Skenario
3 Part 2 Block 6
Author : Venty
A. RESPON IMUN TERHADAP JAMUR
1. CANDIDIASIS
Candidiasis atau yang biasa
disebut candidosis adalah infeksi organisme fungi ragi candida, dimana kondisi
C. Albicans menybabkan lesi. Candidiasis adalah infeksi akut
atau kronis oleh spesies candida. Umumnya meliputi membran mukosa oral trush di
rongga mulut atau vulvovaginitis, bisa juga di kulit, jantung atau paru.
2. ERYTHRMATOUS CANDIDIASIS
Pasien erythematous candidiasis
tidak menunjukkan flek putih. Secara klinis terlihat akut tropik candidiasis
atau luka mulut karena antibiotik spektrum luas. Pasien sering mengeluhkan
mulutnya panas diikuti hilangnya papilla filiformis di dorsal lidah, kemerahan,
penampilan lidah gundul, juga adanya sensasi burning mouth syndrome meskipun
tampilan lidah normal.
3. PATOGENESIS
Permulaan awal infeksi candida
diawali dari lemahnya sistem imun sehingga berkurang akibat beberapa faktor
yang menyebabkan penurunan flora normal bakteri oral mukosa, yang kemudian
menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan candida albicans untuk menjadi
patogen. C. Albicans akan merubah bentuk dari biospora menjadi Hila, dalam
bentuk ini candida mengeluarkan protein berupa ALS (Adhesion Like Sequence),
x-agglutinin, HWP/P-1. Protein ini yang menyebabkan candida albicans memiliki
kemampuan untuk melakukan adhesi pada bual sel epitel dan imun. Bentuk
kolonisasi pada epitel. Phospolid pada membran sel tunggal membelah menjadi
phospolipase yang kemudian menginvasi jaringan yang menyebar melalui hematogen,
dan menyebabkan mikro dan makro abses pada jaringan yang diserangnya.
4. MEKANISME INFEKSI TERHADAP JAMUR
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen
tergantung pada fagosit. Meskipun dapa terjadi pembunuhan intraseluler, jamur
terbanyak diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil
merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur juga
merangsan produksi sitokin seperti IL-1 da TNF-α yang meningkatkan ekspresi
molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke
tempat infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen
independen yang toksik.
Makrofag alveolar berperan sebagai sel dalam
pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasanya
mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi koksidioides imunitis dan
histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang normal dan resiten terhadap
makrofag dalam hal ini makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui
aktivasi sel Th 1 untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur
melalui penglepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga dapat
membunuh secara langsung bila dirangsan oleh bahan asal jamur yang memacu
makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan INF-γ yang mengaktifkan sel NK. ( Imunologi Dasar Edisi ke-10 FK UI
)
5. RESPON IMUN TERHADAP JAMUR
1. Imunitas Nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan
sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utama imunitas
nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Pederita dengan
neutropenia sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil diduga melepas
bahan fungsidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh
intraseluler, Galur virulen seperti kriptokok neuformans menghambat produksi
sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang
menghambat aktivasi makrofag.
2. Imunitas Spesifik
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi
pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa antibodi berperan dalam
resolusi dan kontrol infeksi. CMI-1 merupakan efektor imunitas spesifik utama
terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraseluler
fakultatif hidup dalam makrofag dan di eliminasi oleh efektor seluler
sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler CD4 dan CD8 bekerjasama untuk
menyingkirkan bentuk K. Neofermans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak
pada penjamu imunokompromais.
Infeksi kandida sering berawal pada permukaan mukosa dan CMI diduga dapat
mencegah penyebaran ke jaringan. Pada semua keadaan tersebut, respon Th 1
adalah protektif sedangkan respon Th 2 dapat merusak pejamu. Inflamsi granuloma
dapat menimbulkan kerusakan pejamu seperti pada infeksi histoplasma. Kadang
terjadio respon humoral ya ng dapat digunakan dalam diagnostik serologi, namun
efek proteksinya belum diketahui.
B. IMUNODEFISIENSI
Imunodefisiensi
adalah penyakit yang disebabkan menurunya atau gagalnya salah satu atau lebih
komponen sistem imun. Imunodefisiensi spesifik dapat melibatkan kelainan pada
sel T atau sel B yang merupakan komponen sistem imun spesifik, sedangkan
kelompok Imunodefisiensi lain adalah Imunodefisiensi non-spesifik yang melibatkan
komponen-komponen sistem imun yang terutama terdiri atas sistem fagosit dan
komplemen. Gejala klinis yang menonjol pada Imunodefisiensi adalah infeksi
berulang atau berkepanjangan atau oportunistik atau infeksi yang tidak umum
yang tidak memberikan respon yang adekuat terhadap terapi antimikroba. Telah diketahui
bahwa reaksi imunologi pada infeksi merupakan interaksi antara berbagai
komponen dalam sistem imun yang sangat komplek. Kelainan pada sistem fagosit,
limfosit T dan limfosit B mapun dalam sistem komplemen dapat menampilkan gejala
klinik yang sama sehingga sulit dipastikan komponen mana dari sistem imun yang
mengalami gangguan. Penderita dengan defisiensi limfosit T biasanya menunjukan
kepekaan terhadap infeksi virus, protozoa, dan jamur yang biasanya dapat
diatasi dengan respon imun seluler.
