Tutorial Skenario 1 part 2
Author
: Fino
Trigger 2
Tekanan darah : 60/50 mmhg, suhu : 38,3 C, nadi 120x/menit, respirasi
32x/menit.
Keadaan umum : kesadaran apatis dan tampak lemah, bibir kering, turgor
kembali lambat, pemeriksaan usus meningkat, kuku normal, ekstremitas dingin dan
basah, mata cekung.
Definisi Shock:
Shock adalah kondisi di mana
hemodinamika utama dan metabolik terganggu. Cirinya adanya kegagalan sistem
sirkulasi untuk menjaga kestabilan distribusi darah ke sirkulasi mikro dengan
diikuti perfusi darah ke oragan vital yang tidak cukup.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.
Shock
digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1)
Shock
kardiogenik (berhubungan dengan
kelainan jantung)
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler
yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi
jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer
yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik
shock adalah shock yang
disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila
lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps
kardiovaskular (Raharjo,S., 1997);
2)
Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
Shock hipovolemik merupakan salah satu jenis shock yang disebabkan oleh hilangnya
darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma
menyebabkan hipovolemia secara
langsung. Hilangnya
cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari
intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
Shock hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler berkurang sekitar
15 %. Shock
hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering
terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan
penyebab yang paling sering pada shock hipovolemik;
3)
Shock
anafilaktik (akibat reaksi
alergi - Insufiensi sirkulasi akibat reaksi imun yang berlebihan)
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan
phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis
adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular,
respirasi, kutandan gastro intestinal yang merupakan reaksi
imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah
tersensitisasi. Shock anafilaktik (=shock anafilactic ) adalah reaksi
anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi
Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan
antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi
sebagai anafilaksis;
4)
Shock
septik (berhubungan dengan
infeksi)
Shock
septik adalah shock
yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang
merupakan bentuk paling umum shock distributif. Pada kasus trauma, shock
septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Shock septik terutama terjadi pada
pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi
rongga peritonium dengan isi usus.
Shock septik
atau sepsis adalah suatu sindrom
respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS)
yang terkait dengan adanya suatu infeksi. Sindrom ini merupakan penyebab
kematian tertinggi urutan ke-13 di Amerika Serikat, dan meskipun perkembangan
dunia kedokteran, angka mortalitasnya masih belum berubah. Pasien
menunjukkan adanya takikardia, takipneu, demam, dan lekositosis, atau
bahkan syok septik disertai gagal organ multiple. Seperti halnya SIRS,
pelepasan mediator inflamasi sistemik dalam sepsis berakibat terjadinya
gangguan dalam mikrosirkulasi, venodilatasi, dan disfungsi miokard dan ginjal. Terapi cairan merupakan hal yang
penting dalam penanganan sepsis karena relatif terjadi hipovolemia dan diikuti
dengan ekstravasasi cairan dari kompartemen vaskuler. Tujuan dari resusitasi
cairan dalam sepsis ini adalah untuk mengembalikan tekanan pengisian dan
arterial untuk memperbaiki perfusi end-organ dan metabolisme aerob, sementara
meminimalkan overhidrasi yang berlebihan, yang dapat mengarah pada edema
pulmonal, ileus paralitik, dan sindrom menekan kompartemen. Untuk mencapai
tujuan ini, dokter menggunakan beberapa indeks perbedaan untuk mengatur terapi
cairan dan terapi lainnya. Usaha yang intensif dibuat untuk menghindari
overhidrasi. Namun, untuk mempertahankan hidrasi intravaskuler, terapi cairan
dalam sepsis akan menyebabkan keseimbangan cairan positif yang sangat besar.
Meskipun diperlukan, terapi cairan belumlah cukup untuk mempertahankan
homeostasis fisiologis, dan terapi tambahan seperti pressor atau bahkan inotropik
kadang-kadang diperlukan;
5)
Shock
neurogenik (akibat kerusakan
pada sistem saraf).
Shock neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor
sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung
(capacitance vessels). Shock neurogenik terjadi karena hilangnya tonus
pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Shock neurogenik juga
dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari shock distributif, hasil dari
perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera
pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesiumum yang dalam).
