Kamis, 29 Maret 2012

Sk. 1 Tutorial Blok 5 : Shock part II


Tutorial Skenario 1 part 2
Author : Fino

Trigger 2
Tekanan darah : 60/50 mmhg, suhu : 38,3 C, nadi 120x/menit, respirasi 32x/menit.
Keadaan umum : kesadaran apatis dan tampak lemah, bibir kering, turgor kembali lambat, pemeriksaan usus meningkat, kuku normal, ekstremitas dingin dan basah, mata cekung.

Definisi Shock:
Shock adalah kondisi di mana hemodinamika utama dan metabolik terganggu. Cirinya adanya kegagalan sistem sirkulasi untuk menjaga kestabilan distribusi darah ke sirkulasi mikro dengan diikuti perfusi darah ke oragan vital yang tidak cukup.
Syok merupakan keadaan gawat yang membutuhkan terapi yang agresif dan pemantauan yang kontinyu atau terus-menerus di unit terapi intensif.

Shock digolongkan ke dalam beberapa kelompok:
1)      Shock kardiogenik (berhubungan dengan kelainan jantung)
Shock kardiogenik merupakan sindrom gangguan patofisiologik berat yang berhubungan dengan metabolisme seluler yang abnormal, yang umumnya disebabkan oleh perfusi jarigan yang buruk. Disebut juga kegagalan sirkulasi perifer yang menyeluruh dengan perfusi jaringan yang tidak adekuat (Tjokronegoro, A., dkk, 2003). Kardiogenik shock adalah shock yang disebabkan kegagalan jantung, metabolisme miokard. Apabila lebih dari 40% miokard ventrikel mengalami gangguan, maka akan tampak gangguan fungsi vital dan kolaps kardiovaskular (Raharjo,S., 1997);

2)      Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
Shock hipovolemik merupakan salah satu jenis shock yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Shock hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler  berkurang sekitar 15 %. Shock hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang paling sering pada shochipovolemik;

3)      Shock anafilaktik (akibat reaksi alergi - Insufiensi sirkulasi akibat reaksi imun yang berlebihan)
Anaphylaxis (Yunani, Ana = jauh dari dan phylaxis = perlindungan). Anafilaksis berarti Menghilangkan perlindungan. Anafilaksis adalah reaksi alergi umum dengan efek pada beberapa sistem organ terutama kardiovaskular, respirasi, kutandan gastro intestinal yang merupakan reaksi imunologis yang didahului dengan terpaparnya alergen yang sebelumnya sudah tersensitisasi. Shock anafilaktik (=shock anafilactic ) adalah reaksi anafilaksis yang disertai hipotensi dengan atau tanpa penurunan kesadaran. Reaksi Anafilaktoid adalah suatu reaksi anafilaksis yang terjadi tanpa melibatkan antigen-antibodi kompleks. Karena kemiripan gejala dan tanda biasanya diterapi sebagai anafilaksis;

4)      Shock septik (berhubungan dengan infeksi)
Shock septik adalah shock yang disebabkan oleh infeksi yang menyebar luas yang merupakan bentuk paling umum shock distributif. Pada kasus trauma, shock septik dapat terjadi bila pasien datang terlambat beberapa jam ke rumah sakit. Shock septik terutama terjadi pada pasien-pasien dengan luka tembus abdomen dan kontaminasi rongga peritonium dengan isi usus.
Shock septik atau sepsis adalah suatu sindrom respon inflamasi sistemik atau systemic inflammatory response syndrome (SIRS) yang terkait dengan adanya suatu infeksi. Sindrom ini merupakan penyebab kematian tertinggi urutan ke-13 di Amerika Serikat, dan meskipun perkembangan dunia kedokteran, angka mortalitasnya masih belum berubah. Pasien menunjukkan adanya takikardia, takipneu, demam, dan lekositosis, atau bahkan syok septik disertai gagal organ multiple. Seperti halnya SIRS, pelepasan mediator inflamasi sistemik dalam sepsis berakibat terjadinya gangguan dalam mikrosirkulasi, venodilatasi, dan disfungsi miokard dan ginjal. Terapi cairan merupakan hal yang penting dalam penanganan sepsis karena relatif terjadi hipovolemia dan diikuti dengan ekstravasasi cairan dari kompartemen vaskuler. Tujuan dari resusitasi cairan dalam sepsis ini adalah untuk mengembalikan tekanan pengisian dan arterial untuk memperbaiki perfusi end-organ dan metabolisme aerob, sementara meminimalkan overhidrasi yang berlebihan, yang dapat mengarah pada edema pulmonal, ileus paralitik, dan sindrom menekan kompartemen. Untuk mencapai tujuan ini, dokter menggunakan beberapa indeks perbedaan untuk mengatur terapi cairan dan terapi lainnya. Usaha yang intensif dibuat untuk menghindari overhidrasi. Namun, untuk mempertahankan hidrasi intravaskuler, terapi cairan dalam sepsis akan menyebabkan keseimbangan cairan positif yang sangat besar. Meskipun diperlukan, terapi cairan belumlah cukup untuk mempertahankan homeostasis fisiologis, dan terapi tambahan seperti pressor atau bahkan inotropik kadang-kadang diperlukan;

5)      Shock neurogenik (akibat kerusakan pada sistem saraf).
Shock neurogenik merupakan kegagalan pusat vasomotor sehingga terjadi hipotensi dan penimbunan darah pada pembuluh tampung (capacitance vessels). Shock neurogenik terjadi karena hilangnya tonus pembuluh darah secara mendadak di seluruh tubuh. Shock neurogenik juga dikenal sebagai syok spinal. Bentuk dari shock distributif, hasil dari perubahan resistensi pembuluh darah sistemik yang diakibatkan oleh cidera pada sistem saraf (seperti: trauma kepala, cidera spinal, atau anestesiumum yang dalam).
Shock neurogenik terjadi setelah cedera pada tulang belakang. Arus keluar simpatis terganggu sehingga nada vagal terlindung. Tanda-tanda klinis utama adalah hipotensi dan bradikardi. Cedera tulang tulang belakang akut yang paling sering terlihat dengan trauma tumpul akuntansi untuk sekitar 85 sampai 90 persen kasus. Daerah yang paling sering terkena adalah daerah leher rahim, diikuti oleh persimpangan torakolumbalis, daerah dada, dan daerah lumbar. Shock neurogenik harus dibedakan dari shock "tulang belakang". Shock spinal didefinisikan sebagai kerugian sementara aktivitas refleks spinal terjadi di bawah cedera tulang total atau nyaris total tulang belakang;

6)      Shock hemoragik
Koagulopati yang berhubungan dengan transfusi masif masih merupakan masalahklinis yang penting. Strategis terapi termasuk mempertahankan perfusi jaringan, koreksi hipotermi dan anemia, dan penggunaan produk hemostatik untuk mengoreksi microvascular bleeding.
Syok secara klinis didiagnosa dengan adanya gejala-gejala seperti berikut:
1.      Hipotensi: tekanan sistole kurang dari 80 mmHg atau TAR (tekanan arterial rata-rata) kurang     dari 60 mmHg, atau menurun 30% lebih.
2.      Oliguria: produksi urin kurang dari 20 ml/jam.
3.      Perfusi perifer yang buruk, misalnya kulit dingin dan berkerut serta pengisian kapiler yang jelek.
Syok hipovolemik di sebabkan oleh :
1.      Kehilangan darah atau syok hemoragik karena perdarahan yang mengalir keluar tubuh seperti hematotoraks, ruptura limpa, dan kehamilan ektopik terganggu.
2.      Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah yang besar. Misalnya, fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3.      Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
·         Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenteritis.
·         Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison.
·         Luka bakar (kombustio) dan anafilaksis.
Pada syok, konsumsi oksigen dalam jaringan menurun akibat berkurangnya aliran darah yang mengandung oksigen atau berkurangnya pelepasan oksigen ke dalam jaringan. Kekurangan oksigen di jaringan menyebabkan sel terpaksa melangsungkan metabolisme anaerob dan menghasilkan asam laktat.
Keasaman jaringan bertambah dengan adanya asam laktat, asam piruvat, asam lemak, dan keton (Stene-Giesecke, 1991).
Tahap-tahap shock
1.      Tahap kompensasi à fungsi vital masih dapat di pertahankan melalui mekanisme kompensasi tubuh
2.      Tahap dekompensasi à mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi
3.      Tahap ireversibel à kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut, sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya.

Shock hipovolemik (akibat penurunan volume darah)
Shock hipovolemik merupakan salah satu jenis shock yang disebabkan oleh hilangnya darah, plasma, atau cairan interstitiel dalam jumlah yang besar. Hilangnya darah dan plasma menyebabkan hipovolemia secara langsung. Hilangnya cairan interstitiel menyebabkan hipovolemia secara tidak langsung dengan memicu terjadinya difusi plasma dari intravaskuler ke ruang ekstravaskuler. Shock hipovolemik mulai berkembang ketika volume intravaskuler  berkurang sekitar 15 %. Shock hipovolemik pada anak merupakan tipe syok yang paling sering terjadi, berhubungan dengan pengurangan volume intravaskuler. Dehidrasi dan trauma merupakan penyebab yang paling sering pada shock hipovolemik;



Penyebab syok Hipovolemik
·         Perdarahan
ü  Hematom subkapsular hati
ü  Aneurisma aorta pecah
ü  Perdarahan gastrointestinal
ü  Perlukaan berganda
ü  Kehilangan plasma

·         Luka bakar luas
ü  Pancreatitis
ü  Deskuamasi kulit
ü  Sindrom Dumping

·         Kehilangan cairan ekstraselular
ü  Muntah
ü  Dehidrasi
ü  Diare
ü  Terapi diuretic yang sangat agresif
ü  Dia bêtes insipisud
ü  Insufisiensi adrenal

Dehidrasi
        Dehidrasi terjadi ketika kadar kandungan air dalam tubuh terlalu rendah. Kondisi ini dapat dicegah dengan meningkatkan asupan cairan. Gejala-gejala dehidrasi diantaranya adalah sakit kepala, pusing, lesu, murung, daya respon rendah, saluran hidung kering, bibir kering dan pecah-pecah, urin berwarna terlalu kuning atau gelap, tubuh lemah, letih, dan halusinasi.
      Akhirnya tidak dapat mengeluarkan urin, ginjal gagal bekerja, dan tubuh tidak mampu membuang hasil sisa-sisa proses metabolisme yang beracun. Dan bahkan pada kondisi yang sudah ekstrim dapat mengakibatkan kematian. Beberapa penyebab dehidrasi diantaranya adalah:
·         Meningkatnya produksi keringat karena cuaca yang panas, kelembapan, olahraga, atau demam.
·         Kurang minum air.
·         Kurang baiknya kerja mekanisme sinyal tubuh pada manula, hingga kadang manula tidak merasa haus padahal sedang dalam kondisi dehidrasi.
·         Meningkatnya keluaran urin karena kondisi kekurangan hormon, diabetes, sedang dalam pengobatan atau berpenyakit ginjal.
·         Mengalami diare atau muntah.
·         Sedang dalam masa penyembuhan luka bakar.

PATOFISIOLOGI
http://htmlimg3.scribdassets.com/41cnhjd934z29c1/images/5-5753159dcd.jpg


                                 Syok hipovolemik karena dehidrasi
                                                      (diare, muntah)
                         