Gambaran umum imunodefisiensi adalah sebagai berikut:
Konsekuensi utama imunodefisiensi adalah peningkatan kepekaan terhadap infeksi.
Sifat infeksi pada individu tertentu terutama bergantung pada komponen sistem
imun mana yang mengalami defek.
Pasien dengan
imunodefisiensi biasanya juga mudah terkena kanker terutama kanker yang
disebabkan oleh virus. Hal ini sering terlihat pada imunodefisiensi sel
T.
Imunodefisiensi merupakan penyakit yang sangat heterogen. Sebagian besar
hal ini disebabkan defek komponen sisten imun tang berbeda-beda dengan
manisfestasi klinis yang berbeda pula.
Dengan
demikian, defek respon imun dapat disebabkan kelainan imunitas spesifik maupun
non spesifik, sedangkan defek imunitas spesifik mungkin disebabkan kelainan
dalam perkembangan sel-sel sistem imun, maupun aktivasi atau fungsi limfosit T
dan atau limfosit B spesifik.
DEFISIENSI IMUN NON-SPESIFIK
A.
Defisiensi
Komplemen
Defisiensi komplemen atau fungsi komplemen
berhubungan dengan pemingkatan insidensi infeksi dan penyakit autoimun SLE.
Komponen komplemen dibutuhkan untuk membunuh kuman, opsonisasi, kemotaksis,
pencegahan penyakit autoimun dan eleminasi kompleks antigen antibodi.
Defisiensi komplemen (terutama C3) dapat menimbulkan berbagai akibat seperti
infeksi bakteri yang rekuren, peningkatan sensitifitas terhdap penyakit atuimun
B.
Defisiensi Sistem
Fagosit
Fagosit dapat menghancurkan mikroorganisme dengan
atau tanpa bantuan komplemen. Defisiensi fagosit sering disertai dengan infeksi
berulang. Defisiensi disini ditekankan terhadap sel PMN.
1. Defisiensi
Kuantitatif
Neutropenia atau granulositopenia
yang ditemukan dapat disebabkan oleh penurunan produksi atau peningkatan
destruksi. Penurunan produksi neutrofil dapat disebabkan pemberian depresan
sumsum tulang (kemoterapi pada kanker), leukimia.
Peningkatan destruksi neutrofil
dapat merupakan fenomena autoimun akibat pemberian obat tertentu yang dapat
memacu produksi antibodi dan berfungsi sebagai opsonin untuk neutrofil normal.
2. Defisiensi
Kualitatif
Defisiensi kualitatif dapat
mengenai fungsi fagosit seperti kemotaksis, menelan/memakan dan membunuh
mikroba intraseluler.
a. Chronic Granulomatosus Disease
(CGD)
CGD mempunyai ciri infeksi rekuren berbagai
mikroba baik gram negatif mapun gram positif. Pada CGD ditemukan dwefek
neutrofil, ketidak mampuan membentuk hidrogen peroksidase atau metabolit
oksigen toksik lainnya.
b. Defisiensi Glucose-6-Phosphate
Dehydrogenase (G6PD)
Defisiensi G6PD adalah penyakit imunodefisiensi
yang X-Linked. Penyakit ini diduga akibat defisiensi generasi Nicotinamide
Adenin Dinucleotide Phosphate Dehydrogenase (NAPDH). Dalam keadaan normal,
fagositosis akan mengaktifkan oksidase NADPH yang diperlukan untuk pembentukan
peroksidase. Pada defisiensi oksidase NADPH tidak dibentuk peroksidase yang
diperlukan untuk membunuh kuman intraseluler.
DEFISIENSI IMUN SPESIFIK
A.
Defisiensi Imun Kongenital
atau Primer
1. Defisiensi Imun Primer Sel B
Defisiensi sel B dapat berupa gangguan
perkembangan sel B. Berbagai akibat dapat ditemukan seperti tidak adanya semua
Ig atau satu kelas atau sub kelas Ig. Penderita dengan defisiensi semua jenis IgG akan
lebih mudah menjadi sakit dibanding dengan yang hanya menderita defisiensi
kelas Ig tertentu saja. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan adalah analisa
jumlah dan fungsi sel B, imunoelektroforesis dan evaluasi kuantitatif untuk
menentukan kadar berbagai kelas dan subkelas IgG.
2. Defisiensi Imun
Primer Sel T
Penderita dengan defisiensi sel T kongenital sangat rentan terhadap infeksi
virus, jamur dan protozoa. Oleh karena sel T juga bnerpengaruh terhadap sel B,
maka defisiensi sel T disertai pula gangguan produksi Ig yang tampak dan tidak
adanya respon terhadap vaksinasi dan seringnya terjadi infeksi.
a. Kandidiasis
Mukokutan Kironik
Kandidiasis Mukokutan Kronik
adalah infeksi jamur biasa yang nonpatogenik seperti K. Albikans pada kulit dan
selaput lendir yang disertai dengan gangguan fungsi sel T yang selektif.
Penderita tersebut mempunyai imunitas seluler yang normal terhadap
mikroorganisme lain selain kandida dan imunitas humoralnya normal. Jumlah
limfosit total normal, tetapi sel T menunjukan kemampuan yang kurang untuk
memproduksi MIF dalam respon terhadap antigen kandida, meskipun respon terhadap
antigen lain normal.
B.
Defisiensi Imun
Spesifik Fisiologik
1. Kehamilan
Defisiensi imun seluler dapat ditemukan dalam
kehamilan. Keadaan ini mungkin diperlukan untuk kelangsungan hidup fetus yang
merupakan allograft dengan antigen paternal. Hal tersebut antara lain dapat
disebabkan karena terjadinya peningkatan aktivitas sel Ts atau oleh efek
supresif faktor humoral yang dibentuk trofoblas.
Wanita hamil memproduksi Ig yang meningkat atas
pengaruh estrogen. IgG diangkut melewati plasenta oleh reseptor Fc pada akhir
hamil 10 minggu.
2. Usia Tahun
Pertama
Sistem imun pada usia satu tahun pertama sampai
usia 5 tahun masih belim matang. Meskipun neonatus menunjukan jumlah sel T yang
tinggi. Semuanya berupa sel naif dan tidak memberikan respon yang adekuat
terhadap antigen.
3. Usia Lanjut
Golongan usia lanjut lebih sering mendapat infeksi
dibandingkan dengan usia muda. Hal ini disebabkan oleh karena atrofi timus,
fungtsi timus menurun. Akibat involusi timus, jumlah sel T Naif dan kualitas
respon sel T makin berkurang. Jumlah sel
T memori meningkat tetapi semakin sulit untuk berkembang.
C.
Defisiensi Imun
Didapat Sekunder
Merupakan defisiensi sekunder
yang sering ditemukan. Defisiensi tersebut mengenai fungsi fagosit dan limfosit
yang terjadi akibat infeksi HIV, malnutrisi, terapi sitotoksik dan lainnya.
Defisiensi imun sekunder dapat meningkatkan kerentanan terhadap infeksi
oportunistik
1. Malnutrisi
Malnutrisi dan defisiensi zat besi dapat
menimbulkan depresi sistem imun terutama pada imubitas seluler.
2. Infeksi
Infeksi dapat menimbulkan defisiensi imun. Infeksi
virus dapat menginfeksi tubuh dan menginduksi supresi Delayed Type
Hypersensitivitas sementara, jumlah sel T dalam sirkulasi dan respon limfosit
terhadap antigen dan mitogen menurun.
3. Obat, Trauma,
Tindakan Katerisasi dan Bedah
Obat sering menimbulkan defisiensi imun sekunder.
Imunosupresi merupakan efek samping steroid dan obat sitotoksik sudah sering digunakan
pada penyakit autoimun dan pencegahan penolakan transplantasi. Pemberian obat,
tindakan katerisasi dan bedah dapat menimbulkan imunokompromais. Obat-obat
imunosupresi dan antibiotik dapat menekan sistem imun pasien yang mendapat
taruma (luka bakar atau tindakan bedah ) akan kurang mampu menghadapi patogen,
mungkin akibat penglepasan faktor dan menekan respon imun.
4. Penyinaran
Dalam dosis tinggi penyinran menekan seluruh
jringan limfoid, sedang dalam dosis rendah dapat menekan aktivasi sel Ts secara
selektif
5. Kehilangan
Imunoglobulin/ Leukosit
Defisiensi imunoglobulin dapat juga terjadi karena
tubuh kehilangan protein yang berlebihan seperti pada penyakit ginjal dan
diare.
6. Stres
Stres akut atau kronos menunjukan berbagai efek
terhadap sistem imun. Sistem imun berintegrasi dengan stres. Sistem imun dapat
bekeja sebagai sistem sensoris pada infeksi dini melalui peningkatan respon
fase akut. Pada keadaan lain, stres menghambat kerja sistem imun.
TANDA – TANDA KLINIS IMUNODEFISIENSI
o
Peningkatan kerentanan terhadap
infeksi dan jenis infeksinya tergantung komponen sistem imun yang defektif.
o
Penderita dengan imunodefisiensi
rentan terhadap kankertertentu.
o
Imunodefisiensi dapa tterjadi
akibat defek pematangan limfosit, mekanisme efektor imunitas non-spesifik dan
spesifik.
o
Imunodefisiensi tertentu terkait
dengan peningkatan insiden autoimunitas
TERAPI PADA IMUNODEFISIENSI
o
Menggunakan antibiotik/antiviral
yang tepat dan pemberian pooled human imunoglobulin yang teratur.
o
Transplantasi sumsum tulang dari
donor ke resipien yang memiliki hubungan genetik yang cocok.
o
Iradiasi kelenjar getah bening
total untuk mengontrol GVH
o
Pemberian globulin gama pada
penderita dengan defisiensi Ig tertentu tertentu tapi tidak pada defisiensi iga
o
Pemberian sitokin seperti IL‐2.
IFN γ pada penerita tertentu
o
Tranfusi
o
Transplantasi timus fetal atau
stem sel dari sumsum tulang utk memperbaiki kompetensi imun
o
Obat antivirus
o
Vaksinasi
o
Terapi genetik à dengan
menyisipkan gen normal ke populasi sel yang terkena penyakit
MEKANISME INFEKSI SUATU SEL PENJAMU OLEH VIRUS
Virus memasuki
sel pejamu setelah menempel pada sel tersebut melalui berbagai cara
-
Translokasi, virus menembus membrane sel yang utuh
-
Insersi genom, virus yang menempel meninjeksikan material genetic direct ke
dalam sitoplasma.
-
Fusi membrane, isi genom virus di masukkan ke dalam sitoplasma sel pejamu
-
Endositosis yang diatur oleh reseptor permukaan yang mengikat dan transport
melalui klatrin, kadan dapat menimbulkan fusi ke dalam endosom intraseluler
MEKANISME VIRUS MENGHINDARI RESPON
IMUN
1. Virus
dapat mengubah antigen ( mutasi ). Antigen yang merupakan sasaran antibodi
berjumlah sangat besar.Variasi antigen ini menjadikan virus dapat menjadi
resisten terhadap respon imun yang ditimbulkan oleh infeksi terdahulu.
2.
Beberapa virus menghambat presentasi antigen protein sistolikyang berhubungan
dengan ,molekul MHC-1. Akibatnya sel terinfeksi virus tidak dapat dikenali dan
dibunuh oleh CD8+/CTL
3.
Beberapa virus memproduksi molekul yang dapat mencegah imunitas nonspesifik dan
spesifik. Virus pox menyandi molekul yang dapat mengikat beberapa sitokinin
seperti IFN-gamma, TNF, IL-1, IL18 dan kemokin dan molekul-molekul tersebut
dilepas oleh sel terinfeksi. Protein-protein yang mengikat sitokini-sitokinin
yang dilepas berfungsi sebagai antagonis sitokinin
4.
Virus dapat menginfeksi, membunuh, atau mengaktifkan sel imunokompeten
5.
HIV dapat tetap hidup dengan menginfeksi dan mengeliminasi sel T CD4+.
RESPON IMUN TERHADAP VIRUS
1)
Imunitas non spesifik humoral dan seluler
Prinsip mekanisme imunitas non spesifik terhadap virus
adalah mencegah infeksi. Efektor yang berperan adalah IFN tipe I dan sel NK
yang membunuh sel terinfeksi. Infeksi banyak virus disertai produk RNA yang
merangsang sel terinfeksi untuk sekresi IFN tipe 1, mungkin melalui ikatan
dengan TLR. IFN tipe 1 mencegah replikasi virus dalam sel terinfeksi dan sel
sekitarnya yang menginduksi lingkungan anti-viral. IFN α dan IFN β mencegah replikasi
virus dalam sel yang terinfeksi.
Sel NK membunuh sel yang terinfeksi oleh berbagai
jenis virus dan merupakan efektor imunitas penting terhadap infeksi dini virus,
sebelum respon imun spesifik bekerja. Sel NK mengenal sel terinfeksi yang tidak
mengekspresikan MHC-1. Untuk membunuh virus, sel NK tidak memerlukan bantuan
molekul MHC-1.
2)
Imunitas spesifik
a. Imunitas spesifik humoral
Respons imun terhadap virus tergantung pada lokasi
virus dalam penjamu. Antibodi memerlukan efektor dalam imunitas spesifik
humoral terhadap infeksi virus. antibodi di produksi dan hanya efektif terhadap
virus dalam fase ekstraseluler. Virus dapat ditemukan ekstraseluler pada awal
infeksi sebelum virus masuk ke dalam sel atau bila dilepas oleh sel terinfeksi yang
hancur (khusus untuk virus sitopatik). Antibodi dapat menetralkan virus,
mencegah virus menempel pada sel dan masuk ke sel pejamu.
Antibodi dapat berperan sebagai opsonin yang
meningkatkan eliminasi partikel virus oleh fagosit. Aktivasi komplemen juga
ikut berperan dalam meningkatkan fagositosis dan menghancurkan virus
dengan envelop lipid secara langsung. IgA yang disekresi di mukosa berperan
terhadap virus yang masuk tubuh melalui mukosa saluran napas dan cerna.
Imunisasi oral terhadap virus polio bekerja untuk menginduksi imunitas mukosa
tersebut.
b. Imunitas spesifik seluler
Virus yang berhasil masuk ke dalam sel, tidak lagi
renytan terhadap efek anti bodi. Rtespon imun terhadap virus intraseluler
terutama tergantung dfari CD8+/CTL yang membunuh sel terinfeksi. Fungsi
fisiologis utama CTL ialah pemantauan terhadap infeksi virus. Kebanyakan CTL
yang spesifik untuk virus pengenal antigen virus yang sudah dicerna dalam
sitosol, biasanya disintesis endogen yan g behubungan dengan MHC-1 dalam setiap
sel yang bernukleus untuk diferensiasi penuh, CD8 memerlukan sitokin yang
diproduksi dalam CD4 Th dan konstimulator yang diekspresikan pada sel yang
terinfeksi. Bila sel terinfeksi adalah sel jaringan dan bukan APC, sel
terinfeksi dapat dimakan oleh APC profesional seperti sel Dendritik yang
selanjutnya memproses antigen virus dan mempresentasikannya bersama molekul
MHC-1 ke CD8 naive di KGB. Sel yang akhir akan berpoliferasi secara masif yang
kebanyakan merupakan sel spesifik untuk beberapa peptida virus. Sel CD8 naive
yang diaktifkan berdiferensiasi menjadi sel CTL efektor yang dapat membunuh
setiap sel bernukleus yang terinfeksi. Efek antivirus utama CTL adalah membunuh
sel terinfeksi.
REAKSI HIPERSENSITIVITAS
Hipersensitivitas:
Reaksi imun yang patologic,terjadi akibat respon imun yang berlebihan sehingga
menimbulkan kerusakan jaringan tubuh.
Pembagian Hipersensitivitas menurut
waktu:
a. Reaksi Cepat
Terjadi dalam waktu beberapa detik dan hilang dalam waktu 2 jam
Contoh: Anafilaksis sistemik, Anafilaksis lokal seperti bersin, asma,
urtikaria dan eksim
b. Reaksi Intermediet
Terjadi dalam beberapa jam dan menghilang dalam waktu 24 jam
Manifestasi dapat berupa:
o
Reaksi transfusi darah, eritoblastosis fetalis, anemia hemolitik autoimun
o
Artritis reumatoid, vasculitis necrosis
c. Reaksi Lambat
Reaksi terjadi lambat dan terlihat setelah 48 jam setelah pajanan dengan
anigen
Contoh: Dermatitis Otak
Macam-Macam Tipe Hipersensitivitas
a. Hipersensitivitas Tipe I
(Anafilaksis)
o
Dilakukan oleh IgE yang melekat pada sel mast dan berakibat dilepaskannya
beberapa mediator yang menyebabkan Rx anafilaksis
o
Mediatornya histamin
o
Proses aktivasi sel mast terjadi apabila IgE mengikat anafilatoksin
o
Proses aktivasi ini melepaskan berbagai mediator
o
Timbul gejala alergi
Contoh: Reaksi anafilaktik terhadap penisilin, Rhinitis alergi
b. Hipersensitivitas Tipe II (Sitotoksik)
o
Adanya antibodi dalam keadaan bebas dalam sirkulasi yang akan bereaksi dengan antigen
o
Dilakukan oleh IgM atau IgG yang melekat pada sel sendiri dan mengaktifkan
lajur homplemen.
o
Akibatnya terjadi kerusal sel target.
Contoh :
-
Ketidakcocokan golongan darah antara donor dan
resipien waktu transfusi
darah
-
Eritroblastosis fetalis : Rh
-
Adanya autoantibodi terhadap antigen nucleoprotein. Antibodinya
disebut factor LE.
c. Hipersensitivitas Tipe III (Imun
Kompleks)
-
Antigen larut dan antibodinya berada dalam keadaan bebas dalam sirkulasi
-
Bila bereaksi membentuk komplek imun
-
Komplek imun ini berpresipitasi pada sel
Contoh : - Rx Arthus, Serum Sickness
d. Hipersensitivitas Tipe IV (Delayed Type
Hipersensitivity)
-
Tipe lambat (24-48 jam )
-
Tipe selluler
-
Sel limfosit yang telah tersensitisasi
bereaksi secara spesifik dengan suatu antigen tertentu
Contoh: Rx Tuberkulin , Rx Granuloma
C. AUTOIMUN
Autoimunitas adalah respon imun terhadap antigen
jaringan sendiri yang disebabkan oleh mekanisme normal yang gagal untuk
mempertahankan self tolerance sel B,sel T atau keduanya. keduanya.
o
Pada dasarnya berarti imunitas untuk diri sendiri
o
Sistem kekebalan tubuh atau sistem imun seharusnya menangkap benda asing
dan menghancurkannya.
o
Suatu kondisi kondisi yang terjadi terjadi ketika terjadi terjadi kegagalan
kegagalan untuk mengenali beberapa bagian dari dirinya (NIH, 1998),sehingga
sistem imun tubuh keliru menyerang menyerang dan menghancurkan menghancurkan
jaringan tubuh sehat.
o
Pada orang yang memiliki penyakit autoimun,sistem kekebalan kekebalan tubuh
ini justru menyerang menyerang dirinya dirinya sendiri.
Penyebab Penyakit Autoimun:
o
Kegagalan autoantibodi dan sel T mengenali sel sendiri(toleransi diri
hilang)
o
Autoantibodi dan sel T menyerang sel‐selsendiri
o
Jika T helperlimfositterlalu aktif.
o
Gangguan klinis yang diproduksi oleh respon imun ke komponen jaringan
normal daritubuh
o
Ketidakmampuan untuk menghilangkan antigen penyebab prosesinflamasi kronis.
Contoh-contoh Penyakit Autoimun :
o
Multiple sclerosis gangguan autoimun yang mempengaruhi otak dan sistem
saraf pusat tulang belakang
o
Myasthenia gravis gangguan neuromusk luer yang melibatkan otot dan saraf
o
Reactive Arthtritis (peradangan sendi, saluran kencing, dan air mata)
o
Grave’s disease gangguan autoimun yang mengarah ke kelenjartiroid
hiperaktif
o
Type 1 Diabetes Mellitus ketidakmampuan/kurangnya tubuh membentuk insulin
Faktor-faktor
penyakit autoimun:
o
Genetik: yaitu Haplotipe HLA
tertentu meningkatkan resiko penyakit autoimun.
o
Kelamin/Gender: yaitu wanita
lebih sering daripada pria
o
Infeksi: yaitu virus
Eipstein-Barr, mikoplasma, streptoccoccus, klebsiella, dll.
o
Sifat autoantigen: enzim dan
protein (heat shock protein) sering sebagai antigen sasaran dan mungkin
bereaksi silang dengan antigen mikroba
o
Obat-obatan: obat tertentu dapat
menginduksi autoimun
o
Usia: sebagian besar autoimun
terjadi pada usia dewasa
HIV atau Human Immunodeficiency Virus merupakan agen
yang menyebabkan penyakit imunodefisiensi dimana kondisi imunitas tubuh semakin
berkurang. Integritas sistem imun tubuh berperan sebagai pertahanan melawan
infeksi organisme lain. HIV dapat menyebabkan AIDS dengan cara menyerang sel darah
putih yang bernama sel CD4 sehingga dapat merusak sistem kekebalan tubuh
manusia yang pada akhirnya tidak dapat bertahan dari gangguan penyakit walaupun
yang sangat ringan sekalipun.
Virus HIV menyerang sel CD4 dan
merubahnya menjadi tempat berkembang biak Virus HIV baru kemudian merusaknya
sehingga tidak dapat digunakan lagi. Sel darah putih sangat diperlukan untuk
sistem kekebalan tubuh. Tanpa kekebalan tubuh maka ketika diserang penyakit
maka tubuh kita tidak memiliki pelindung.
Virus HIV membutuhkan waktu
untuk menyebabkan sindrom AIDS yang mematikan dan sangat berbahaya. Penyakit
AIDS disebabkan oleh melemah atau menghilangnya sistem kekebalan tubuh yang
tadinya dimiliki karena sel CD4 pada sel darah putih yang banyak dirusak oleh
Virus HIV.
Ketika kita terkena Virus HIV
kita tidak langsung terkena AIDS. Untuk menjadi AIDS dibutuhkan waktu yang
lama, yaitu beberapa tahun untuk dapat menjadi AIDS yang mematikan. Seseorang
dapat menjadi HIV positif. Saat ini tidak ada obat, serum maupun vaksin yang
dapat menyembuhkan manusia dari Virus HIV penyebab penyakit AIDS.
AIDS disebabkan salah satu
kelompok virus yang disebuat dengan retroviruses yang sering disebut dengan HIV.
Seseorang yang terkena atau terinfeksi HIV AIDS sistejm kekebalan tubuhnya
akan menurun drastis. Virus AiDS menyerang sel darah putih khusus yang
disebut dengan T-lymphocytes. Tanda pertama penderita HIV biasanya akan
mengalami demam selama 3 sampai 6 minggu tergantung daya tahan tubuh. Setelah
kondisi membaik orang yang terinfeksi HIV akan tetap sehat dalam beberapa tahun
dan secara perlahan kekebalan tubuhnya akan menurun karena serangan demam yang
berulang.
Gejala-gejala penyakit HIV AIDS adalah :
- Demam
tinggi berkepanjangan
- Penderita
akan mengalami napas pendek, batuk, nyeri dada dan demam
- Hilangnya
nafsu makan, mua dan muntah
- Mengalami
diare yang kronis
- Penderita
akan kehilangan berat badan tubuh hingga 10% di bawah normal.
- Batuk
berekepanjangan
- Infeksi
jamur pada mulut dan kerongkongan
- Pembengkakan
kelenjar getah bening diseluruh tubuh (dibawah telinga, leher, ketiak, dan
lipatan paha)
- Kurang
ingatan
- Sakit
kepala
- Sakit
kepala
- Suklit
berkonsentrasi
- Respon
anggota gerak melambat
- Sering
nyeri dan kesemutan pada telapak tangan dan kaki
- Mengalami
tensi darah rendah
- Reflek
tendon yang kurang
- Terjadi
serangan virus cacar air dan cacar api
- Infeksi
jaringan kulit rambut
- Kulit
kering dengan bercak-bercak.
Penularan HIV AIDS adlaha :
- Hubungan
seks kalmin
- Hubungan
seks oral
- Hubungan
seks melalui anus
- Transfusi
darah
- Penggunaan
jarum bersama (akupuntur, jarum tattoo, harum tindik).
- Antara ibu
dan bayi selama masa hamil, kelahiran dan masa menyusui.
- NRTI
(nucleoside atau nucleotide reverse transcriptase inhibitor)
- NNRTI
(non-nucleoside reverse transcriptase inhibitor)
- PI
(protease inhibitor) Fusion Inhibitor
Cara mencegah
HIV AIDS adalah dengan
;
- Jangan
melakukan hubungan seksual diluar nikah
- Jangan
berganti-ganti pasangan seksual
- Abstrinensi
(tidak melakukan hubungan seks)
- Gunakan
kondom, terutama untuk kelompok perilaku resiko tinggi jangan menjadi
donor darah
- Seorang
ibu yang didiagnosa positif HIV sebaiknya jangan hamil.
- Penggunaan
jarum suntik sebaiknya sekali pakai
- Jauhi
narkoba.
Biasanya tanda dan ciri orang
terkena AIDS baru akan terlihat 5-10 tahun setelah ia tertular virus ini. Penyakit AIDS akan
terjadi peningkatan laju metabolisme akibat demam, infeksi, kanker atau dari
reaksi obat-obatan yang diberikan.
Ciri-ciri :
·
Kehilangan
10% BB lebih dari 1 bulan tanpa penyebab
·
Diare
kronis
·
Demam
yang berlangsung lama, baik secara konstan maupun hilang timbul
·
Batuk
kering tidak sembuh-sembuh
·
Kulit
gatal seluruh tubuh
·
Herpes
zoster yang tidak kunjung sembuh
·
Candidiasis
pada mulut, lidah, tenggorokan
·
Pembengkakan
kelenjar (leher, ketiak, selangkangan) dengan tanpa atau infeksi bakteri
a.
Struktur HIV
Struktur HIV-1 terdiri atas 3 gen :
Gag gen (Group Antigen), Pol gen (Polymerase/Reverse Transcriptase), dan Env
gen (Envelope/selubung lipid membran yang membantu proses penempelan pada
hospes) yang mengkode struktur protein. Gen-gen lainnya terlibat dalam regulasi
beberapa aspek replikasi virus yang terdapat dekat atau sepanjang terminal
repeat sequences.
HIV-2 terdiri dari 2 fragmen kecil
RNA yang berhubungan pada ujungnya, kemudian diliputi oleh protein inti (core).
Genom HIV terdiri dari 9749
Nukleotida yang juga sama dengan retrovirus lain. Mempunyai ekstra open reading
yang mengkode dengan jelas protein-protein kecil. Pada orang yang terinfeksi
HIV terdapat antibody protein-protein kecil tersebut. Genom HIV memiliki 9 open
reading frames dengan hasil produk 15 protein. GAG gene dan POL gane berfungsi
mentranslasi polyprotein yang besar menjadi protase.
Polyprotein GAG membelah menjadi 4
protein yang ditemukan dalam virus yang matur, yaitu : MA (Matrix), CA
(Capsid), NC (Nucleocapsid) dan P6 (Protein 6).
POL Protein akan membelah menjadi 3
protein : PR (Protease), RT (Reverse Transcriptase), IN (Integrase). Semuanya
ini berperan pada saat virus membelah diri.
Env gene berfungsi mentranslasikan
polyprotein (Gp160) yang nanti akan membelah menjadi protease dan ditemukan
dalam host cell (host cell protease = furin) yang ada pada badan golgi.
Gp 160 juga akan membelah menjadi SU
(Gp 120) dan TM (Gp41) kemudian akan memelihara Gp 160 pada transmembran ketika
Gp 120 berikatan dengan Gp41 melalui ikatan no-kovalen.
b.
Struktur Hidup Retrovirus
Partikel virus lengkap berinteraksi
dengan membran sel hospes (Limfosit T), peleburan membran virus dengan membran
(dinding) sel hospes yang kemudian diikuti masuknya komponen virion kedalam
sitoplasma. Pembentukan pita DNA yang sesuai dengan RNA virusnya dengan bantuan
Reverse Transcriptase RNA terdegradasi dan terbentuklah pita DNA yang kedua.
DNA yang berpita rangkap bergerak ke
inti sel dan membentuk struktur lingkaran, kemudian DNA tersebut menempatkan
diri secara acak dan masuk kedalam kromosom sel hospes, DNA virus
ditranskripsikan menjadi RNA yang selanjutnya ditranslasikan menjadi protein
pada ribosom sel hospes didalam sitoplasma, Protein dan RNA Viral yang baru
dibentuk tersebut bergabung dan menonjolkan diri keluar, virion baru mengandung
bahan lipid membran luar sel.
c.
Replikasi Virus
Pertama terjadi perikatan reseptor
HIV (gp120 dengan reseptor CD4) kemudian setelah terjadi kecocokan reseptor,
namun juga ada bantuan dari co-reseptor CXCR4 (dari sel limfosit T dan CCR5 (makrofag)),
kemudian gp41 merusak dari membran sel hospes dan kemudian menyatu dengan
membran hospesnya dan mengalami replikasi didalam sel hospesnya lalu keluar
menghasilkan virus baru yang kemudian menginfeksi sel lainnya.
Lentivirus bergabung dengan genom sel hospes dan dikenal dengan provirus
pada kasus yang sama seperti retrovirus yang lain. HIV yang menginfeksi sel
dapat dominasi dalam waktu beberapa tahun dan menimbulkan infeksi sepanjang
masa.
Virus HIV suatu saat dapat beraktifasi dan menghasilkan sel virus yang
banyak, dan merusak sel. HIV tidak dapat ditransmisi melalui kuman, dan harus
bertemu dengan sel yang sesuai.
Perjalanan penyakit pada HIV
1.
Transmisi virus
2.
Infeksi HIV primer (sindrom retroviral akut) 2-6 minggu
3.
Serokonversi
4.
Infeksi kronik asimptomatik (5-10
tahun)
5.
Infeksi kronik simptomatik
6.
AIDS (CD4 < 200/mm3), infeksi oportunistik
7.
Infeksi HIV lanjut (CD4 < 50/mm3)
Ciri Klinis Infeksi HIV
Ciri Klinis Infeksi HIV
|
|
Fase Penyakit
|
Ciri Klinis
|
Penyakit HIV akut
Periode klinis laten
AIDS
|
Demam, sakit kepala, sakit tenggorok dengan faringitis, limfadenopati
umum, ruam kulit
Jumlah sel CD4 menurun
Infeksi oportunistik :
Protozoa (T. Kriptosporidium)
Bakteri (M.Avium, nokardia, salmonella)
Jamur (kandida, K. Neoformans, H. Kapsulatum, pneumocystis)
Virus (CMV, herpes simpleks, varisela-zoster)
Tumor :
Limfoma (EBV-limfoma yang berhubungan dengan sel B)
Sarkoma Kaposi
Ensefalopati
Wasting syndrome
|
d.
Pengobatan
Obat antiretroviral dalam
perkembangan
1. NRTI
Obat golongan
ini menghambat replikasi (penggandaan) HIV dengan menghalangi enzim reverse
transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadi DNA. Langkah
ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dipadukan dengan kode genetik
sel yang terinfeksi HIV. NRTI atau analog nukleosida meniru bahan yang dipakai
oleh reverse transcriptase untuk membuat DNA sehingga DNA yang dibuat adalah
cacat dan tidak dapat dipadukan dalam DNA sel induk.
2. NNRTI
Obat golongan
ini menghambat replikasi (penggandaan) HIV dengan menghalangi enzim reverse
transcriptase. Enzim ini mengubah bahan genetik (RNA) HIV menjadi DNA. Langkah
ini harus terjadi sebelum kode genetik HIV dapat dipadukan dengan kode genetik
sel yang terinfeksi HIV. NNRTI menghindari pembuatan DNA oleh reverse
transcriptase.
3. Protease Inhibitor (PI)
Obat golongan
ini menghambat enzim protease. Saat bibit virus baru dirakit, enzim protease
memotong serat protein yang panjang sesuai kebutuhan untuk membuat virus
matang. Bila kegiatan protease dihambat, virus baru yang matang tidak dapat
dibuat.
4. Attachment dan Fusion Inhibitor
Golongan obat
ini adalah baru. Obat golongan ini bermaksud untuk melindungi sel dari infeksi
oleh HIV melalui pencegahan pengikatan virus pada sel dan menembus selaput yang
melapisi sel. Para peneliti berharap obat ini dapat mencegah infeksi pada sel
oleh virus bebas (dalam darah) atau oleh kontak dengan sel yang sudah
terinfeksi.
5. Obat Antiretroviral lain
Terapi Gen
Beberapa produk dikembangkan untuk
mengganggu gen yang dipakai oleh HIV
HGTV43 dari Enzo Biochem adalah terapi “antisense” yang dirancang
untuk membuat sel CD4 yang kebal terhadap infeksi oleh HIV. Obat ini dalam uji
coba klinis fase I.
M87o dari EUFETS AG adalah terapi gen yang membuat sel CD4
kebal terhadap infeksi HIV. Obat ini dalam uji coba klinis fase I.
Referensi :
Imunologi Dasar
FK UI edisi 10
Hippocampus
MISC 2012
http://kumpulansoalfk.blogspot.com/2012/07/laporan-pbl-modul-imunodefisiensi_28.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar