1. Patofisiologi
dan klasifikasi diare
Patofisiologi
:
Berdasarkan gangguan fungsi fisiologis saluran cerna
dan macam penyebab diare, maka patofisiologi diare dapat dibagi dalam tiga
macam kelainan pokok yang berupa:
a.
Kelainan
Gerakan Transmukosal Air dan Elektrolit
Gangguan
reabsorbsi pada sebagian kecil usus halus sudah dapat menyebabkan diare. Disamping
itu peranan faktor infeksi pada patogenesis diare akut adalah penting, karena
dapat menyebabkan gangguan sekresi (diare sekretorik), difusi (diare osmotik),
malabsorbsi dan keluaran langsung.Faktor lain yang cukup penting dalam diare
adalah empedu, karena dehidroksilasi asam dioksikolik dalam empedu akan
mengganggu fungsi mukosa usus, sehingga sekresi cairan di jejunum dan kolon
serta menghambat reabsorbsi cairan di kolon. Diduga bakteri mikroflora usus
turut memegang peranan dalam pembentukan asam dioksikolik tersebut.
Hormon-hormon
saluran diduga juga dapat mempengaruhi absorbsi air pada manusia, antara lain
gastrin, sekretin, kolesistokinin dan glikogen. Suatu perubahan pH cairan usus
seperti terjadi pada Sindrom Zollinger Ellison ataupada jejunitis dapat juga
menyebabkan diare.
b.
Kelainan
Laju Gerakan Bolus Makanan dalam LumenUsus
Suatu proses absorbsi dapat
berlangsung sempurna dan normal bila bolus makanan tercampur baik dengan
enzim-enzim saluran cerna dan berada dalam keadaan yang cukup tercerna. Juga
waktu sentuhan yang adekuat antara kim dan permukaan mukosa usus halus
diperlukan untuk absorbsi yang normal.
Motilitas usus merupakan
faktor yang berperanan penting dalam ketahanan lokal mukosa usus. Hipomotilitas
dan stasis dapat menyebabkan mikroba usus berkembang biak secara berlebihan,
yang kemudian dapat merusak mukosa usus. Kerusakan mukosa usus akan menimbulkan
gangguan digesti dan absorbsi, yang kemudian akan terjadi diare. Selain itu
hipermotilitas dapat memberikan efek langsung sebagai diare.
c.
Kelainan
Tekanan Osmotik dalam Lumen Usus
Dalam beberapa keadaan
tertentu setiap pembebanan usus yang melebihi kapasitas dari pencernaan dan
absorbsinya akan menimbulkan diare. Adanya malabsorbsi karbohidrat, lemak, dan
protein akan menimbulkan kenaikan daya tekanan osmotik intra lumen, yang akan
menimbulkan gangguan absorbsi air.
Malabsorbsi karbohidrat
pada umumnya sebagai malabsorbsi laktosa, yang terjadi karena defisiensi enzim
laktase. Dalam hal ini laktosa yang terdapat dalam susu mengalami hidrolisis
yang tidak sempurna sehingga kurang diabsorbsi oleh usus halus. Sebagai akibat
diare, baik yang akut maupun kronis akan terjadi:
1.
Kehilangan Air dan
Elektrolit
Kehilangan air dan
elektrolit (dehidrasi), serta gangguan keseimbangan asam basa disebabkan oleh:
(1) previous water losses, kehilangan cairan sebelum pengelolaan, sebagai
defisiensi cairan, (2) normal water losses, berupa kehilangan cairan karena
fungsi fisiologis, (3) concomittant water losses, berupa kehilangan cairan
waktu pengelolaan, dan (4) masukan makanan yang kurang selama sakit, berupa
kekurangan masukan cairan karena anoreksia atau muntah.
Mekanisme kekurangan cairan
pada diare dapat terjadi karena: (1) pengeluaran usus yang berlebihan, karena
sekresi mukosa usus yang belebihan atau difusi cairan tubuh akiban tekanan
osmotik intra lumen yang tinggi, (2) masukan cairan yang kurang, karena muntah,
anoreksia, pembatasan makan dan minum, keluaran cairan tubuh yang berlebihan
(demam atau sesak napas).
2.
Gangguan Gizi
Gangguan gizi pada penderita diare dapat terjadi
karena: (1) masukan makanan berkurang, (2) gangguan penyerapan makanan,(3)
katabolisme dan, (4) kehilangan langsung.
3.
