Senin, 26 Maret 2012

Sk. 1 Tutorial Blok 5


Skenario 1 Tutorial Blok 5
Tentang Shock
Author : Fino
Skenario :
Anak laki-laki gemuk, 12 tahun, dibawa ibunya ke UGD rumah sakit karena badannya lemas dan kesadarannya berkurang. Setelah tiba di rumah sakit, dia kejang-kejang. Ibunya memberitahu dokter bahwa anaknya telah dua hari menderita diare. Dia mengeluarkan cairan kekuningan lebih dari 10 kali sehari. Ibunya berusaha memberinya oralit atau makanan/minuman yang dia suka tapi dia muntah setiap makan. Baik tangan dan kakinya  pun terasa dingin dan basah.
Step 1 :
·         Gemuk : kelebihan berat badan, kelebihan lemak;
·         Lemas : terasa lunglai, lelah atau kekurangan energy karena suatu sebab;
·         Kesadaran menurun : Derajat kesadaran ada 6, yaitu kompos mentis (sadar penuh), apatis (acuh tak acuh), lethargi (lesu, mengantuk), somnolen (selalu ingin tidur), sopor (mirip koma, stupor), dan koma (kesadaran hilang);
·         Kejang :
·         Oralit :

Step 2 :
1.      Adakah hubungan antara berbadan gemuk, umur lemas, kesadaran menurun, kejang, berak cairan kekuningan dan tubuh terasa dingin dan basah dengan penyakit yang diderita pasien? Sebutkan!
2.      Benarkah yang dilakukan ibunya yaitu dengan memberikan oralit seperti pada scenario?
3.      Mengapa ketika diberi makan dimuntahkan kembali?
4.      Jelaskan pengertian/definisi shock dan mekanisme terjadinya!
5.      Jelaskan patologi dan pathogenesis diberbagai kondisi yang mempengaruhi metabolism dan regulasi untuk shock!
6.      Sebutkan dan jelaskan tanda-tanda dan gejala shock!
7.      Sebutkan faktor-faktor penyebab terjadinya shock beserta tipe-tipe shock!
8.      Apa yang dimaksud dengan hypovolemi shock? Jelaskan!
9.      Jelaskan manifestasi gejala shock!

Pembahasan :
Definisi Shock:
ü  Shock adalah kondisi di mana hemodinamika utama dan metabolik terganggu. Cirinya adanya kegagalan sistem sirkulasi untuk menjaga kestabilan distribusi darah ke sirkulasi mikro dengan diikuti perfusi darah ke organ vital yang tidak cukup;
ü  Shok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan;
ü  Shok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah (akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Shock digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1)      Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik shock adalah shock yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997);

2)      Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
Shock hipovolemik merupakan salah satu jenis shock yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Shock hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler  berkurang sekitar 15 %. Shock hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang paling sering pada shochipovolemik;

3)      Shock anafilaktik (akibat reaksi alergi - Insufiensi sirkulasi akibat reaksi imun yang berlebihan)
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutandan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Shock anafilaktik (=shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis;

4)      Shock septik (berhubungan dengan infeksi)
Shock septik adalah shock yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock distributif. Pada kasus trauma, shock septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Shock septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Shock septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya suatu infeksi. Sindrom ini merupakan penyebab kematian tertinggi urutan ke-13 di Amerika Serikat, dan meskipun perkembangan dunia kedokteran, angka mortalitasnya masih belum berubah. Pasien menunjukkan adanya takikardia, takipneu, demam, dan lekositosis, atau bahkan syok septik disertai gagal organ multiple. Seperti halnya SIRS, pelepasan mediator inflamasi sistemik dalam sepsis berakibat terjadinya gangguan dalam mikrosirkulasi, venodilatasi, dan disfungsi miokard dan ginjal. Terapi cairan merupakan hal yang penting dalam penanganan sepsis karena relatif terjadi hipovolemia dan diikuti dengan ekstravasasi cairan dari kompartemen vaskuler. Tujuan dari resusitasi cairan dalam sepsis ini adalah untuk mengembalikan tekanan pengisian dan arterial untuk memperbaiki perfusi end-organ dan metabolisme aerob, sementara meminimalkan overhidrasi yang berlebihan, yang dapat mengarah pada edema pulmonal, ileus paralitik, dan sindrom menekan kompartemen. Untuk mencapai tujuan ini, dokter menggunakan beberapa indeks perbedaan untuk mengatur terapi cairan dan terapi lainnya. Usaha yang intensif dibuat untuk menghindari overhidrasi. Namun, untuk mempertahankan hidrasi intravaskuler, terapi cairan dalam sepsis akan menyebabkan keseimbangan cairan positif yang sangat besar. Meskipun diperlukan, terapi cairan belumlah cukup untuk mempertahankan homeostasis fisiologis, dan terapi tambahan seperti pressor atau bahkan inotropik kadang-kadang diperlukan;

