Apa yang dimaksud dengan nyeri epigastrium?
Nyeri epigastrium
berhubungan dengan nyeri yang tajam dan terlokalisasi yang dirasakan oleh
seseorang pada daerah tengah atas perut yang berada tepat di bawah tulang iga.
Nyeri bisa dipicu oleh beberapa hal, misalnya nyeri yang berasal dari organ penyebab nyeri langsung ataupun sekunder dari organ
lain.
Salah satu contoh nyeri epigastrium dan diduga
terjadi pada skenario adalah rasa nyeri pada ulu hati dikarenakan oleh dispepsia. Pengertian
dispepsia adalah sesuatu yang menggambarkan keluhan atau kumpulan gejala yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, cepat kenyang, rasa perut penuh, sendawa, regurgitasi dan rasa panas
yang menjalar di dada.
Penyebab nyeri
epigastrium yang paling umum antara lain makan secara berlebihan, minum
alkohol, atau mengkonsumsi makanan-makanan yang berminyak atau pedas. Nyeri
epigastrium juga dapat disebabkan oleh penyakit saluran pencernaan seperti
refluks asam lambung atau intoleransi laktosa. Hal ini dapat diakibatkan oleh
isi lambung yang bergerak ke atas masuk ke bagian belakang tenggorokan,
menyebabkan peradangan dan nyeri dengan sensasi terbakar.
Patofisiologi
Proses patofisiologis yang paling banyak dibicarakan dan potensial
berhubungan dengan dispepsia fungsional adalah:
1.
hipersekresi
asam lambung
2.
infeksi
Helicobacter pylori
Helicobacter
pylori adalah sejenis kuman yang terdapat dalam lambung
dan berkaitan dengan keganasan lambung. Hal penting dari Helicobacter pylori adalah sifatnya menetap seumur hidup, selalu
aktif dan dapat menular bila tidak dieradikasi. Helicobacter ini diyakini merusak mekanisme pertahanan penjamu
(keadaan manusia yang sedemikian rupa sehingga menjadi faktor resiko untuk
terjadinya penyakit) dan merusak jaringan. Helicobacter
pylori dapat merangsang kelenjar mukosa lambung untuk lebih aktif
menghasilkan gastrin sehingga terjadi hipergastrinemia.
3.
dismotilitas gastrointestinal (perlambatan pengosongan lambung dan
adanya hopomotilitas antrum) --> Yaitu perlambatan
dari masa pengosongan lambung dan gangguan motilitas lain. Pada berbagai studi
dilaporkan dispepsia fungsional terjadi perlambatan pengosongan lambung dan
hipomotilitas antrum hingga 50% kasus
4.
hipersensivitas viseral.
5.
penyakit
lain juga dapat menyebabkan manifestasi dalam bentuk dispepsia, misalnya
gangguan kardiak, penyakit tiroid, obat-obatan, dan sebagainya.1
Ulkus peptikum
Ulkus peptikum atau tukak peptikum adalah keadaan di mana terjadi defek
pada mukosa ataupun submukosa
yang berbatas tegas dapat menembus muskularis mukosa sampai lapisan serosa
sehingga dapat terjadi perforasi.
Etiologi dan Patogenesis
Faktor yang paling sering menimbulkan gangguan ini adalah Helicobacter pylori, OAINS, asam
lambung, pepsin dan faktor-faktor lingkungan serta kelainan pada faktor
defensif.
- Helicobacter pylori, adalah bakteri gram negatif yang hidup
dalam suasana asam dalam lambung dan duodenum. Bakteri ini ditularkan secara
feko-oral atau oral-oral. Pada bagian
lambung bakteri ini banyak terdapat pada bagian antrum dan dapat masuk menembus
celah antara dinding sel-sel epitel. Bakteri terlebih dahulu melekat di dinding
lambung dengan bantuan adhesin sehingga dapat lebih efektif merusak mukosa
dengan melepaskan zat yang sehingga terjadi gastritis akut yang dapat berlanjut
menjadi gastritis kronik aktif atau duodenitis kronik aktif. Kelainan yang
lebih berat yang dapat terjadi adalah tukak pada lambung dan duodenum. Keadaan
ini ditentukan dari faktor virulensi bakteri dan host sendiri maupun fisiologis
organ lambung/duodenum.
