Kamis, 14 Mei 2015

Skenario 2 blok 8

Author : Indra dan Agni

Seorang perempuan umur 30 tahun belum menikah datang ke Rumah Sakit dengan keluhan keputihan, berbau dan tidak gatal sejak 6 bulan yang lalu. Hasil pemeriksaan fisik vagina tidak tampak adanya masa, kemerahan dan adanya erosi di portio vagina. Dokter meminta supaya dilakukan pemeriksaan lanjutan berupa pap smear dan dinyatakan sebagai radang kronis dengan dijumpai sel dysplasia sedang curiga lesi pre kanker cervix. Perempuan tersebut memiliki riwayat sering berhubungan seksual dengan banyak pasangan pada usia remaja.

     1.      PROSES PRANEOPLASTIK DIDAPAT
Keadaan klinis tertentu merupakan predisposisi terjadinya neoplasma ganas dan disebut gangguan praneoplastik. Pemberian nama ini kurang menguntungkan karena mengisyaratkan sesuatu yang tidak terhindarkan, tetapi pada kenyataannya walaupun keadaan klinis tersebut mungkin meningkatkan kemungkinan kanker pada sebagian kasus tidak terbentuk kanker. Berikut ini daftar keadaan tersebut :
a.       Replikasi sel generatif persisten (misal karsinoma sel skuamosa di tepi suatu fistula kulit kronik atau luka kulit yang tidak sembuh-sembuh, karsinoma hepatoselular pada sirosis hati)
b.      Proliferasi hiperplastik dan displastik (misal karsinoma endometrium pada hiperplasia endometrium atipikal, karsinoma bronkogenik pada mukosa bronkus displastik akibat kebiasaan merokok)
c.       Gastritis atrofik kronik (misal karsinoma lambung pada anemia pernisiosa)
d.      Kolitis ulserativa kronik (misal peningkatan insiden karsinoma kolorektum pada penyakit jangka panjang)
e.       Leukoplakia rongga mulut, vulva, atau penis (misal meningkatnya risiko karsinoma sel skuamosa)
f.       Adenoma vilosa kolon (misal tingginya risiko trans-formasi menjadi karsinoma kolorektum)
Dalam konteks ini dapat ditanyakan “Apa risiko terjadinya perubahan ganas pada suatu neoplasma jinak?” atau “Apakah tumor jinak bersifat prakanker?” secara umum jawabannya adalah tidak tetapi jelas ada pengecualiaan dan mungkin akan lebih dikatakan bahwa setiap tumor jinak berkaitan dengan tingkat risiko tertentu, berkisar dari tinggi sampai hampir tidak ada. Sebagai contoh adenoma kolon sewaktu membesar dapat mengalami trans-formasi maligna pada 50% kasus, sebaliknya trans-formasi maligna sangat jarang pada leiomioma uterus.
Sumber : Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Edisi 7
2.       BIOLOGI DAN KARAKTERISTIK NEOPLASMA JINAK DAN NEOPLASMA GANAS
KARAKTERISTIK
JINAK
GANAS
Diferensiasi/ anaplasia
Berdiferensiasi baik, struktur mungkin khas jaringan asal
Sebagian tidak memperlihatkan diferensiasi disertai anaplasia, struktur sering tidak khas
Laju pertumbuhan
Biasanya progresif dan lambat, mungkin berhenti tumbuh atau menciut, gambaran miotik jarang dan normal
Tidak terduga dan mungkin cepat atau lambat, gambaran mitotik mungkin banyak dan abnormal
Invasi lokal
Biasanya kohesif dan ekspansil, massa berbatas-tegas yang tidak menginvasi atau menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya
Invasif lokal, menginfiltrasi jaringan normal di sekitarnya, kadang-kadang mungkin tampak kohesif dan ekspansil tetapi dengan invasi mikroskopik
Metastasis
Tidak ada
Sering ditemukan, semakin besar dan semakin kurang berdiferensiasi tumor primer, semakin besar kemungkinan metastasis

Sumber : Buku Ajar Patologi Robbins Volume 1 Edisi 7
      3.      TUMOR MARKER
       Petanda tumor (tumor marker) adalah sejenis zat yang pada umumnya mengandung  protein dan  terdapat dalam cairan tubuh,  atau terdapat pada jaringan kanker penderita. Zat ini dapat dihasilkan oleh sel kanker atau sel tubuh penderita yang lain akibat rangsangan kanker. Petanda ini mencerminkan keberadaan  atau keaktifan sel kanker. Sel kanker adalah sel dengan metabolisme yang tinggi karena kecepatannya untuk berduplikasi, pertumbuhannya tidak terkontrol oleh mekanisme kontrol tubuh yang normal atau yang sudah ada. Akibatnya gen yang sebelumnya nonaktif menjadi teraktivasi, sehingga terjadi overekspresi (pengeluaran yang berlebihan) dari produk produk gen tersebut. Mekanisme pertahanan tubuh juga menyebabkan sebagian sel kanker mati atau nekrosis dan munculnya gen gen tertentu yang berfungsi menekan (mensupresi) pertumbuhan kanker serta produk produk ikutannya.
            Tujuan utama pemeriksaan laboratorium petanda tumor adalah untuk menilai produk metabolisme sel kanker, produk gen yang teraktivasi, zat yang terdegradasi dari sel kanker yang mati  atau produk reaksi tubuh terhadap sel kanker. Dari uraian asal usul zat petanda tumor tampak bahwa satu jenis tumor dapat memiliki tidak hanya satu jenis petanda tumor, dan satu jenis petanda tumor juga dapat muncul pada berbagai jenis tumor yang berbeda. Karakteristik ini membuat pemeriksaan petanda  tumor bersifat fleksibel dan bervariasi pola kombinasinya.
Berdasar sifat biokimia dan imunologisnya, zat petanda tumor biasanya dibagi menjadi :
– Antigen, enzim, hormon, zat biokimia, reaksi antibodi penderita, yang dapat terdeteksi dalam pemeriksaan serum atau darah yang bisa diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Contoh antigen adalah : AFP (Alfa-fetoprotein), CEA, CA15-3, CA 125, CA 19-9, PSA (Prostat Spesifik Antigen).  Contoh enzim misalnya Alkali Fosfatase (ALP). Contoh hormon misalnya Beta-HCG (β-human chorionic gonadotrophin).
– Gen Kanker, gen penekan kanker atau produknya yang dapat diketahui dari pemeriksaan histopatologi atau imunohistokimia oleh seorang ahli patologi.

Yang paling sering diperbincangkan petanda tumor adalah CEA. Sebagai ilustrasi CEA berguna untuk diagnosis kanker stadium menengah hingga lanjut dengan sensitifitas yang berbeda pada kanker pankreas  88-91%, kanker paru 76%, kanker usus besar 73%, kanker payudara dan indung telur 73%. CEA yang tinggi juga didapatkan pada kanker kandung kecing, leher rahim, endometrium, lambung, dll. Karena CEA meningkat secara mencolok hanya pada kanker stadium menengah dan lanjut, juga tidak terbatas pada jenis tumor tertentu , maka CEA tidak membantu dalam diagnosa dini kanker tertentu. Perubahan kadar CEA meningkat sesuai progresi kankernya. Petanda tumor CEA memberi nilai yang baik untuk prognosa dan pemantauan hasil pengobatan. Bila sebelum pengobatan CEA tinggi dan setelah pengobatan turun atau normal ,maka pengobatan itu mempunyai nilai respon yang baik. Yang juga harus dinilai adalah progres kenaikan kadar CEA, bila kadar meningkat dibanding pemeriksaan sebelumnya tentunya menunjukan bahwa sel kanker juga makin aktif dan makin berkembang. Hal ini umumnya juga berlaku untuk petanda tumor yang lain. CA 15-3 sebagai petanda tumor payudara mempunyai sensitivitas 80-87% pada stadium menengah dan lanjut, meningkat juga pada kanker indung telur, paru atau kelainan non kanker payudara. Artinya sebagai petanda tumor CA15-3 spesifitasnya relatif buruk, tetapi penting untuk penentuan prognosa dan efek terapi kanker payudara.
            www.rsonkologi.com/blog_dokter/petanda-tumor/

PENGERTIAN LAMA : Berbagai substansi yang diekskresikan oleh sel kanker kedalam cairan tubuh / diproduksi oleh sel jinak sebagai respons terhadap keganasan.
PENGERTIAN LAMA PLUS BARU : Berbagai molekul termasuk onkogen & anti onkogen serta produknya yang diekspresikan oleh sel kanker à BIOMARKER KEGANASAN (Dapat diukur kualitatif & kuantitatif)


PENGGUNAAN PENANDA TUMOR .
·         Skrening dan Deteksi Awal
·         Differential Diagnosis
·         Menentukan Prognosis
·         Meramal Residif
·         Menganalisa Respons Terapi

