Kamis, 26 Desember 2013

Skenario 5 Part 2 Blok 9

1. Apa yang terjadi pada pasien ini dan bagaimana dapat terjadi?

2. Bagaimana penegakan diagnosis apendisitis?

3. Bagaimana Terapi pasien dengan apendisitis?

4. Komplikasi dari penyakit pasien?

5. Komplikasi dari appendektomi?

Jawaban :

1. Apa yang terjadi pada pasien ini dan bagaimana dapat terjadi?

Apendisitis : peradangan pada apendiks vermiformis atau peradangan infeksi pada usus buntu (apendiks) yang terletak di perut kuadran kanan bawah (smelzer, 2002)

Berbagai hal berperan sebagai faktor pencetusnya. Sumbatan lumen apendiks merupakan faktor yang diajukan sebagai faktor pencetus disamping hiperplasia jaringan limfe, fekalit, tumor apendiks, dan cacing askaris dapat pula menyebabkan sumbatan. Penyebab lain yang diduga dapat menimbulkan apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. histolytica (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan menaikkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya ini akan mempermudah timbulnya apendisitis akut (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Apendisitis dimulai oleh obstruksi dari lumen. Pada stadium awal dari apendisitis, terlebih dahulu terjadi inflamasi mukosa. Inflamasi ini kemudian berlanjut ke submukosa dan melibatkan lapisan muskular dan serosa (peritoneal). Cairan eksudat fibrinopurulenta terbentuk pada permukaan serosa dan berlanjut ke beberapa permukaan peritoneal yang bersebelahan, seperti usus atau dinding abdomen, menyebabkan peritonitis lokal (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

Dalam stadium ini mukosa glandular yang nekrosis terkelupas ke dalam lumen, yang menjadi distensi dengan pus. Akhirnya, arteri yang menyuplai apendiks menjadi bertrombosit dan apendiks yang kurang suplai darah menjadi nekrosis atau gangren. Perforasi akan segera terjadi dan menyebar ke rongga peritoneal. Jika perforasi yang terjadi dibungkus oleh omentum, abses lokal akan terjadi (Burkitt, Quick, Reed, 2007).

2. Bagaimana penegakan diagnosis apendisitis?

1. Pemeriksaan Fisik

Diagnosis apendisitis dapat ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan lab dan pemeriksaan penunjang bila diperlukan untuk menyingkirkan diagnosis lain.

Saat melakukan inspeksi, pasien terlihat sakit ringan dan biasanya suhu dan pulse mengalami peningkatan. Pada abdomen biasanya tidak ditemukan gambaran spesifik. Bila sudah terjadi komplikasi massa atau abses periapendikular maka perut kanan bawah akan terlihat menonjol (Pieter, 2005).

Tanda kunci diagnosis apendisitis yaitu bila terdapat nyeri tekan kuadran kanan bawah atau pada titik Mc.Burney. Saat melakukan penekanan yang perlahan dan dalam pada titk Mc. Burney kemudian secara tiba – tiba dilepaskan, akan dirasakan nyeri yang hebat di abdomen kanan bawah, disebut dengan Rebound tenderness (nyeri lepas tekan) (+) (Lindseth,2005).

Rovsing sign (+) apabila dilakukan penekanan abdomen kiri bawah dan nyeri dirasakan pada abdomen kanan bawah. Hal ini terjadi karena tekanan marangsang peristaltik dan udara usus, sehingga menggerakkan peritoneum sekitar apendiks yang meradang (somatic pain) (Jaffe & Berger, 2005).

Defans muscular (+) merupakan nyeri tekan seluruh lapangan abdomen yang menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Psoas sign dapat (+) terjadi karena adanya rangsangan muskulus psoas oleh peradangan yang terjadi pada apendiks (Jarrel,1991).Pada pemeriksaan perkusi di bagian abdomen didapatkan nyeri ketok (+). Auskultasi memperlihatkan peristaltik yang normal, peristaltik (-) pada ileus paralitik karena peritonitis generalisata akibat apendisitis perforata.

Auskultasi tidak banyak membantu dalam menegakkan diagnosis apendisitis, tetapi kalau sudah terjadi peritonitis maka tidak terdengar bunyi peristaltik. Rectal toucher colok dubur, nyeri tekan pada jam 9-12 (Bedah UGM, 2009).

2. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan laboratorium masih merupakan bagian penting untuk menilai awal keluhan nyeri kuadran kanan bawah dalam menegakkan diagnosis apendisitis akut. Penyakit infeksi pada pelvis terutama pada wanita akan memberikan gambaran laboratorium yang terkadang sulit dibedakan dengan apendisitis akut. Pemeriksaan laboratorium merupakan alat bantu diagnosis. Pada pasien dengan apendisitis akut, 70-90% hasil laboratorium nilai leukosit dan neutrofil akan meningkat, walaupun hal ini bukan hasil yang karakteristik.

a. Hitung Leukosit

Hitung leukosit adalah menghitung jumlah leukosit per milimeterkubik atau mikroliter darah. Leukosit merupakan bagian penting dari sistem pertahanan tubuh, terhadap benda asing, mikroorganisme atau jaringan asing, sehingga hitung jumlah leukosit merupakan indikator yang baik untuk mengetahui respon tubuh terhadap infeksi.

Dewasa/anak-anak > 2 tahun

5000 – 10.000 /mm3

Anak-anak <2 tahun

6200 – 17.000/mm3

Bayi baru lahir

9000 – 30.000/mm3

Tabel. Jumlah leukosit (kathleen, 1998)

Pada penderita dengan keluhan dan pemeriksaan fisik yang karakteristik apendisitis akut, akan ditemukan pada pemeriksaan darah adanya leukositosis 11.000-14.000/mm3, dengan pemeriksaan hitung jenis menunjukkan pergeseran ke kiri hampir 75%. Jika jumlah lekosit lebih dari 18.000/mm3 maka umumnya sudah terjadi perforasi dan peritonitis

(Raffensperger, 1990). Kombinasi antara kenaikan angka leukosit dan granulosit adalah yang dipakai untuk pedoman menentukan diagnosa appendisitis akut (Doraiswamy,1979).

Tes laboratorium untuk appendisitis bersifat kurang spesifik., sehingga hasilnya juga kurang dapat dipakai sebagai konfirmasi penegakan diagnosa. Jumlah lekosit untuk

appendisitis akut adalah >10.000/mm, sehingga gambaran leukositosis dengan peningkatan granulosit dipakai sebagai pedoman untuk appendisitis akut. Kontroversinya adalah beberapa penderita dengan appendisitis akut, memiliki jumlah leukosit dan granulosit tetap normal (Bolton et al, 1975).

3. Ultrasonografi

Ultrasonografi telah banyak digunakan untuk diagnosis apendisitis akut maupun apendisitis dengan abses. Apendiks yang normal jarang tampak dengan pemeriksaan ini. Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan gambaran target pada

penampakan transversal. Keadaan awal apendisitis akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau gangren ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas intraperitonial, dan abses tunggal atau multiple (Bedah UGM, 2009)

Ultrasound dapat mengidentifikasi appendik yang membesar atau abses. Walaupun begitu, appendik hanya dapat dilihat pada 50% pasien selama terjadinya appendisitis. Oleh karena itu, dengan tidak terlihatnya apendiks selama ultrasound tidak menyingkirkan adanya appendisitis. Hasil USG dapat dikategorikan menjadi normal, non spesifik, kemungkinan penyakit kelainan lain, atau kemungkinan appendik. Hasil USG yang tidak spesifik meliputi adanya dilatasi usus, udara bebas, atau ileus (Bedah UGM, 2009).

4. Computed Tomography Scanning (CT-Scan)

Pada keadaan normal apendiks, jarang tervisualisasi dengan pemeriksaan skening ini. Gambaran penebalan diding apendiks dengan jaringan lunak sekitar yang melekat,

mendukung keadaan apendiks yang meradang. CT-Scan sangat baik untuk mendeteksi apendiks dengan abses atau flegmon

 

USG

CT-Scan

Sensitivitas

85%

90-100%

Spesifitas

92%

95-97%

Akurasi

90-94%

94-100%

Keuntungan

AMan

Lebih akurat

 

Relatif tidak mahal

Mengidentifikasi abses dan flegmon lebih baik

 

Dapat mendiagnosis kelainan lain pada wanita

Mengidentifikasi apendiks normal lebih baik

 

Baik untuk anak-anak

 

kerugian

Tergantung operator

Mahal

 

Sulit secara teknik

Radiasi Ion

 

Nyeri

Kontras

 

Sulit di RS daerah

Sulit di RS Daerah

Tabel 2. Perbandingan pemeriksaan penunjang apendisitis akut (Erik K, 2003).

Pada pasien yang tidak hamil, CT-scan pada daerah appendik sangat berguna untuk mendiagnosis appendisitis dan abses periappendikular sekaligus menyingkirkan adanya penyakit lain dalam rongga perut dan pelvis yang menyerupai appendicitis (Bedah UGM, 2009).

5. Laparoskopi (Laparoscopy)

Dibidang bedah, laparoskopi dapat berfungsi sebagai alat diagnostik dan terapi. Disamping dapat mendiagnosis apendisitis secara langsung, laparoskopi juga dapat digunakan untuk melihat keadaan organ intraabdomen lainnya. Hal ini sangat bermanfaat terutama pada pasien wanita. Pada apendisitis akut laparoskopi diagnostik biasanya dilanjutkan dengan apendektomi laparoskopi (Smink & Soybel, 2005).

Sistem skor alvarado yang termodifikasi

Kemungkinan apendisitis dapat diyakinkan dengan menggunakan skor Alvarado. Sistem skor dibuat untuk meningkatkan cara mendiagnosis apendisitis.

The Modified Alvarado Score

Skor

Gejala

Perpindahan nyeri dari ulu hati ke perut kanan bawah

1

 

Mual-Muntah

1

 

Anoreksia

1

Tanda

Nyeri di perut kanan bawah

2

 

Nyeri lepas

1

 

Demam diatas 37,5 ° C

1

Pemeriksaan Lab

Leukositosis

2

 

Hitung jenis leukosit shift to the left

1

 

Total

10

Interpretasi dari Modified Alvarado Score:

     1-4     : sangat mungkin bukan apendisitis akut

     5-7     : sangat mungkin apendisitis akut

     8-10   : pasti apendisitis akut

Brunicardi FC, Andersen DK, Billiar TR, et al. Shwartz’s Principles of Surgery. 9th Ed. USA: McGrawHill Companies. 2010.

3. Bagaimana Terapi pasien dengan apendisitis?

Pengobatan tunggal yang terbaik untuk usus buntu yang sudah meradang/apendisitis akut adalah dengan jalan membuang penyebabnya (operasi appendektomi). Pasien biasanya telah dipersiapkan dengan puasa antara 4 sampai 6 jam sebelum operasi dan dilakukan pemasangan cairan infus agar tidak terjadi dehidrasi. Pembiusan akan dilakukan oleh dokter ahli anastesi dengan pembiusan umum atau spinal/lumbal. Pada umumnya, teknik konvensional operasi pengangkatan usus buntu dengan cara irisan pada kulit perut kanan bawah di atas daerah apendiks (Sanyoto, 2007).Perbaikan keadaan umum dengan infus, pemberian antibiotik untuk kuman gram negatif dan positif serta kuman anaerob, dan pemasangan pipa nasogastrik perlu dilakukan sebelum pembedahan (Sjamsuhidajat, De Jong, 2004).

Alternatif lain operasi pengangkatan usus buntu yaitu dengan cara bedah laparoskopi. Operasi ini dilakukan dengan bantuan video camera yang dimasukkan ke dalam rongga perut sehingga jelas dapat melihat dan melakukan appendektomi dan juga dapat memeriksa organ-organ di dalam perut lebih lengkap selain apendiks. Keuntungan bedah laparoskopi ini selain yang disebut diatas, yaitu luka operasi lebih kecil, biasanya antara satu dan setengah sentimeter

sehingga secara kosmetik lebih baik (Sanyoto, 2007).

4. Komplikasi dari penyakit pasien?

Komplikasi terjadi akibat keterlambatan penanganan apendisitis. Factor keterlambatan dapat berasal dari penderita dan tenaga medis. Kondisi ini menyebabkan peningkatan angka morbiditas dan mortalitas.komplikasi paling sering pada anak dan orang tua. Adapun jenis komplikasi diantaranya (Bedah UGM,2009):

1. Abses merupakan peradangan appendiks yang berisi pus. Teraba massa lunak di kuadran kanan bawah atau daerah pelvis. Massa ini mula-mula berupa flegmon dan berkembang menjadi rongga yang mengandung pus. Hal ini terjadi bila apendisitis gangrenatau mikroperforasi ditutupi oleh omentum

2. Perforasi adalah pecahnya apendiks yang berisi pus sehingga bakteri menyebar ke rongga perut. Perforasi jarang terjadi dalam 12 jam pertama sejak awal sakit, tetapi meningkat tajam sesudah 24 jam. Perforasi dapa berlanjut ke peritonitis.

3. Peritonitis merupakan komplikasi yang berbahaya yang dapat terjadi dalam bentuk akut maupun kronik. Bila infeksi tersebar luas pada permukaan peritoneum menyebabkan peritonitis umum. Gejala-gejalanya: peristaltic usus (-), dehidrasi, syok, gangguan sirkulasi.

5. Komplikasi dari appendektomi?

terdapat komplikasi akibat tidakan operatif. Kebanyakan komplikasi yang mengikuti apendisektomi adalah komplikasi prosedur intraabdomen dan ditemukan di tempat-tempat yang sesuai, seperti: infeksi luka, abses residual, sumbatan usus akut, ileus paralitik, fistula tinja eksternal, fistula tinja internal, dan perdarahan dari mesenterium apendiks (Bailey, 1992)

 

Author : yoga

Tidak ada komentar:

Posting Komentar