Shock
neurogenik terjadi setelah cedera pada tulang belakang. Arus keluar simpatis terganggu sehingga nada
vagal terlindung. Tanda-tanda klinis utama adalah hipotensi dan bradikardi.
Cedera tulang tulang belakang akut yang paling sering terlihat dengan trauma tumpul akuntansi untuk sekitar 85 sampai 90 persen kasus. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah leher rahim, diikuti oleh
persimpangan torakolumbalis,
daerah dada, dan daerah lumbar. Shock neurogenik
harus dibedakan dari shock "tulang
belakang". Shock spinal
didefinisikan sebagai kerugian sementara
aktivitas refleks spinal terjadi di bawah
cedera tulang total atau nyaris total tulang belakang;
6)
Shock
hemoragik
Koagulopati yang berhubungan dengan
transfusi masif
masih merupakan masalahklinis yang penting. Strategis terapi termasuk
mempertahankan perfusi jaringan, koreksi hipotermi dan anemia, dan penggunaan
produk hemostatik untuk mengoreksi
microvascular bleeding.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya
gejala-gejala seperti berikut:
1.
Hipotensi:
tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata)
kurang dari 60 mmHg, atau menurun 30%
lebih.
2.
Oliguria: produksi urin
kurang dari 20 ml/jam.
3.
Perfusi perifer yang buruk,
misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok hipovolemik di sebabkan oleh :
1.
Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti
hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.
Trauma yang berakibat
fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya,
fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur
menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3.
Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma
atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
·
Gastrointestinal:
peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
·
Renal: terapi diuretik,
krisis penyakit Addison.
·
Luka bakar
(kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat
berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan
oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel
terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat.
Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam
piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991).
Tahap-tahap shock
1.
Tahap kompensasi
à fungsi vital masih dapat di pertahankan melalui mekanisme kompensasi
tubuh
2.
Tahap dekompensasi
à mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah
jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi
3.
Tahap ireversibel
à kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus
berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi
organ lainnya.
Shock
hipovolemik
(akibat penurunan volume darah)
Shock
hipovolemik merupakan salah satu
jenis shock yang disebabkan oleh
hilangnya darah, plasma, atau cairan
interstitiel dalam jumlah yang
besar. Hilangnya darah dan
plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya
cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung
dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler.
Shock hipovolemik mulai berkembang ketika volume
intravaskuler berkurang sekitar 15 %. Shock hipovolemik pada anak merupakan tipe syok
yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang
paling sering pada shock hipovolemik;
Penyebab syok Hipovolemik
·
Perdarahan
ü Hematom subkapsular hati
ü Aneurisma aorta pecah
ü Perdarahan gastrointestinal
ü Perlukaan berganda
ü Kehilangan plasma
·
Luka bakar luas
ü Pancreatitis
ü Deskuamasi kulit
ü Sindrom Dumping
·
Kehilangan cairan ekstraselular
ü Muntah
ü Dehidrasi
ü Diare
ü Terapi diuretic yang sangat agresif
ü Dia bêtes insipisud
ü Insufisiensi adrenal
Dehidrasi
Dehidrasi terjadi ketika kadar kandungan air dalam tubuh terlalu rendah. Kondisi ini dapat dicegah dengan meningkatkan asupan cairan. Gejala-gejala dehidrasi diantaranya adalah sakit kepala, pusing, lesu, murung, daya respon rendah, saluran hidung kering, bibir kering dan pecah-pecah, urin berwarna terlalu kuning atau gelap, tubuh lemah, letih, dan halusinasi.
Akhirnya tidak dapat mengeluarkan urin, ginjal gagal bekerja, dan tubuh tidak mampu membuang hasil sisa-sisa proses metabolisme yang beracun. Dan bahkan pada kondisi yang sudah ekstrim dapat mengakibatkan kematian. Beberapa penyebab dehidrasi diantaranya adalah:
Dehidrasi terjadi ketika kadar kandungan air dalam tubuh terlalu rendah. Kondisi ini dapat dicegah dengan meningkatkan asupan cairan. Gejala-gejala dehidrasi diantaranya adalah sakit kepala, pusing, lesu, murung, daya respon rendah, saluran hidung kering, bibir kering dan pecah-pecah, urin berwarna terlalu kuning atau gelap, tubuh lemah, letih, dan halusinasi.
Akhirnya tidak dapat mengeluarkan urin, ginjal gagal bekerja, dan tubuh tidak mampu membuang hasil sisa-sisa proses metabolisme yang beracun. Dan bahkan pada kondisi yang sudah ekstrim dapat mengakibatkan kematian. Beberapa penyebab dehidrasi diantaranya adalah:
·
Meningkatnya produksi keringat karena cuaca yang panas, kelembapan, olahraga, atau demam.
·
Kurang minum air.
·
Kurang baiknya kerja mekanisme sinyal tubuh pada manula, hingga kadang manula tidak merasa haus padahal
sedang dalam kondisi dehidrasi.
·
Meningkatnya keluaran urin
karena kondisi kekurangan hormon, diabetes, sedang dalam pengobatan atau
berpenyakit ginjal.
·
Mengalami diare atau muntah.
·
Sedang dalam masa penyembuhan luka bakar.
PATOFISIOLOGI
Syok hipovolemik karena dehidrasi
(diare, muntah)
(diare, muntah)
Syok
Hipovolemik Karena Perdarahan
Gejala dan Tanda Klinis
Gejala
syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid,
besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan
kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda
dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan
vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu
lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga
dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
1.
Apabila syok telah terjadi,
tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari
15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk
mengenali tanda-tanda syok, yaitu:Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps
akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi
jaringan.
2.
Takhikardia:
peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting
untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi
berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.
Hipotensi:
karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah
jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam
mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4.
Oliguria: produksi urin
umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa
terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada
penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan
adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah
menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup
berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai
asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan
syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio
cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi,
asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan
sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat
dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada
asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0-7,15
dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0
digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat
bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi,
resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit
pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung
pada penyebab syok.
Pasien mengalami perdarahan lambat atau
resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika
hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah
merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan
cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan
ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme
kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah
penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan
syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang
terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti
kulit dingin, berkeriput, oliguri, dan takhikardia. Jika pada anamnesa
dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik
sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil
untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml
glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan
kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan
cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan
itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan
keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka
mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik)
akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan
merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan
mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit,
plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah
utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan
memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ±
20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross
test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa.
Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi
darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan
landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan
harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus
diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau
kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah
perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar,
peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan
atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang
ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan
fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan
salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan
pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah
cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun,
Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi.
Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien
kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok
hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan
kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan
kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan
reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada
pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian
berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk
penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau
alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip
dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar
kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik,
kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan
sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa
dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan
sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh
jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat
sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi
hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam
larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam
hati menjadi bikarbonat.
Secara
sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas
resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti
kebutuhan harian
KOMPLIKASI
v
Kerusakan ginjal
v
Kerusakan otak
v
Gangren dari lengan
atau kaki kadang-kadangmengarah ke amputasi
v
Serangan jantung
PENCEGAHAN
·
Mencegah syok lebih
mudah daripada mencobauntuk mengobatinya setelah terjadi.
·
Cepat dalam
mendiagnosis dan bertindak dapat mengurangi risiko syok berat.
·
Awal
pertolongan pertama dapat membantu kontrol syok.
REFERENSI
·
MaierRV.Pendekatan pada pasien dengansyok.Dalam: Fauci AS, TR Harrison,
eds. Harrison's Prinsip
Kedokteran Internal.17 ed.newYork,NY:McGrawHill,
2008: chap 264.
·
SpaniolJR,
A RKnight, ZebleyJL, Anderson D,JD Pierce.Resusitasi cairan terapi untuk
syokhemoragik.J Trauma Nurs.2007;
14:152-156.
·
Tarrant AM,Ryan
MF,Hamilton PA,Bejaminov O.Sebuah tinjauan bergambar shock hipovolemik
padaorang dewasa.BrJ Radiol.2008;
81:252-257.
Author : Fino
Tidak ada komentar:
Posting Komentar