KLASIFIKASI PENANDA TUMOR .
·         Protein Onkofetal .
- Carcino Embrionik Antigen ( CEA ) .
- Alfa feto Protein ( AFP ) .
·         Hormon .
- HCG ,HPL , ACTH , ADH , Parathormon .
·         Enzim .
- PAP , LDH , NSE .
·         Immunoglobulin .
·         Antigen terassosiasi tumor
- CA 19-9 , CA 125 , PSA .  
Sumber : TUMOR MARKER’S USU OCW                                                              
4. Faktor resiko terjadinya kanker
Banyak faktor penyebab terjadinya kanker, baik internal maupun external. Faktor  internal terutama keberadaan gen-gen yang berperan pada siklus sel telah menjadi pusat perhatian dalam hubungannya dengan proses terjadinya pertumbuhan tumor. Dalam  ubungannya dengan pertumbuhan tumor, terdapat dua golongan gen: Pertama adalah kelompok pemicu  terjadinya tumor yang lazim disebut tumor oncogenes, seperti: gen c-myc dan gen ras; Kedua adalah kelompok penekan terjadinya tumor yang lazim disebut tumor suppressor gene, seperti: gen p53 dan gen Rb. Hingga saat ini banyak peneliti sementara menyimpulkan bahwa penyebab terjadinya kanker (50%) adalah adanya mutasi pada gen-gen tersebut (Putsztai dkk., 1996; Cotrans dkk., 1999).
Kanker serviks uteri adalah kanker yang paling sering ditemukan terutama di negara-negara berkembang dan sekaligus merupakan penyebab kematian pada perempuan di dunia pada umumnya. Di Indonesia kanker serviks uteri ini menduduki peringkat pertama diantara jenis kanker lainnya (Badan Registrasi Kanker, 1998). Studi epidemiologi mencurigai bahwa kanker serviks uteri disebabkan oleh agen saat melakukan hubungan seksual. Saat ini patogenesis terjadinya kanker serviks uteri tersebut difokuskan pada keberadaan HPV (Putsztai dkk., 1996; Schmits, 1997a,b). Protein E6 dari HPV-16 and 18 akan mengakibatkan inaktivasi gen p53 melalui mekanisme pengikatan yang disebut ubiquitin-dependent proteolytic pathway (E6AP), sehingga akan terjadi penurunan kadar protein p53 (wild type). Protein E7 (onco protein) akan mengikat gen pRb, sehingga akan berakibat sama seperti pada protein p53. Ikatan E6 dengan pRb tersebut menyebabkan tidak terikatnya gen E2F (faktor transkripsi) oleh protein-pRb, sehingga gen E2F menjadi aktif dan akan membantu c-myc untuk terjadinya replikasi DNA dan menstimuli siklus sel (Mendelshon dkk., 1995; Pusztai dkk., 1996; Dellas, 1997; Cotrans dkk., 1999).
            Kanker serviks uteri adalah kanker penyebab kematian tersering pada perempuan di negara-negara yang sedang berkembang pada umumnya. Di Indonesia data ini tidak jauh berbeda
(Badan Registrasi Kanker, 1998). Faktor resiko yang diketahui adalah hubungan seksual pada usia yang sangat muda dan pasangan yang selalu bergantiganti. Faktor resiko lainnya adalah status sosial ekonomi yang rendah, pemakaian kontrasepsi oral, merokok, paritas yang tinggi dan adanya riwayat penyakit menular seksual. Penyebab penyakit menular seksual pertama kali diduga oleh Virus herpes simpleks tipe 2, tetapi kemudian dipastikan bahwa penyebabnya adalah virus human papiloma setelah mempelajari patogenesis kanker serviks uteri dan condyloma acuminate (Schmits, 1997a,b; Cotrans dkk., 1999). Sembilan puluh persen penderita Kanker serviks uteri menunjukkan HPV-DNA positif (Borysiewicz, 1996) dan hamper 100% kasus Squamous Cell Ca. juga menunjukkan HPV-DNA positif (Hollema, 1998). HPV dapat menyebabkan verucca, papilloma dan kanker pada kulit serta mukosa manusia (Mendelshon dkk., 1995). HPV tipe 16 dan 18 dianggap paling berpotensi sebagai penyebab kelainan tersebut (Hollema, 1998).
            Klasifikasi internasional untuk kanker serviks :
Stage 0 : Intra epithelial carcinoma
Stage 1 : Carcinoma in situ
Stage 2 : Carsinoma membesar melewati serviks tetapi tidak mencapai dinding pelvis
Stage 3 : Carsinoma mencapai dinding pelvis
Stage 4 : Carsinoma menyerang organ lain.
                                    www.biodiversitas.mipa.uns.ac.id



Tidak ada komentar:

Posting Komentar