Perubahan Ekologi dan
Ketahanan Usus
Kejadian diare akut pada umumnya disertai dengan
kerusakan mukosa usus, keadaan ini dapat diikuti dengan gangguan pencernaan
karena deplesi enzim. Akibat lebih lanjut adalah timbulnya hidrolisis nutrien
yang kurang tercerna sehungga dapat menimbulkan peningkatan hasil metabolit
yang berupasubstansi karbohidrat dan asam hidrolisatnya. Keadaan ini akan
merubah ekologi kimiawi isi lumen usus, yang dapat menimbulkan keadaan bakteri
tumbuh lampau, yang berarti merubah ekologi mikroba isi usus. Bakteri tumbuh
lampau akan memberikan kemungkinan terjadinya dekonjugasi garam empedu sehingga
terjadi peningkatan jumlah asam empedu yang dapat memberikan timbulnya kerusakan
mukosa usus lebih lanjut. Keadaan ini dapat pula disertai dengan gangguan
mekanisme ketahanan lokal pada usus, baik yang disebabkan oleh kerusakan mukosa
usus maupun perubahan ekologiisi usus.
Klasifikasi
Diare
Berdasarkan lama waktu diare terdiri dari diare
akut, diare persisten dan diare kronis. (Asnil et al, 2003).
1.
Diare Akut
Diare akut adalah
diare yang terjadi sewaktu-waktu, berlangsung kurang dari 14 hari, dengan
pengeluaran tinja lunak atau cair yang dapat atau tanpa disertai lendir dan
darah.
2.
Diare Persisten
Diare persisten
adalah diare yang berlangsung 15-30 hari, merupakan kelanjutan dari diare akut
atau peralihan antara diare akut dan kronik.
3.
Diare kronis
Diare kronis adalah
diare hilang-timbul, atau berlangsung lama dengan penyebab non-infeksi, seperti
penyakit sensitif terhadap gluten atau gangguan metabolisme yang menurun. Lama
diare kronik lebih dari 30 hari.
Diare kronis dibagi tiga, yaitu:
a.
Diare osmotik à adanya faktor malabsorbsi akibat adanya gangguan
absorpsi karbohidrat, lemak, atau protein, dan tersering adalah malabsorpsi
lemak. Fese umumnya berbentuk steatore
b.
Diare sekretorik à adanya gangguan transpor akibat adanya perbedaan
osmotik intralumen dengan mukosa yang besar, sehingga terjadi penarikan cairan
dan elektrolit ke dalam lumen usus dalam jumlah besar. Feses akan seperti air.
c.
Diare inflamasi à adanya kerusakan dan kematian enterosit disetai
peradangan. Feses berdarah.
2.
Komplikasi Diare
1)
Dehidrasi
Diare berat yang
disertai nausea dan muntah sehingga asupan oral berkurang dapat menyebabkan
dehidrasi, terutama pada anak dan lanjut usia. Dehidrasi yaitu suatu
keadaan tubuh dimana cairan yang keluar lebih banyak daripada cairan yang
masuk. Menurut keadaan klinisnya, dehidrasi dibagi menjadi:
§
Dehidrasi ringan (hilang cairan 2-5% BB): turgor
berkurang, suara serak (vox cholerica), pasien tidak
syok.
§
Dehidrasi sedang (hilang cairan 5-8% BB): turgor
buruk, suara serak, pasien dalam keadaan presyok atau syok, nadi cepat, napas
cepat dan dalam.
§ Dehidrasi
berat (hilang cairan 8-10% BB): tanda sama dengan dehidrasi sedang disertai
dengan kesadaran menurun (apatis sampai koma), otot-otot kaku, dan
sianosis.
2)
Syok hipovolemik
Keadaanberkurangnya
volume darah yang bersirkulasi dalam tubuh. Keadaan ini tergolong darurat
dimana jumlah darah dan cairan yang hilang membuat jantung tidak mampu memompa
darah dalam jumlah yang cukup.
3)
Feses Berdarah
Feses yang disertai
darah dapat disebabkan oleh Entamoeba hystolytica.
Meskipun mekanisme pastinya belum diketahui, diduga trofoit menginvasi dinding
usus dengan mengeluarkan enzim proteolitik. Pelepasan bahan toksik
menyebabkan reaksi inflamasi yang merusak mukosa. Bila berlanjut maka
akan timbul ulkus hingga lapisan submukosa atau lapisan muskularis.
4)
Demam
3.
Penatalaksanaan diare
Tujuan tata laksana diare:
o Mencegah
terjadinya dehidrasi
o Mengobati
dehidrasi jika telah terjadi
- Mencegah terjadinya gizi buruk setelah diare
- Mengurangi waktu dan keparahan diare
Prinsip pengobatan diare
1)
Rehidrasi
Terapi rehidrasi sangat tergantung dari derajat
rehidrasi yang telah ditentukan dari langkah sebelumnya. Apabila tanpa
dehidrasi maka dapat menggunakan rencana terapi A sedangkan apabila dehidrasi
yang rasakan dehidrasi dalam skala ringan-sedang maka dapat ikut rencana terapi
B sedangkan apabila dehidrasinya berat, anda masuk dalam rencana terapi C
i.
Rencana Terapi
A
§ Berikan lebih banyak cairan
§ Beri tablet zinc
§ Beri anak makanan untuk mencegah kurang gizi
§ Bawa anak peada petugas kesehatan bila anak tidak
membaik dalam 3 hari
§ Anak harus diberi oralit di rumah
ii.
Rencana Terapi
B
§ Ukur jumlah rehidrasi oral yang akan ddiberikan selama
4 jam pertama. Rata-ratanya adalah 75 mL/kg berat badan
§ Jika anak minta minum lagi: Berikan minum sedikit demi
sedikit, hal ini karena batas kapasitas lambung anak yang terbatas. Hanya 20
mL/kg berat badan anak.
§ Jika anak muntah, tunggu 10 menit sebelum memberikan rehidrasi
oral lagi.
§ Lanjutkan ASI apabila anak meminta
Setelah 4 jam:
§ Menilai ulang derajat rehidrasi anak
§ Tentukan talaksana yang tepat untuk melanjutkan terapi
§ Mulai beri makan anak di klinik
Apabila ibu harus pulang sebelum selesai rencana
terapi B:
§ Tunjukan jumlah oralit yang harus dihabiskan dalam
terapi 3 jam di rumah
§ Berikan oralit untuk rehidrasi selama 2 hari lagi
(sesuai dengan terapi A)
§ Jelaskan cara-cara terapi A untuk mengobati diare
Untuk TERAPI C,
kita menggunakan cairan IV. Jumlah yang harus diberikan apabila pasien masuk
dalam klasifikasi C adalah 100 mL/kg berat badan pasien. Apabila tidak terdapat
cairan IV, maka anda dapat menggunakan pipa nasogastrik untuk rehidrasi.
Apabila tidak terdapat pipa nasogastrik juga, anda dapat merujuknya ke tempat
yang terdekat untuk mendapatkan rehidrasi nasogastrik dan intravena.
2)
Terapi Nutrisi
terapi nutrisi adalah hal nomor dua yang paling penting
harus dilakukan pada pasien diare anak. Makanan tetap diteruskan pada pasien
sama seperti anak sehat. ASI juga tetap diberikan pada pasien sama seperti
biasanya. Tujuannya adalah untuk mencegah pemburukan gizi.
3)
Suplementasi Zinc
Tujuan diberikan zinc pada pasien diare anak adalah untuk
mengurangi lama dan beratnya diare yang diderita oleh pasien. Zinc juga dapat
mencegah berulangnya diare selama 2-3 bulan dan mengembalikan nafsu makan anak.
4)
Antibiotik Selektif
Antibiotik biasa diberikan dalam kasus diare anak secara
selektif. Alasannya adalah karena keadaan diare umumnya disebbakan oleh rotavirus
yang tidak akan mempan diberikan antibiotik. Diare berdarah (disentri) yang
sering disebabkan oleh Shigella adalah salah satu indikasi dari antibiotik.
5)
Edukasi
Edukasi
diberikan kepada orang tua dan menasihati orang tua untuk mencari pertolongan
apabila terdapat komplikasi-komplikasi dari keadaan diare anak. Kondisi yang
mungkin terjadi seperti demam, tinja yang berdarah, mutah yang terjadi
berulang-ulang. Apabila pasien mengalami dehidrasi, kita juga harus curiga
kalau ada sesuatu yang tidak beres.
4.
Penegakan Diagnosa dan
pemeriksaan penunjang
a.
Anamnesis
5.
Adanya darah
dalam tinja
6.
Durasi diare
7.
Jumlah kotoran
berair per hari
8.
Jumlah episode
muntah
9.
Adanya demam,
batuk, atau masalah-masalah penting lainnya (misalnya kejang-kejang, baru-baru
ini campak)
10.
Jenis dan
jumlah cairan (termasuk ASI) dan makanan yang diberikan selama sakit
11.
Obat atau
solusi lainnya yang diambil
12.
Riwayat
imunisasi
a.
Pemeriksaan
fisik
13.
Kondisi Umum: adalah anak waspada; gelisah atau
pemarah; lesu atau tidak sadar
14.
Mata Apakah normal atau cekung
15.
Turgor kulit. Ketika kulit di atas perut dicubit
dan dilepaskan, segera merata, perlahan-lahan, atau sangat lambat (lebih dari 2
detik)
16.
Periksa suhu anak
17.
Pada infeksi bakteri invasif akan ditemukan
nyeri perut yang berat
a.
Pemeriksaan penunjang
18.
Pemeriksaan darah tepi lengkap
19.
Pemeriksaan analisis gas darah, elektrolit,
ureum, kreatinin, dan berat jenis plasma
20.
Pemeriksaan urin lengkap
21.
Pemeriksaan feses lengkap
22.
Pemeriksaan biakan empedu jika demam tinggi dan
dicurigai infeksi sistemik
Sumber:
kapita selekta
kedokteran jilid 1
author: fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar