Senin, 09 Februari 2015

Skenario 2 Part 1


Skenario 2 Part 1

Author : Yulia Rachmi Widiastuti

                  Seorang anak berumur 7 tahun dibawa ibunya ke poliklinik karena keluhan mengalami hematuria dan bengkak-bengkak sejak 2 hari yang lalu. 24 jam terakhir hanya berkemih 2 kali. Ia juga mengeluh nyeri kepala dan tidak reda dengan pemberian parasetamol. Orangtuanya membawa anak tersebut ke bidan dan disarankan untuk periksa ke dokter.

DEFINISI
Adanya darah dalam urin disebut hematuria. Adanya hematuria ini dapat mengindikasikan adanya  penyakit serius pada saluran urinaria. Dapat diklasifikasikan menjadi 2, yaitu:
·       gross” hematuria adalah hematuria yang dapat dilihat dengan mata telanjang
·       microscopic” hematuria adalah hematuria yang terlihat secara mikroskopik
walaupun hanya ada 1x episode keluarnya gross hematuria, periksakan ke dokter untuk investigasi lebih lanjut.
Jumlah minimal eritrosit dalam urin untuk diagnosis hematuri mikroskopis berbeda karena cara pemeriksaan yang dipakai berbeda. Beberapa penulis mengatakan diagnosis hematuri sudah dapat dibuat bila dari 10L urin yang disentrifus dengan pembesaran 500 kali ditemukan sekurang-kurangnya 5-10 eritrosit. Ada juga yang menyatakan diagnosis hematuri dapat dibuat bila pada pemeriksaan sedimen urin yang sudah disentrifus, di bawah mikroskopis dengan memakai kamar hitung ditemukan 10 eritrosit/ml atau secara langsung ditemukan 3-5 eritrosit/lpb. Pada umumnya 3 eritrosit/lpb diterima sebagai batas atas nilai normal, tetapi batasan ini tidak berlaku bagi perempuan yang sedang menstruasi atau bila urin diperoleh dengan cara kateterisasi.

KLASIFIKASI KLINIS
Dalam klinis, hematuria dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Transient Hematuria : Demam, infeksi, trauma, olah raga adalah penyebab umum dan biasanya mikroskopik dan benign
Persistent Hematuria : kemunculan sel darah merah secara persisten  dengan ataupun tanpa deposit seluler yang lain. Atau disebut juga hematuria makroskopik rekuren. Ini biasanya mengindikasi adanya penyakit ginjal.
Symptomatic hematuria : terjadi bersama symptom lain seperti hipertensi, edema, dan symptom lain pada saluran kemih. Selalu indikasikan dengan penyakit yang menyebabkan hematuria dan membutuhkan evaluasi yang detail.
Asymptomatic Hematuria : bisa makroskopik tetapi biasanya mikroskopik dan bisa jadi abnormalitas (dilihat dari riwayat dan pemeriksaan fisik pasien). Indikasi dari penyakit sistemik, penyakit ginjal, atau penyakit saluran urinaria. Follow up jangka panjang sangat dibutuhkan untuk mengidentifikasi benign atau proses penyakit yang lambat dan progresif.
Isolated Hematuria : definisi ini mencakup “gross” hematuria dan “microscopic hematuria. Kelainan histologis ginjal berat pada anak-anak dengan hematuria gross-persisten sangat jarang.

ETIOLOGI
a. Pada glomerulonefritis akut post streptokokus (GNAPS), sakit tenggorokan sering mendahului hematuria makroskopis 7-14 hari sebelumnya. Keluhan sakit tenggorokan biasanya menghilang bila hematuria mulai timbul. Sedangkan pada nefropati IgA, hematuria makroskopis terjadi selama ISPA berlangsung dan biasanya menghilang bersamaan dengan redanya ISPA tersebut.
b. Hematuria makroskopis tanpa rasa nyeri dengan warna urin seperti air cucian daging (coke-colored urine) mungkin disebabkan oleh glomerulonefritis. Bila urin berwarna merah terang biasanya berkaitan dengan kelainan non-glomerulus seperti trauma, tumor, kelainan koagulasi, TBC ginjal.
c. Sakit waktu miksi (disuri), sering miksi (polakisuri), ngompol (enuresis), miksi mendesak (urgency), demam, merujuk ke arah infeksi saluran kemih (ISK). Lebih lanjut bila hematuria disertai demam, sakit pinggang, mungkin ISK bagian atas (pielonefritis); tetapi bila disertai gejala lokal seperti nyeri suprapubik, disuri, mungkin ISK bagian bawah. Disuri disertai hematuria yang timbul pada permulaan miksi mungkin akibat uretritis anterior, dan bila disertai hematuria terminal mungkin akibat uretritis posterior atau batu kandung kemih. Nyeri menyerupai kolik di daerah pinggang atau menyebar ke lipatan paha mungkin akibat batu atau bekuan darah di ginjal atau ureter.
d. Riwayat penyakit ginjal kronis dalam keluarga dengan atau tanpa gangguan pendengaran atau penglihatan, mendukung ke arah sindrom Alport.
e. Ada riwayat rash kulit (purpura), sakit sendi, sakit perut dan demam mengarah ke kemungkinan sindrom Schonlein Henoch atau lupus eritematosus sistemik.
f. Hematuria disertai perdarahan gusi, epitaksis, penyakit leukemia.
g. Pemakaian obat tertentu, kemungkinan obat tersebut sebagai penyebab.
h. Timbul setelah melakukan kegiatan jasmani, mungkin akibat latihan fisik yang berat dan biasanya segera hilang pada saat istirahat.

EPIDEMOLOGI
Insiden gross hematuria tidak diketahui dengan pasti, tetapi perkiraan kurang lebih sedikit dibandingkan dengan hematuria mikroskopik. Hematuria “gross” atau makroskopik dilaporkan berjumlah 1,3/1000 pada kunjungan ruang gawat darurat pediatri pasien yang berobat pada instalasi gawat darurat pada sebuah penelitian retrospekti. Hematuria mikriskopik bukan hal yang jarang, terjadi pada 32/1000 anak perempuan usia sekolah dan 14/1000 anak laki-laki. Dimana hematuria makroskopik terjadi <1& pada anak. Meskipun etiologi sering dengan mudah ditentukan namun sisa diagnosis yang sulit ditentukan banyak.

PEMERIKSAAN LABORATORIUM
a. Urinalisis
Sebaiknya diambil urin segar karena penyimpanan akan mengubah keasaman dan berat jenis urin sehingga mengakibatkan lisisnya eritrosit. Dengan melihat sifat urin yang diperiksa setidak-tidaknya dapat ditentukan asal terjadinya perdarahan renal atau ekstra renal. Lebih lanjut hal-hal yang lebih spesifik dapat mengarahkan kita ke etiologi hematuri tersebut. 
b. Warna urin
Urin berwarna seperti air cucian daging menunjukkan glomerulonefritis, sedangkan urin yang berwarna merah terang dengan atau tanpa bekuan darah menjurus ke arah trauma ginjal, atau perdarahan saluran kemih bagian bawah.
c. Protein urin
pemeriksaan protein sebaiknya dikerjakan di luar serangan hematuri makroskopis, karena hematuri itu sendiri dapat menyebabkan proteinuri, walaupun jarang melebihi positif 1 atau 2. Bila hematuri disertai proteinuri positif 3 atau lebih, mengarah ke kerusakan glomerulus.
d. Sedimen urin
Sebelumnya sebaiknya diperiksa terlebih dahulu pH urin, hemoglobin dan metabolit lain dalam urin. Urin dengan pH tinggi (8 atau lebih) memberi petunjuk akan adanya urea splitting bacteria seperti kuman Proteus. Pemeriksaan sedimen urin angat membantu mencari kemungkinan etiologi hematuri. Jumlah sel leukosit 5/lpb memberi petunjuk adanya ISK. Silinder eritrosit dan sel eritrosit yang dismorfik merupakan petanda penyakit glomerulus. Silinder leukosit tanpa didapat silinder lain mungkin pielonefritis.
e. Biakan urin
Bila biakan urin positif menunjukkan adanya ISK.

PEMERIKSAAN KHUSUS
a. Pemeriksaan foto polos abdomen, pielografi intravena dan ultrasonografi dilakukan untuk mengetahui adanya kelainan ginjal seperti batu, tumor, penyakit ginjal polikistik, hidronefrosis dan trombosis vena renalis.
b. Sedangkan uji tuberkulin dilakukan mengingat TBC ginjal memberi gejala tidak jelas seperti hematuri asimtomatik, kultur urine negatif (untuk bakteri) dan tidak ada massa.
c. Untuk mengetahui lokasi perdarahan dan menyisihkan kemungkinan adanya tumor buli-buli atau hemangioma saluran kemih dapat dilakukan pemeriksaan sistoskopi.
d. Biopsi ginjal tidak rutin dikerjakan. Biasanya sebagai tahap akhir bila diagnosis belum dapat ditegakkan dengan pasti dan bila yakin bahwa hematuri disebabkan oleh karena proses intrarenal. biopsi ginjal dilakukan bila:
·       Hematuria menetap dengan fungsi ginjal menurun.
·       Hematuria disertai proteinuri, hipertensi, penurunan fungsi ginjal, kemungkinan besar disebabkan oleh glomerulonefritis difus.
·       Biopsi seri dilakukan untuk menetapkan apakah penyakitnya berjalan progresif atau menuju perbaikan dan untuk evaluasi serta menentukan program terapi.
·       Berbagai jenis nefropati seperti sindrom Goodpasture, sindrom uremik hemolitik, trombosis vena renalis, nefritis interstitialis dan lupus eritematosus. Biopsi sebaiknya dilengkapi dengan pemeriksaan imunofluoresensi untuk mengetahui adanya timbunan imunoglobulin mesangial.

PENATALAKSANAAN
Karena hematuria hanya merupakan salah satu gejala berbagai penyakit, maka penatalaksanaannya ditujukan kepada penyakit yang mendasarinya. Hematuri sendiri tidak memerlukan pengobatan khusus. Meskipun demikian setiap kasus dengan hematuri sebaiknya dirawat di rumah sakit untuk menetapkan etiologi. Bila hematuri ternyata hanya merupakan gejala satu-satunya, (hematuri monosimtomatik), tidak memerlukan tindakan khusus selain istirahat saat serangan karena keadaan ini.

Nah, pada kasus kemungkinan anak tersebut mengalami GNA (Glomerulonefritis Akut). Berikut penjelasannya sekilas

A.      Definisi
Glomerulonefritis akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau virus tertentu. Infeksi kuman streptococcus merupakan penyebab tersering.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan prognosis.

B. Etiologi
Glomerulonefritis akut didahului oleh infeksi ekstra renal terutama di traktus respiratorius bagian atas dan kulit oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A tipe 12,4,16,25,dan 29. Hubungan antara glomerulonefritis akut dan infeksi streptococcus dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alas an timbulnya glomerulonefritis akut setelah infeksi skarlatina, diisolasinya kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A, dan meningkatnya titer anti- streptolisin pada serum penderita.
Antara infeksi bakteri dan timbulnya glomerulonefritis akut terdapat masa laten selama kurang 10 hari. Kuman streptococcus beta hemoliticus tipe 12 dan 25 lebih bersifat nefritogen daripada yang lain, tapi hal ini tidak diketahui sebabnya. Kemungkinan factor iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan factor alergi mempengaruhi terjadinya glomerulonefritis akut setelah infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis akut pasca streptococcus adalah suatu sindrom nefrotik akut yang ditandai dengan timbulnya hematuria, edema, hipertensi, dan penurunan fungsi ginjal. Gejala-gejala ini timbul setelah infeksi kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit. Glomerulonefritis akut pasca streptococcus terutama menyerang pada anak laki-laki dengan usia kurang dari 3 tahun.Sebagian besar pasien (95%) akan sembuh, tetapi 5 % diantaranya dapat mengalami perjalanan penyakit yang memburuk dengan cepat.
Penyakit ini timbul setelah adanya infeksi oleh kuman streptococcus beta hemoliticus golongan A disaluran pernafasan bagian atas atau pada kulit, sehingga pencegahan dan pengobatan infeksi saluran pernafasan atas dan kulit dapat menurunkan kejadian penyakit ini. Dengan perbaikan kesehatan masyarakat, maka kejadian penyakit ini dapat dikurangi.
Glomerulonefritis akut dapat juga disebabkan oleh sifilis, keracunan seperti keracunan timah hitam tridion, penyakitb amiloid, trombosis vena renalis, purpura anafilaktoid dan lupus eritematosus.

C. Patogenesis
Dari hasil penyelidikan klinis imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab glomerulonefritis akut. Beberapa ahli mengajukan hipotesis sebagai berikut :
1.     Terbentuknya kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrane basalis glomerulus dan kemudian merusaknya.
2.     Proses auto imun kuman streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan auto-imun yang merusak glomerulus.
3.     Streptococcus nefritogen dengan membrane basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrane basalis ginjal.

D. Klasifikasi
a. Congenital (herediter)
1. SINDROM ALPORT
Suatu penyakit herediter yang ditandai oleh adanya glomerulonefritis progresif familial yang seing disertai tuli syaraf dankelainan mata seperti lentikonus anterior. Diperkirakan sindrom alport merupakan penyebab dari 3% anak dengan gagal ginjal kronik dan 2,3% dari semua pasien yang mendapatkan cangkok ginjal. Dalam suatu penelitian terhadap anak dengan hematuria yang dilakukan pemeriksaan biopsi ginjal, 11% diantaranya ternyata penderita sindrom alport. Gejala klinis yang utama adalah hematuria, umumnya berupa hematuria mikroskopik dengan eksasarbasi hematuria nyata timbul pada saat menderita infeksi saluran nafas atas. Hilangnya pendengaran secara bilateral dari sensorineural, dan biasanya tidak terdeteksi pada saat lahir, umumnya baru tampak pada awal umur sepuluh tahunan.
2. SINDROM NEFROTIK KONGENITAL
Sinroma nefrotik yang telah terlihat sejak atau bahkan sebelum lahir. Gejala proteinuria massif, sembab dan hipoalbuminemia kadang kala baru terdeteksi beberapa minggu sampai beberapa bulan kemudian. Proteinuria terdapat pada hamper semua bayi pada saat lahir, juga sering dijumpai hematuria mikroskopis. Beberapa kelainan laboratories sindrom nefrotik (hipoproteinemia, hiperlipidemia) tampak sesuai dengan sembab dan tidak berbeda dengan sindrom nefrotik jenis lainnya.
b. Glomerulonefritis Primer
1. GLOMERULONEFRITIS MEMBRANOPROLIFERASIF
Suatu glomerulonefritis kronik yang tidak diketahui etiologinya dengan gejala yang tidak spesifik, bervariasi dari hematuria asimtomatik sampai glomerulonefitis progresif. 20-30% pasien menunjukkan hematuria mikroskopik dan proteinuria, 30 % berikutnya menunjukkan gejala glomerulonefritis akut dengan hematuria nyata dan sembab, sedangkan sisanya 40-45% menunjukkan gejala-gejala sindrom nefrotik. Tidak jarang ditemukan 25-45% mempunyai riwayat infeksi saluran pernafasan bagian atas, sehingga penyakit tersebut dikira glomerulonefritis akut pasca streptococcus atau nefropati IgA.

2. GLOMERULONEFRITIS MEMBRANOSA
Glomerulonefritis membranosa sering terjadi pada keadaan tertentu atau setelah pengobatan dengan obat tertentu. Glomerulopati membranosa paling sering dijumpai pada hepatitis B dan lupus eritematosus sistemik. Glomerulopati membranosa jarang dijumpai pada anak, didapatkan insiden 2-6% pada anak dengan sindrom nefrotik. Umur rata-rata pasien pada berbagai penelitian berkisar antara 10-12 tahun, meskipun pernah dilaporkan awitan pada anak dengan umur kurang dari 1 tahun. Tidak ada perbedaan jenis kelamin. Proteinuria didapatkan pada semua pasien dan sindrom nefrotik merupakan 80% sampai lebih 95% anak pada saat awitan, sedangkan hematuria terdapat pada 50-60%, dan hipertensi 30%.
3. NEFROPATI IgA (PENYAKIT BERGER)
Nefropati IgA biasanya dijumpai pada pasien dengan glomerulonefritis akut, sindroma nefrotik, hipertensi dan gagal ginjal kronik. Nefropati IgA juga sering dijumpai pada kasus dengan gangguan hepar, saluran cerna atau kelainan sendi. Gejala nefropati IgA asimtomatis dan terdiagnosis karena kebetulan ditemukan hematuria mikroskopik. Adanya episode hematuria makroskopik biasanya didahului infeksi saluran nafas atas atau infeksi lain atau non infeksi misalnya olahraga dan imunisasi.
c. Glomerulonefritis sekunder
Golerulonefritis sekunder yang banyak ditemukan dalam klinik yaitu glomerulonefritis pasca streptococcus, dimana kuman penyebab tersering adalah streptococcus beta hemolitikus grup A yang nefritogenik terutama menyerang anak pada masa awal usia sekolah. Glomerulonefritis pasca streptococcus datang dengan keluhan hematuria nyata, kadang-kadang disertai sembab mata atau sembab anasarka dan hipertensi.

E. Manifestasi Klinis
Penyakit ginjal biasanya dibagi menjadi kelainan glomerulus dan non glomerulus berdasarkan etiologi, histology, atau perubahan faal yang utama. Dari segi klinis suatu kelainan glomerulus yang sering dijumpai adalah hipertensi, sembab, dan penurunan fungsi ginjal. Meskipun gambaran klinis biasanya telah dapat membedakan berbagai kelainan glomerulus dan non glomerulus, biopsi ginjal masih sering dibutuhkan untuk menegakkan diagnosis pasti.
Tanda utama kelainan glomerulus adalah proteinuria, hematuria, sembab, hipertensi dan penurunan fungsi ginjal, yang dapat terlihat secara tersendiri atau secara bersama seperti misalnya pada sindrom nefrotik, gejala klinisnya terutama terdiri dari proteinuria massif dan hipoalbuminemia, dengan atau tanpa sembab.


Sumber :

Tidak ada komentar:

Posting Komentar