Skenario 1 Tutorial Blok 5
Tentang Shock
Author : Fino
Skenario
:
Anak laki-laki gemuk, 12 tahun, dibawa
ibunya ke UGD rumah sakit karena badannya lemas dan kesadarannya
berkurang. Setelah tiba di rumah sakit, dia kejang-kejang. Ibunya
memberitahu dokter bahwa anaknya telah dua hari menderita diare. Dia mengeluarkan
cairan kekuningan lebih dari 10 kali sehari. Ibunya berusaha memberinya
oralit atau makanan/minuman yang dia suka tapi dia muntah
setiap makan. Baik tangan dan kakinya pun terasa dingin dan basah.
Step
1 :
·
Gemuk
: kelebihan berat
badan, kelebihan lemak;
·
Lemas
: terasa lunglai,
lelah atau kekurangan energy karena suatu sebab;
·
Kesadaran
menurun : Derajat kesadaran ada
6, yaitu kompos mentis (sadar penuh), apatis (acuh tak acuh), lethargi
(lesu, mengantuk), somnolen (selalu ingin tidur), sopor (mirip
koma, stupor), dan koma (kesadaran hilang);
·
Kejang
:
·
Oralit
:
Step
2 :
1.
Adakah
hubungan antara berbadan gemuk, umur lemas, kesadaran menurun, kejang, berak
cairan kekuningan dan tubuh terasa dingin dan basah dengan penyakit yang
diderita pasien? Sebutkan!
2.
Benarkah
yang dilakukan ibunya yaitu dengan memberikan oralit seperti pada
scenario?
3.
Mengapa
ketika diberi makan dimuntahkan kembali?
4.
Jelaskan
pengertian/definisi shock dan mekanisme terjadinya!
5.
Jelaskan
patologi dan pathogenesis diberbagai kondisi yang mempengaruhi
metabolism dan regulasi untuk shock!
6.
Sebutkan
dan jelaskan tanda-tanda dan gejala shock!
7.
Sebutkan
faktor-faktor penyebab terjadinya shock beserta tipe-tipe shock!
8.
Apa
yang dimaksud dengan hypovolemi shock? Jelaskan!
9.
Jelaskan
manifestasi gejala shock!
Pembahasan
:
Definisi Shock:
ü Shock adalah kondisi di mana hemodinamika utama dan metabolik
terganggu. Cirinya adanya kegagalan sistem sirkulasi untuk
menjaga kestabilan distribusi darah ke sirkulasi mikro dengan diikuti perfusi
darah ke organ vital yang tidak cukup;
ü Shok adalah suatu keadaan serius yang terjadi jika sistem
kardiovaskuler (jantung dan pembuluh darah) tidak mampu mengalirkan
darah ke seluruh tubuh dalam jumlah yang memadai; syok biasanya berhubungan
dengan tekanan darah rendah dan kematian sel maupun jaringan;
ü Shok terjadi akibat berbagai keadaan yang menyebabkan
berkurangnya aliran darah, termasuk kelainan jantung (misalnya serangan
jantung atau gagal jantung), volume darah yang rendah
(akibat perdarahan hebat atau dehidrasi) atau perubahan pada
pembuluh darah (misalnya karena reaksi alergi atau infeksi).
Shock digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1)
Shock
kardiogenik
(berhubungan dengan kelainan jantung)
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang
umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang
buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh
dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik shock adalah shock yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40%
miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan
tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular
(Raharjo,S., 1997);
2)
Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
Shock hipovolemik merupakan salah satu jenis
shock yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan
interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak
langsung dengan memicu terjadinya
difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
Shock hipovolemik mulai
berkembang ketika volume intravaskuler berkurang sekitar 15 %. Shock
hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering
terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang paling sering pada shock hipovolemik;
3)
Shock
anafilaktik
(akibat reaksi alergi - Insufiensi sirkulasi akibat reaksi imun yang
berlebihan)
Anaphylaxis (Yunani, Ana =
jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan
perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada
beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutandan
gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya
alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Shock anafilaktik (=shock
anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan
atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi
anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena
kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis;
4)
Shock
septik (berhubungan dengan
infeksi)
Shock septik adalah shock yang disebabkan oleh infeksi
yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock
distributif. Pada kasus trauma, shock septik dapat terjadi bila pasien
datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Shock septik terutama terjadi
pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Shock septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau
systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya suatu
infeksi. Sindrom ini merupakan penyebab kematian tertinggi urutan ke-13 di
Amerika Serikat, dan meskipun perkembangan dunia kedokteran, angka mortalitasnya
masih belum berubah. Pasien menunjukkan adanya takikardia, takipneu,
demam, dan lekositosis, atau bahkan syok septik disertai gagal organ multiple.
Seperti halnya SIRS, pelepasan mediator inflamasi sistemik dalam sepsis
berakibat terjadinya gangguan dalam mikrosirkulasi, venodilatasi, dan disfungsi
miokard dan ginjal.
Terapi cairan merupakan hal yang penting dalam penanganan sepsis karena relatif
terjadi hipovolemia dan diikuti dengan ekstravasasi cairan dari kompartemen
vaskuler. Tujuan dari resusitasi cairan dalam sepsis ini adalah untuk
mengembalikan tekanan pengisian dan arterial untuk memperbaiki perfusi
end-organ dan metabolisme aerob, sementara meminimalkan overhidrasi yang
berlebihan, yang dapat mengarah pada edema pulmonal, ileus paralitik, dan
sindrom menekan kompartemen. Untuk mencapai tujuan ini, dokter menggunakan
beberapa indeks perbedaan untuk mengatur terapi cairan dan terapi lainnya.
Usaha yang intensif dibuat untuk menghindari overhidrasi. Namun, untuk
mempertahankan hidrasi intravaskuler, terapi cairan dalam sepsis akan
menyebabkan keseimbangan cairan positif yang sangat besar. Meskipun diperlukan,
terapi cairan belumlah cukup untuk mempertahankan homeostasis fisiologis, dan
terapi tambahan seperti pressor atau bahkan inotropik kadang-kadang diperlukan;
5)
Shock
neurogenik
(akibat kerusakan pada sistem saraf).
Shock neurogenik merupakan kegagalan pusat
vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada
pembuluh tampung (capacitance vessels). Shock neurogenik terjadi karena hilangnya
tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Shock neurogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari shock distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesiumum yang dalam).
Shock neurogenik terjadi setelah cedera pada tulang belakang.
Arus keluar simpatis terganggu sehingga nada
vagal terlindung. Tanda-tanda klinis utama adalah hipotensi dan bradikardi.
Cedera tulang tulang belakang akut yang paling sering terlihat dengan trauma tumpul akuntansi untuk sekitar 85 sampai 90 persen kasus. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah leher rahim, diikuti oleh
persimpangan torakolumbalis,
daerah dada, dan daerah lumbar. Shock neurogenik
harus dibedakan dari shock "tulang
belakang". Shock spinal
didefinisikan sebagai kerugian sementara
aktivitas refleks spinal terjadi di bawah
cedera tulang total atau nyaris total tulang belakang;
6)
Shock
hemoragik
Koagulopati yang
berhubungan dengan transfusi masif masih merupakan masalahklinis yang
penting. Strategis terapi termasuk mempertahankan perfusi jaringan, koreksi
hipotermi dan anemia, dan penggunaan produk hemostatik untuk mengoreksi microvascular bleeding.
Tahapan Proses Shock :
Preshock/nonprogresif
·
Shock
preload rendah – takikardi, vasokonstriksi;
·
Tahapan
shock ringan;
·
Shock
distributif – vasodilatasi perifer. Kondisi hiperdinamik;
·
Shock/progresif;
·
Tanda
awal dari disfungsi organ;
·
Takikardi;
·
Takipneu;
·
Asidosis
metabolic;
·
Oligouria;
·
Kulit
dingin dan berkeringat.
Disfungsi
organ/irreversible
Disfungsi
irreversible progresif
·
Oligouria/anuria;
·
Asidosis
progresif dan penurunan kadar CO2;
·
Agitasi/gelisah,
obtundasi, koma;
·
Kematian.
Penyebab Shock :
Shock
bisa disebabkan oleh:
·
Perdarahan
(shock hipovolemik);
·
Dehidrasi
(shock hipovolemik);
·
Serangan
jantung (shock kardiogenik);
·
Gagal
jantung (shock kardiogenik);
·
Trauma
atau cedera berat;
·
Infeksi
(shock septik);
·
Reaksi
alergi (syok anafilaktik);
·
Cedera
tulang belakang (syok neurogenik);
·
Sindroma
syok toksik.
