Author : Ardicho (jurnal) dan Kintan (artikel)
Jurnal Download Here
Artikel Sk. 1 Tutorial Blok 5
PATOFISIOLOGI
Tubuh manusia
berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem fisiologi utama
sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem
neuroendokrin. Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan
akut dengan mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah
(melalui pelelepasan tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi
(juga melalui pelepasan tromboksan A2 lokal) dan membentuk bekuan darah immatur
pada sumber perdarahan.
Pembuluh
darah yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan
fibrin dan menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk
menyempurnakan fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan
vasokonstriksi pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan
pelepasan norepinefrin dan penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur
oleh baroreseptor di arcus caroticus, arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh
darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon dengan mengalirkan darah
ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit, otot, dan traktus
gastrointestinal.
Sistem
renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin dari
apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi
angiotensin I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di
paru-paru dah hati. Angotensin II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya
membantu perbaikan keadaan pada syok hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol
otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari korteks adrenal.
Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya akan
menyebabkan retensi air.
Sistem
neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan Antidiuretik
Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari posterior
sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor)
dan terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor).
Secara tidak langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam
(NaCl) pada tubulus distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
Patofisiologi
dari syok hipovolemik itu telah tercakup pada apa yang ditulis sebelumnya.
Referensi untuk bacaan selanjutnya dapat ditemukan pada bibliografi. Mekanisme
yang rumit yang telah dijelaskan sebelumnya efektif dalam memenuhi perfusi
organ vital pada kehilangan darah yang berat. Tanpa resusitasi cairan dan darah
dan atau koreksi keadaan patologi yang mendasari perdarahan, perfusi jantung
akhirnya akan berkurang, dan kegagalan berbagai organ akan segera terjadi.
MANIFESTASI KLINIS
Riwayat Penyakit
·
Pada pasien dengan kemungkinan syok akibat hipovolemik,
riwayat penyakit penting untuk menentukan penyebab yang mungkin dan untuk
penanganan lansung. Syok hipovolemik akibat kehilangan darah dari luar biasanya
nyata dan mudah didiagnosis. Perdarahan dalam kemungkinan tidak nyata, seperti
pasien hanya mengeluhkan kelemahan, letargi, atau perubahan status mental.
·
Gejala-gejala syok seperti kelemahan, penglihatan kabur,
dan kebingungan, sebaiknya dinilai pada semua pasien.
·
Pada pasien trauma, menentukan mekanisme cedera dan
beberapa informasi lain akan memperkuat kecurigaan terhadap cedera tertentu
(misalnya, cedera akibat tertumbuk kemudi kendaraan, gangguan kompartemen pada
pengemudi akibat kecelakaan kendaraan bermotor).
·
Jika sadar, pasien mungkin dapat menunjukkan lokasi nyeri
·
Tanda vital, sebelum dibawa ke unit gawat darurat sebaiknya
dicatat.
·
Nyeri dada, perut, atau punggung mungkin menunjukkan
gangguan pada pembuluh darah.
·
Tanda klasik pada aneurisma arteri torakalis adalah nyeri
yang menjalar ke punggung. Aneurisma aorta abdominalis biasanya menyebabkan
nyeri perut, nyeri punggung, atau nyeri panggul.
·
Pada pasien dengan perdarahan gastrointestinal, mengumpulan
keterangan tentang hematemesis, melena, riwayat minum alkohol, penggunaan obat
anti-inflamasi non steroid yang lama, dan koagulopati (iatrogenik atau
selainnya) adalah sangat penting.
·
Kronologi muntah dan hematemesis harus ditentukan.
·
Pada pasien dengan hematemesis setelah episode berulang
muntah yang hebat kemungkinan mengalami Sindrom Boerhaave atau Mallory-Weiss
tear, sedangkan pasien dengan riwayat hematemesis sejak sejak awal kemungkinan
mengalami ulkus peptik atau varises esophagus.
·
Jika suatu penyebab ginekologik dipertimbangkan, perlu
dikumpukan informasi mengenai hal berikut: periode terakhir menstruasi, faktor
risiko kehamilan ektopik, perdarahan pervaginam (termasuk jumlah dan
durasinya), produk konsepsi pada saluran vagina, dan nyeri. Semua wanita usia
subur sebaiknya menjalani tes kehamilan, untuk meyakinkan apakah mereka hamil.
Tes kehamilan negatif bermakna untuk menyingkirkan diagnosis kehamilan ektopik.
Author : Kintan
Tidak ada komentar:
Posting Komentar