Skenario
1 Tutorial Blok 9 : antara Diare dan GERD
Author
: Didit
Skenario
besok dalam bentuk video (movie), kalau dilihat dari keterangan PJ Blok saat
kuliah Introduction 9th Block hari
sabtu kemaren, tutorial pertama yang seharusnya tentang dispepsia dijadikan sebagai skenario english, jadi skenario pertama
kita kalau diperkirakan yaitu tentang D.I.A.R.E., dalam modul harusnya
skenario 2 (lihat modul blok 9 hal. 9). Tapi, tahun lalu skenario 2 (movie) itu
tentang GERD (Gastroesofageal Reflux
Disease), cari amane wae bro ayo ngebahas diare
dan GERD, tapi secara garis besare wae yo booos! Nek meh golet Dispepsia
yo rapopo sih
DIARE
Definisi
Diare = buang air
besar (defekasi) dengan tinja berbentuk (atau setengah berbentuk) cair dengan
kandungan air lebih dari 200ml/24 jam atau tinja sebanyak 200gr atau lebih/24
jam. Bisa juga dikatakan diare merupakan
buang air besar encer lebih dari 3x/hari, buang air tersebut bisa disertai
lendir atau bahkan darah (biasanya pada diare akut).
Klasifikasi
Diare dapat
diklasifikasikan berdasarkan lama waktu
diare (akut dan kronik), diare akut
berlangsung kurang dari 15 hari, diare
kronik lebih dari 15 hari., bisa juga diklasifikasikan dari mekanisme patologisnya (osmotik dan
sekretorik), berat ringannya diare (diare
kecil atau diare besar), penyebabnya
; diare karena infeksi atau non-infeksi, bisa juga karena penyebab organik atau fungsional (dari makanan atau dari kelainan
sistem pencernaan).
Etiologi
Diare bisa
disebabkan oleh banyak hal seperti infeksi
(misal; bakteri [ex: e.coli, salmonella], virus [ex: rotavirus], parasit
[protozoa]), kalau menurut WGO (World
Gastroenterology Organisation) meliputi juga karena non-infeksi.
Faktor
resiko
o
Orang yang bepergian (terutama ke daerah
tropis), seperti kemah, melancong, orang yang sukarelawan ke tempat pengungsian
(misal lho ini);
o
Makanan atau keadaan makanan yang tidak biasa
; misalnya makanan setengah matang, fast food, dst;
o
Pekerja seks, homoseksual (gay bowel
syndrome), pengguna obat intravena, dst;
o
Orang yang baru saja menggunakan obat anti
mikroba pada suatu institusi (rumah sakit misalnya).
Patomekanisme/Patofisiologi
Diare dapat
disebabkan oleh satu atau banyak patofisiologi, misal karena osmolaritas intraluminal yang meninggi
(diare osmotik), sekresi cairan dan
elektrolit meninggi (diare sekretorik), inflamasi dinding usus (diare inflamatorik), infeksi dinding usus (diare infeksi), dst.
Diare osmosik disebabkan
meningkatnya tekanan osmotik intralumen dari usus halus, biasanya disebabkan
obat-obatan atau zat kimia yang hiperosmotik. Diare sekretorik disebabkan oleh meningkatnya sekresi air dan
elektrolit dari usus tapi absorpsi menurun, gejala khasnya biasanya volume
tinja banyak sekali (walaupun puasa makan dan minum tetap banyak tinjanya),
penyebabnya karena efek enterotoksin pada infeksi e. Coli dan vibrio cholerae.
Diare air merupakan
gejala tipikal dari organisme yang menginvasi epitel usus dengan inflamasi
minimal, seperti virus enterik. Beberapa organisme seperti campylobacter menghasilkan enterotoksin dan menginvasi mukosa usus
sehingga menyebabkan diare air diikuti diare berdarah dalam beberapa jam atau
hari.
Dehidrasi dapat
timbul jika diare berat dan asupan oral terbatas karena nausea dan muntah,
terutama pada anak kecil dan lansia. Dehidrasi bermanifestasi sebagai rasa haus
yang meningkat, berkurangnya buang air kecil dengan warna urin gelap, tidak
mampu berkeringat dan perubahan ortostatik. Dalam keadaan berat dapat mengarah
ke gagal ginjal akut dan perubahan status jiwa seperti kebingungan dan pusing
kepala.
Pemeriksaan
fisik
Kelainan-kelainan
yang ditemukan pada pemeriksaan fisik sangat berguna dalam menentukan beratnya
diare daripada menentukan penyebabnya diare. Status volume dinilai dengan
memperhatikan perubahan ortostatik pada tekanan darah dan nadi, temperatur
tubuh dan tanda toksisitas. Pemeriksaan abdomen yang seksama merupakan hal yang
penting. Adanya dan kualitas bunyi usus dan adanya atau tidak adanya distensi
abdomen dan nyeri tekan merupakan ‘clue’ dari penentuan etiologi.
Pemeriksaan
penunjang
Biasanya
untuk diare yang mengalami dehidrasi atau toksisitas berat dan berlangsung
beberapa hari.
Pemeriksaannya
meliputi pemeriksaan darah tepi lengkap, pemeriksaan kadar elektrolit serum,
ureum dan kreatinin, pemeriksaan tinja dan pemeriksaan ELISA, test serologic
amebiasis dan foto x-ray abdomen, rektoskopi sigmoidoskopi dan pemeriksaan
biopsi mukosa.
Penatalaksanaan
Rehidrasi; bila
pasien dalam keadaan umum baik atau tidak dehidrasi, asupan air yang adekwat
bisa dari minuman ringan, sari buah, sup dan keripik asin, bila pasien
kekurangan banyak cairan atau dehidrasi, beri penatalaksanaan yang agresif
seperti cairan intravena atau rehidrasi oral dengan cairan isotonik mengandung
elektrolit dan gula. Cairan oral lebih murah daripada intravena, cairan oral
meliputi oralit, dst, cairan intravena (infus) meliputi ringer laktat, dst.
Cairan diberikan 50-200 ml/kgBB/24 jam tergantung kebutuhan dan status hidrasi.
Untuk
memberikan rehidrasi pada pasien perlu dinilai dulu derajat dehidrasi.
Dehidrasi terdiri dari ringan (kekurangan cairan 2-5% dari BB), sedang
(kekurangan cairan 5-8% dari BB), berat (kekurangan cairan 8-10% dari BB).
Cairan rehidrasi dapat diberikan melalui oral, enteral melalui selang
nasogastrik atau intravena.
Diet; pasien
diare tidak dianjurkan berpuasa (kecuali jika muntah hebat), pasien justru
dianjurkan minum minuman sari buah, teh dan minuman tidak bergas lainnya, makan
makanan yang mudah dicerna seperti pisang, nasi, sup dst. Susu sapi, minuman
berkafein dan alkohol harus dihindari.
Obat anti-diare; mengurangi
gejala, seperti derifat opioid (loperamide, dst), obat yang mengeraskan tinja,
seperti atapulgite, dst, dan obat anti sekretorik seperti hidrasec, dst.
Obat antimikroba; misalnya
kuinolon (misal siprofloksasin), alternatif lain seperti kotrimoksazol (misal
trimetroprim).
GERD
atau Gastroesofageal Reflux Disease
Definisi
Gastroesofageal
Reflux Disease (GERD) merupakan suatu keadaan patologis sebagai
akibat reflux (aliran balik) kandungan lambung ke esofagus, dengan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, faring, laring dan saluran
nafas. Reflux kandungan lambung ke dalam esofagus ini dapat menimbulkan banyak
gejala di esofagus maupun ekstra-esofagus seperti striktur, barrett’s esophagus
maupun adenokarsinoma pada kardia dan esofagus.
Etiologi
dan Patogenesis
GERD
bersifat multifaktorial. Esofagitis dapat terjadi sebagai akibat dari reflux gastroesofageal
apabila terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esofagus, serta terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa
esofagus, walaupun waktu kontak antara bahan refluksat dengan esofagus tidak
cukup lama.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan
tinggi yang dihasilkan oleh kontraksi lower esofageal sphincter (LES). Pada
individual normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya
aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd pada saat
sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esofagus melalui LES terjadi
apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg).
Refluks
gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :1. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak
adekwat, 2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan, 3. Meningkatnya tekanan intra abdomen.
Dengan
demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD menyangkut
keseimbangan antara faktor defensif dari esofagus dan faktor ofensif dari bahan
refluksat. Yang termasuk faktor defensif
esofagus meliputi : 1. Pemisah refluks (menurunkan tonus LES, penyebabnya bisa
adanya hiatus hernia, panjang pendeknya LES, faktor obat-obatan, dan hormonal),
2. Bersihan asam dari lumen esofagus (faktornya gravitasi, peristaltik, eksresi
air liur dan bikarbonat), 3. Ketahanan epitalia esofagus (mekanisme ketahanan
epitelia esofagus terdiri dari membran sel, batas intraseluler, aliran darah
esofagus , dan sel-sel esofagus).
Faktor ofensif dari bahan
refluksat tergantung pada bahan yang dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa
esofagus makin meningkat pada PH <2, atau adanya pepsin atau garam empedu.
Namun dari kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah
asam.
Faktor-faktor lain yang turut
berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang
meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, seperti dilatasi lambung atau
obstruksi gastric outlet dan delayed gastric emptying.
Manifestasi
Klinik
Gejala klinik yang khas
dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau retrosternal bagian
bawah. Rasa nyeri biasanya dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heart-burn),
kadang bercampur dengan gejala disfagia (sulit menelan), mual atau regurgitasi
dan rasa pahit dilidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan
heart-burn ternyata tidak berkorelasi dengan temuan endoskopik. Disfagia
mungkin disebabkan striktur atau keganasan yang berkembang dari barrett’s
esofagus.
Gejala GERD
biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi episode akut atau
keadaan yang bersifat mengancam nyawa. Oleh sebab itu, umumnya pasien dengan
GERD memerlukan penatalaksanaan secara medik.
Diagnosis
Disamping anamnesis dan pemeriksaan fisik yang seksama, beberapa pemeriksaan penunjang juga harus dilakukan untuk menegakkan
diagnosis, seperti pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas (termasuk
pemeriksaan histopatologi), pemeriksaan esofagografi dengan barium, pemantauan
pH 24 jam, Tes bernstein, manometri esofagus, sintigrafi gastroesofageal, dan
PPI test.
Penatalaksanaan
Walaupun
keadaan ini jarang sebagai penyebab kematian, mengingat kemungkinan timbulnya
komplikasi jangka panjang berupa ulserasi, striktur esofagus ataupun esofagus
barrett’s yang merupakan keadaan premalighna, maka seyogyanya penyakit ini
mendapat penatalaksanaan yang adekwat.
Pada
prinsipnya penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya hidup, terapi
medikamentosa, tyerapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan terapi
endoskopik.
Target penataaksanaan GERD meliputi :
1. Menyembuhkan lesi esofagus, 2. Menghilangkan gejala/keluhan, 3. Mencegah
kekambuhan, 4. Memperbaiki kualitas hidup, 5. Mencegah timbulnya komplikasi.
Author
: Didit
Referensi
: IPD edisi V
Tidak ada komentar:
Posting Komentar