Senin, 24 Maret 2014

Skenario 1 - Tutorial Blok 11

Skenario 1 - Tutorial Blok 11
By : Nia, Yoga (2012), & Mas didit (2011)
Selamat datang di blok 11!, w o w ya, skenario 1 sudah video hehe. Jadi Ceritanya itu kalau angkatan 2011 skenarionya sudah tertulis Cuma waktu tutorial ditambah video juga..daaan ada video trigger 1, 2 dst gitu. Based on true story mas didit suhu anti-remed J. Mau lihat yang tahun lalu, discroll aja kebawah ya..a
Kalau angkatan 2012, dikasih TIU dan TIK dan video trigger aja...kita bahas menurut TIU dan TIK seperti di modul hehe. Semoga bermanfaat.

TIU :
Setelah melaksanakan kegiatan tutorial ini mahasiswa dapat menjelaskan berbagai penyakit yang menimbulkan anemia berdasarkan klasifikasi, etiologi, patofisiologi, diagnosis dan penatalaksanaan.

TIK :
1.    Menjelaskan klasifikasi anemia berdasarkan etiolgi dan morfologi
2.    Menjelaskan gambaran klinis dari anemia
3.    Menjelaskan proses eritropoesis
4.    Menjelaskan patofisiologi anemia defisiensi besi
5.    Menjelaskan metabolisme zat besi.
6.    Menjelaskan manifestasi klinis akibat anemia defisiensi besi (ADB) jangka panjang.
7.    Menjelaskan interpretasi hasil laboratorium untuk diagnosis ADB
8.    Menjelaskan deferensial diagnosis pada ADB

Yuk kita bahas TIKnya satu-satu~
1.      Menjelaskan klasifikasi anemia berdasarkan etiolgi dan morfologi
dua yaitu menurut morfologi dan  etiologi.Menurut morfologinya anemia diklasifikasikan menjadi empat,yaitu :
·         Anemia normositik normokromik : sel-sel darah merah mempunyai ukuran dan bentuk normal tetapi individu menderita anemia. Biasanya terjadi pada keadaan penyakit kronik dan karena kehilangan darah akut.
·         Anemia makrositik normokromik : sel darah merah mempunyai ukuran yang lebih besar dari normal tetapi warnanya normal.Hal ini diakibatkan oleh gangguan sintesis asam nukleat DNA seperti pada penyakit difisiensi vitamin B12 dan atau asam folat. Dapat juga disebabkan oleh obat yang digunakan untuk khemoterapi pada kanker.
·         Anemia mikrositik hipokrom : sel eritrosit berukuran kecil dan warnanya pucat disebabkan kadar hemoglobin dalam eritrosit kurng dari normal.biasanya menggambarkan adanya isufisiensi sintesis hem (besi) seperti pada anemia difisiensi besi
·         Aemia mikrositik normokromik : pada keadaan ini ditemukan sel darah merah berukuran kecil tetapi kadar hemoglobinnya normal.

1.      Klasifikasi anemia menurut etiologinya, penyebab utamanya adalah karena kehilangan darah baik akut maupun kronik juga disebabkan oleh destruksi eritrosit yang berlebihan.

Hemoglobin Untuk mengetahui seseorang anemia atau tidak dapat diketahui dengan pengukuran kadar hemoglobin.Hemoglobinadalah suatu senyawa protein dengan Fe yang dinamakan conjugated protein. Karena Fe inilah yang menyebabkan warna darah merah.Oleh karena itu hemoglobin juga dinamakan zat warna darah. Fungsi dari hemoglobin adalah untuk mengatur pertukaran oksigen dengan karbon dioksida di dalam jaringan tubuh,mengambil oksigen dari paru-paru kemudian dibawa keseluruh jaringan tubuh untuk dipakai sebagai bahan bakar dan membawa karbon dioksida dari jaringan tubuh sebagai hasil metabolisme ke paru-paru untuk dibuang. Kadar hemoglobin dinyatakan dalam persen (%) atau gram persen yaitu jumlah gram hemoglobin per seratus mililiter darah. Manuaba (2001) mengatakan berdasar hasil pemeriksaan hemoglobin,anemia digolongkan menjadi :
a.      Hb 11 gram persen : tidak anemia
b.      Hb 9 – 10 gram persen : anemia ringan
c.       Hb 7 – 8 gram persen : anemia sedang
d.       Hb kurang dari 7 gram persen : anemia berat




Gampangnya :
Anemia dapat diklasifikasikan berdasarkan morfologi dan etiologi. Klasifikasi morfologi didasarkan pada ukuran dan kandungan hemoglobin.

No.
Morfologi Sel
Keterangan
Jenis Anemia
1.
Anemia makrositik -normokromik
Bentuk eritrosit yang besar dengankonsentrasi hemoglobinyang normal
·     Anemia Pernisiosa
·     Anemia defisiensi folat
2.
Anemia mikrositik - hipokromik
Bentuk eritrosit yangkecil dengan konsentrasihemoglobin yangmenurun
·     Anemia defisiensi besi
·     Anemia sideroblastik 
·     Thalasemia
3.
Anemia normositik - normokromik
Penghancuran atau penurunan jumlaheritrosit tanpa disertai kelainan bentuk dankonsentrasi hemoglobin
·     Anemia aplastik 
·     Anemia posthemoragik 
·     Anemia hemolitik
·     Anemia Sickle Cell
·     Anemia pada penyakit kronis


Menurut etiologinya, anemia dapat diklasifikasikan menjadi 3 macam yaitu
1.      Gangguan produksi sel darah merah pada sumsum tulang (hipoproliferasi),
Hipoproliferatif merupakan penyebab anemia yang terbanyak. Anemiahipoproliferatif ini dapat disebabkan karena:
a.      Kerusakan sumsum tulang
Keadaan ini dapat disebabkan oleh obat-obatan, penyakit infiltratif (contohnya: leukemia, limfoma), dan aplasia sumsum tulang. 
b.      Defisiensi besi
c.       Stimulasi eritropoietin (EPO) yang inadekuat.
Keadaan ini terjadi pada gangguan fungsi ginjal
d.       Supresi produksi EPO yang disebabkan oleh sitokin inflamasi(misalnya: interleukin 1)
e.      Penurunan kebutuhan jaringan terhadap oksigen (misalnya padakeadaan hipotiroid)
Pada jenis ini biasanya ditemukan eritrosit yang normokrom normositer, namun dapat pula ditemukan gambaran eritrosit yang hipokrom mikrositer, yaitu pada defisiensi besi ringan hingga sedang dan penyakit inflamasi. Kedua keadaan tersebut dapat dibedakan melalui pemeriksaan persediaan dan penyimpanan zat besi.

2.      Gangguan pematangan sel darah merah (eritropoiesis yang tidak efektif),
Pada keadaan anemia jenis ini biasanya ditemukan kadar retikulosit yang“rendah”, gangguan morfologi sel (makrositik atau mikrositik), dan indekseritrosit yang abnormal. Gangguan pematangan dapat dikelompokkan menjadi 2macam yaitu:
a.      Gangguan pematangan inti
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa makrositik.Penyebab dari gangguan pematangan inti adalah defisiensi asam folat,defisiensi vitamin B12, obat-obatan yang mempengaruhi metabolisme DNA(seperti metotreksat, alkylating agent ), dan myelodisplasia. Alkohol juga dapatmenyebabkan gangguan pematangan inti, namun keadaan ini lebih disebabkanoleh defisiensi asam folat.
b.      Gangguan pematangan sitoplasma
Pada keadaan ini biasanya ditmukan kelainan morfologi berupa mikrositik danhipokromik. Penyebab dari gangguan pematangan sitoplasma adalah defisiensi besi yang berat, gangguan sintesa globin (misalnya pada thalasemia), dan gangguan sintesa heme (misalnya pada anemia sideroblastik)

3.      Penurunan waktu hidup sel darah merah (kehilangan darah atau hemolisis).
Anemia jenis ini dapat disebabkan oleh kehilangan darah atau hemolisis. Padakedua keadan ini akan didapatkan peningkatan jumlah retikulosit. Kehilangandarah dapat terjadi secara akut maupun kronis. Pada fase akut, belum ditemukan peningkatan retikulosit yang bermakna karena diperlukan waktu untuk terjadinya peningkatan eritropoietin dan proliferasi sel dari sumsum tulang. Sedangkan padafase kronis gambarannya akan menyerupai anemia defisiensi besi.Gambaran dari anemia hemolitik dapat bermacam-macam, dapat akut maupunkronis. Pada anemia hemolisis kronis, seperti pada sferositosis herediter, pasiendatang bukan karena keadaan anemia itu sendiri, melainkan karena komplikasiyang ditimbulkan oleh pemecahan sel darah merah dalam jangka waktu lama,seperti splenomegali, krisis aplastik, dan batu empedu. Pada keadaan yangdisebabkan karena autoimun, hemolisis dapat terjadi secara episodik (self limiting ).
SOURCE:  http://www.scribd.com/doc/29879419/ANEMIA

2.      Menjelaskan gambaran klinis dari anemia
a.      Gejala Umum Anemia
                                                              i.      Gejala umum anemia yan disebut juga sebagai sindrom anema (anemic syndrome) dijumpai pada anemia defisiensi besi apabila kadar hemoglobin turun di bawah 7-8 g/dl. Gejala ini berupa badan lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, serta telinga mendenging. Pada anemia defisiensi besi karena penurunan kadar hemoglobin yang terjadi secara perlahan-lahan sering kali sindroma anemia tidak terlalu menyolok dibandingkan dengan anemia lain yang penurunan kadar hemoglobinnya terjadi lebih cepat, oleh karena mekanisme kompensasi tubuh dapat berjalan dengan baik. Anemia bersifat simtomatik jika hemoglobin telah turun dibawah 7 g/dl. Pada pemeriksaan fisik dijumpai pasien yang pucat, terutama pada konjungtiva dan jaringan di bawah kuku. (IPD Vol.2 ed.V, p1131)
b.      Gejala Khas Defisiensi Besi
                                                              i.      Gejala yang khas dijumpai pada defisiensi besi, tetapi tidak dijumpai pada anemia jenis lain adalah:
1.      Koilonychia : kuku sendok (spoon nail), kuku menjadi rapuh, bergaris-garis vertikal dan menjadi cekung sehingga mirip seperti sendok (gambar 3)
 
2.      Atrofi papil lidah : permukaan lidah menjadi licin dan mengkilap karena papil lidah menghilang.
3.      Stomatitis angularis (cheilosis) : adanya keradangan pada sudut mulut sehingga tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
4.      Disfagia: nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
5.      Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan akhloridia
6.      Pica: keinginan untuk memakan bahan yang tidak lazim, seperti : tanah liat, es, lem, dan lain-lain.
(IPD Vol.2 ed.V, p1131)
Defisiensi Besi kadang-kadang disertai adanya selaput esofagus (Sindrom Plummer-Vinson) (Larry, 1998). Sindrom plummer vinson atau disebut juga sindrom peterson kelly adalah kumpulan gejala yang terdiri dari anemia hipokromik mikrositer, atrofi papil lidah dan disfagia. (IPD Vol.2 ed.V, p1131)

                                                            ii.      Gejala Penyakit Dasar
Pada anemia defisiensi dapat dijumpai gejala penyakit yang menjadi penyebab anemia defisiensi besi tersebut. Misalnya pada anemia akibat penyakit cacing tambang dijumpai dispepsia, parotis membengkak, dan kulit telapak tangan berwarna kuning seperti jerami. Pada anemia karena perdarahan kronik akibat kanker kolon dijumpai gejala gangguan kebiasaan buang air besar atau gejala lain tergantung dari lokasi kanker tersebut. (IPD Vol.2 ed.V, p1131)

3.      Menjelaskan proses eritropoesis

a)         Definisi
Description: erythropoiesis.jpgEritropoesis adalah proses pembuatan eritrosit, pada janin dan bayi proses ini berlangsung di limfa dan sumsum tulang, tetapi pada orang dewasa terbatas hanya pada sumsum tulang. (Dorland edisi 31).
b)        Mekanisme eritropoesis
Sel darah merah berasal dari sel stem hemopoetik pluriprotein yang berada pada sumsum tulang. Sel ini kemudian akan membentuk bermacam-macam sel darah tepi. Asal sel yang akan terbentuk selanjutnya adalah sel stem commited, sel ini akan dapat menghasilkan Unit pembentuk koloni eritrosit (CFU-E) dan unit granulosit dan monosit (CFU-GM).
Pada eritropoesis, CFU-E membentuk banyak sel Proeritroblas sesuai dengan rangsangan. Proeritroblas akan membelah berkali-kali menghasilkan banyak sel darah merah matur yaitu Basofil Eritroblas. Sel ini sedikit sekali mengumpulkan hemoglobin. Selanjutnya sel ini akan berdifferensiasi menjadi retikulosit dengan sel yang sudah dipenuhi dengan hemoglobin. Retikulosit masih mengandung sedikit bahan basofilik. Bahan basofilik ini akan menghilang dalam waktu 1-2 hari dan menjadi eritrosit matur.
Description: erythropoiesis.jpg

