Kamis, 28 Mei 2015

Skenario 5 Blok 12


Skenario 5 Blok 12
Author : Fauzan Kurniawan

Tinnitus

  1. ETIOLOGI

Penyebab tinnitus sebenarnya masih belum dapat dipastikan. Tinnitus dapat disebabkan oleh adanya penurunan kemampuan pendengaran, antara lain: presbiacusis,penurunan pendengaran yang diakibatkan oleh suara (noise induced hearing loss ), Meniere’s syndrome, atau neuroma akustik (Wadddell, 2004).

Pendekatan untuk mempelajari etiologi tinnitus dapat dilakukan dengan membedakan tinnitus menjadi 2 kelompok besar yaitu tinnitus obyektif dan tinnitus subyektif.

Tinnitus obyektif adalah jika suara yang didengar oleh penderita dapat didengar pula oleh pemeriksa, sedangkan pada tinnitus subyektif suara hanya terdengar oleh penderita
saja (Lockwood et.al., 2002).

Subyektif tinnitus juga dapat disebabkan oleh beberapa keadaan. Tinnitus subyektif bias disebabkan oleh karena berasal dari gangguan telinga (otologic), karena efek dari medikasi ataupun obat-obatan (Ototoxic), gangguan neurologist, gangguan metabolisme, ataupun dikarenakan oleh depresi psikogenik. Sedangkan tinnitus obyektif dapat disebabkan oleh karena adanya gangguan vaskularisasi, gangguan neurologis.

Etiologi tinnitus subyektif antara lain adalah : presbiakusis, paparan suara bising yang lama, trauma akustik yaitu terpapar suara dengan intensitas tinggi sewaktu, otosklerosis yaitu terjadinya proses pengapuran pada tulang pendengaran di telinga tengah ataupun pengapuran pada cochlea, infeksi, autoimun, ataupun predisposisi genetic, dan juga trauma pada kepala ataupun leher (Folmer et.al., 2004).

Sedangkan tinnitus obyektif merupakan tinnitus yang sangat jarang ditemui (Crummer & Hassan, 2004). Berdasar klasifikasi etiologi tinnitus obyektif oleh Lockwood et. al., (2002), maka tinnitus obyektif dibagi menjadi dua (2) sub bagian yaitu pulsatil dan non pulsatil.

Pulsatile Tinnitus :
- Neoplasma pada umumnya pada vaskular
- Glomus tumors atau paragangliomas (chemodectoma, paragangliomas)
- Glomus tympanicum, glomus jugulare, glomus jugulotympanicum
- Hemangioma
- Hemangioma N VII, cavernous hemangioma
- Neoplasma Vaskular lainya
- Meningioma, adenoma
- Lesi Vaskular
- Lesi arteri akibat perlukaan
- Atherosclerotic plaque (carotid atau intracranial)
- Vaskular malformations (intracranial, dural; dapat berupa sekuel dari trauma)
- Aneurysma

Nonpulsatile Tinnitus :
- Palatal myoclonus
- Spasm, fasciculations, or fibrillations dari m. tensor tympani atau m. stapedius
- emisi otoakustik spontan
- Patulous eustachian tube

Tinnitus obyektif type pulsatil merupakan tinnitus obyektif yang sering ditemukan. Tinnitus pulsatil pada umunya diakibatkan oleh adanya turbulensi aliran darah arteri (percabangan arteri carotis interna) ataupun adanya aliran darah yang sangat cepat pada pembuluh darah lain di sekitar organ pendengaran. Kelainan aliran darah tersebut akan menyebabkan hantaran gelombang melalui tulang ataupun didnding pembuluh darah yang terhubung kepada cochlea, dan menghasilkan interpretasi suara.

Sedangkan tinnitus obyektif tipe non-pulsatil merupakan tinnitus obyektif yang paling jarang ditemukan. Major cause dari tinnitus non-pulsatil adalah adanya palatal myoclonus yang diakibatkan adanya kontraksi ritmik pada palatum mole atau soft palatal (Lockwood et. al., 2002).

  1. PATOFISIOLOGI

B.1. Tinnitus Subyektif
Penyakit atau gangguan pada telinga merupakan sebab yang paling banyak sebagai etiologi tinnitus subyektif, yang kemudian disebut sebagai otologic disorder atau gangguan otologik. Sebagian besar tinnitus sebyektif disebabkan oleh hilangnya kemampuan pendengaran (hearing loss ), baik sensorineural ataupun konduktif. Gangguan pendengaran yang paling sering menyebabkan tinnitus subyektif adalah NIHL (noise induced hearing loss ) karena adanya sumber suara eksternal yang terlalu kuat impedansinya (Crummer & Hassan, 2004).