Gejala shock :
Gejala
yang timbul tergantung kepada penyebab dan jenis shock. Gejalanya bisa berupa:
·
Gelisah;
·
Bibir
dan kuku jari tangan tampak kebiruan;
·
Nyeri
dada;
·
Linglung;
·
Kulit
lembab dan dingin;
·
Pembentukan
air kemih berkurang atau sama sekali tidak terbentuk air kemih;
·
Pusing;
·
Pingsan;
·
Tekanan
darah rendah;
·
Pucat;
·
Keringat
berlebihan, kulit lembab;
·
Denyut
nadi yang cepat;
·
Pernafasan
dangkal;
·
Tidak
sadarkan diri;
·
Lemah
atau lelah.
Mekanisme terjadinya shock, terjadi dalam 3
tahap:
1)
Tahap
nonprogresif
Mekanisme neurohormonal membantu
mempertahankan curah jantung dan tekanan darah. Meliputi refleks baroreseptor,
pelepasan katekolamin, aktivasi poros rennin-angiotensin, pelepasan hormonan
antidiuretik dan perangsangan simpatis umum. Efek akhirnya adalah takikardi,
vasokontriksi perifer dan pemeliharaan cairan ginjal.
Pembuluh darah jantung dan otak kurang sensitive terhadap
respon simpatis tersebut sehingga akan mempertahankan diameter pembuluh darah,
aliran darah dan pengiriman oksigen yang relative normal ke setiap organ
vitalnya.
2)
Tahap
progresif
Jika penyebab shock yang mendasar tidak
diperbaiki, shock secara tidak terduga akan berlanjut ke tahap progresif. Pada
keadaan kekurangan oksigen yang menetap, respirasi aerobic intrasel digantikan oleh
glikolisis anaerobik disertai dengan produksi asam laktat yang berlebihan.
Asidosis laktat metabolic yang
diakibatkannnya menurunkan pH jaringan dan menumpulkan respon vasomotor,
arteriol berdilatasi dan darah mulai mengumpul dalam mikrosirulasi. Pegumpulan
perifer tersebut tidak hanya akan memperburuk curah jantung, tetapi sel endotel
juga berisiko mengalami cedera anoksia yang selanjutnya disertai DIC.
Dengan hipoksia jaringan yang meluas, organ vital akan
terserang dan mulai mengalami kegagalan. Secara klinis penderita mengalami
kebingungan dan pengeluaran urine menurun.
3)
Tahap
irreversible
Jika tidak dilakukan intervensi, proses
tersebut akhirnya memasuki tahap irreversible. Jejas sel yang meluas tercermin
oleh adanya kebocoran enzim lisososm, yang semakin memperberat keadaan syok.
Fungsi kontraksi miokard akan memburuk yang sebagiannya disebabkan oleh
sintesis nitrit oksida.
Pada tahap ini, klien mempunyai ginjal
yang sama sekali tidak berfungsi akibat nekrosis tubular akut dan meskipun
dilakukan upaya yang hebat, kemunduran klinis yang terus terjadi hamper secara
pasti menimbulkan kematian.
(Robbins,
dkk. (2007).Buku ajar patologi Vol.1, 7th edition. Hal.111)
Shock Hipovolemik
Terjadi karena penurunan volume darah atau volume
plasma. Dapat juga karena kehilangan banyak cairan tubuh dari
kompartemen tubuh. Penyebabnya diantaranya:
·
Perdarahan(hemoragik);
·
Luka
bakar akut. Kerusakan langsung pada sirkulasi mikro menaikkan permeabilitas
vaskular. Dan cairan mudah hilang;
·
Diare;
·
Pembentukan
urin berlebih;
·
Perpirasi;
·
Trauma.
Gejala dan Tanda Klinis
:
Gejala syok
hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons
kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi
kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan
takhikardia. Kehilangan volume yangcukup besar dalam waktu lambat, meskipun
terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat
ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat. Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada
keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera
kembali dalam beberapa menit. Pada penderita yang mengalami
hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
·
Turunnya turgor jaringan;
·
Mengentalnya sekresi oral dan
trakhea, bibir dan lidah menjadi kering;
·
Bola mata
cekung.
Akumulasi
asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis
metabolik dengan celah ion yang
tinggi. Selain berhubungan dengan shock, asidosis laktat juga
berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia,hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis
metabolik,ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat
metabolisme laktat terutama adalah di hati dan
sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar,
glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan
metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0±7,15 dapat digunakan 50
ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH 8,9.
Tanda Klinis :
·
Ketakutan,
keletihan, perubahan kondisi mental karena penurunan perfusi cerebral dan
diikuti hipoksia;
·
Hipotensi
dikarenakan penurunan volume sirkulasi;
·
Kulit
yang dingin dan berkeringat karena vasokonstriksi dan stimulasi dari hormon
adrenalin;
·
Respirasi
cepat dan lemah (tidak dalam) karena stimulasi sistem saraf simpatis dan
asidosis;
·
Denyut
jantung yang lemah tapi cepat karena berkurangnya aliran darah karena takikardi;
·
Hipotermia
karena penurunan perfusi dan evaporasi keringat;
·
Haus
dan mulut kering karena kekurangan cairan (mukosa mulut kering).
Keletihan karena kurang oksigen;
Keletihan karena kurang oksigen;
·
Kulit
dingin dan berbercak, terutama ekstremitas karena perfusi yang tidak tercukupi
pada kulit;
·
Penglihatan
yang terganggu, dan sering dilatasi pupil.
Klasifikasi :
Shock hipovolemik memiliki beberapa bentuk sebagai
berikut:
·
Shock hemoragik, mungkin merupakan bentuk shock
yang diteliti secara mendalam sebab mudah dieksperimenkan pada hewan percobaan.
Dengan perdarahan dengan derajat sedang
(5-15 ml/kgBB), tekanan nadi berkurang namun rata-rata tekanan arteri
dapat tetap normal. Pada perdarahan yang berat, tekanan darah selalu menurun
drastis. Setelah perdarahan, protein plasma yang hilang dari darah secara
periodik digantikan dengan sintesis protein baru di hati sehingga
konsentrasinya dalam darah menjadi normal kembali dalam 3-4 hari. Peningkatan eritropoietin yang bersirkulasi meningkatkan pembentukan sel darah merah, namun dibutuhkan 4-8 minggu untuk mengembalikan jumlah sel darah merah menjadi normal;
·
Shock traumatik, terjadi saat otot dan tulang
mengalami kerusakan. Bentuk shock ini biasanya terjadi pada peperangan atau pada
korban kecelakaan lalu lintas. Perdarahan pada bagian tubuh yang cedera
marupakan penyebab paling utama pada
shock. Jumlah darah yang hilang di bagian tubuh yang cedera dapat diperkirakan.
Misalnya, otot paha dapat mengakomodasikan 1 liter darah yang terekstravasasi,
dengan peningkatan 1 cm pada diameter paha. Kerusakan pada tulang dan otot
merupakan masalah tambahan yang serius pada saat syok disertai dengan kerusakan yang meluas pada otot
(crush syndrome). Ketika tekanan pada
jaringan menigkat dan terjadi perfusi kembali, radikal bebas dapat masuk dan merusak jaringan tersebut (reperfused-induced injury). Peningkatan kalsium di dalam sel yang rusak dapat
mencapai kadar toksik. Sejumlah besar kalium masuk ke dalam sirkulasi.
Mioglobin dan produk lain yang berasal dari jaringan yang mengalami reperfusi
dapat terakumulasi diginjal dimana filtrasi glomerulus berkurang akibat
hipotensi, dan tubulus-tubulus dapat tersumbat sehingga terjadi anuria;
·
Shock surgikal, terjadi akibat kombinasi makanisme
shock, dengan proporsi yang beraneka ragam, dari perdarahan eksternal,
perdarahan di jaringan yang mengalami cedera, dan dehidrasi;
·
Shock luka bakar, terjadi kondisi kehilangan plasma dari permukaan tubuh yang terbakar
hematokrit cenderung meningkat, mengakibatkan terjadinya hemokonsentrasi berat.
Selain itu, terjadi perubahan metabolisme yang kompleks. Dengan demikian, ditambah dengan rentannya terjadi
infeksi pada bagian tubuh yang terbakar dan kerusakan ginjal, angka kematian
saat terjadi luka bakar derajat tiga (75 % permukaan tubuh terbakar)
adalah mendekati 100 %.