4.      Menjelaskan patofisiologi anemia defisiensi besi

Anemia defisiensi besi adalah anemia yang terjadi karena kekurangan zat besi (Fe) yang diperlukan untuk pembentukan sel darah merah. Defisiensi besi merupakan penyebab terbanyak dari anemia di seluruh dunia. Diperkirakan 30 % dari populasi dunia mengalami anemia akibat defisiensi besi.
Zat besi selain dibutuhkan untuk pembentukan Hb yang berperan dalam penyimpanan dan pengangkutan oksigen, juga terdapat dalam beberapa enzim yang berperan dalam metabolisme oksidatif, sintesa DNA, neurotransmiter dan proses katabolisme yang bekerjanya membutuhkan ion besi.
Anemia ini merupakan kelainan hematologi yang paling sering dijumpai pada bayi dan anak. Banyaknya Fe yang diabsorpsi dari makanan kira-kira 10 % setiap hari sehingga untuk nutrisi optimal diperlukan diet yang mengandung Fe sebanyak 8-10 mg Fe perhari. Fe yang berasal dari ASI diabsorpsi secara lebih efisien daripada yang berasal dari susu sapi. Sedikitnya macam makanan yang kaya Fe yang dicerna selama tahun pertama kehidupan menyebabkan sulitnya memenuhi jumlah yang diharapkan, maka dari itu diet bayi harus mengandung makanan yang diperkaya Fe sejak usia 6 bulan.
PATOFISIOLOGI
Anemia defisiensi Fe merupakan hasil akhir keseimbangan negatif Fe yang berlangsung lama. Bila keseimbangan besi ini menetap akan menyebabkan cadangan besi terus berkurang. Terdapat 3 tahap defisiensi besi, yaitu :
Iron depletion
Ditandai dengan cadangan besi menurun atau tidak ada tetapi kadar Fe serum dan Hb masih normal. Pada keadaan ini terjadi peningkatan absorpsi besi non heme.
Iron deficient erythropoietin/iron limited erythropoiesis
Pada keadaan ini didapatkan suplai besi yang tidak cukup untuk menunjang eritropoiesis. Pada pemeriksaan laboratorium didapat kadar Fe serum dan saturasi transferin menurun sedangkan TIBC dan FEP meningkat.
Iron deficiency anemia
Keadaan ini merupakan stadium lanjut dari defisiensi Fe. Keadaan ini ditandai dengan cadangan besi yang menurun atau tidak ada, kadar Fe serum rendah, saturasi transferin rendah, dan kadar Hb atau Ht yang rendah
5.      Menjelaskan metabolisme zat besi.
Penyerapan besi oleh tubuh berlangsung melalui mukosa usus halus, terutama di duodenum sampai pertengahan jejunum, makin ke distal penyerapan akan semakin berkurang. Ada 2 cara penyerapan besi dalam usus, yaitu :
1.      Penyerapan dalam bentuk non heme ( + 90 % berasal dari makanan)
Zat besi dalam makanan biasanya dalam bentuk senyawa besi non heme berupa kompleks senyawa besi inorganik (ferri/ Fe3+) yang oleh HCl lambung, asam amino dan vitamin C mengalami reduksi menjadi ferro (Fe2+ ). Bentuk fero diabsorpsi oleh sel mukosa usus dan di dalam sel usus, fero mengalami oksidasi menjadi feri yang selanjutnya berikatan dengan apoferitin menjadi feritin. Bentuk ini akan dilepaskan ke peredaran darah setelah mengalami reduksi menjadi fero dan di dalam plasma ion fero direoksidasi menjadi feri yang akan berikatan dengan 1 globulin membentuk transferin. Transferin berfungsi mengangkut besi untuk didistribusikan ke hepar, limpa, sumsum tulang serta jaringan lain untuk disimpan sebagai cadangan besi tubuh.
Di sumsum tulang sebagian besi dilepaskan ke dalam retikulosit yang akan bersenyawa dengan porfirin membentuk heme. Persenyawaan globulin dengan heme membentuk hemoglobin. Setelah eritrosit hancur, Hb akan mengalami degradasi menjadi biliverdin dan besi. Besi akan masuk ke dalam plasma dan mengikuti siklus seperti di atas.
2.      Penyerapan dalam bentuk heme ( + 10 % dari makanan)
Besi heme di dalam lambung dipisahkan dari proteinnya oleh HCl lambung dan enzim proteosa. Besi heme teroksidasi menjadi hemin yang akan masuk ke sel mukosa usus secara utuh, lalu dipecah oleh enzim hemeoksigenasi menjadi ion feri dan porfirin. Ion feri akan mengalami siklus seperti di atas.
Proses absorbsi besi juga dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain:
1.      Heme-iron akan lebih mudah diserap dibandingkan nonheme-iron
2.      Ferro lebih mudah diserap daripada ferri
3.      Asam lambung akan membantu penyerapan besi
4.      Absorbsi besi dihambat kompleks phytate dan fosfat
5.      Bayi dan anak-anak mengabsorbsi besi lebih tinggi dari orang dewasa karena proses pertumbuhan
6.      Absorbsi akan diperbesar oleh protein
7.      Asam askorbat dan asam organik tertentu
Jumlah total besi dalam tubuh sebagian besar diatur dengan cara mengubah kecepatan absorbsinya. Bila tubuh jenuh dengan besi sehingga seluruh apoferitin dalam tempat cadangan besi sudah terikat dengan besi, maka kecepatan absorbsi besi dari traktus intestinal akan menjadi sangat menurun. Sebaliknya bila tempat penyimpanan besi itu kehabisan besi, maka kecepatan absorbsinya akan sangat dipercepat.
Di dalam tubuh, cadangan besi ada dua bentuk, yang pertama feritin yang ebrsifat mudah larut, tersebar di sel parenkim dan makrofag, terbanyak di hati. Bentuk kedua adalah hemosiderin yang tidak mudah larut, lebih stabil tetapi lebih sedikit dibanding feritin. Hemosiderin terutama ditemukan dalam sel Kupfer hati dan makrofag di limpa dan sumsum tulang. Cadangan besi ini akan berfungsi untuk mempertahankan homeostasis besi dalam tubuh.
Description: metabolisme-besi.jpg
Gambar Metabolisme zat besi
6.    Menjelaskan manifestasi klinis akibat anemia defisiensi besi (ADB) jangka panjang.
J J hayo coba dicari huehehe
7.    Menjelaskan interpretasi hasil laboratorium untuk diagnosis ADB
J
8.    Menjelaskan deferensial diagnosis pada ADB
 (Read, IPD Vol 5, p1134)


Skenario 1 Tutorial Blok 11 Angkatan 2011
Theme : Anemia and Anemia in Obsgyn
Author : Didit

Anemia in Pregnancy --> Download here!
Skenario (Triger I):
Ibu Yeti, 25 tahun (wiraswasta), keluhan lemas disertai muka pucat, sering pusing, penglihatan berkunang-kunang, jantung berdebar-debar (sejak 3 bulan yang lalu), suami khawatir akan ada dampaknya jika istri hamil nanti. Pada pemeriksaan fisik didapat : konjungtiva anemia, sklera tidak ikterik, dan tidak memiliki riwayat menstruasi periode panjang.
Triger II :
  Pemeriksaan Fisik :
  Keadaan Umum : Kompos mentis, tampak lemah dan pucat;
  Vital Sign : Tekanan darah : 100/60 mmHg (normal 120/80 mmHg), pulse nadi : 100x/menit (normal 80x/menit), respirasi : 20x/menit (normal 16-20x/menit), t : 36,5 °C (normal 36,5-37,5 °C);
  Kepala : mesocephal;
  Mata : konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), hidung : nafas cuping hidung (-/-), mulut : bibir pucat (+) perdarahan (-);
  Leher : pembesaran kel. Tyroid (-), pembesaran Inn. (-), JVP normal;
  Thorax : pulmo : dbn, cor : S I/II reguler, bising (-);
  Abdomen : supel, hepar dan lien tidak membesar, peristaltik (+), normal;
  Ekstremitas : kuku pucat (+), akral dingin (-).
  Pemeriksaan Laboratorium :
  DARAH RUTIN : Hb : 9,8 (normal: 13-16 g/dL), jumlah leukosit : 6.300 (normal : 5000-10.000 mm3), hitung jenis : eosinofil 2 % (normal : 1-5%), basofil 1 % (normal : 0-1%), netrofil batang 4 % (normal : 2-8%), netrofil segmen 45 % (normal : 40-60%), limfosit 30 % (normal : 20-40%), monosit 3 % (normal : 2-6%), LED I: 20, II: 30 (normal : L 0-10 mm/jam, P 0-15 mm/jam);
  Tes Kehamilan : PP test : positif (+).

Pembahasan :
1.     Intepretasi Hasil :
  Ibu Yeti : berarti dia perempuan, sementara kadar hemoglobin (Hb) pada perempuan lebih sedikit dibanding pada laki-laki, normal Hb pada perempuan 12 g/dL, kecuali pada perempuan hamil Hb 11,5 g/dL, sedangkan pada laki-laki normal Hb 13,5-18,5 g/dL. Kenapa Hb pada perempuan lebih rendah dibanding laki-laki? Karena perempuan memiliki siklus menstruasi secara rutin. Lalu kenapa Hb pada wanita hamil lebih rendah daripada wanita normal? Sebenarnya Hb 11,5 pada wanita hamil sudah termasuk anemia, namun masih anemia fisiologis, karena pada saat hamil, seorang wanita membutuhkan cairan amnion (plasenta) untuk kebutuhan nutrisi bayinya, nah, cairan amnion tersebut didapatkan dengan cara menaikkan cairan plasma untuk mengencerkan darah, sebagai kompensasinya Hb akan turun (hydremia), terutama pada trimester II kehamilan, kecuali jika saat hamil kadar Hb dibawah 11,5 g/dL berarti bukan anemia fisiologis lagi, tapi ada kelainan lain, bisa karena adanya ulkus gastritis, ambeien (hemoroid), perdarahan karena cacing tambang, dst; Source : Kuliah Introduction Block Hematological Disease dr. Suryanto, SpPK dan Kuliah Anemia in Pregnancy Prof. DR. dr Sulchan S, SpOG.PhD
  25 tahun : berarti masih muda, umur bisa juga mempengaruhi anemia, misal pada orang yang sudah lansia dengan penurunan fungsi ginjal dapat terjadi anemia, sedangkan pada orang yang masih muda cenderung pada anemia karena herediter misalnya anemia sickle cell (bulan sabit), thalassemia, dst;
  Pekerjaan wiraswasta : bisa berpengaruh bisa tidak, jika ternyata pekerjaan dia berat dan dia meng-handle sendiri tanpa karyawan bisa saja terlalu capek kemudian anemia deeh;
  Muka pucat, sering pusing, mata berkunang-kunang dan jantung berdebar-debar : pada penderita anemia gejala tersebut sering terlihat, karena pada anemia, tubuh tidak bisa memproduksi sel darah merah yang cukup sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi rendah atau menurun. Dalam tubuh kan ada dua proses pembentukan energi, yaitu proses aerob (ada oksigen) dan proses anaerob, karena kekurangan darah menyebabkan oksigen berkurang, dua proses tadi jadi lebih dominan di proses anaerob, sementara proses anaerob tidak banyak menghasilkan oksigen, sehingga oksigen yang harusnya dialirkan ke otak dan area sensitive (seperti muka (area mata dan bibir) dan ekstremitas (tangan (pada kuku dan telapak) dan kaki) dengan sempurna jadi berkurang, menyebabkan rasa pusing serta berkunang-kunang dan muka pucat dan konjungtiva anemis, hal tersebut juga kadang menyebabkan jantung sering berdebar-debar (biasanya berhubungan dengan tekanan nadi yang meningkat). Selain itu pada proses anaerob akan menghasilkan asam laktat sehingga kadang penderita anemia juga terasa lelah, letih, lesu, lunglai, lemah;
  Konjungtiva anemia : konjungtiva merupakan lekukan pada mata, if you know what I mean lah, normalnya konjungtiva itu berwarna kemerahan, pada keadaan tertentu (misal pada anemia) konjungtiva akan berwarna pucat yang disebut dengan nama konjungtiva anemis. Kenapa pada penderita anemia konjungtiva tampak anemis? Karena pada anemia kekurangan eritrosit sehingga darah yang harusnya dialirkan ke seluruh tubuh dengan cukup jadi tidak merata sementara itu konjungtiva merupakan salah satu area sensitive yang apabila tidak teraliri darah dengan sempurna akan tampak pucat sama seperti halnya dengan sklera, bibir dan area kuku, sehingga selain konjungtiva, bibir dan kuku juga tampak pucat;
  Sklera tidak ikterik : sklera merupakan bagian tipis membran yang melingkari mata, nah, pada keadaan tertentu sklera akan tampak ikterik (kuning) karena terdapat penumpukan bilirubin yang abnormal, lalu kenapa bilirubin menumpuk hanya di sklera? Karena sklera merupakan bagian kulit yang sensitif dan tipis, sehingga warna kuning akibat bilirubin akan lebih tampak pada sklera, sama halnya dengan pucat pada muka (terutama bibir) karena bibir merupakan bagian kulit yang sensitif sehingga pada keadaan tertentu pucat akan lebih terlihat pada bibir. Pada saat apa sklera tampak ikterik? Nah, ikterik sendiri dibedakan menjadi 3 macam, ikterik prehepatik, ikterik hepatik (perihepatik) dan ikterik posthepatik. Pada ikterik prehepatik terdapat gangguan metabolisme bilirubin sebelum ke hepar, biasanya terjadi pada anemia hemolitik (malaria) atau bisa juga karena mengkonsumsi obat-obatan tertentu (antibiotik), sedangkan pada ikterik hepatik gangguannya terdapat pada hepar misalnya pada penyakit hati seperti hepatitis, dst. Dan ikterik posthepatik terjadi akibat adanya kelainan metabolisme bilirubin setelah lewat dari hati misalnya karena adanya sumbatan di ductus biliaris, atresia biliaris (kongenital), dst. Lalu jika pasien mengalami ikterik bagaimana cara membedakan letak kelainan tersebut? Pada ikterik prehepatik, gangguannya sebelum bilirubin masuk ke hati, artinya bilirubin belum terkonjugasi (bilirubin indirect), untuk itu pada pemeriksaan bilirubin akan terdapat kenaikan bilirubin indirect, sedangkan pada ikterik hepatik terjadi kongesti hepar (hepar membengkak) [inflamasi] sehingga bilirubin tidak dibuang dan beredar kembali dalam darah, karena terjadinya kongesti maka pada pemeriksaan SGOT dan SGPT akan naik, kemudian pada ikterik posthepatik yang meningkat adalah bilirubin direct karena bilirubin sudah dirubah menjadi bilirubin terkonjugasi (direct); Source : keterangan dr. Siti Aminah (saat tutorial) dan kuliah Introduction Block Hematological Disease dr. Suryanto, SpPK
  Tidak memiliki riwayat menstruasi periode panjang : seperti yang sudah dijelaskan diatas, kenapa wanita memiliki Hb yang lebih sedikit karena wanita memiliki siklus menstruasi, itu salah satu alasan kenapa pada saat di anamnesis kasus seperti ini periode menstruasi harus ditanyakan, selain itu jika ternyata pasien telat menstruasi bisa dicurigai hamil (karena hamil juga bisa anemia kaan?), pada skenario pasien tidak memiliki riwayat menstruasi berarti kehamilan bisa dijadikan DD juga; Source : kuliah Introduction Block Hematological Disease dr. Suryanto, SpPK
  Keadaan umumnya kompos mentis : artinya pasien masih sadar namun tampak lemah dan pucat, itulah alasan kenapa dokter menyuruh pasien segera berbaring dan memilih melakukan alloanamnesis. Pada beberapa kasus anemia pasien datang dalam keadaan tidak sadarkan diri, dalam keadaan tersebut pasien bisa dipulihkan dulu (misal sudah sampai syok, pasien bisa langsung di beri infus (misal) terlebih dahulu), lalu kemudian lakukan anamnesis, tetapi bisa juga dilakukan alloanamnesis seperti pada skenario;
  Vital Sign :
o   Tekanan darah : 100/60 mmHg (normalnya : 120 (sistolik)/80 (diastolik) mmHg). Nah, orang dikatakan mengalami tekanan darah (hipotensi) rendah jika tekanan sistolik (angka atas dalam pembacaan tekanan darah) kurang dari 90 mmHg atau nilai tekanan diastolik (angka bawah dalam pembacaan tekanan darah) kurang dari 60 mmHg.
Penyebab tekanan darah rendah bisa akibat dehidrasi hingga gangguan pada sinyal otak yang mengatur tentang pemompaan darah. Tekanan darah rendah bisa menyebabkan gejala pusing hingga pingsan yang memicu kerusakan jantung, endokrin atau gangguan saraf.
Gejala yang timbul dari hipotensi adalah tubuh merasa pusing bahkan hingga terasa ingin pingsan, kurangnya konsentrasi, penglihatan kabur, mual, tubuh merasa dingin, kulit pucat, napas pendek dan cepat, kelelahan, depresi dan timbulnya rasa haus.
Jika terjadi anemia maka tubuh tidak bisa memproduksi sel darah merah yang cukup sehingga menyebabkan tekanan darah menjadi rendah atau menurun;
o   Nadi 100x/menit (normalnya 80x/menit). Tekanan nadi rata-rata merupakan tenaga utama yang mendorong darah ke jaringan. Tekanan tersebut harus dijaga karena jika terlalu lemah, aliran darah tidak akan adekuat ke organ dan jaringan. Sementara jika berlebih, jantung akan bekerja terlalu keras serta terjadi peningkatan resiko kerusakan vaskular maupun rupturnya pembuluh darah kecil. Tekanan ini ditentukan oleh dua faktor yaitu cardiac output dan resistensi perifer total (TPR).
Karena tergantung dengan cardiac output dan derajat vasokonstriksi arteriol, jika arteriol dalam suatu organ berdilatasi, arteriol di organ lain harus berkonstriksi untuk tetap menjaga tekanan darah yang adekuat. Tekanan yang adekuat tersebut tidak hanya membantu darah untuk terbawa ke organ yang bervasodilatasi, tapi juga ke otak yang tergantung pada volume darah yang konstan. Oleh karena itu, walaupun organ-organ membutuhkan darah secara bervariasi, sistem kardiovaskular selalu menjaga supaya tekanan darah tetap konstan.
Tekanan nadi rata-rata secara konstan dimonitor oleh baroreseptor di dalam sistem sirkulasi. Saat deviasi terdeteksi, respon refleks multiple akan terinisiasi untuk mengembalikan ke nilai normal. Penentuan jangka pendek yang terjadi dalam hitungan detik terjadi karena perubahan cardiac output dan resistensi perifer total yang dimediasi oleh sistem saraf otonom yang mempengaruhi jantung, vena dan arteriol. Jangka panjang, yang terjadi dalam hitungan menit sampai hari, melibatkan penentuan total volume darah dengan memulihkan garam normal dan keseimbangan air melalui mekanisme yang mengatur output urin dan rasa haus.
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tekanan nadi meliputi pengembalian darah melalui vena atau jumlah darah yang kembali ke jantung melalui vena, frekuensi dan kekuatan kontraksi jantung, resistensi perifer, elastisitas arteri besar, viskositas darah, kehilangan darah dan pengaruh hormon.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjLQ8flO3a6aNSq57GobyAzssuOTG6rOw6EhM2bqeWLE0p8VLOvOuWLX3G_dEseba02IeYjF8jr5pti9brOHQq_sZwABG5nUQ1P0ixgTKbmr37XYCay5PKfXLOOV-oaDGolD8ds-4yPWdNX/s400/tekanan-darah.jpg

  DARAH RUTIN :
o   Hemoglobin (Hb) 9,8 g/dL, pada perempuan normalnya 12 g/dL (Source : Kuliah Introduction Block Hematological Disease dr. Suryanto, SpPK), saat dilakukan PP Test ternyata ibu Yeti positif hamil, namun menurut kuliah dokter Suryanto, Hb pada wanita hamil sebesar 11,5 g/dL, itupun sudah termasuk anemia, namun masih fisioogis, sementara pada pemeriksan darah rutin, nilai Hb ibu Yeti dibawah 11,5, berarti anemia yang dialami ibu Yeti sudah patologis, jika dibiarkan akan berdampak pada kondisi kehamilannya;
o   LED (Laju Endap Darah) atau Erythrocyte Sedimentation Rate (ESR) merupakan proses pemeriksaan sedimentasi (pengendapan) darah yang diukur dengan memasukkan darah ke dalam tabung khusus selama satu jam. Makin banyak sel darah merah yang mengendap maka makin tinggi LED-nya. Tinggi ringannya nilai LED sangat dipengaruhi oleh keadaan tubuh kita, terutama saat terjadi radang. Namun ternyata orang yang anemia, dalam kehamilan dan para lansia pun memiliki nilai LED yang tinggi. Jadi orang normal pun bisa memiliki LED yang tinggi, dan sebaliknya bila LED-nya normalpun belum tentu tidak ada masalah.
Namun biasanya dokter langsung akan melakukan pemeriksaan tambahan lain, bila nilai LED di atas normal. Sehingga mereka tahu apa yang mengakibatkan nilai LED-nya tinggi. Selain untuk pemeriksaan rutin, LED pun bisa dipergunakan untuk mengecek perkembangan dari suatu penyakit yang dirawat. Bila LED makin menurun berarti perawatan berlangsung cukup baik, dalam arti lain pengobatan yang diberikan bekerja dengan baik.
Proses pengendapan darah terjadi dalam 3 tahap yaitu tahap pembentukan rouleaux, tahap pengendapan dan tahap pemadatan. Di laboratorium cara untuk memeriksa LED yang sering dipakai adalah cara Wintrobe dan cara Weetergren. Pada cara Wintrobe nilai rujukan untuk wanita 0 — 20 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam, sedang pada cara Westergren nilai rujukan untuk wanita 0 — 15 mm/jam dan untuk pria 0 — 10 mm/jam.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi LED adalah faktor eritrosit, faktor plasma dan faktor teknik. Jumlah eritrosit/ul darah yang kurang dari normal, ukuran eritrosit yang lebih besar dari normal dan eritrosit yang mudah beraglutinasi akan menyebabkan LED cepat. Walaupun demikian, tidak semua anemia disertai LED yang cepat. Pada anemia sel sabit, akantositosis, sferositosis serta poikilositosis berat, laju endap darah tidak cepat, karena pada keadaan-keadaan ini pembentukan rouleaux sukar terjadi. Pada polisitemia dimana jumlah eritrosit/µl darah meningkat, LED normal.
Pembentukan rouleaux tergantung dari komposisi protein plasma. Peningkatan kadar fibrinogen dan globulin mempermudah pembentukan roleaux sehingga LED cepat sedangkan kadar albumin yang tinggi menyebabkan LED lambat.
LED terutama mencerminkan perubahan protein plasma yang terjadi pada infeksi akut maupun kronik, proses degenerasi dan penyakit limfoproliferatif. Peningkatan LED merupakan respons yang tidak spesifik terhadap kerusakan jaringan dan merupakan petunjuk adanya penyakit.
Bila dilakukan secara berulang LED dapat dipakai untuk menilai perjalanan penyakit seperti tuberkulosis, demam rematik, artritis dan nefritis. LED yang cepat menunjukkan suatu lesi yang aktif, peningkatan LED dibandingkan sebelumnya menunjukkan proses yang meluas, sedangkan LED yang menurun dibandingkan sebelumnya menunjukkan suatu perbaikan. Selain pada keadaan patologik, LED yang cepat juga dapat dijumpai pada keadaan-keadaan fisiologik seperti pada waktu haid, kehamilan setelah bulan ketiga dan pada orang tua.
Pada kasus diatas pemeriksaan LED dilakukan dua kali, pada pemeriksaan pertama nilai LED 20, namun pada pemeriksaan kedua nilai LED menjadi 30, adanya peningkatan LED (dari normal menjadi 20) mungkin saja disebabkan karena ibu Yeti hamil, namun karena pemeriksaan kedua LED naik menjadi 30 berarti proses penyakitnya semakin meluas. Source : http://www.kalbe.co.id

2.     Diagnosis dan Diagnosis Banding (Differential Diagnosis):
DD : anemia fisiologis (karena kehamilan), anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat dan vit. B12, anemia aplastik dan anemia hipoblastik, anemia megaloblastik, anemia sickle cell (bulan sabit), anemia karena penyakit kronik, anemia karena keganasan.
Pembahasan :
1)    Apa yang dimaksud dengan hematopoesis?
Hematopoesis merupakan proses pembentukan sel darah dimana terjadi Proliferasi sel progenitor ( pluripoten/stem cell) dan mengalami diferensiasi menjadi sel matur (sel darah merah, granulocytes, monosit, megakariosit, dan lymphosit).
2)    Bagaimana komposisi darah?
Darah terdiri dari :
(1)Sel darah
o   Sel darah merah à erythrocyt
o   Sel darah putih à leucocyt
  Leucocyt neutrophil
  Leucocyt eosinophil
  Leucocyt basophili
  Monocyt
  Lymphocyt
o   Keping darah à trombocyt (platelet).
(2)Plasma darah
o   Albumin
o   Globulin (alpha, beta & gamma)
o   Lipoprotein
o   Prothrombin
o   Fibrinogen.
3)    Bagaimana morfologi sel darah merah?
Sel darah merah mengandung protein pembawa oksigen berupa hemoglobin, yang memberikan warna merah pada eritrosit. Sel darah merah berbentuk cakram bikonkaf berdiameter 7-8 μm yang memiliki luas permukaan yang besar yang berperan dalam difusi molekul gas keluar masuk eritrosit. Membran plasma terdiri atas lipid bilayer (fosfolipid dan kolesterol), protein dan membran skeleton (spektrin dan ankyrin). Membran plasma sangat fleksibel sehingga mudah berubah bentuk tanpa pecah ketika melalui kapiler kecil. Eritrosit tidak memiliki nukleus dan organella lainnya. Sitoplasma eritrosit mengandung molekul hemoglobin.
4)    Bagaimana struktur dan fungsi hemoglobin?
Molekul hemoglobin terdiri dari protein globin dan cincin heme yang pada bagian tengahnya terdapat ion Fe.hemoglobin pada eritrosit berperan dalam pengangkutan oksigen dari sistem respirasi menuju ke sel serta pengangkutan CO2 sebagai limbah metabolisme dari sel ke sistem respirasi untuk dikeluarkan dari tubuh.
5)    Bagaimana metabolisme sel darah merah?
  Metabolisme sel darah merah sangat tergantung pada glukosa sebagai satu-satunya sumber energi;
  Glukosa masuk kedalam sel darah merah melalui difusi terfasilitasi dan kemudian diubah menjadi glukosa 6 fosfat;
  80-90% diubah menjadi laktat melalui jalur glikolitik dan menghasilkan 2 ATP untuk setiap molekul glukosa yang dimetabolisme;
  ± 10% mengalami oksidasi melalui jalur heksosa monofosfat;
  Karena sel darah merah tidak memiliki nukleus, ribosom dan mitokondria maka tidak ada produksi ATP melalui jalur fosforilasi oksidatif;
  ATP yang dihasilkan digunakan untuk menjaga dan memperbaiki membran sel eritrosit serta digunakan untuk pompa natrium kalium untuk menjaga keseimbanagn ion dalam sitoplasma dan mencegah lisis sel.
6)    Apa yang dimaksud dengan anemia?
  Anemia adalah gejala dari kondisi yang mendasari, seperti kehilangan komponen darah, elemen tak adekuat atau kurangnya nutrisi yang dibutuhkan untuk pembentukan sel darah merah, yang mengakibatkan penurunan kapasitas pengangkut oksigen darah. (Doenges, 1999)
  Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar Hb dan atau hitung eritrosit lebih rendah dari normal. (kapita selekta kedokteran edisi 3 jilid 1);
  Anemia adalah berkurangnya jumlah eritrosit serta jumlah Hb dalam 1mm3 darah atau berkurangnya volume sel yang didapatkan (packed red cells volume) dalam 100 ml darah;
  Anemia adalah pengurangan jumlah sel darah merah, kuantitas hemoglobin, dan volume pada sel darah merah (hematokrit) per 100 ml darah. Dengan demikian, anemia bukan suatu diagnosis melainkan pencerminan dari dasar perubahan patofisiologis, yang diuraikan oleh anamnesa dan pemikiran fisik yang teliti, serta asi didukung oleh pemeriksaan laboratorium;
  Anemia adalah berkurangnya kadar Hemoglobin/ konsentrasi hematokrit/ jumlah sel eritrosit dalam darah tepi dari nilai normal. Dikatakan anemia jika pada wanita Hb < 11,5 gr/dl atau hematokrit < 36 % atau jumlah eritrosit < 3,9x101²/l. Untuk laki-laki bila Hb < 13,5 gr/dl atau hematokrit < 40% atau jumlah eritrosit <4,5x1012/l.
7)    Bagaimana klasifikasi anemia berdasarkan morfologinya?
  Anemia hipokromik mikrositer, bila MCV< 80fl dan MCH < 27pg (Contohnya : anemia defisiensi besi, thalasemia mayor, anemia akibat penyakit kronik, anemia sideroblastik);
  Anemia normokromik normositer, bila MCV 80-95 fl dan MCH 27-34 pg (Contohnya : anemia aplastik, anemia hemolitik didapat, anemia pasca perdarahan akut);
  Anemia makrositer, bila MCV > 95fl ( anemia megaloblastik).
8)    Bagaimana klasifikasi anemia berdasarkan etiologinya?
  Gangguan produksi eritrosit
o   Tempat produksi rusak (sumsum tulang) (contohnya : anemia aplastik dan leukimia);
o   Bahan produksi berkurang (nutrisi) (contohnya : anemia defisiensi besi, anemia defisiensi asam folat, anemia defisiensi vit. B).
  Kehilangan darah
o   Perdarahan akut (akibat kecelakaan)
o   Perdarahan kronis (akibat hemoroid (ambeien), dll.
  Hemolitik
o   Thalasemia;
o   AIHA (autoimmune hemolitik anemia);
o   Defisiensi G6PD;
o   Anemia sel sabit, spherosis.
9)    Zat-zat gizi esensial yang mana saja yang berkaitan dengan terjadinya anemia?
  Vit. B12;
  As. Folat;
  zat besi;
  Copper (Cu);
  Cobalt.
10)                       Apa yang dimaksud dengan anemia defisiensi besi?
Anemia yang disebabkan oleh berkurangnya kadar Fe untuk eritropoesis yang mengakibatkan pembentukan hemoglobin berkurang
  Etiologi : 1. Perdarahan menahun, 2. Pemasukan besi sedikit (misal akibat diet), 3. Kebutuhan besi meningkat (misal pada kehamilan, bayi dan masa remaja), 4. Gangguan absorbsi besi (misal karena perdarahan akibat cacingan, 5. Penyimpanan besi yang rendah (misal pada bayi prematur, BBLR, bayi kembar dan perdarahan ante partum [sebelum melahirkan]).
  Manifestasi klinis :
Gejala umum : lemah, lesu, cepat lelah, mata berkunang-kunang, jantung berdebar-debar, dan sesak. Kelainan fisik : koilonychia, atrofi papil lidah, stomatitis angularis, kerusakan epitel hipofaring, atrofi mukosa gaster;
Gejala khusus : pica (makan sesuatu yang tidak wajar, misal makan kertas, beling, dst).
  Hasil labolatorium :
o   Pada hapusan darah tepi menunjukkan anemia hipokromik mikrositer;
o   MCV < 80 fl dan MCHC < 30%;
o   Besi serum < 50mg/dL;
o   TIBC > 350 mg/dL;
o   Saturasi transferin < 15 %;
o   Ferritin serum < 20%;
o   Pada sumsum tulang menunjukkan hiperplasi eritroid
  Terapi :
o   Terapi kausal ( terapi terhadap penyebab perdarahan);
o   Terapi besi oral / parenteral;
o   Tranfusi darah.
Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgQMv7quOoNBJYtDA59GMnINNQXp8bFwFsYjyaprPyfzlL6FQGeYBqh4FlKcGlKRQKCfN5hv2VbC-qyldIJFvNdYzpSxQ-0HoM9iQUXfgTNCbkrkMkH910F-0UqnNhhznMx5d7fpoQt7GVy/s400/Untitled2.png

Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjB7f1MW31LbSzXFOJKfc7Q7O8tlYuArhfkQFnw_YQD06fJM5ke-aIMQZ_5TL9I4ogeBsgbhgZL456P4bqQrJBWA4qFGI4fMC3W7SdZr4gtWIqc0JFJZgzrDHHSyPRl_FmwZGNd9P3YTMk0/s400/Untitled.png

11)                       Apa yang dimaksud dengan anemia megaloblastik?
Anemia yang disebabkan oleh gangguan sistesis DNA dan ditandai oleh sel megaloblastik.
  Klasifikasi anemia megaloblastik :
1)    Defisiensi vit.B12
a)     Asupan tidak cukup : vegetarian;
b)     Malabsorbsi: 1. Defek penyampaian dari makanan, 2. Produksi factor intrinsik yang tidak mencukupi, 3. Gangguan ileum terminal, 4. kompetisi pada kobalamin, 5. Obat-obatan: asam aminosalisilat, kolkisin, neomisin;
c)      Defisiensi transkobalamin II;
d)     NO anasthesia.
2)    Defisiensi asam folat
a)     Asupan yang tidak adekuat;
b)     Kebutuhan yang meningkat;
c)      Malabsorbsi;
d)     Metabolisme yang terganggu.
3)    Penyebab lain
a)     Obat yang mengganggu metabolisme DNA;
b)     Gangguan metabolik;
c)      Anemia megaloblastik dengan penyebab yang tidak diketahui.
  Manifestasi klinis
Defisiensi Vit B12 : lemah, nyeri kepala, vertigo, tinitus, palpitasi, angina, dan gejala payah jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisis didapatkan pucat, kulit sedikit ikterus, nadi cepat, kardiomegali, spenomegali.
Manifestasi gastrointestinal berupa nyeri lidah tampak papil lidah halus dan kemerahan. Anoreksia dan penurunan berat badan.
Manifestasi neurologist berupa demielinasi, diikuti dengan degenerasi akson dan kematian neuronal. Keluhan berupa mati rasa dan parestesi pada ekstremitas, kelemahan dan ataxia.
Defisiensi asam folat : manifestasi klinis hampir sama dengan defisiensi Vit B12 tetapi tidak tampak adanya abnormalitas neurologik.
  Hasil labolatorium :
o   Ditemukan sel makrositosis yaitu MCV lebih dari 110 fl;
o   ambaran darah perifer ditemukan anisosotosis dan poikilositosis bersamaan dengan makroovalositosis;
o   Pada neutrofil menunjukan inti hipersegmentasi;
o   Pemeriksaan sum-sum tulang ditemukan hiperselular dengan penurunan rasio mieliod/eritroid dan berlimpah besi yang tercat;
o   Kadar vit B12 dalam serum kurang dari 200 pg/ml;
o   Kadar asam folat kurang dari 4 ng/ml (6-20 ng/ml)
  Terapi :
o   Mengobati penyakit dasar yang melatarbelakangi;
o   Pemberian parenteral kobalamin;
o   Pemberian asam folat.
12)                       Apa yang dimaksud dengan anemia hemolitik?
Anemia hemolitik merupakan anemia yang disebabkan oleh umur sel darah merah yang lebih pendek serta adanya penghancuran sel darah merah yang berlebihan.
  Klasifikasi anemia hemolitik:
a)    Etiologinya :
o   anemia hemolisis herediter : Defek enzim, Hemoglobinopati, Defek membran : sferositosis herediter;
o   Anemia hemolisis didapat : Anemia hemolitik imun, Mikroangiopati, Infeksi.
b)     Ketahanan hidupnya dalam sirkulasi darah resipien : intrakorpuskular, ekstrakorpuskular;
c)      Keterlibatan immunoglobulin dalam hemolisis : anemia hemolisis imun, anemia hemolisis non imun.
  Manifestasi klinis : lemah, pusing, cepat capek, sesak. Pada pemeriksaan fisik ditemukan kulit dan mukosa ikterik, splenomegali dan hepatomegali
  Hasil labolatorium :
o   Retikulositosis;
o   Morfologi eritrosit menunjukkan adanya hemolisis ( sferosis pada sferositosis herediter dan anemia hemolitik autoimun; sel target pada thalasemia, hemoglobinopati dan penyakit hati; schistosit pada mikroangiopati);
o   Peningkatan katabolisme Hb;
o   Kadar bilirubin darah meningkat;
o   Hemoglobinuria;
o   Hiperplasi eritroid pada sumsum tulang.
13)                        Apa yang dimaksud dengan anemia aplastik?
Anemia aplastik merupakan suatu kelainan primer sumsum tulang yang ditandai dengan gangguan pembentukan prekursor eritropoetik dimana sumsum tulang menjadi hipoplastik dan terjadi pansitopenia.
Etiologi anemia aplastik dikarenakan cedera atau destruksi daripada stem sel pluripotensial. Penyebab anemia aplastik: Kongenital, Idiopatik, SLE, toksin : benzene, toluene, insektisida, post hepatitis, obat-obatan, kehamilan, Paroksismal nocturnal hemoglobinuria.
  Manifestasi klinis: lemah, mudah lelah, sesak, jantung berdebat debar, mudah memar dan perdarahan mukosa, lebih mudah terkena infeksi bakteri, sakit kepala. Pemeriksaan fisik menunjukkan tanda tanda pucat, purpura, ptekie. Tidak ditemuka limfadenopati dan organomegali
  Hasil labolatorium :
o   Pansitopeny;
o   LED meningkat;
o   Waktu perdarahan memanjang;
o   Biopsi sumsum tulang tampak hiposeluler dengan sangat sedikit progenitor hematopoetik normal.

3.     Treatment dan Prognosis:
Pada kasus dengan keluhan gampang lelah dan pandangan berkunang-berkunang, kemungkinan besar diagnosisnya anemia. Biasanya didukung dengan nilai Hemoglobin (Hb) yang rendah. Untuk penanganannya, anemia harus diidentifikasikan dahulu apakah Hb yang turun akibat dari Zat Besi (Fe) yang turun, atau komponen Hb yang lain yang turun? (Misalnya globin-nya/proteinnya).
Bila memang Fe-nya yang turun tentunya harus cukup mengkonsumsi tablet besi (Sulfusferrosus). Sekarang bentuknya tablet berbagai ragam. Ada yang disatukan dengan Effervescent, atau dengan Vitamin B, dan sebagainya. Sedangkan bila kadar proteinnya yang turun, tentunya harus konsumsi makanan atau minuman tinggi protein. Ini pun bentuknya sudah beragam, ada yang berbentuk susu, berbentuk minuman bertenaga dan yang paling banyak mungkin berbentuk makanan lauk-pauk sehari-hari.
Yang saya bahas disini hanya Treatment dan Prognosis pada Anemia Defisiensi Besi karena ADB kompetensi-nya 4 yang artinya kita sebagai dokter umum harus tahu mengenai ADB dari mulai diagnosis sampai treatment.
  Treatment pada Anemia Defisiensi Besi
         Terapi Kausal;
         Terapi Preparat Besi
o   Terapi Besi Oral : Ferrous Sulphat 2 x 300mg.
o   Terapi Besi Parenteral : Iron Dextran complex, iron ferric gluconate acid complex, iron sucrosa, dll.
         Terapi Lain
o   Diet : Makanan bergizi tinggi protein hewani.
o   Vitamin C : diberikan 3 x 100 mg, untuk menigktkan absorbsi besi.
o   Tranfusi darah.
  Prognosis Anemia Defisiensi Besi
Prognosis baik apabila penyebab anemianya diketahui hanya karena kekurangan besi saja serta kemudian dilakukan penanganan yang adekuat. Gejala anemia dan menifestasi klinis lannya akan membaik dengan pemberian preparat besi. (Supandiman, 2006).
Pada kasus ADB karena perdarahan, apabila sumber perdarahan dapat diatasi, maka prognosis anemia defisiensi besi adalah baik terutama apabila diberikan terapi Fe yang adekuat. Tentunya penyakit dasar sebagai sumber perdarahan kronisnya pun menentukan prognosis dari pasien (Supandiman, 2006).

REFERENSI :
  MISC Gammanesis (2010) dan slide ppt. serta keterangan saat kuliah: Introduction Block Hematological Disease dr. Suryanto, SpPK dan Anemia in Pregnancy Prof. DR. dr Sulchan S, SpOG.PhD;
  Diskusi Tutorial 3 skenario 1 pertemuan pertama bersama dokter Siti Aminah;
  Modul Tutorial Kurang Darah (Hematology) FK Univ. Haluoleo 2011;
  Buku Ajar IPD 2009 dan Buku Ajar Guyton 2008;
  Modul Ajar Hematology FK UMM (Univ. Muhammadiyah Malang);
  http://www.medicinesia.com;




Tidak ada komentar:

Posting Komentar