Sumber suara yang terlalu keras dapat menyebabkan tinnitus subyektif dikarenakan oleh impedansi yang terlalu kuat. Suara dengan impedansi diatas 85 dB akan membuat stereosilia pada organon corti terdefleksi secara lebih kuat atau sudutnya menjadi lebih tajam, hal ini akan direspon oleh pusat pendengaran dengan suara berdenging, jika sumber suara tersebut berhenti maka stereosilia akan mengalami pemulihan ke posisi semula dalam beberapa menit atau beberapa jam. Namun jika impedansi terlalu tinggi atau suara yang didengar berulang-ulang ( continous exposure) maka akan mengakibatkan kerusakan sel rambut dan stereosilia, yang kemudian akan mengakibatkan ketulian (hearing loss ) ataupun tinnitus kronis dikarenakan oleh adanya hiperpolaritas dan hiperaktivitas sel rambut yang berakibat adanya impuls terus-menerus kepa ganglion saraf pendengaran (Folmer et. al., 2004).

Meniere’s syndrome dengan adanya keadaan hidrops pada labirintus membranaseous dikaranakan cairan endolimphe yang berlebih, tinnitus yang terjadi pada penyakit ini ditandai dengan adanya episode tinnitus berdenging dan tinnitus suara bergemuruh (Crummer & Hassan, 2004). Neoplasma berupa acoustic neuroma juga dapat menyebabkan terjadinya tinnitus subyektif. Neoplasma ini berasal dari sel schwann yang tumbuh dan menyelimuti percabangan NC VIII (Nervus Oktavus) yaitu n. vestibularis sehingga terjadi kerusakan sel-sel saraf bahkan demyelinasi pada saraf tersebut Crummer & Hassan, 2004).

Tinnitus yang diakibatkan oleh obat-obatan digolongkan dalam tinnitus ototoksik. Ototoksisitas yang terjadi akibat dari penggunaan obat-obatan tertentu sebagaimana telah dibahas sebelumnya akan mempengaruhi sel-sel rambut pada organon corti, NC VIII, ataupun saraf-saraf penghubung antara cochlea dengan system nervosa central (Crummer & Hassan, 2004).

Gangguan neurologis ataupun trauma leher dan kepala juga dapat menyebabkan adanya tinnitus subyektif, namun demikian patofisiologi ataupun mekanisme terjadinya tinnitus karena hal ini belum jelas (Crummer & Hassan, 2004).

Penelitian-penelitian yang dilakukan didapatkan karakteristik penderita tinnitus obyektif yang memiliki gangguan metabolisme antara lain menderita hypothyroidism, hyperthyroidism, anemia, avitaminosa B12, atau defisiensi Zinc (Zn). Disamping itu penderita tinnitus rata-rata menunjukkan perubahan sikap dan gangguan psikologis walaupun sebetulnya depresi merupakan salah satu etiologi dari tinnitus subyektif (psikogenik). Gangguan tidur, deperesi, dan gangguan konsentrasi lebih banyak ditemukan pada penderita tinnitus subyektif dibandingkan dengan yang tidak mengalami gangguan psikologis (Crummer & Hassan, 2004).

B.2. Tinnitus Obyektif
Tinnitus obyektif banyak disebabkan oleh adanya abonormalitas vascular yang mengenai fistula arteriovenosa congenital, shunt arteriovenosa, glomus jugularis, aliran darah yang terlalu cepat pada arteri carotis (high-riding carotid) stapedial artery persisten, kompresi saraf-saraf pendengaran oleh arteri, ataupun dikarenakan oleh adanya kelainan mekanis seperti adanya palatal myoclonus, gangguan temporo mandibular joint, kekauan muscullus stapedius pada telinga tengah (Folmer et. al., 2004).

Kelainan pada tuba auditiva (patulous Eustachian tube ) akan menyebabkan terdengarnya suara bergemuruh terutama pada saat bernafas karena kelainan muara tuba pada nasofaring. Biasanya penderita tinnitus dengan keadaan ini akan menderita penurunan berat badan, dan mendengar suaranya sendiri saat berbicara atau autophony. Tinnitus dapat hilang jika dilakukan valsava maneuver atau saat penderita tidur terlentang dengan kepala dalam keadaan bebas atau tergantung melebihi tempat tidurnya (Crummer & Hassan, 2004).

B.2.a. Pulsatile Tinnitus
Tinnitus pulsatil banyak diderita oleh pasien dengan turbulensi aliran arteri ataupun aliran darah yang cepat pada pembuluh darah. Penyakit jantung yang berhubungan dengan arteriosklerosis dan penuaan meningkatkan prevalensii tinnitus pulsatil, adanya stenosis arteri juga banyak ditemukan pada penderita dengan tinnitus jenis ini. Stenosis artery intracranial dapat menyebabkan turbulensi aliran darah pada bagian stenosis dan bagian distal dari stenosis (Gambar 12). Sementara itu stenosis arteri carotis merupakan tempat yang umum ditemukan, padahal arteri carotis tempatnya berdekatan dengan bagian proximal cochlea. Sehingga melalui tulang getarab turbulensi aliran darah mempengaruhi cochlea dan menyebabkan tinnitus obyektif. Pasien dengan thyrotoksikosis dan atrial fibrilasi juga dapat menderita tinnitus pulsatill (Lockwood et.al., 2002)..

B.2.b. Non-pulsatile Tinnitus
Tinnitus jenis ini jarang ditemukan, sementara itu tinnitus obyektif juga merupakan kasus yang jarang, sehingga dapat dikatakan bahwa kasus non-pulsatil tinnitus adalah sangat jarang ditemukan. Penyebab terjadinya tinnitus jenis ini sebagaimana telah dijelaskan pada sub-bab etiologi sebelumnya. Tinnitus jenis ini juga sering berhubungan dengan kontraksi periodik abnormal pada otot-otot faring, mulut, dan wajah bagian bawah, sehingga akan mempengaruhi kerja tuba auditiva.

C. Pendekatan Diagnosis Klinis untuk Tinnitus
Mengingat penanganan terhadap tinnitus adalah meletakkan dasar pemikiran bahwa penyakit tersebut adalah gejala dari sebuah penyakit lain yang menyebabkanya, maka dalam melakukan diagnostik digunakan pendekatan klinis, supaya dapat dibedakan tinnitus menurut etiologinya (Waddel, 2004; Lockwood et. al., 2002).

Membedakan secara garis besar jenis tinnitus yang diderita dan penilaian secara menyeluruh terhadap riwayat tinnitus serta penyakit lain merupakan suatu hal yang harus diteliti. Evaluasi terhadap keluhan tinnitus meliputi (Crummer & Hassan, 2004) :

a. Riwayat tinnitus
Evaluasi tinnitus pada pasien diawali dengan mempelajari keseluruhan riwayat tinnitus semenjak pertama kali muncul . Evaluasi tinnitus berdasar riwayat tinnitus meliputi penilaian:
i. Onset
Jika tinnitus berkembang seiring dengan penurunan kemampuan mendengar atau penderita adalah usia lanjut maka Presbiakusis bias menjadi penyebabnya.

ii. Lokasi
Tinnitus unilateral bias disebabkan oleh adanya impaksi serumen, otitis eksterna, dan otitis media. Sedangkan tinnitus unilateral denganunilateral tuli sensorikmerupakan pertanda adanya neuroma akustik.

iii. Bentuk tinnitus (Pattern)
Tinnitus terus-menerus berhubungan dengan ketulian. Tinnitus yang episodic kemungkinan Meniere’s syndrome . Tinnitus pulsatil kemungkinan berasal darikelainan vascular.

iv. Karakteristik
Tinnitus dengan suara rendah dan bergemuruh suspek Meniere’s syndrome . Sedangkan tinnitus dengan frekuensi tinggi berhubungan dengan tuli sensorik.

v. Keterhubungan dengan keluhan vertigo dan penurunan kemampuan pendengaran
Ada hubungan kuat dengan Meniere’s syndrome.

vi. Paparan obat-obatan ototoksik
Kemungkinan disebabkan oleh adanya Noise Induced atau medication-induced Hearing Loss.

vii. Perubahan keluhan dan faktor eksaserbasi
Tinnitus dengan patulous Eustachian tube mengurang dengan berbaring atau melakukan valsava maneuver.

viii. Kelainan Metabolisme
Hiperlipidemi, gangguan tiroid, defisiensi Vitamin B12 , anemia, bias menjadi penyebab tinnitus.

ix. Lainya
Signifikansi keluhan penderita terhadap kualitas hidup sehari-harinya menjadi pedoman manajemen tinnitus.

b. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan secara komprehensif pada telinga meliputi kanalis akustikus eksternus, serumen, membrane timpani, ataupun kemungkinan adanya infeksi. Auskultasi pada leher, periaurikularis, orbita dan mastoid juga harus dilakukan. Uji pendengaran menggunakan garpu tala (Weber dan Rinne) juga seharusnya dilakukan (Crummer & Hassan, 2004).

c. Pemeriksan Penunjang
Pemeriksaan menggunakan audiometri sebaiknya dilakukan, karena pada umunya keluhan tinnitus adalah keluhan subyektif penderita dengan hubungan kelainan organ pendengaran adalah sangat minimal (Crummer & Hassan, 2004).
Pendekatan diagnostik dalam langkah manajemen tinnitus berdasarkan kemungkinan penyebabnya dapat dilakukan melalui algoritma yang dibuat oleh Crummer dan Hassan (2004).

Sedangkan algoritma yang bertitik berat pada riwayat penyakit untuk mengklasifikasikan jenis keluhan tinnitus, dan langkah-langkah pemeriksaan yang diperlukan untuk melakukan evaluasi keluhan tinnitus yang diderita pasien mengikuti algoritma yang disampaikan oleh Lockwood et.al. (2002) tertera pada.

F. PENATALAKSANAAN
Di Amerika FDA ( Food and Drug Association ) hingga saat ini belum memberikan persetujuan ataupun pengesahan terhadap obat-obatan yang digunakan untuk menangani tinnitus (Lockwood et.al., 2002).
Tinnitus banyak berhubungan dengan berbagai penyakit ataupun gangguan pada organ pendengaran hingga pusat pendengaran, pada tataran inii maka tinnitus sebagai sebuah kelainan yang muncul sebagai kelainan membutuhkan beberapa penanganan khusus. Tinnitus menyebabkan adanya keluhan depresi, insomnia, ataupun kecemasan, maka penatalaksanaannya ditujukan pada terapi psikoterapi untuk mengurangi gangguan tinnitus terhadap kualitas hidupnya.

Accoustic Therapy (terapi akustik) di Amerika merupakan langkah Retraining Therapy yaitu terapi yang diformulasikan khusus secara individual sesuai riwayat penyakit pasien berupa menyarankan agar pasien mendengarkan musik yang disukainya pada saat berada di tempat sepi. Jika pasien memiliki kelainan pendengaran berupa ketulian maka penggunaan alat pendengaran akan menolong penurunan tinnitus. Hal tersebut menjadi acuan manajemen atau penatalaksanaan Tinnitus yang dapat dilakukan selama 1 bulan, 6 bulan, atau 12 bulan tergantung penyakit atau kelainan yang mendasarinya. Sedangkan sebab-sebab lain berupa abnormalitas pembuluh darah hingga adanya neoplasma pada otak yang mengakibatkan tinnitus, maka penatalaksanaannya berada pada penyakit tersebut. Namun pada tuli sensorineural yang menyebabkan tinnitus kronis merupakan penyakit yang hingga saat ini masih sangat sulit ditangani, hal ini menuntut adanya penjelasan yang mencukupi kepada penderita tinnitus kronis dengan penyebab tuli sensorineural (Folmer et.al., 2004).

Penggunaan sediaan agonis reseptor GABA dapat menunjukkan perbaikan pada penderita dengan tinnitus dalam mekanisme yang masih diteliti (Eggermont & Roberts, 2004).

Teori masking (menutupi), dengan metode noise generator (pembangkitan bunyi) yang dilakukan dengan menyalakan radio tanpa siaran (hanya desis) ataupun suara fan (kipas angina) pada saat hendak tidur sehingga tinnitus dikaburkan oleh suara dari luar dapat membuat penderita lebih baik (Folmer et.al., 2004; Crummer & Hassan, 2004; Lockwood et.al., 2002; The British Tinnitus Association, 2004).

Pada dasarnya manajemen tinnitus adalah melakukan masking pada penderita sehingga terjadi perubahan persepsi penderita terhadap keluhan tinnitusnya. Pengobatan terhadap penyakit yang menyebabkan tinnitus, ataupun factor-faktor yang menjadi etiologi tinnitus perlu dilakukan untuk mendukung penurunan keluhan tinnitus (Folmer et.al., 2004; Waddel, 2004; Lockwood et.al., 2002, Eggermont & Roberts, 2004).

Dari skenario 5 ini diduga pasien menderita tinnitus subjektif karena trauma akustik.

1 komentar:

  1. How to withdraw winnings from casinos in 2022? | DRMCD
    How do I 논산 출장샵 withdraw winnings? — How do I withdraw winnings from casinos in 2022? How do I withdraw winnings from casinos 순천 출장안마 in 2022? 안양 출장안마 How do 울산광역 출장안마 I withdraw winnings from casino in 동두천 출장마사지 2022? How do I

    BalasHapus