Mekanisme Shock Hipovolemia :
Hipovolemia diawali oleh mekanisme
kompensasi tubuh. Denyut jantung dan resistensi vaskuler meningkat sebagai akibat dari
dilepaskannya katekolamin dari kelenjar adrenal. Curah jantung dan tekanan
perfusi jaringan meningkat. Sehingga terjadi penurunan tekanan hidrostatik
kapiler, cairan interstitiel berpindah kedalam kompartemen pembuluh darah. Hati
dan limpa menambah volume darah dengan
melepaskan sel-sel darah merah dan plasma. Sistem kardiovaskuler
berespon dengan cara melakukan redistribusi darah ke otak, jantung, dan ginjal
dan perfusi berkurang pada kulit, otot, dan saluran gastrointestinal. Di
ginjal, renin menstimulasi dirilisnya aldosteron dan retensinatrium (dan
menahan air), di mana hormon antidiuretik (ADH atau vasopressin) dari kelenjar
ptiuitari posterior meningkatkan retensi air.
Sistem hematologi mengaktivasi
kaskade koagulasi dan mengkontraksikan pembuluh darah yang terluka
dengan pelepasan tromboksan A2 yang lokal. Selain itu, trombosit teraktivasi
dan membentuk sebuah bekuan yang imatur di sumber perdarahan.
Pembuluh darah yang rusak mengekspos kolagen, yang secara signifikan menyebabkan deposisi fibrin dan stabilisasi bekuan darah
tersebut. Dibutuhkan kurang lebih 24 jam untuk menyelesaikan fibrinasi bekuan
darah dan bentuk yang matang. Bagaimanapun, mekanisme kompensasi ini
terbatas. Apabila cairan dan darah berkurang dalam jumlah yang besar atau
berlangsung terus-menerus, mekanisme kompensasi pun gagal, menyebabkan
penurunan perfusi jaringan.
Terjadi gangguan dalam penghantaran
nutrisi ke dalam sel dan terjadi kegagalan metabolisme sel. Pada shock,
konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang
mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan.
Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan
metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat. Keasaman jaringan
bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991). Yang penting dalam klinik adalah pemahaman
kita bahwa fokus perhatian shock hipovolemik yang disertai asidosis adalah
saturasi oksigen yang perlu diperbaiki serta perfusi jaringan yang harus segera
dipulihkan dengan penggantian cairan. Asidosis merupakan urusan selanjutnya,
bukan prioritas utama.
Terapi
:
Penggantian cairan yang hilang. Pada perdarahan (hemoragik), penggantian cairan dengan
transfusi darah dan plasma. Dapat juga menggunakan larutan dekstran, yaitu
polimer polisakarida glukosa yang besar. Larutan dekstran sebagai pengganti
plasma darah karena larutan dekstran tetap tinggal di sistem sirkulasi- tidak
tersaring melalui pori-pori kapiler. Sedangkan terapi untuk shock hipovolemik
karena dehidrasi dapat dengan memberi elektrolit dan cairan, baik melalui
peroral, intravena, atau intramuscular. Cairan yang diberikan dapat berupa
kristaloid maupun koloid.
Pengaruh
Lain dari Shock Terhadap Tubuh :
1) Penurunan metabolisme jaringan dan
kerusakan seluler pada shock hipovolemik. Berupa penurunan kemampuan mitokondria untuk mensintesis
ATP. Penurunan kemampuan membran sel untuk menjaga konsentrasi natrium agar
tetap rendah dan konsentrasi kalium agar tetap tinggi di CIS. Penekanan
pemrosesan zat nutrisi oleh mesin metabolik sel. ruptur pada lisosom;
2) Kelemahan otot karena kurangnya suplai nutrisi dan
oksigen ke otot;
3) Penurunan suhu tubuh karena depresi metabolisme pada shock,
sehingga jumlah panas yang dibebaskan dalam tubuh berkurang. Akibatnya suhu
tubuh menurun bahkan jika tubuh terpapar oleh suhu yang paling dingin;
4) Penurunan fungsi mental. Ada 6 derajat kesadaran yaitu kompos
mentis (sadar penuh), apatis (acuh tak acuh), lethargi (lesu, mengantuk), somnolen
(selalu ingin tidur), sopor (mirip koma, stupor), dan koma (kesadaran hilang);
5) Penurunan fungsi ginjal dan kerusakan ginjal karena nekrosis
tubular yang parah.
Author : Fino
Tidak ada komentar:
Posting Komentar