5)      Shock neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Shock neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Shock neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Shock neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari shock distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesiumum yang dalam).
Shock neurogenik terjadi setelah cedera pada tulang belakang. Arus keluar simpatis terganggu sehingga nada vagal terlindung. Tanda-tanda klinis utama adalah hipotensi dan bradikardi. Cedera tulang tulang belakang akut yang paling sering terlihat dengan trauma tumpul akuntansi untuk sekitar 85 sampai 90 persen kasus. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah leher rahim, diikuti oleh persimpangan torakolumbalis, daerah dada, dan daerah lumbar. Shock neurogenik harus dibedakan dari shock "tulang belakang". Shock spinal didefinisikan sebagai kerugian sementara aktivitas refleks spinal terjadi di bawah cedera tulang total atau nyaris total tulang belakang;

6)      Shock hemoragik
Koagulopati yang berhubungan dengan transfusi masif masih merupakan masalahklinis yang penting. Strategis terapi termasuk mempertahankan perfusi jaringan, koreksi hipotermi dan anemia, dan penggunaan produk hemostatik untuk mengoreksi microvascular bleeding.
Tahapan Proses Shock :
Preshock/nonprogresif
·         Shock preload rendah – takikardi, vasokonstriksi;
·         Tahapan shock ringan;
·         Shock distributif – vasodilatasi perifer. Kondisi hiperdinamik;
·         Shock/progresif;
·         Tanda awal dari disfungsi organ;
·         Takikardi;
·         Takipneu;
·         Asidosis metabolic;
·         Oligouria;
·         Kulit dingin dan berkeringat.
Disfungsi organ/irreversible
Disfungsi irreversible progresif
·         Oligouria/anuria;
·         Asidosis progresif dan penurunan kadar CO2;
·         Agitasi/gelisah, obtundasi, koma;
·         Kematian.

Penyebab Shock :
Shock bisa disebabkan oleh:
·         Perdarahan (shock hipovolemik);
·         Dehidrasi (shock hipovolemik);
·         Serangan jantung (shock kardiogenik);
·         Gagal jantung (shock kardiogenik);
·         Trauma atau cedera berat;
·         Infeksi (shock septik);
·         Reaksi alergi (syok anafilaktik);
·         Cedera tulang belakang (syok neurogenik);
·         Sindroma syok toksik.

Gejala shock :
Gejala yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis shock. Gejalanya bisa berupa:
·         Gelisah;
·         Bibir dan kuku jari tangan tampak kebiruan;
·         Nyeri dada;
·         Linglung;
·         Kulit lembab dan dingin;
·         Pembentukan air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih;
·         Pusing;
·         Pingsan;
·         Tekanan darah rendah;
·         Pucat;
·         Keringat berlebihan, kulit lembab;
·         Denyut nadi yang cepat;
·         Pernafasan dangkal;
·         Tidak sadarkan diri;
·         Lemah atau lelah.

Mekanisme terjadinya shock, terjadi dalam 3 tahap:

1)      Tahap  nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Meliputi refleks baroreseptor, pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin, pelepasan hormonan antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah takikardi, vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal.
Pembuluh darah jantung dan otak kurang sensitive terhadap respon simpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah, aliran darah dan pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ vitalnya.

2)      Tahap progresif
Jika penyebab shock yang mendasar tidak diperbaiki, shock secara tidak terduga akan berlanjut ke tahap progresif. Pada keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobic intrasel digantikan oleh glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang berlebihan.
Asidosis laktat metabolic yang diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan menumpulkan respon vasomotor, arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC. 
Dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan terserang dan mulai mengalami kegagalan. Secara klinis penderita mengalami kebingungan dan pengeluaran urine menurun.

3)      Tahap irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible. Jejas sel yang meluas tercermin oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin memperberat keadaan syok. Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh sintesis nitrit oksida.
Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara pasti menimbulkan kematian.
(Robbins, dkk. (2007).Buku ajar patologi Vol.1, 7th edition. Hal.111)

Shock Hipovolemik
Terjadi karena penurunan volume darah atau volume plasma. Dapat juga karena kehilangan banyak cairan tubuh dari kompartemen tubuh. Penyebabnya diantaranya:
·         Perdarahan(hemoragik);
·         Luka bakar akut. Kerusakan langsung pada sirkulasi mikro menaikkan permeabilitas vaskular. Dan cairan mudah hilang;
·         Diare;
·         Pembentukan urin berlebih;
·         Perpirasi;
·         Trauma.
Gejala dan Tanda Klinis :
Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yangcukup besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
·         Turunnya turgor jaringan;
·         Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering;
·         Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan shock, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia,hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik,ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2.  Apabila pH 7,0±7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH 8,9.

Tanda Klinis :
·         Ketakutan, keletihan, perubahan kondisi mental karena penurunan perfusi cerebral dan diikuti hipoksia;
·         Hipotensi dikarenakan penurunan volume sirkulasi;
·         Kulit yang dingin dan berkeringat karena vasokonstriksi dan stimulasi dari hormon adrenalin;
·         Respirasi cepat dan lemah  (tidak dalam) karena stimulasi sistem saraf simpatis dan asidosis;
·         Denyut jantung yang lemah tapi cepat karena berkurangnya aliran darah karena takikardi;
·         Hipotermia karena penurunan perfusi dan evaporasi keringat;
·         Haus dan mulut kering karena kekurangan cairan (mukosa mulut kering).
Keletihan karena kurang oksigen;
·         Kulit dingin dan berbercak, terutama ekstremitas karena perfusi yang tidak tercukupi pada kulit;
·         Penglihatan yang terganggu, dan sering dilatasi pupil.
Klasifikasi :
Shock hipovolemik memiliki beberapa bentuk sebagai berikut:
·         Shock hemoragik, mungkin merupakan bentuk shock yang diteliti secara mendalam sebab mudah dieksperimenkan pada hewan percobaan. Dengan perdarahan dengan derajat sedang (5-15 ml/kgBB), tekanan nadi berkurang namun rata-rata tekanan arteri dapat tetap normal. Pada perdarahan yang berat, tekanan darah selalu menurun drastis. Setelah perdarahan, protein plasma yang hilang dari darah secara periodik digantikan dengan sintesis protein baru di hati sehingga konsentrasinya dalam darah menjadi normal kembali dalam 3-4 hari. Peningkatan eritropoietin yang bersirkulasi meningkatkan pembentukan sel darah merah, namun dibutuhkan 4-8 minggu untuk mengembalikan jumlah sel darah merah menjadi normal;
·         Shock traumatik, terjadi saat otot dan tulang mengalami kerusakan. Bentuk shock ini biasanya terjadi pada peperangan atau pada korban kecelakaan lalu lintas. Perdarahan pada bagian tubuh yang cedera marupakan penyebab paling utama pada shock. Jumlah darah yang hilang di bagian tubuh yang cedera dapat diperkirakan. Misalnya, otot paha dapat mengakomodasikan 1 liter darah yang terekstravasasi, dengan peningkatan 1 cm pada diameter paha. Kerusakan pada tulang dan otot merupakan masalah tambahan yang serius pada saat syok disertai dengan kerusakan yang meluas pada otot (crush syndrome). Ketika tekanan pada jaringan menigkat dan terjadi perfusi kembali, radikal bebas dapat masuk dan merusak jaringan tersebut (reperfused-induced injury). Peningkatan kalsium di dalam sel yang rusak dapat mencapai kadar toksik. Sejumlah besar kalium masuk ke dalam sirkulasi. Mioglobin dan produk lain yang berasal dari jaringan yang mengalami reperfusi dapat terakumulasi diginjal dimana filtrasi glomerulus berkurang akibat hipotensi, dan tubulus-tubulus dapat tersumbat sehingga terjadi anuria;
·         Shock surgikal, terjadi akibat kombinasi makanisme shock, dengan proporsi yang beraneka ragam, dari perdarahan eksternal, perdarahan di jaringan yang mengalami cedera, dan dehidrasi;
·         Shock luka bakar, terjadi kondisi kehilangan plasma dari permukaan tubuh yang terbakar hematokrit cenderung meningkat, mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi berat. Selain itu, terjadi perubahan metabolisme yang kompleks. Dengan demikian, ditambah dengan rentannya terjadi infeksi pada bagian tubuh yang terbakar dan kerusakan ginjal, angka kematian saat terjadi luka bakar derajat tiga (75 % permukaan tubuh terbakar) adalah mendekati 100 %.

Mekanisme Shock Hipovolemia :
Hipovolemia diawali oleh mekanisme kompensasi tubuh. Denyut jantung dan resistensi vaskuler meningkat sebagai akibat dari dilepaskannya katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah jantung dan tekanan perfusi jaringan meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik kapiler, cairan interstitiel berpindah kedalam kompartemen pembuluh darah. Hati dan limpa menambah volume darah dengan melepaskan sel-sel darah merah dan plasma. Sistem kardiovaskuler berespon dengan cara melakukan redistribusi darah ke otak, jantung, dan ginjal dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan saluran gastrointestinal. Di ginjal, renin menstimulasi dirilisnya aldosteron dan retensinatrium (dan menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin) dari kelenjar ptiuitari posterior meningkatkan retensi air.
Sistem hematologi mengaktivasi kaskade koagulasi dan mengkontraksikan pembuluh darah yang terluka dengan pelepasan tromboksan A2 yang lokal. Selain itu, trombosit teraktivasi dan membentuk sebuah bekuan yang imatur di sumber  perdarahan. Pembuluh darah yang rusak mengekspos kolagen, yang secara signifikan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi bekuan darah tersebut. Dibutuhkan kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan fibrinasi bekuan darah dan bentuk yang matang. Bagaimanapun, mekanisme kompensasi ini terbatas. Apabila cairan dan darah berkurang dalam jumlah yang besar atau berlangsung terus-menerus, mekanisme kompensasi pun gagal, menyebabkan penurunan perfusi jaringan.
Terjadi gangguan dalam penghantaran nutrisi ke dalam sel dan terjadi kegagalan metabolisme sel. Pada shock, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman kita bahwa fokus perhatian shock hipovolemik yang disertai asidosis adalah saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya, bukan prioritas utama.

Terapi :
Penggantian cairan yang hilang. Pada perdarahan (hemoragik), penggantian cairan dengan transfusi darah dan plasma. Dapat juga menggunakan larutan dekstran, yaitu polimer polisakarida glukosa yang besar. Larutan dekstran sebagai pengganti plasma darah karena larutan dekstran tetap tinggal di sistem sirkulasi- tidak tersaring melalui pori-pori kapiler. Sedangkan terapi untuk shock hipovolemik karena dehidrasi dapat dengan memberi elektrolit dan cairan, baik melalui peroral, intravena, atau intramuscular. Cairan yang diberikan dapat berupa kristaloid maupun koloid.
Pengaruh Lain dari Shock Terhadap Tubuh :
1)      Penurunan metabolisme jaringan dan kerusakan seluler pada shock hipovolemik. Berupa penurunan kemampuan mitokondria untuk mensintesis ATP. Penurunan kemampuan membran sel untuk menjaga konsentrasi natrium agar tetap rendah dan konsentrasi kalium agar tetap tinggi di CIS. Penekanan pemrosesan zat nutrisi oleh mesin metabolik sel. ruptur pada lisosom;
2)      Kelemahan otot karena kurangnya suplai nutrisi dan oksigen ke otot;
3)      Penurunan suhu tubuh karena depresi metabolisme pada shock, sehingga jumlah panas yang dibebaskan dalam tubuh berkurang. Akibatnya suhu tubuh menurun bahkan jika tubuh terpapar oleh suhu yang paling dingin;
4)      Penurunan fungsi mental. Ada 6 derajat kesadaran yaitu kompos mentis (sadar penuh), apatis (acuh tak acuh), lethargi (lesu, mengantuk), somnolen (selalu ingin tidur), sopor (mirip koma, stupor), dan koma (kesadaran hilang);
5)      Penurunan fungsi ginjal dan kerusakan ginjal karena nekrosis tubular yang parah.
Author : Fino

Tidak ada komentar:

Posting Komentar