                             Syok Hipovolemik Karena Perdarahan

Gejala dan Tanda Klinis
        Gejala syok hipovolemik cukup bervariasi, tergantung pada usia, kondisi premorbid, besarnya volume cairan yang hilang, dan lamanya berlangsung. Kecepatan kehilangan cairan tubuh merupakan faktor kritis respons kompensasi. Pasien muda dapat dengan mudah mengkompensasi kehilangan cairan dengan jumlah sedang dengan vasokonstriksi dan takhikardia. Kehilangan volume yang cukp besar dalam waktu lambat, meskipun terjadi pada pasien usia lanjut, masih dapat ditolerir juga dibandingkan kehilangan dalam waktu yang cepat atau singkat.
1.      Apabila syok telah terjadi, tanda-tandanya akan jelas. Pada keadaan hipovolemia, penurunan darah lebih dari 15 mmHg dan tidak segera kembali dalam beberapa menit. Adalah penting untuk mengenali tanda-tanda syok, yaitu:Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2.      Takhikardia: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respons homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3.      Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah sistemik dan curah jantung, vasokonstriksi perifer adalah faktor yang esensial dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak di bawah 70 mmHg.
4.      Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik. Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30 ml/jam.
Pada penderita yang mengalami hipovolemia selama beberapa saat, dia akan menunjukkan adanya tanda-tanda dehidrasi seperti:
(1) Turunnya turgor jaringan;
(2) Mengentalnya sekresi oral dan trakhea, bibir dan lidah menjadi kering; serta
(3) Bola mata cekung.
Akumulasi asam laktat pada penderita dengan tingkat cukup berat, disebabkan oleh metabolisme anaerob. Asidosis laktat tampak sebagai asidosis metabolik dengan celah ion yang tinggi. Selain berhubungan dengan syok, asidosis laktat juga berhubungan dengan kegagalan jantung (decompensatio cordis), hipoksia, hipotensi, uremia, ketoasidosis diabetika (hiperglikemi, asidosis metabolik, ketonuria), dan pada dehidrasi berat.
Tempat metabolisme laktat terutama adalah di hati dan sebagian di ginjal. Pada insufisiensi hepar, glukoneogenesis hepatik terhambat dan hepar gagal melakukan metabolisme laktat. Pemberian HCO3 (bikarbonat) pada asidosis ditangguhkan sebelum pH darah turun menjadi 7,2. Apabila pH 7,0-7,15 dapat digunakan 50 ml NaHCO3 8,4% selama satu jam. Sementara, untuk pH < 7,0 digunakan rumus 2/2 x berat badan x kelebihan basa.
Pemeriksaan Laboratorium – Hematologi
Pemeriksaan laboratorium sangat bermanfaat untuk menentukan kadar hemoglobin dan nilai hematokrit. Akan tetapi, resusitasi cairan tidak boleh ditunda menunggu hasil pemeriksaan. Hematokrit pasien dengan syok hipovolemik mungkin rendah, normal, atau tinggi, tergantung pada penyebab syok.
Pasien mengalami perdarahan lambat atau resusitasi cairan telah diberikan, nilai hematokrit akan rendah. Jika hipovolemia karena kehilangan volume cairan tubuh tanpa hilangnya sel darah merah seperti pada emesis, diare, luka bakar, fistula, hingga mengakibatkan cairan intravaskuler menjadi pekat (konsentarted) dan kental, maka pada keadaan ini nilai hematokrit menjadi tinggi.
Diagnosa Differensial
Syok hipovolemik menghasilkan mekanisme kompensasi yang terjadi pada hampir semua organ tubuh. Hipovolemia adalah penyebab utama syok pada trauma cedera. Syok hipovolemik perlu dibedakan dengan syok hipoglikemik karena penyuntikan insulin berlebihan. Hal ini tidak jarang terjadi pada pasien yang dirawat di Unit Gawat Darurat.
Akan terlihat gejala-gejala seperti kulit dingin, berkeriput, oliguri, dan takhikardia. Jika pada anamnesa dinyatakan pasien sebelumnya mendapat insulin, kecurigaan hipoglikemik sebaiknya dipertimbangkan. Untuk membuktikan hal ini, setelah darah diambil untuk pemeriksaan laboratorium (gula darah sewaktu), dicoba pemberian 50 ml glukosa 50% intravena atau 40 ml larutan dextrose 40% intravena.
Resusitasi Cairan
Manajemen cairan adalah penting dan kekeliruan manajemen dapat berakibat fatal. Untuk mempertahankan keseimbangan cairan maka input cairan harus sama untuk mengganti cairan yang hilang. Cairan itu termasuk air dan elektrolit. Tujuan terapi cairan bukan untuk kesempurnaan keseimbangan cairan, tetapi penyelamatan jiwa dengan menurunkan angka mortalitas.
Perdarahan yang banyak (syok hemoragik) akan menyebabkan gangguan pada fungsi kardiovaskuler. Syok hipovolemik karena perdarahan merupakan akibat lanjut. Pada keadaan demikian, memperbaiki keadaan umum dengan mengatasi syok yang terjadi dapat dilakukan dengan pemberian cairan elektrolit, plasma, atau darah.
Untuk perbaikan sirkulasi, langkah utamanya adalah mengupayakan aliran vena yang memadai. Mulailah dengan memberikan infus Saline atau Ringer Laktat isotonis. Sebelumnya, ambil darah ± 20 ml untuk pemeriksaan laboratorium rutin, golongan darah, dan bila perlu Cross test. Perdarahan berat adalah kasus gawat darurat yang membahayakan jiwa. Jika hemoglobin rendah maka cairan pengganti yang terbaik adalah tranfusi darah.
Resusitasi cairan yang cepat merupakan landasan untuk terapi syok hipovolemik. Sumber kehilangan darah atau cairan harus segera diketahui agar dapat segera dilakukan tindakan. Cairan infus harus diberikan dengan kecepatan yang cukup untuk segera mengatasi defisit atau kehilangan cairan akibat syok. Penyebab yang umum dari hipovolemia adalah perdarahan, kehilangan plasma atau cairan tubuh lainnya seperti luka bakar, peritonitis, gastroenteritis yang lama atau emesis, dan pankreatitis akuta.
Pemilihan Cairan Intravena
Pemilihan cairan sebaiknya didasarkan atas status hidrasi pasien, konsentrasi elektrolit, dan kelainan metabolik yang ada. Berbagai larutan parenteral telah dikembangkan menurut kebutuhan fisiologis berbagai kondisi medis. Terapi cairan intravena atau infus merupakan salah satu aspek terpenting yang menentukan dalam penanganan dan perawatan pasien.
Terapi awal pasien hipotensif adalah cairan resusitasi dengan memakai 2 liter larutan isotonis Ringer Laktat. Namun, Ringer Laktat tidak selalu merupakan cairan terbaik untuk resusitasi. Resusitasi cairan yang adekuat dapat menormalisasikan tekanan darah pada pasien kombustio 18-24 jam sesudah cedera luka bakar.
Larutan parenteral pada syok hipovolemik diklasifikasi berupa cairan kristaloid, koloid, dan darah. Cairan kristaloid cukup baik untuk terapi syok hipovolemik. Keuntungan cairan kristaloid antara lain mudah tersedia, murah, mudah dipakai, tidak menyebabkan reaksi alergi, dan sedikit efek samping. Kelebihan cairan kristaloid pada pemberian dapat berlanjut dengan edema seluruh tubuh sehingga pemakaian berlebih perlu dicegah.
Larutan NaCl isotonis dianjurkan untuk penanganan awal syok hipovolemik dengan hiponatremik, hipokhloremia atau alkalosis metabolik. Larutan RL adalah larutan isotonis yang paling mirip dengan cairan ekstraseluler. RL dapat diberikan dengan aman dalam jumlah besar kepada pasien dengan kondisi seperti hipovolemia dengan asidosis metabolik, kombustio, dan sindroma syok. NaCl 0,45% dalam larutan Dextrose 5% digunakan sebagai cairan sementara untuk mengganti kehilangan cairan insensibel.
Ringer asetat memiliki profil serupa dengan Ringer Laktat. Tempat metabolisme laktat terutama adalah hati dan sebagian kecil pada ginjal, sedangkan asetat dimetabolisme pada hampir seluruh jaringan tubuh dengan otot sebagai tempat terpenting. Penggunaan Ringer Asetat sebagai cairan resusitasi patut diberikan pada pasien dengan gangguan fungsi hati berat seperti sirosis hati dan asidosis laktat. Adanya laktat dalam larutan Ringer Laktat membahayakan pasien sakit berat karena dikonversi dalam hati menjadi bikarbonat.
Secara sederhana, tujuan dari terapi cairan dibagi atas resusitasi untuk mengganti kehilangan cairan akut dan rumatan untuk mengganti kebutuhan harian



KOMPLIKASI
v  Kerusakan ginjal
v  Kerusakan otak
v  Gangren dari lengan atau kaki kadang-kadangmengarah ke amputasi
v  Serangan jantung


PENCEGAHAN
·         Mencegah syok lebih mudah daripada mencobauntuk mengobatinya setelah terjadi.
·         Cepat dalam mendiagnosis dan bertindak dapat mengurangi risiko syok berat.
·          Awal pertolongan pertama dapat membantu kontrol syok.



REFERENSI

·         MaierRV.Pendekatan pada pasien dengansyok.Dalam: Fauci AS, TR Harrison, eds. Harrison's Prinsip Kedokteran Internal.17 ed.newYork,NY:McGrawHill, 2008: chap 264.
·         SpaniolJR, A RKnight, ZebleyJL, Anderson D,JD Pierce.Resusitasi cairan terapi untuk syokhemoragik.J Trauma Nurs.2007; 14:152-156.
·         Tarrant AM,Ryan MF,Hamilton PA,Bejaminov O.Sebuah tinjauan bergambar shock hipovolemik padaorang dewasa.BrJ Radiol.2008; 81:252-257.Top of Form

Author : Fino

Tidak ada komentar:

Posting Komentar