Apabila terjadi infeksi tubuh akan merespon dengan mengeluarkan sel-sel
PMN maupun limfosit yang menginfiltrasi sel mukosa secara intensif dengan
mengeluarkan bermacam-macam mediator atau sitokin, misalnya interleukin 8,
gamma interferon alfa, TNF, dll. Proses ini juga melibatkan sistem imun yang
akan menimbulkan kerusakan sel-sel epitel gastroduodenal yang lebih parah namun
tidak berhasil mengeliminasi bakteri dan infeksi menjadi kronik. H. pylori juga
mengeluarkan bermacam-macam enzim seperti urease, protease, lipase, dan
fosfolipase. Vacuolating cytotoxin
menyebabkan vakuolisasi sel-sel epitel, cytotoxin
associated gen A merupakan petanda virulensi bakteri ini dan hampir selalu
ditemukan pada tukak peptik.
Urease memecahkan urea dalam lambung menjadi amonia yang toksik
terhadap sel-sel epitel. Protease dan fosfolipase A2 menekan sekresi mukus
akibatnya daya tahan mukus menurun, dan merusak lapisan lipid pada apikal sel
epitel. Asam lambung terus menerus berdifusi balik sehingga terjadi pengikisan
yang juga terus terjadi di duodenum sehingga terbentuk tukak peptik.
H. pylori paling banyak terkumpul pada
bagian antrum lambung sehingga merusak sel D yang menghasilkan hormon gastrin.
Akibatnya terjadi pengeluaran berlebihan dari gastrin akibat somatostasin dari
sel D yang rusak. Gastrin yang banyak ini akan merangsang sel parietal
mengeluarkan asam lambung berlebihan dan masuk ke duodenum. Hal ini dapat
menyebabkan duodenitis yang dapat berlanjut menjadi tukak duodenum. Asam
lambung yang tinggi pada duodenum dapat mengalami metaplasia gastrik dan H. pylori juga dapat hidup di duodenum.
Dengan seperti itu H. pylori dapat
menyebabkan keasaman yang lebih lagi terjadi pada duodenum karena penekanan
produksi mukus dan bikarbonat.
- Obat antiinflamasi non-steroid (OAINS) dan asam asetil
salisilat (ASA) merupakan obat yang sering digunakan dalam berbagai mekanisme
seperti anti piretik, anti inflamasi, analgetik, anti trombotik dan
kemoprevensi kanker kolorektal.
Patogenesis terjadinya kerusakan mukosa terutama gastroduodenal pada
penggunaan OAINS/ASA adalah akibat efek toksik atau iritasi langsung
pada mukosa yang memerangkap OAINS/ASA yang bersifat asam sehingga terjadi
kerusakan epitel. Kerja dari kedua obat ini adalah menghambat kerja enzim
siklooksigenase (COX) pada asam arakidonat sehingga menekan produksi
prostaglandin/prostasiklin.
Kerusakan mukosa akibat hambatan produksi prostaglandin melalui empat
tahap, yaitu: menurunnya sekresi mukus dan bikarbonat, terganggunya sekresi
asam dan proliferasi sel-sel mukosa, berkurangnya aliran darah mukosa dan
kerusakan mikrovaskuler yang diperberat oleh kerja sama platelet dan mekanisme
koagulasi.
Endotel vaskular akan terus menghasilkan vasodilator prostaglandin E
dan I, yang apabila terjadi gangguan atau hambatan (COX-1) akan timbul
vasokontriksi sehingga aliran darah menurun yang menyebabkan nekrosis epitel.
Hambatan COX-2 menyebabkan peningkatan perlekatan leukosit PMN pada endotel
vaskular gastroduodenal dan mesenterik, dimulai dengan pelepasan protease,
radikal bebas oksigen sehingga memperberat kerusakan epitel dan endotel. Dan
hal terakhir akan terjadi statis aliran mikrovaskular, iskemia, dan berakhir
dengan kerusakan mukosa/tukak peptik.
Beberapa faktor risiko yang memudahkan terjadinya tukak peptik pada
pemakaian OAINS adalah
·
Umur
tua (> 60 tahun)
·
Riwayat
tukak peptik sebelumnya
·
Dispepsia
kronik
·
Intoleransi
terhadap OAINS
·
Jenis,
dosis dan lama penggunaan OAINS
·
Penggunaan
bersamaan dengan kortikosteroid, antikoagulan, dan penggunaan 2 jenis OAINS
bersamaan
·
Penyakit
lain yang diderita orang pemakai OAINS
Faktor Lain
- Merokok, dapat menurunkan faktor pertahanan dan menciptakan miliu
yang sesuai untuk H. pylori.
- Faktor stres, malnutrisi, makanan tinggi garam, defisiensi vitamin.
- Penyakit lain seperti sindrom Zollinger Elison, mastositosis
sistemik, penyakit Chron dan hiperparatiroidisme.
- Faktor genetik.
PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1.
Endoskopi (gastroskopi) dengan biopsi dan sitologi
2.
Pemeriksaan dengan barium
3.
Pemeriksaan radiologi pada abdomen
4.
Analisis lambung
5. Pemeriksaan laboratorium
kadar Hb, Ht, dan pepsinogen
Komplikasi
Komplikasi yang dapat timbul akibat ulkus peptikum ini adalah:
1. Perdarahan: hematemesis/melena dengan tanda
syok apabila perdarahan masive
dan perdarahan tersembunyi yang kronik menyebabkan anemia defisiensi Fe.
2. Perforasi: nyeri perut menyeluruh sebagai tanda peritonitis.
3. Penetrasi tukak yang mengenai pankreas: timbul nyeri tiba-tiba tembus ke
belakang.
4. Obstruksi outlet bila ditemukan gejala mual & muntah, perut kembung dan adanya suara
deburan sebagai tanda retensi cairan dan udara, dan berat badan menurun.
5. Keganasan dalam gaster dan duodenum (walaupun jarang terjadi).
PENATALAKSANAAN
1.
Secara Medikamentosa
· Hindari
rokok dan makanan yang menyebabkan nyeri
· Antasida
untuk terapi simtomatik
· Bloker
H2 (ranitidin, cimetidine)
· PPI
(omeprazole)
· Bismuth
koloidal
· Ampisilin
atau tetrasiklin + metronidazole
(efektif
melawan Helicobacter pylori)
· Re-endoskopi
pasien dengan ulkus gaster setelah 6 minggu karena terdapat risiko keganasan.
2. Pembedahan
· Hanya
diindikasikan untuk kegagalan terapi medikamentosa dan komplikasi.
UBT (Urea Breath
Test)
Merupakan pemeriksaan non invasive gold standard untuk deteksi infeksi
Helicobacter pylori. Pemeriksaan ini dilakukan dengan menggunakan sampel
nafas dan didasarkan pada kemampuan Helicobacter pylori dalam mengeluarkan
enzim urease yang dapat mengubah urea menjadi karbondioksida (CO2)
dan amonia. Pemberian tablet urea dengan C pada pasien dengan infeksi
Helicobacter pylori akan menghasilkan CO2 yang tinggi pada nafas
yang dapat dideteksi dengan spektrofotometer inframerah UBiT-IR300 dengan cara
mengukur rasio CO2 tersebut dibandingkan dengan baseline (sebelum
diberikan tablet urea).
Pemeriksaan UBT dapat dilakukan pada orang dewasa maupun anak-anak,
dengan tata cara pemeriksaan yang sama.
Persiapan yang harus dilakukan sebelum melakukan pemeriksaan UBT adalah
sebagai berikut :
1. Berpuasa selama minimal 3 jam
2. Tidak boleh melakukan pemeriksaan dengan
barium
3. Tidak boleh minum antibiotik dan sediaan
bismuth atau sodium ecabet , sukralfat atau protom pump inhibitor 30 hari
sebelum pemeriksaan.
Pemeriksaan diawali dengan pengumpulan udara pernafasan normal
(baseline) ke dalam sebuah kantong, kemudian pasien diminta untuk meminum
C-urea (urea berlabel). Setelah itu pasien diminta berbaring ke sisi kiri
selama 5 menit sebelum melakukan pengambilan sampel nafas yang kedua. Perbedaan
konsentrasi CO2 pada kedua sampel nafas tersebut diukur.
Kegunaan UBT :
1. Diferensial diagnostik penyakit ulkus peptik
dan gastritis kronik yang aktif
2. Monitoring terapi dan dokumentasi kesembuhan
pada pasien dengan infeksi H.pylori
3. Pemeriksaan hanya ditujukan bagi pasien yang
memang akan diterapi
Sensitivitas pemeriksaan UBT untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi
96%, sementara spesifitasnya untuk diagnosis 95% dan untuk eradikasi 96%.
author: fitri
Tidak ada komentar:
Posting Komentar