Skenario 6 Blok 12
Author : Apriliana Risma
Rinosinusitis adalah inflamasi pada
mukosa hidung dan sinus paranasal (sinus maksila), ditandai oleh dua atau lebih
gejala, diantaranya terdapat sumbatan hidung/obstruksi/ kongesti, atau ada
sekret hidung (anterior/ posterior nasal drip), rasa nyeri/tertekan pada wajah,
berkurang atau hilangnya penghidu; juga temuan endoskopik: adanya sekret
mukopurulen terutama dari meatus medius, atau edema/sumbatan mukosa terutama di
meatus medius dan atau adanya perubahan mukosa dalam kompleks osteomeatal dan
atau sinus pada temuan tomografi komputer/ CT scan) (Fokkens dkk, 2007)
ETIOLOGI
1. Faktor Host
a. Umur, Jenis Kelamin dan Ras
Rinosinusitis kronik merupakan
penyakit yang dapat mengenai semua kelompok umur, semua jenis kelamin dan semua
ras.
b. Riwayat Rinosinusitis Akut
Rinosinusitis akut biasanya
didahului oleh adanya infeksi saluran pernafasan atas seperti batuk dan
influenza. Infeksi saluran pernafasan atas dapat menyebabkan edema pada mukosa
hidung, hipersekresi dan penurunan aktivitas mukosiliar. Rinosinusitis akut yang
tidak diobati secara adekuat akan menyebabkan regenerasi epitel permukaan
bersilia yang tidak lengkap, akibatnya terjadi kegagalan mengeluarkan sekret
sinus dan menciptakan predisposisi infeksi.
c. Infeksi Gigi
Infeksi gigi merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya rinosinusitis maksila. Hal ini terjadi karena sinus
maksila mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan akar gigi premolar dan
molar atas. Hubungan ini dapat menimbulkan masalah klinis seperti infeksi yang
berasal dari gigi dan fistula oroantral dapat naik ke atas dan menimbulkan
infeksi sinus maksila.
d. Rinitis Alergi
Alergi merupakan suatu penyimpangan
reaksi tubuh terhadap paparan bahan asing yang menimbulkan gejala pada orang
yang berbakat atopi sedangkan pada kebanyakan orang tidak menimbulkan reaksi
apapun.39 Rinitis alergi adalah suatu penyakit manifestasi reaksi
hipersensitifitas tipe I (Gell & Comb) yang diperantarai oleh IgE dengan
mukosa hidung sebagai organ sasaran utama. Gejalanya berupa hidung beringus,
bersin-bersin, hidung tersumbat dan gatal.
Peranan alergi pada rinosinusitis
kronik adalah akibat reaksi anti gen anti bodi menimbulkan pembengkakan mukosa
sinus dan hipersekresi. Mukosa sinus yang membengkak dapat menyumbat ostium
sinus dan mengganggu drainase sehingga menyebabkan timbulnya infeksi, yang
selanjutnya menghancurkan epitel permukaan. Kejadian yang berulang
terus-menerus dapat menyebabkan rinosinusitis kronis.
e. Diabetes Mellitus
Diabetes mellitus merupakan salah
satu faktor predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Hal ini disebabkan
penderita diabetes mellitus berada dalam kondisi immunocompromised atau
turunnya sistem kekebalan tubuh sehingga lebih rentan terkena penyakit infeksi
seperti rinosinusitis.
f. Asma
Asma merupakan salah satu faktor
predisposisi terjadinya rinosinusitis kronik. Sebesar 25-30 % penderita asma
dapat berkembang menjadi polip hidung sehingga mengganggu aliran mukus.
g. Kelainan anatomi hidung
Kelainan anatomi seperti septum
deviasi, bula etmoid yang membesar, hipertrofi atau paradoksal konka media dan
konka bulosa dapat mempengaruhi aliran ostium sinus, menyebabkan penyempitan
pada kompleks osteomeatal dan menggangu clearance mukosilia sehingga
memungkinkan terjadinya rinosinusitis.
h. Kelainan kongenital
Kelainan kongenital seperti
sindroma kartagener dan fibrosis kistik dapatmengganggu transport mukosiliar
(sistem pembersih). Sindrom kartagener atau sindrom silia immortal merupakan
penyakit yang diturunkan secara genetik, dimana terjadi kekurangan/ketiadaan
lengan dynein sehingga menyebabkan terjadinya gangguan pada koordinasi gerakan
silia dan disorientasi arah dari denyut silia. Gangguan pada transport
mukosiliar dan frekuensi denyut silia menyebabkan infeksi
kronis yang berulang sehingga
terjadi bronkiektasis dan rinosinusitis. Pada fibrosis kistik terjadi perubahan
sekresi kelenjar yang menghasilkan mukus yang kental sehingga menyulitkan
pembersihan sekret. Hal ini menimbulkan stase mukus yang selanjutnya akan
terjadi kolonisasi kuman dan timbul infeksi.
2. Faktor Agent
Rinosinusitis kronik dapat
disebabkan oleh beberapa bakteri patogen seperti Streptococcus pneumonia,
Haemophillus influenza, Moraxella catarrhalis, Streptococcus pyogenes,
Staphylococcus aureus, Bacteroides, Peptostreptococcus, Fusobacterium dan Basil
gram (-). Selain bakteri, rinosinusitis juga dapat disebabkan oleh virus
(Rhinovirus, influenza virus, parainfluenza virus dan Adenovirus) dan jamur
(Aspergillus dan Candida).
3. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang memengaruhi
terjadinya rinosinusitis kronik yaitu polusi udara dan udara dingin. Paparan
dari polusi udara dapat mengiritasi saluran hidung, menyebabkan perubahan
mukosa dan memperlambat gerakan silia. Apabila berlangsung terus-menerus dapat
menyebabkan rinosinusitis kronik. Udara dingin akan memperparah infeksi karena
menyebabkan mukosa sinus membengkak. Hal ini membuat jalannya mukus terhambat
dan terjebak di dalam sinus, yang kemudian menyebabkan bakteri berkembang di
daerah tersebut
ANATOMI DAN FISIOLOGI
Sinus atau lebih dikenal dengan
sinus paranasal merupakan rongga di dalam tulang kepala yang terbentuk dari
hasil pneumatisasi tulang-tulang kepala. Sinus paranasal terdiri dari empat
pasang sinus yaitu sinus maksila, sinus frontal, sinus etmoid, dan sinus
sfenoid kanan dan kiri. Sinus paranasal berfungsi sebagai pengatur kondisi
udara, penahan suhu, membantu keseimbangan kepala, membantu resonansi suara,
peredam perubahan tekanan udara, dan membantu produksi mucus untuk membersihkan
rongga hidung.
Secara embriologik sinus paranasal
berasal dari invaginasi mukosa rongga hidung dan perkembangannya dimulai pada
fetus usia 3-4 bulan, kecuali sinus sfenoid dan sinus frontal. Semua rongga
sinus dilapisi oleh mukosa yang merupakan lanjutan dari mukosa hidung, berisi
udara dan semua sinus mempunyai muara (ostium) di dalam rongga hidung.
Secara klinis sinus paranasal
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok anterior dan posterior. Kelompok
anterior terdiri dari sinus frontal, sinus maksila, dan sel anterior sinus
etmoid. Kelompok posterior terdiri dari sel-sel posterior sinus etmoid dan
sinus sfenoid.
Pembagian Sinus Paranasal
1. Sinus Maksila
Sinus maksila merupakan sinus
paranasal terbesar dan terdapata pada daerah tulang maksila. Saat lahir sinus
maksila bervolume 6-8 ml, sinus kemudian berkembang mencapai ukuran maksimal
yaitu 15 ml (34 x 33 x 23mm) saat berusia 15-18 tahun. Bentuk sinus maksila ini
adalah seperti piramida dengan bagian puncak menghadap ke lateral dan meluas ke
arah prosesus zygomatikus dari maksila.
Dasar sinus maksila sangat
berdekatan dengan akar gigi rahang atas, yaitu premolar (P1 dan P2), molar (M1
dan M2), kadang kadang juga gigi taring dan gigi molar M3. Akar-akar gigi tsb
dapat menonjol ke dalam sinus sehingga infeksi gigi geligi mudah naik ke atas
menyebabkan rinosinusitis.
2. Sinus Frontal
Sinus frontal terletak di os
frontal dan mulai terbentuk sejak bulan keempat fetus. Sinus frontal mulai
berkembang pada usia 8-10 tahun dan akan mencapai ukuran maksimal sebelum usia
20 tahun.7 Volume sinus ini sekitar 6–7 ml (28 x 24 x 20 mm). Sinus frontal
biasanya bersekat-sekat dan tepi sinus berlekuk-lekuk. Tidak adanya gambaran
lekuk-lekuk dinding sinus pada foto rontgen menunjukkan adanya infeksi sinus.
Sinus frontal dipisahkan oleh tulang yang relatif tipis dari orbita dan fosa
serebri anterior sehingga infeksi dari sinus frontal mudah menjalar ke daerah
ini.
3. Sinus Etmoid
Sinus etmoid merupakan struktur
yang berisi cairan pada bayi yang baru dilahirkan. Pada saat janin yang
berkembang pertama adalah sel anterior diikuti oleh sel posterior. Sel tumbuh
secara berangsur-angsur sampai umur 12 tahun. Gabungan sel anterior dan
posterior mempunyai volume 15 ml (33 x 27 x 14 mm). Bentuk sinus etmoid seperti
piramid dan dibagi menjadi multipel sel oleh sekat yang tipis.
Dibagian terdepan sinus etmoid
anterior ada bagian yang sempit, disebut resesus frontal yang berhubungan
dengan sinus frontal. Di dalam etmoid anterior terdapat suatu penyempitan yang
disebut infundibulum, tempat bermuaranya ostium sinus maksila. Peradangan di
resesus frontal dapat menyebabkan rinosinusitis frontal dan peradangan di
infindibulum dapat menyebabkan rinosinusitis maksila.
4. Sinus Sfenoid
Sinus sfenoid merupakan rongga yang
terletak di dasar tengkorak, tidak berhubungan dengan dunia luar sehingga
jarang terkena infeksi. Sinus ini terletak dalam os sfenoid di belakang sinus
etmoid posterior.7 Sinus sfenoid dibentuk di dalam kapsul rongga hidung dari
hidung janin dan tidak berkembang hingga usia 3 tahun.
Sinus mencapai ukuran penuh pada
usia 18 tahun dengan volume sekitar 7,5 ml (23 x 20 x 17 mm). Sebelah superior
sinus sfenoid berbatasan dengan fosa serebri media dan kelenjar hipofisa,
sebelah inferior dengan atap nasofaring, sebelah lateral dengan sinus
kavernosus dan a. karotis interna dan sebelah posteriornya berbatasan dengan
fosa posterior di daerah pons
PATOFISIOLOGI
Patofisiologi rinosinusitis kronik
terkait 3 faktor: patensi ostium, fungsi silia dan kualitas sekret. Gangguan
salah satu faktor tersebut atau kombinasi faktor-faktor tersebut merubah fisiologi
dan menimbulkan sinusitis. Kegagalan transpor mukus dan menurunnya ventilasi
sinus merupakan faktor utama berkembangnya rinosinusitis kronik.
Patofisiologi rinosinusitis kronik
dimulai dari blokade akibat udem hasil proses radang di area kompleks ostiomeatal.
Blokade daerah kompleks ostiomeatal menyebabkan gangguan drainase dan ventilasi
sinus-sinus anterior. Sumbatan yang berlangsung terus menerus akan
mengakibatkan terjadinya hipoksi dan retensi sekret serta perubahan pH sekret
yang merupakan media yang baik bagi bakteri anaerob untuk berkembang biak.
Bakteri juga memproduksi toksin yang akan merusak silia. Selanjutnya dapat
terjadi hipertrofi mukosa yang memperberat blokade kompleks ostiomeatal. Siklus
ini dapat dihentikan dengan membuka blokade kompleks ostiomeatal untuk
memperbaiki drainase dan aerasi sinus.
Faktor predisposisi rinosinusitis
kronik antara lain adanya; obstruksi mekanik seperti septum deviasi, hipertrofi
konkha media, benda asing di hidung, polip serta tumor di dalam rongga hidung.
Faktor sistemik yang mempengaruhi seperti malnutrisi, terapi steroid jangka
panjang, diabetes, kemoterapi dan defisiensi imun. Faktor lingkungan seperti
polusi udara, debu, udara dingin dan kering dapat mengakibatkan perubahan pada
mukosa dan kerusakan silia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar