Skenario 1 part 1
Author: Nesya
KASUS 1
Seorang bayi berusia 2 bulan dibawa oleh ibunya
ke puskesmas karena demam sejak 1 hari yang lalu. Bayi ini baru saja mendapat
imunisasi Polio 2 dan DPT 1 sehari sebelumnya. Pada usia beberapa hari setelah
lahir bayi tersebut pernah mendapatkan imunisasi BCG, Hepatitis B1 dan Polio 1
dan tidak mengalami demam setelahnya.
Pada pemeriksaan vital sign didapatkan suhu
badannya 38 derajat Celcius dan frekuensi nadi 108 kali per menit. Pemeriksaan
fisik lainnya dalam batas normal. Setelah memberikan obat penurun panas, dokter
menyarankan bila tidak ada keluhan yang lainnya agar bayi tersebut dibawa
kembali 2 bulan kemudian untuk imunisasi lanjutan. Ibu bayi tersebut keberatan
karena menganggap imunisasi kurang bermanfaat dan justru menyebabkan efek
samping terhadap bayinya.
Problem Definition:
1. Apakah
yang disebut imunisasi?
2.
Jelaskan tentang imunisasi Polio, DPT, BCG dan Hepatitis B1
3.
Mengapa bayi demam setelah menjalani imunisasi?
4. Pada
kondisi apakah imunisasi dapat ditunda/tidak dilakukan?
5.
Macam-macam imunisasi
Pembahasan:
1. Imunisasi
Imunisasi adalah upaya pencegahan dengan sengaja memberikan kekebalan
atau imunitas pada anak, sehingga anak itu walaupun mendapatkan infeksi tidak
akan meninggal atau menderita cacat (sequelae). Umumnya anak yang telah imun
itu bereaksi terhadap infeksi sebagai berikut:
1. Tidak sakit sama sekali.
2. Sakit namun ringan
sekali, sehingga tidak menimbulkan/ mengakibatkan cacat dan tidak meninggal.
Cacat inilah yang mengakibatkan kekhawatiran, kesedihan dan kesulitan
dikemudian hari tidak hanya pada para orang tua, namun yang paling berat
pengaruhnya tentunya pada anak tersebut. Anak yang cacat tidak saja kesulitan
dalam bergaul, namun juga tidak mampu mandiri sehingga dia akan selalu
merepotkan orang tuanya dan masyrakat disekelilingnya.
Upaya pencegahan agar tidak timbul kecacatan pada anak merupakan upaya
yang bersifat luas yang tidak akan berhasil bila orang-orang dan alam sekitar
anak itu tidak diikut sertakan.
Tujuan imunisasi adalah agar memdapatkan imunitas atau kekebalan anak
secara individu dan eradikasi atau pembasmian sesuatu penyakit dari penduduk
sesuatu daerah atau negeri. Sedikitnya 70% dari penduduk suatu daerah atau
negeri harus mendapatkan imunisasi. Yang tidak kalah pentingnya adalah
imunisasi ulang (booster) yang perlu dilaksanakan dalam waktu-waktu tertentu
untuk meningkatkan kembali imunitas/kekebalan penduduk.
2.
Imunisasi Polio,
DPT, BCG dan Hepatitis B1
a.
IMUNISASI BCG
Ketahanan
terhadap penyakit TB (Tuberkulosis) berkaitan dengan keberadaan virus tubercle
bacili yang hidup di dalam darah. Itulah mengapa, agar memiliki kekebalan
aktif, dimasukkanlah jenis basil tak berbahaya ini ke dalam tubuh, alias
vaksinasi BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
Seperti diketahui,
Indonesia termasuk negara endemis TB (penyakit TB terus-menerus ada sepanjang
tahun) dan merupakan salah satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia.
TB disebabkan kuman Mycrobacterium tuberculosis, dan mudah sekali menular
melalui droplet, yaitu butiran air di udara yang terbawa keluar saat penderita
batuk, bernapas ataupun bersin. Gejalanya antara lain: berat badan anak susah
bertambah, sulit makan, mudah sakit, batuk berulang, demam dan berkeringat di
malam hari, juga diare persisten. Masa inkubasi TB rata-rata berlangsung antara
8-12 minggu.
Untuk
mendiagnosis anak terkena TB atau tidak, perlu dilakukan tes rontgen untuk
mengetahui adanya vlek, tes Mantoux untuk mendeteksi peningkatan kadar sel
darah putih, dan tes darah untuk mengetahui ada-tidak gangguan laju endap
darah. Bahkan, dokter pun perlu melakukan wawancara untuk mengetahui, apakah si
kecil pernah atau tidak, berkontak dengan penderita TB.
Jika anak positif terkena
TB, dokter akan memberikan obat antibiotik khusus TB yang harus diminum dalam
jangka panjang, minimal 6 bulan. Lama pengobatan tak bisa diperpendek karena
bakteri TB tergolong sulit mati dan sebagian ada yang “tidur”. Karenanya,
mencegah lebih baik daripada mengobati. Selain menghindari anak berkontak
dengan penderita TB, juga meningkatkan daya tahan tubuhnya yang salah satunya
melalui pemberian imunisasi BCG.
* Jumlah Pemberian:
Cukup 1 kali saja, tak perlu
diulang (booster). Sebab, vaksin BCG berisi kuman hidup sehingga antibodi yang
dihasilkannya tinggi terus. Berbeda dengan vaksin berisi kuman mati, hingga
memerlukan pengulangan.
* Usia Pemberian:
Di bawah 2 bulan. Jika baru
diberikan setelah usia 2 bulan, disarankan tes Mantoux (tuberkulin) dahulu
untuk mengetahui apakah si bayi sudah kemasukan kuman Mycobacterium
tuberculosis atau belum. Vaksinasi dilakukan bila hasil tesnya negatif. Jika
ada penderita TB yang tinggal serumah atau sering bertandang ke rumah, segera
setelah lahir si kecil diimunisasi BCG
* Lokasi Penyuntikan:
Lengan kanan atas, sesuai
anjuran WHO. Meski ada juga petugas medis yang melakukan penyuntikan di paha.
* Efek Samping:
Umumnya tidak ada. Namun
pada beberapa anak timbul pembengkakan kelenjar getah bening di ketiak atau
leher bagian bawah (atau di selangkangan bila penyuntikan dilakukan di paha).
Biasanya akan sembuh sendiri.
* Tanda Keberhasilan:
Muncul bisul kecil dan
bernanah di daerah bekas suntikan setelah 4-6 minggu. Tidak menimbulkan nyeri
dan tak diiringi panas. Bisul akan sembuh sendiri dan meninggalkan luka parut.
Jikapun bisul tak muncul,
tak usah cemas. Bisa saja dikarenakan cara penyuntikan yang salah, mengingat
cara menyuntikkannya perlu keahlian khusus karena vaksin harus masuk ke dalam
kulit. Apalagi bila dilakukan di paha, proses menyuntikkannya lebih sulit
karena lapisan lemak di bawah kulit paha umumnya lebih tebal.
Jadi, meski bisul tak
muncul, antibodi tetap terbentuk, hanya saja dalam kadar rendah. Imunisasi pun
tak perlu diulang, karena di daerah endemis TB, infeksi alamiah akan selalu
ada. Dengan kata lain, anak akan mendapat vaksinasi alamiah.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada
anak yang berpenyakit TB atau menunjukkan Mantoux positif.
b. Imunisasi Hepatitis B
Lebih dari 100 negara
memasukkan vaksinasi ini dalam program nasionalnya. Apalagi Indonesia yang
termasuk negara endemis tinggi penyakit hepatitis. Jika menyerang anak,
penyakit yang disebabkan virus ini sulit disembuhkan. Bila sejak lahir telah
terinfeksi virus hepatitis B (VHB), dapat menyebabkan kelainan-kelainan yang
dibawanya terus hingga dewasa. Sangat mungkin terjadi sirosis atau pengerutan
hati (kerusakan sel hati yang berat). Bahkan yang lebih buruk bisa
mengakibatkan kanker hati.
Banyak jalan masuknya VHB ke
tubuh si kecil. Yang potensial melalui jalan lahir. Bisa sejak dalam kandungan
sudah tertular dari ibu yang mengidap hepatitis B atau saat proses kelahiran.
Cara lain melalui kontak dengan darah penderita, semisal transfusi darah.
Bisa juga melalui alat-alat
medis yang sebelumnya telah terkontaminasi darah dari penderita hepatitis B,
seperti jarum suntik yang tidak steril atau peralatan yang ada di klinik gigi.
Bahkan juga lewat sikat gigi atau sisir rambut yang digunakan antaranggota
keluarga.
Malangnya, tak ada gejala
khas yang tampak secara kasat mata. Bahkan oleh dokter sekalipun. Fungsi hati
kadang tak terganggu meski sudah mengalami sirosis.
Tidak cuma itu. Anak juga
terlihat sehat, nafsu makannya baik, berat tubuhnya pun naik dengan bagus pula.
Penyakitnya baru ketahuan setelah dilakukan pemeriksaan darah. Gejala baru
tampak begitu hati si penderita tak mampu lagi mempertahankan metabolisme
tubuhnya.
Upaya pencegahan adalah
langkah terbaik. Jika ada salah satu anggota keluarga dicurigai kena VHB,
biasanya dilakukan screening terhadap anak-anaknya untuk mengetahui apakah
membawa virus atau tidak. Pemeriksaan harus dilakukan kendati anak tak
menunjukkan gejala sakit apa pun. Selain itu, imunisasi merupakan langkah
efektif untuk mencegah masuknya VHB.
* Jumlah Pemberian:
Sebanyak 3 kali, dengan
interval 1 bulan antara suntikan pertama dan kedua, kemudian 5 bulan antara
suntikan kedua dan ketiga.
* Usia Pemberian:
Sekurang-kurangnya 12 jam
setelah lahir. Dengan syarat, kondisi bayi stabil, tak ada gangguan pada
paru-paru dan jantung. Dilanjutkan pada usia 1 bulan, dan usia antara 3-6
bulan. Khusus bayi yang lahir dari ibu pengidap VHB, selain imunisasi yang
dilakukan kurang dari 12 jam setelah lahir, juga diberikan imunisasi tambahan
dengan imunoglobulin antihepatitis B dalam waktu sebelum berusia 24 jam.
* Lokasi Penyuntikan:
Pada anak di lengan dengan
cara intramuskuler. Sedangkan pada bayi di paha lewat anterolateral (antero =
otot-otot di bagian depan; lateral = otot bagian luar). Penyuntikan di bokong
tak dianjurkan karena bisa mengurangi efektivitas vaksin.
* Efek Samping:
Umumnya tak terjadi. Jikapun
ada (kasusnya sangat jarang), berupa keluhan nyeri pada bekas suntikan, yang
disusul demam ringan dan pembengkakan. Namun reaksi ini akan menghilang dalam
waktu dua hari.
* Tanda Keberhasilan:
Tak ada tanda klinis yang
dapat dijadikan patokan. Namun dapat dilakukan pengukuran keberhasilan melalui
pemeriksaan darah dengan mengecek kadar hepatitis B-nya setelah anak berusia
setahun. Bila kadarnya di atas 1000, berarti daya tahannya 8 tahun; di atas
500, tahan 5 tahun; di atas 200, tahan 3 tahun. Tetapi kalau angkanya cuma 100,
maka dalam setahun akan hilang. Sementara bila angkanya nol berarti si bayi
harus disuntik ulang 3 kali lagi.
* Tingkat Kekebalan:
Cukup tinggi, antara 94-96%.
Umumnya, setelah 3 kali suntikan, lebih dari 95% bayi mengalami respons imun
yang cukup.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada
anak yang menderita sakit berat.
c. Imunisasi Polio
Belum ada pengobatan efektif
untuk membasmi polio. Penyakit yang dapat menyebabkan kelumpuhan ini,
disebabkan virus poliomyelitis yang sangat menular. Penularannya bisa lewat
makanan/minuman yang tercemar virus polio.
Bisa juga lewat percikan
ludah/air liur penderita polio yang masuk ke mulut orang sehat.Virus polio
berkembang biak dalam tenggorokan dan saluran pencernaan atau usus, lalu masuk
ke aliran darah dan akhirnya ke sumsum tulang belakang hingga bisa menyebabkan
kelumpuhan otot tangan dan kaki. Bila mengenai otot pernapasan, penderita akan
kesulitan bernapas dan bisa meninggal.
Masa inkubasi virus antara
6-10 hari. Setelah demam 2-5 hari, umumnya akan mengalami kelumpuhan mendadak
pada salah satu anggota gerak. Namun tak semua orang yang terkena virus polio
akan mengalami kelumpuhan, tergantung keganasan virus polio yang menyerang dan
daya tahan tubuh si anak. Nah, imunisasi polio akan memberikan kekebalan
terhadap serangan virus polio.
* Jumlah Pemberian:
Bisa lebih dari jadwal yang
telah ditentukan, mengingat adanya imunisasi polio massal. Namun jumlah yang
berlebihan ini tak akan berdampak buruk. Ingat, tak ada istilah overdosis dalam
imunisasi!
* Usia Pemberian:
Saat lahir (0 bulan), dan
berikutnya di usia 2, 4, 6 bulan. Dilanjutkan pada usia 18 bulan dan 5 tahun.
Kecuali saat lahir, pemberian vaksin polio selalu dibarengi dengan vaksin DTP.
* Cara Pemberian:
Bisa lewat suntikan (Inactivated
Poliomyelitis Vaccine/IPV), atau lewat mulut (Oral Poliomyelitis Vaccine/OPV).
Di tanah air, yang digunakan adalah OPV.
* Efek Samping:
Hampir tak ada. Hanya
sebagian kecil saja yang mengalami pusing, diare ringan, dan sakit otot.
Kasusnya pun sangat jarang.
* Tingkat Kekebalan:
Dapat mencekal hingga 90%.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan pada
anak yang menderita penyakit akut atau demam tinggi (di atas 380C); muntah atau
diare; penyakit kanker atau keganasan; HIV/AIDS; sedang menjalani pengobatan
steroid dan pengobatan radiasi umum; serta anak dengan mekanisme kekebalan
terganggu.
d. Imunisasi DTP
Dengan pemberian imunisasi
DTP, diharapkan penyakit difteri, tetanus, dan pertusis, menyingkir jauh dari
tubuh si kecil. Kekebalan segera muncul seusai diimunisasi.
* Usia & Jumlah
Pemberian:
Sebanyak 5 kali; 3 kali di
usia bayi (2, 4, 6 bulan), 1 kali di usia 18 bulan, dan 1 kali di usia 5 tahun.
Selanjutnya di usia 12 tahun, diberikan imunisasi TT
* Efek Samping:
Umumnya muncul demam yang
dapat diatasi dengan obat penurun panas. Jika demamnya tinggi dan tak kunjung
reda setelah 2 hari, segera bawa si kecil ke dokter. Namun jika demam tak
muncul, bukan berarti imunisasinya gagal, bisa saja karena kualitas vaksinnya
jelek, misal.
Untuk anak yang memiliki
riwayat kejang demam, imunisasi DTP tetap aman. Kejang demam tak membahayakan,
karena si kecil mengalami kejang hanya ketika demam dan tak akan mengalami
kejang lagi setelah demamnya hilang. Jikapun orangtua tetap khawatir, si kecil
dapat diberikan vaksin DTP asesular yang tak menimbulkan demam. Kalaupun
terjadi demam, umumnya sangat ringan, hanya sekadar sumeng.
* Indikasi Kontra:
Tak dapat diberikan kepada
mereka yang kejangnya disebabkan suatu penyakit seperti epilepsi, menderita
kelainan saraf yang betul-betul berat atau habis dirawat karena infeksi otak,
dan yang alergi terhadap DTP. Mereka hanya boleh menerima vaksin DT tanpa P
karena antigen P inilah yang menyebabkan panas.
Penyakit
DTP yang BERBAHAYA
1. Difteri
Penyakit yang disebabkan kuman Corynebacterium diphtheriae ini, gejalanya
mirip radang tenggorokan, yaitu batuk, suara serak, dan tenggorokan sakit.
Namun, difteri tak disertai panas sebagaimana yang terjadi pada radang
tenggorokan. Gejala lain difteri adalah kesulitan bernapas (leher seperti
tercekik dan napas berbunyi), sehingga wajah dan tubuh membiru, serta adanya
lapisan putih pada lidah dan bibir.
Bakteri
penyebab difteri ditularkan saat batuk, bersin, atau kala berbicara. Masa
inkubasinya 1-6 hari. Penderita harus mendapatkan perawatan di rumah sakit
dalam waktu cukup lama, sekitar 2-3 minggu, dan baru boleh pulang setelah
penyakitnya benar-benar hilang 100%. Soalnya, difteri bisa kambuh lagi kalau
belum betul-betul sembuh.
2. Tetanus
Disebabkan oleh bakteri Clostridium Tetani, penyakit ini berisiko
menyebabkan kematian. Infeksi tetanus bisa terjadi karena luka, sekecil apa pun
luka itu. Tetanus rawan menyerang bayi baru lahir, biasanya karena tindakan
atau perawatan yang tidak steril.
Gejala-gejala
yang tampak antara lain kejang otot rahang, rasa sakit dan kaku di leher, bahu
atau punggung. Kejang-kejang secara cepat merambat ke otot perut, lengan atas
dan paha. Pengobatan dilakukan dengan pemberian antibiotik untuk mematikan
kuman, antikejang untuk merilekskan otot-otot, dan antitetanus untuk
menetralisir toksinnya.
3.
Pertusis
Disebut juga kinghoest, batuk rejan, atau batuk 100 hari lantaran
batuknya memang berlangsung lama, bisa sampai 3 bulan. Penyakit ini mudah
sekali menular melalui udara yang mengandung bakteri Bordetella pertussis. Masa
inkubasinya 6-20 hari.
Gejala
awalnya seperti flu biasa, yaitu demam ringan, batuk, dan pilek, yang
berlangsung selama 1-2 minggu. Kemudian, gejala batuknya mulai nyata dan kuat,
batuk panjang secara terus-menerus yang berbeda dengan batuk biasa. Tak jarang,
karena kuatnya batuk ini, anak bisa sampai menungging-nungging, muntah-muntah,
mata merah, berair, dan napasnya susah. Gejalanya sangat berat. Bahkan beberapa
penderita bisa mengalami perdarahan. Setelah 2-4 minggu berlalu, batuk mulai berkurang
dan kondisi anak mulai pulih.
Penderita
akan diberi obat antibiotik untuk mematikan kuman, dan obat untuk
mengurangi/menghentikan batuknya. Istirahat yang cukup, banyak minum, dan
konsumsi makanan bergizi akan membantu mempercepat kesembuhan.
3.
Mengapa bayi demam setelah
menjalani imunisasi?
Menurut Ketua Satgas Imunisasi Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI),
Prof. DR. dr. Sri Rezeki Hadinegoro.demam usai vaksin tak seharusnya
dikhawatirkan para orang tua.
"Justru
yang harus dikhawatirkan akibat jika tidak vaksin. Serangan Haemophillis
influenza tipe B (HiB) misalnya, bisa mengakibatkan pneumonia, meningitis,
hingga kecacatan," ujar Sri.
Demam usai vaksin, kata Sri, disebabkan oleh reaksi tubuh terhadap toksin
kuman yang sudah dilemahkan yang masuk ke dalam tubuh. Sri mencontohkan vaksin
DPT yang kerap menyebabkan demam. "Vaksin DPT 40 persen menyebabkan demam.
Hal ini dikarenakan adanya toksin dari vaksin pertusis. Orangtua bisa memilih
vaksin yang tidak menimbulkan demam," kata Sri.
Lebih jauh Sri menjelaskan, vaksin DPT terdiri atas dua jenis. Vaksin DPT
whole cell dengan huruf W kecil di atas huruf P, menandakan vaksin tersebut
menyebabkan demam. Hal ini dikarenakan seluruh sel kumam dimasukkan dalam
vaksin, termasuk toksinnya.
Jenis
vaksin kedua adalah DPT dengan huruf A kecil di atas huruf P. Huruf A merupakan
kepanjangan aseluler. Artinya, kandungan toksin sudah tidak ada sehingga anak
terbebas dari demam.
Terlepas dari jenis vaksinnya, Sri mengatakan orangtua tidak perlu
khawatir. "Yang penting pastikan anak sehat sebelum vaksin. Namun orangtua
perlu khawatir bila sebelum vaksin anak sempat kejang," kata Sri.
Untuk
menentukan kondisi anak, Sri menyarankan orangtua untuk berkonsultasi terlebih
dulu dengan dokter. Sri juga menyarankan orangtua menyediakan penurun demam
seperti parasetamol dalam lemari obatnya. Namun bila demam tidak juga turun
setelah 2-3 hari, sebaiknya segera dibawa ke dokter.
4. Pada kondisi apakah imunisasi dapat ditunda/tidak dilakukan?
Indikasi
kontra imunisasi.
Pada dasarnya, sedikit sekali kondisi yang menyebabkan imunisasi harus
ditunda.
Pilek, batuk, suhu sedikit meningkat, bukan halangan untuk
imunisasi.
Beberapa kondisi di bawah ini BUKAN HALANGAN UNTUK MELAKUKAN IMUNISASI:
- Gangguan
saluran napas atas atau gangguan saluran cerna ringan
- Riwayat
efek samping imunisasi dalam keluarga.
- Riwayat
kejang dalam keluarga.
- Riwayat
kejang demam
- Riwayat
penyakit infeksi terdahulu
- Kontak
dengan penderita suatu penyakit infeksi
- Kelainan
saraf menetap seperti palsi serebral, sindrom Down
- Eksim
dan kelainan lokal di kulit
- Penyakit
kronis (jantung, paru, penyakit metabolik)
- Terapi
antibiotika; terapi steroid topikal (terapi lokal, kulit,
mata)
- Riwayat
kuning pada masa neonatus atau beberapa hari setelah lahir
- Berat
lahir rendah
- Ibu si
anak sedang hamil
- Usia
anak melebihi usia rekomendasi imunisasi
Kondisi
dimana imunisasi tidak dapat diberikan atau imunisasi boleh ditunda:
- Sakit
berat dan akut; Demam tinggi;
- Reaksi
alergi yang berat atau reaksi anafilaktik;
- Bila
anak menderita gangguan sistem imun berat (sedang menjalani
terapi
steroid jangka lama, HIV) tidak boleh diberi vaksin hidup
(polio
oral,MMR, BCG, cacar air).
- Alergi
terhadap telur, hindari imunisasi influenza.
5. Macam-Macam Imunitas
1.
Imunitas Pasif
Imunitas
pasif ini ada dua macam yaitu (a) imunitas pasif bawaan yang dibawa oleh bayi
baru lahir (neonitas) sampai bayi berumur 5 bulan. Neonatus mendapatkan
imunitas dari ibu sewaktu di dalam kandungan, yaitu berupa zat anti (antibodi)
yang melalui jalan darah menembus plasenta. (b) imunitas pasif didapat yaitu
kekebalan/ zat anti yang didapatkan oleh anak dari luar dan hanya berlangsung
pendek, yaitu 2-3 minggu karena zat anti seperti ini akan dikeluarkan lagi dari
tubuh anak.
2.
Imunitas aktif
Imunitas
aktif ini dibagi menjadi dua:
(a)
didapat secara alami (naturally aquared) yaitu kekebalan yang didapatkan
setelah seseorang mendapatkan suatu penyakit. Sebagai contoh adalah kekebalan
terhadap cacar air setelah terlebih dulu terkena penyakit cacar air. Anak-anak
di negara berkembang tanpa imunisasi yang teratur dan menyeluruh akan terkena
infeksi berbentuk silent abortive yang menyebabkan sebagian anak menderita
sakit yang ringan, kemudian sembuh dengan sendirinya dan imun. Hanya anak dalam
keadaan tertentu menjadi sakit berat.
(b)
sengaja didapat (artificially induced)
Cara
pemberian imunitas ini terdiri dari tiga macam antigen:
(1) Live
attenuated bacteria or virus
Yang
dipakai ialah kuman yang masih hidup namun telah dijinakkan (attenuated),
sehinggaga tidak dapat menyebabkan penyakit melainkan masih dapat mengakibatkan
imunitas, misalnya smallpox (cacar air), bacillus calmette guarin (BCG), polio
Sabin, Campak dan pada waktu di luar negeri juga telah ada vaksin meningitis,
encephalitis, trakoma dll.
(2) Killed
bacteria or virus
Misalnya
kolera, tifus abdominalis, paratifus, pertusis, dan polio salk.
(3)
Toksoid
Yang
dipakai adalah toksin yang telah diolah sedemikian rupa, misalnya dengan formal
dan kemudian diabsorbsi dengan alumunium sehingga biasanya dianamakan formol
toxoid/alum precipitated. Artinya absorbs dengan alumunium ialah agar dapat
merupakan depot berlangsung sedikit demi sedikit dalam jangka waktu lama, oleh
karena itu lebih efektif dan dapat menghasilkan kuantitas zat anti yang lebih besar.
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar