Kamis, 19 Maret 2015

SKENARIO 1 PART 2 BLOK 11


Skenario 1 Part 2 Blok 11
Author : Faiz

Anemia Defisiensi Besi pada Ibu Hamil

Anemia adalah kehamilan dengan kondisi ibu dengan kadar hemoglobin dibawah 11% pada trimester 1 dan 3 atau kadar <10,5% pada trimester 2. Nilai batas tersebut perbedaannyadengan kondisi wanita tidak hamil terjadi karena hemodilusi, terutama pada trimester ke 2. Anemia defisiensi besi merupakan tahap defisiensi besi yang paling parah, yang ditandai oleh penurnan cadangan besi, konsentrasi besi serum, dan saturasi transferin yang rendah, dan konsentrasi hemoglobin atau nilai hematokrit yang menurun. Pada kehamilan anemia kekurangan besi akan timbul jika keperluan besi (kira-kira 1000mg pada kehamilan tunggal) tidak dapat dipenuhi dari cadangan besi dan dari besi yang dapat diabsorpsi dari traktus gastrointestinal. Volume darah bertambah cepat pada kehamilan trimester 2 sehingga kekurangan besi sering kali terlihat pada turunnya kadar hemoglobin. Meskipun bertambahnya volume darah tidak  begitu banyak pada trimester 3, tetapi keperluan akan besi tetap banyak karena penambahan HB ibu terus berlangsung dan lebih banyak besi yang diangkut melalui plasenta ke neonatus. Pada kehamilan, kehilangan zat besi akibat pengalihan besi maternal ke janin untuk eritropoeisis, kehilangan zat darah saat persalinan, dan laktasi yang jumlah keseluruhannya mencapai 900mg atau setara 2 liter darah. Oleh karena sebagian besar perempuan mengawali kehamilan dengan cadangan besi yang rendah, maka kebutuhan tambahan ini berakibat pada anemia defisiensi besi.

Epidemiologi
1.       Frekuensi ibu hamil dengan anemia cukup tinggi di Indonesia yaitu 63,5%,sedangkan di amerika hanya 6%. Kekurangan gizi dan perhatian yang kurang terhadap ibu hamil merupakan predisposisi anemia defesiensi pada ibu hamil diIndonesia.
2.       Menurut WHO, 40% kematian ibu di Negara berkembang berkaitan dengan anemia dalam kehamilan.
3.       Kebanyakan anemia dalam kehamilan disebabkan oleh anemia defesiensi besi dan perdarahan akut bahkan tidak jarang keduanya saling berinteraksi.
4.       Defeisiensi besi merupakan defisiensi nutrisi yang paling sering ditemukan baik di negara maju maupun negara berkembang.

Gejala

Gejala umum yang terjadi pada anemia ini tidak berbeda jauh dengan anemia pada umunya seperti lemah, letih, lesu, pucat, serta cepat lelah.
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan hemoglobin (Hb). Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga timbul anemia hipokromik mikrositik. Tubuh mendaur ulang zat besi, yaitu ketika sel darah merah mati, zat besi di dalamnya dikembalikan ke sumsum tulang untuk digunakan kembali oleh sel darah merah yang baru.
                Tubuh kehilangan sejumlah zat besi hanya ketika sel darah merah hilang karena perdarahan dan menyebabkan kekurangan zat besi.Kekurangan zat besi merupakan sala satu penyebab terbanyak dari anemia dan satu-satunya penyebab kekurangan zat besi pada orang dewasa adalah perdarahan. Makanan yang mengandung sedikit zat besi bisa menyebabkan kekurangan zat besi pada masa bayi dan anak kecil, yang memerlukan lebih banyak zat besi untuk pertumbuhannya. Pada pria dan wanita pasca menopaus, kekurangan zat besi biasanya menunjukkan adanya perdarahan pada saluran pencernaan. Pada wanita pre-menopaus, kekurangan zat besi bisa disebabkan oleh perdarahan menstruasi bulanan.
                Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan zat besi sehingga cadangan zat besi makin menurun. Jika cadangan kosong maka keadaan ini disebut iron depleted state. Apabila kekurangan zat besi berlanjut terus  maka penyediaan zat besi untuk  eritropoesis  berkurang sehingga menimbulkan gangguan pada  bentuk eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron deficient erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer sehingga disebut iron deficiencyanemia.
Etiologi
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan besi, gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun.
  1. Kehilangan besi sebagai akibat perdarahan menahun, yang dapat berasal dari:
a.       Saluran cerna : akibat dari tukak peptik, kanker lambung, kanker kolon, divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
b.      Saluran genitalia wanita : menorhagia, atau metrorhagia.
c.       Saluran kemih : hematuria
d.      Saluran nafas : hemoptoe
2.       Faktor nutrisi : akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan, atau kualitas besi (biovaibilitas) besi yang tidak baik (makanan banyak serat, rendah vitamin C, dan rendah daging).
  1. Kebutuhan besi meningkat : seperti pada prematuritas, anak dalam masa pertumbuhan dan kehamilan.
  2. Gangguan absorpsi besi : gastrektomi, tropical sprue atau kolitis kronik. Pada orang dewasa, anemia defisiensi besi yang dijumpai di klinik hampir identik dengan perdarahan menahun. Faktor nutrisi atau peningkatan kebutuhan besi jarang sebagai penyebab utama. Penyebab perdarahan paling sering pada laki-laki ialah perdarahan gastrointestinal, di negara tropik paling sering karena infeksi cacing tambang. Sementara itu, pada wanita paling sering karena menormetrorhagia.
Faktor Resiko
Ada beberapa faktor yang memperbesar kemungkinan terjadinya anemia pada wanita hamil antara lain :
·         Jarak waktu antara dua kehamilan yang berdekatan 
·         Kehamilan multigravida (lebih dari satu anak) 
·         Sering muntah pada awal kehamilan
·         morning sickness
·         Tidak mengkonsumsi zat besi dalam jumlah yang cukup  
·         Memiliki riwayat perdarahan haid yang banyak  

Akibat dari anemia dalam kehamilan
 Anemia dalam kehamilan dapat berakibat fatal bagi ibu dan calon bayi / bayinya. Akibat
 akibat yang dapat ditimbulkan antara lain : 
1.       Dapat terjadi keguguran 
2.       Dapat terjadi kecacatan pada bayi 
3.       Dapat terjadi kelahiran prematur  
4.       Dapat terjadi kelahirandengan BBLR (Berat Bayi Lahir Rendah) dan kondisi bayi yang lemah 
5.       Dapat terjadi kematian ibu dan bayi pada saat melahirkan

Patofisiologi
Riwayat alamiah penyakit merupakan gambaran tentang perjalanan perkembangan penyakit pada individu dimulai sejak terjadinya paparan dengan agen penyebab sampai terjadinya kesembuhan atau kematian tanpa terinterupsi oleh suatu intervensi preventif maupun terapeutik (CDC, 2010 dikutip Murti, 2010). Hal ini diawali dengan terjadinya interaksi antara host, agent, dan lingkungan. Perjalanan penyakit dimulai dengan terpaparnya host yang rentan (fase suseptibel) oleh agen penyebab. Sumber penyakit (agens) pada anemia ibu hamil diantaranya dapat berupa unsur gizi dan faktor fisiologis.Pada saat hamil, ibu sebagai penjamu (host).
Dari faktor faal atau fisiologis, kehamilan menyebabkan terjadinya peningkatan volume plasma sekitar 30%, eritrosit meningkat sebesar 18% dan hemoglobin bertambah 19%. Peningkatan tersebut terjadi mulai minggu ke-10 kehamilan.Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat bahwa bertambahnya volume plasma lebih besar daripada sel darah (hipervolemia) sehingga terjadi pengenceran darah.Hemoglobin menurun pada pertengahan kehamilan dan meningkat kembali pada akhir kehamilan.
Namun, pada trimester 3 zat besi dibutuhkan janin untuk pertumbuhan dan perkembangan janin serta persediaan setelah lahir.Hal inilah yang menyebabkan ibu hamil lebih mudah terpapar oleh agen sehingga berisiko terjadinya anemia. Sedangkan, dari unsur gizi ibu hamil dihubungkan dengan kebutuhan akan zat besi (Fe), asam folat, dan vitamin B12. Keluhan mual muntah pada ibu hamil trimester 1 dapat mengurangi ketersediaan zat besi pada tubuh ibu hamil.Dan kebutuhan zat besi pada ibu hamil trimester 3 untuk pertumbuhan dan perkembangan janin juga membuat kebutuhan zat besi pada ibu hamil semakin besar.Padahal, zat besi dibutuhkan untuk meningkatkan sintesis hemoglobin.
Jika fase suseptibel di atas tidak tertangani, maka akan terjadi proses induksi menuju fase subklinis (masa laten) dan kemudian fase klinis dimana mulai muncul tanda dan gejala anemia seperti cepat lelah, sering pusing, malaise, anoreksia, nausea dan vomiting yang lebih hebat, kelemahan, palpitasi, pucat pada kulit dan mukosa, takikardi dan bahkan hipotensi. Selama tahap klinis, manifestasi klinis akan menjadi hasil akhir apakah mengalami kesembuhan, kecacatan, atau kematian (Rohtman, 2002 dalam Murti,2010). Misalnya jika terjadi pada trimester I akan mengakibatkan abortus dan kelainan kongenital, pada trimester II dapat mengakibatkan persalinan prematur, perdarahan antepartum, gangguan pertumbuhan janin, asfiksia, BBLR, mudah terkena infeksi dan bahkan kematian. Sedangkan pada trimester III akan menimbulkan gangguan his, janin lahir dengan anemia, persalinan tidak spontan .

Periode Prepathogenesis dan Pathogenesis
Tahap prepathogenesis adalah tahap sebelum terjadinya penyakit.Sehingga, tahap ini terdiri dari fase suseptibel dan subklinis (asimtomatis).Pada tahap ini, secara patofisiologis anemia terjadi pada kehamilan karena terjadi perubahan hematologi atau sirkulasi yang meningkat terhadap plasenta.Hal ini berhubungan dengan meningkatnya volume plasma tetapi tidak sebanding dengan penambahan sel darah dan hemoglobin.Selain itu, dapat disebabkan kebutuhan zat besi yang meningkat serta kurangnya cadangan zat besi dan intake zat besi dalam makanan.Zat besi diperlukan untuk eritropoesis (Atmarita, 2004 dalam Amiruddin et al, 2007).
Jika total zat besi dalam tubuh menurun akibat cadangan dan intake zat besi yang menurun, maka akan terjadi penurunan zat besi pada hepatosit dan makrofag hati, limpa dan sumsum tulang belakang. Setelah cadangan habis, akan terjadi penurunan kadar Fe dalam plasma padahal suplai Fe pada sumsum tulang untuk pembentukan hemoglobin menurun. Hal ini mengakibatkan terjadinya peningkatan eritrosit tetapi mikrositik sehingga terjadi penurunan kadar hemoglobin (Choudry et al, 2002 dalam Yilmaz et al, 2007). Anemia pada kehamilan tersebut dinamakan anemia defisiensi besi.

Preventif
Pencegahan anemia pada ibu hamil dapat dilakukan antara lain dengan cara: meningkatkan konsumsi zat besi dari makanan, mengkonsumsi pangan hewani dalam jumlah cukup, namun karena harganya cukup tinggi sehingga masyarakat sulit menjangkaunya. Untuk itu diperlukan alternatif yang lain untuk mencegah anemia gizi besi, memakan beraneka ragam makanan yang memiliki zat gizi saling melengkapi termasuk vitamin yang dapat meningkatkan penyerapan zat besi, seperti vitamin C. Peningkatan konsumsi vitamin C sebanyak 25, 50, 100 dan 250 mg dapat meningkatkan penyerapan zat besi sebesar 2, 3, 4 dan 5 kali. Buah-buahan segar dan sayuran sumber vitamin C, namun dalam proses pemasakan 50-80% vitamin C akan rusak. Mengurangi konsumsi makanan yang bisa menghambat penyerapan zat besi seperti : fitat, fosfat, tannin. ( Wiknjosastro, 2005 ; Masrizal, 2007)
Penanganan anemia defisiensi besi adalah dengan preparat besi yang diminum (oral) atau dapat secara suntikan (parenteral). Terapi oral adalah dengan pemberian preparat besi : fero sulfat, fero gluconat, atau Na-fero bisitrat. Pemberian preparat 60 mg/hari dapat menaikkan kadar Hb sebanyak 1 gr% per bulan.
Sedangkan pemberian preparat parenteral adalah dengan ferum dextran sebanyak 1000 mg (20 ml) intravena atau 2×10 ml secara intramuskulus, dapat meningkatkan hemoglobin relatif cepat yaitu 2gr%. Pemberian secara parenteral ini hanya berdasarkan indikasi, di mana terdapat intoleransi besi pada traktus gastrointestinal, anemia yang berat, dan kepatuhan pasien yang buruk. Pada daerah-daerah dengan frekuensi kehamilan yang tinggi dan dengan tingkat pemenuhan nutrisi yang minim, seperti di Indonesia, setiap wanita hamil haruslah diberikan sulfas ferosus atau glukonas ferosus sebanyak satu tablet sehari selama masa kehamilannya.
Selain itu perlu juga dinasehatkan untuk makan lebih banyak protein dan sayur-sayuran yang mengandung banyak mineral serta vitamin (Sasparyana, 2010 ; Wiknjosastro 2005). Kenaikan volume darah selama kehamilan akan meningkatkan kebutuhan Fe atau Zat Besi. Jumlah Fe pada bayi baru lahir kira-kira 300 mg dan jumlah yang diperlukan ibu untuk mencegah anemia akibat meningkatnya volume darah adalah 500 mg. Selama kehamilan seorang ibu hamil menyimpan zat besi kurang lebih 1.000 mg termasuk untuk keperluan janin, plasenta dan hemoglobin ibu sendiri. Kebijakan nasional yang diterapkan di seluruh Pusat Kesehatan Masyarakat adalah pemberian satu tablet besi sehari sesegera mungkin setelah rasa mual hilang pada awal kehamilan. Tiap tablet mengandung FeSO4 320 mg (zat besi 60 mg) dan asam folat 500 μg, minimal masing-masing 90 tablet. Tablet besi sebaiknya tidak diminum bersama teh atau kopi, karena akan mengganggu penyerapannya ( Depkes RI, 2009). Menurut Shafa (2010) kebutuhan Fe selama ibu hamil dapat diperhitungkan untuk peningkatan jumlah darah ibu 500 mgr, pembentukan plasenta 300 mgr, pertumbuhan darah janin 100 mgr.

           Pemeriksaan dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium :
  1. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : didapatkan anemia hipokrom mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat. MCV, MCHC, dan MCH menurun. MCH <> red cell distributionwidth meningkat yang menandakan adanya anisositosis. Indeks eritrosit sudah dapat mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok karena anemia timbul perlahan-perlahan.  Adapun darah menunjukkan anemia hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-kadang  sel  target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal. Reukosit rendah dibandingkan derajat anemia. Pada kasus ankilostomiasis sering dijumpai eosinofilia.
  2. Apus sumsum tulang : Hiperplasia eritropoesis, dengan kelompok-kelompok normo-blast basofil. Bentuk pronormoblast kecil-kecil, sideroblast.
  3. Kadar besi serum menurun <50>350 mg/dl, dan saturasi transferin
  4. Feritin serum.  Sebagian kecil feritin tubuh bersikulasi dalam serum, konsentrasinya sebanding dengan cadangan besi jaringan, khususnya retikuleodotel. Pada anemia defisiensi besi, kadar feritin serum sangat rendah, sedangkan feritin serum yang meningkat menunjukkan adanya kelebihan besi atau pelepasan feritin berlebihan dari jaringan yang rusak atau suatu respons fase akut, misalnya pada inflamasi. Kadar serum normal atau menigkat pada anemia penyakit kronik.
  5. TIBC (Total Iron Banding Capacity) meningkat
  6. Fase : Telur cacing Ankilostoma duodenale / Necator americanus.
  7. Pemeriksaan lain : endoskopi, kolonoskopi, gastroduodenografi, colon in loop, pemeriksaan genikologi.

Penatalakasanaan
Setelah diagnosis ditegakkan maka dibuat rencana pemberian terapi, terapi terhadap anemia difesiensi besi dapat berupa :
1.       Terapi kausal : tergantung penyebabnya, misalnya : pengobatan cacing tambang. Pengobatan hemoroid, pengobatan menoragia. Terapi kausal harus dilakukan, kalau tidak maka anemia akan kambuh kembali .
2.       Pemberian preparat besi untuk mengganti kekuranagan besi dalam tubuh
a.       Besi per oral : merupakan obat pilihan pertama karena efektif,  murah, dan aman. Preparat yang tersedia, yaitu :
·         Ferrous sulphat (sulfas ferrous) : preparat pilihan pertama ( murah dan efektif ). Dosis : 3x 200 mg.
·         Ferrous gluconate, ferrous fumarat, ferrous lactate, dan ferrous succinate, harga lebih mahal, tetapi efektivitas dan efek samping hampir sama.
b.      Besi parenteral : efek samping lebih berbahaya, serta harganya lebih   mahal. Indikasi, yaitu :
·         Intolerasi oral berat
·         Kepatuhan berobat kurang
·         Kolitis ulserativa
·         Perlu peningkatan Hb secara cepat (misal preoperasi, hamil trimester akhir )
3.       Mengatasi penyebab perdarahan kronik, misalnya pada ankilostomiasis diberikan antelmintik yang sesuai.
4.       Pemberian preparat Fe : pemberian preparat besi (ferosulfat/ ferofumarat/ferolukonat) dosis 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan diantara waktu makan. Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
5.       Bedah: untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena diverticulum meckel.
6.       Suportif: makanan gizi seimbang terutama yang mengadung kadar besi tinggi yang bersumber dari hewani (limfa, hati, daging) dan nabati (bayam kacang-kacangan).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar