD8 naive di KGB. Sel yang akhir akan berpoliferasi secara masif yang kebanyakan merupakan sel spesifik untuk beberapa peptida virus. Sel CD8 naive yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh setiap sel bernukleus yang terinfeksi. Efek antivirus utama CTL adalah membunuh sel terinfeksi.

REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas: Reaksi imun yang patologic,terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.

Pembagian Hipersensitivitas menurut waktu:
a.    Reaksi Cepat
Terjadi dalam waktu beberapa detik dan hilang dalam waktu 2 jam
Contoh: Anafilaksis sistemik, Anafilaksis lokal seperti bersin, asma, urtikaria dan eksim
b.    Reaksi Intermediet
Terjadi dalam beberapa jam dan menghilang dalam waktu 24 jam
Manifestasi dapat berupa:
o    Reaksi transfusi darah, eritoblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun
o    Artritis reumatoid, vasculitis necrosis
c.     Reaksi Lambat
Reaksi terjadi lambat dan terlihat setelah 48 jam setelah pajanan dengan anigen
Contoh: Dermatitis Otak

Macam-Macam Tipe Hipersensitivitas
a.       Hipersensitivitas Tipe I (Anafilaksis)
o   Dilakukan oleh IgE yang melekat pada sel mast dan berakibat dilepaskannya beberapa mediator yang menyebabkan Rx anafilaksis
o   Mediatornya histamin
o   Proses aktivasi sel mast terjadi apabila IgE mengikat anafilatoksin
o   Proses aktivasi ini melepaskan berbagai mediator
o   Timbul gejala alergi
Contoh:  Reaksi anafilaktik terhadap penisilin, Rhinitis alergi

b.      Hipersensitivitas Tipe II (Sitotoksik)
o   Adanya antibodi dalam keadaan bebas dalam sirkulasi  yang akan bereaksi dengan antigen
o   Dilakukan oleh IgM atau IgG yang melekat pada sel sendiri dan mengaktifkan lajur homplemen.
o   Akibatnya terjadi kerusal sel target.
Contoh  :
-          Ketidakcocokan golongan darah antara donor dan   
        resipien waktu transfusi darah
-          Eritroblastosis fetalis : Rh
-          Adanya autoantibodi terhadap antigen nucleoprotein. Antibodinya disebut  factor LE.

c.       Hipersensitivitas Tipe III (Imun Kompleks)
-          Antigen larut dan antibodinya berada dalam keadaan bebas dalam sirkulasi
-          Bila bereaksi membentuk komplek imun
-          Komplek imun ini berpresipitasi pada sel
Contoh : - Rx Arthus, Serum Sickness

d.      Hipersensitivitas Tipe IV (Delayed Type Hipersensitivity)
-          Tipe lambat (24-48 jam )
-          Tipe selluler
-          Sel limfosit yang telah tersensitisasi  bereaksi secara spesifik dengan suatu antigen tertentu
Contoh: Rx Tuberkulin , Rx Granuloma

C.    AUTOIMUN
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal untuk mempertahankan self tolerance sel B,sel T atau keduanya. keduanya.
o   Pada dasarnya berarti imunitas untuk diri sendiri
o   Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun seharusnya menangkap benda asing dan menghancurkannya.
o   Suatu kondisi kondisi yang terjadi terjadi ketika terjadi terjadi kegagalan kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998),sehingga sistem imun tubuh keliru menyerang menyerang dan menghancurkan menghancurkan jaringan tubuh sehat.
o   Pada orang yang memiliki penyakit autoimun,sistem kekebalan kekebalan tubuh ini justru menyerang menyerang dirinya dirinya sendiri.

Penyebab Penyakit Autoimun:

o   Kegagalan autoantibodi dan sel T mengenali sel sendiri(toleransi diri hilang)
o   Autoantibodi dan sel T menyerang selselsendiri
o   Jika T helperlimfositterlalu aktif.
o   Gangguan klinis yang diproduksi oleh respon imun ke komponen jaringan normal daritubuh
o   Ketidakmampuan untuk menghilangkan antigen penyebab prosesinflamasi kronis.

Contoh-contoh Penyakit Autoimun :
o   Multiple sclerosis gangguan autoimun yang mempengaruhi otak dan sistem saraf pusat tulang belakang
o   Myasthenia gravis gangguan neuromusk luer yang melibatkan otot dan saraf
o   Reactive Arthtritis (peradangan sendi, saluran kencing, dan air mata)
o   Grave’s disease gangguan autoimun yang mengarah ke kelenjartiroid hiperaktif
o   Type 1 Diabetes Mellitus ketidakmampuan/kurangnya tubuh membentuk insulin

Faktor-faktor penyakit autoimun:
o   Genetik: yaitu Haplotipe HLA tertentu meningkatkan resiko penyakit autoimun.
o   Kelamin/Gender: yaitu wanita lebih sering daripada pria
o   Infeksi: yaitu virus Eipstein-Barr, mikoplasma, streptoccoccus, klebsiella, dll.
o   Sifat autoantigen: enzim dan protein (heat shock protein) sering sebagai antigen sasaran dan mungkin bereaksi silang dengan antigen mikroba
o   Obat-obatan: obat tertentu dapat menginduksi autoimun
o   Usia: sebagian besar autoimun terjadi pada usia dewasa
D.   HIV AIDS
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan agen yang menyebabkan penyakit imunodefisiensi dimana kondisi imunitas tubuh semakin berkurang. Integritas sistem imun tubuh berperan sebagai pertahanan melawan infeksi organisme lain. HIV dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.
Virus HIV membutuhkan waktu untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
AIDS  disebabkan salah satu kelompok virus yang disebuat dengan retroviruses yang sering disebut dengan HIV. Seseorang yang terkena atau terinfeksi HIV AIDS sistejm kekebalan tubuhnya akan menurun drastis. Virus AiDS menyerang sel darah putih khusus yang disebut dengan T-lymphocytes. Tanda pertama penderita HIV biasanya akan mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh. Setelah kondisi membaik orang yang terinfeksi HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun dan secara perlahan kekebalan tubuhnya akan menurun karena serangan demam yang berulang.
Gejala-gejala penyakit HIV AIDS adalah :
  1. Demam tinggi berkepanjangan
  2. Penderita akan mengalami napas pendek, batuk, nyeri dada dan demam
  3. Hilangnya nafsu makan, mua dan muntah
  4. Mengalami diare yang kronis
  5. Penderita akan kehilangan berat badan tubuh hingga 10% di bawah normal.
  6. Batuk berekepanjangan
  7. Infeksi jamur pada mulut dan kerongkongan
  8. Pembengkakan kelenjar getah bening diseluruh tubuh (dibawah telinga, leher, ketiak, dan lipatan paha)
  9. Kurang ingatan
  10. Sakit kepala
  11. Sakit kepala
  12. Suklit berkonsentrasi
  13. Respon anggota gerak melambat
  14. Sering nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki
  15. Mengalami tensi darah rendah
  16. Reflek tendon yang kurang
  17. Terjadi serangan virus cacar air dan cacar api
  18. Infeksi jaringan kulit rambut
  19. Kulit kering dengan bercak-bercak.
Penularan HIV AIDS adlaha :
  1. Hubungan seks kalmin
  2. Hubungan seks oral
  3. Hubungan seks melalui anus
  4. Transfusi darah
  5. Penggunaan jarum bersama (akupuntur, jarum tattoo, harum tindik).
  6. Antara ibu dan bayi selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui.
  1. NRTI  (nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor)
  2. NNRTI (non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor)
  3. PI (protease inhibitor) Fusion Inhibitor
Cara mencegah HIV AIDS adalah dengan ;
  1. Jangan melakukan hubungan seksual diluar nikah
  2. Jangan berganti-ganti pasangan seksual
  3. Abstrinensi (tidak melakukan hubungan seks)
  4. Gunakan kondom, terutama untuk kelompok perilaku resiko tinggi jangan menjadi donor darah
  5. Seorang ibu yang didiagnosa positif HIV sebaiknya jangan hamil.
  6. Penggunaan jarum suntik sebaiknya sekali pakai
  7. Jauhi narkoba.
Biasanya tanda dan ciri orang terkena AIDS baru akan terlihat 5-10 tahun setelah ia tertular virus ini. Penyakit AIDS akan terjadi peningkatan laju metabolisme akibat demam, infeksi, kanker atau dari reaksi obat-obatan yang diberikan.
Ciri-ciri :
·         Kehilangan 10% BB lebih dari 1 bulan tanpa penyebab
·         Diare kronis
·         Demam yang berlangsung lama, baik secara konstan maupun hilang timbul
·         Batuk kering tidak sembuh-sembuh
·         Kulit gatal seluruh tubuh
·         Herpes zoster yang tidak kunjung sembuh
·         Candidiasis pada mulut, lidah, tenggorokan
·         Pembengkakan kelenjar (leher, ketiak, selangkangan) dengan tanpa atau infeksi bakteri
a.    Struktur HIV
Struktur HIV-1 terdiri atas 3 gen : Gag gen (Group Antigen), Pol gen (Polymerase/Reverse Transcriptase), dan Env gen (Envelope/selubung lipid membran yang membantu proses penempelan pada hospes) yang mengkode struktur protein. Gen-gen lainnya terlibat dalam regulasi beberapa aspek replikasi virus yang terdapat dekat atau sepanjang terminal repeat sequences.
HIV-2 terdiri dari 2 fragmen kecil RNA yang berhubungan pada ujungnya, kemudian diliputi oleh protein inti (core).
Genom HIV terdiri dari 9749 Nukleotida yang juga sama dengan retrovirus lain. Mempunyai ekstra open reading yang mengkode dengan jelas protein-protein kecil. Pada orang yang terinfeksi HIV terdapat antibody protein-protein kecil tersebut. Genom HIV memiliki 9 open reading frames dengan hasil produk 15 protein. GAG gene dan POL gane berfungsi mentranslasi polyprotein yang besar menjadi protase.
Polyprotein GAG membelah menjadi 4 protein yang ditemukan dalam virus yang matur, yaitu : MA (Matrix), CA (Capsid), NC (Nucleocapsid) dan P6 (Protein 6).
POL Protein akan membelah menjadi 3 protein : PR (Protease), RT (Reverse Transcriptase), IN (Integrase). Semuanya ini berperan pada saat virus membelah diri.
Env gene berfungsi mentranslasikan polyprotein (Gp160) yang nanti akan membelah menjadi protease dan ditemukan dalam host cell (host cell protease = furin) yang ada pada badan golgi.
Gp 160 juga akan membelah menjadi SU (Gp 120) dan TM (Gp41) kemudian akan memelihara Gp 160 pada transmembran ketika Gp 120 berikatan dengan Gp41 melalui ikatan no-kovalen.
b.    Struktur Hidup Retrovirus
Partikel virus lengkap berinteraksi dengan membran sel hospes (Limfosit T), peleburan membran virus dengan membran (dinding) sel hospes yang kemudian diikuti masuknya komponen virion kedalam sitoplasma. Pembentukan pita DNA yang sesuai dengan RNA virusnya dengan bantuan Reverse Transcriptase RNA terdegradasi dan terbentuklah pita DNA yang kedua.
DNA yang berpita rangkap bergerak ke inti sel dan membentuk struktur lingkaran, kemudian DNA tersebut menempatkan diri secara acak dan masuk kedalam kromosom sel hospes, DNA virus ditranskripsikan menjadi RNA yang selanjutnya ditranslasikan menjadi protein pada ribosom sel hospes didalam sitoplasma, Protein dan RNA Viral yang baru dibentuk tersebut bergabung dan menonjolkan diri keluar, virion baru mengandung bahan lipid membran luar sel.
c.     Replikasi Virus
Pertama terjadi perikatan reseptor HIV (gp120 dengan reseptor CD4) kemudian setelah terjadi kecocokan reseptor, namun juga ada bantuan dari co-reseptor CXCR4 (dari sel limfosit T dan CCR5 (makrofag)), kemudian gp41 merusak dari membran sel hospes dan kemudian menyatu dengan membran hospesnya dan mengalami replikasi didalam sel hospesnya lalu keluar menghasilkan virus baru yang kemudian menginfeksi sel lainnya.
Lentivirus bergabung dengan genom sel hospes dan dikenal dengan provirus pada kasus yang sama seperti retrovirus yang lain. HIV yang menginfeksi sel dapat dominasi dalam waktu beberapa tahun dan menimbulkan infeksi sepanjang masa.
Virus HIV suatu saat dapat beraktifasi dan menghasilkan sel virus yang banyak, dan merusak sel. HIV tidak dapat ditransmisi melalui kuman, dan harus bertemu dengan sel yang sesuai.
Perjalanan penyakit pada HIV
1.       Transmisi virus
2.       Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 2-6 minggu
3.       Serokonversi
4.        Infeksi kronik asimptomatik (5-10 tahun)
5.        Infeksi kronik simptomatik
6.       AIDS (CD4 < 200/mm3), infeksi oportunistik
7.       Infeksi HIV lanjut (CD4 < 50/mm3)
Ciri Klinis Infeksi HIV
Ciri Klinis Infeksi HIV
Fase Penyakit
Ciri Klinis
Penyakit HIV akut

Periode klinis laten
AIDS
Demam, sakit kepala, sakit tenggorok dengan faringitis, limfadenopati umum, ruam kulit
Jumlah sel CD4 menurun
Infeksi oportunistik :
Protozoa (T. Kriptosporidium)
Bakteri (M.Avium, nokardia, salmonella)
Jamur (kandida, K. Neoformans, H. Kapsulatum, pneumocystis)
Virus (CMV, herpes simpleks, varisela-zoster)
Tumor :
Limfoma (EBV-limfoma yang berhubungan dengan sel B)
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati
Wasting syndrome

d.    Pengobatan
Obat antiretroviral dalam perkembangan
1.    NRTI
Obat golongan ini menghambat replikasi (penggandaan) HIV dengan menghalangi enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadi DNA. Langkah ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dipadukan dengan kode genetik sel yang terinfeksi HIV. NRTI atau analog nukleosida meniru bahan yang dipakai oleh reverse transcriptase untuk membuat DNA sehingga DNA yang dibuat adalah cacat dan tidak dapat dipadukan dalam DNA sel induk.
2.    NNRTI
Obat golongan ini menghambat replikasi (penggandaan) HIV dengan menghalangi enzim reverse transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadi DNA. Langkah ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dipadukan dengan kode genetik sel yang terinfeksi HIV. NNRTI menghindari pembuatan DNA oleh reverse transcriptase.
3.    Protease Inhibitor (PI)
Obat golongan ini menghambat enzim protease. Saat bibit virus baru dirakit, enzim protease memotong serat protein yang panjang sesuai kebutuhan untuk membuat virus matang. Bila kegiatan protease dihambat, virus baru yang matang tidak dapat dibuat.
4.    Attachment dan Fusion Inhibitor
Golongan obat ini adalah baru. Obat golongan ini bermaksud untuk melindungi sel dari infeksi oleh HIV melalui pencegahan pengikatan virus pada sel dan menembus selaput yang melapisi sel. Para peneliti berharap obat ini dapat mencegah infeksi pada sel oleh virus bebas (dalam darah) atau oleh kontak dengan sel yang sudah terinfeksi.
5.    Obat Antiretroviral lain
Terapi Gen
Beberapa produk dikembangkan untuk mengganggu gen yang dipakai oleh HIV
HGTV43 dari Enzo Biochem adalah terapi “antisense” yang dirancang untuk membuat sel CD4 yang kebal terhadap infeksi oleh HIV. Obat ini dalam uji coba klinis fase I.
M87o dari EUFETS AG adalah terapi gen yang membuat sel CD4 kebal terhadap infeksi HIV. Obat ini dalam uji coba klinis fase I.
Referensi :

Imunologi Dasar FK UI edisi 10
Hippocampus MISC 2012
http://kumpulansoalfk.blogspot.com/2012/07/laporan-pbl-modul-imunodefisiensi_28.html


Tidak ada komentar:

Posting Komentar