GANGGUAN AFEKTIF BIPOLAR
Download sini buat lebih banyak!
1. LATAR BELAKANG
Gangguan afektif bipolar adalah kondisi umum yang dijumpai, dan
diantara gangguan mental menempati posisi kedua terbanyak sebagai penyebab
ketidak mampuan/disabilitas. Depresi bipolar sama pada kelompok pria dan wanita
dengan angka kejadian sekitar 5 per 1000 orang. Penderita depresi bipolar dapat
mengalami bunuh diri 15 kali lebih banya dibandingkan dengan penduduk umum.
Bunuh diri pertama-tama sering terjadi ketika tekanan pada pekerjaan, studi,
tekanan emosional dalam keluarga terjadi pada tingkat yang paling berat. Pada
risiko bunuh diri dapat meningkat selama menopause.
Kebanyakan pasien dengan gangguan afektif bipolar secara potensial
dengan terapi yang optimal dapat kembali fungsi yang normal. Dengan pengobatan
yang kurang optimal hasilnya kurang baik dan dapat kambuh untuk melakukan bunuh
diri lagi. Data menunjukkan bahwa pengobatan sering kurang optimal.
Studi longitudinal bahwa pasien dengan kecenderungan bunuh diri
pada kasus dengan afektif bipolar 50% dapat dikurangi dengan terapi
maintenance/pemeliharaan dan terapi depresi yang tepat. Prof dr Sasanto
Wibisono, SpKJ (K), guru besar di bagian Psikiatri FKUI menjelaskan perbedaan
ekstrem perasaan (manik dan depresi) penderita Bipolar tidak selalu bisa
diamati oleh lingkungannya karena masing-masing individu reaksinya berlainan.
Ada yang menonjol kutub maniknya, sementara yang lain menonjol depresinya.
Kondisi tidak normal itu bisa terjadi hanya beberapa minggu sampai
2-3 bulan. Setelah itu kembali ''normal'' untuk jangka waktu relatif lama,
namun di kesempatan lain muncul kembali.
2. DEFINISI
Gangguan
Bipolar dikenal juga dengan gangguan manik depresi, yaitu gangguan pada fungsi
otak yang menyebabkan perubahan yang tidak biasa pada suasana perasaan, dan proses berfikir. Disebut Bipolar
karena penyakit kejiwaan ini didominasi adanya fluktuasi periodik dua kutub,
yakni kondisi manik (bergairah tinggi yang tidak terkendali) dan depresi.
3. ETIOPATOFISIOLOGI
Dahulu virus sempat dianggap sebagai penyebab penyakit ini.
Serangan virus pada otak berlangsung pada masa janin dalam kandungan atau tahun
pertama sesudah kelahiran. Namun, gangguan bipolar bermanifestasi 15-20 tahun
kemudian. Telatnya manifestasi itu timbul karena diduga pada usia 15 tahun
kelenjar timus dan pineal yang memproduksi hormon yang mampu mencegah gangguan
psikiatrik sudah berkurang 50%.
Penyebab gangguan Bipolar multifaktor. Mencakup aspek
bio-psikososial. Secara biologis dikaitkan dengan faktor genetik dan gangguan
neurotransmitter di otak. Secara psikososial dikaitkan dengan pola asuh masa
kana-kanak, stres yang menyakitkan, stres kehidupan yang berat dan
berkepanjangan, dan banyak lagi faktor lainnya.
Didapatkan fakta bahwa gangguan alam perasaan (mood) tipe bipolar
(adanya episode manik dan depresi) memiliki kecenderungan menurun kepada
generasinya, berdasar etiologi biologik. 50% pasien bipolar mimiliki satu
orangtua dengan gangguan alam perasaan/gangguan afektif, yang tersering
unipolar (depresi saja). Jika seorang orang tua mengidap gangguan bipolar maka
27% anaknya memiliki resiko mengidap gangguan alam perasaan. Bila kedua
orangtua mengidap gangguan bipolar maka 75% anaknya memiliki resiko mengidap
gangguan alam perasaan. Keturunan pertama dari seseorang yang menderita
gangguan bipolar berisiko menderita gangguan serupa sebesar 7 kali. Bahkan
risiko pada anak kembar sangat tinggi terutama pada kembar monozigot (40-80%),
sedangkan kembar dizigot lebih rendah, yakni 10-20%.
Beberapa studi berhasil membuktikan keterkaitan antara gangguan
bipolar dengan kromosom 18 dan 22, namun masih belum dapat diselidiki lokus
mana dari kromosom tersebut yang benar-benar terlibat. Beberapa diantaranya
yang telah diselidiki adalah 4p16, 12q23-q24, 18 sentromer,
18q22, 18q22-q23, dan 21q22.
Yang menarik dari studi kromosom ini, ternyata penderita sindrom
Down (trisomi 21) berisiko rendah menderita gangguan bipolar. Sejak
ditemukannya beberapa obat yang berhasil meringankan gejala bipolar, peneliti
mulai menduga adanya hubungan neurotransmiter dengan gangguan bipolar.
Neurotransmiter tersebut adalah dopamine, serotonin, dan
noradrenalin. Gen-gen yang berhubungan dengan neurotransmiter tersebut pun
mulai diteliti seperti gen yang mengkode monoamine oksidase A (MAOA), tirosin
hidroksilase, catechol-Ometiltransferase (COMT), dan serotonin transporter
(5HTT).
Penelitian terbaru menemukan gen lain yang berhubungan dengan
penyakit ini yaitu gen yang mengekspresi brain derived neurotrophic factor (BDNF).
BDNF adalah neurotropin yang berperan dalam regulasi plastisitas sinaps,
neurogenesis dan perlindungan neuron otak. BDNF diduga ikut terlibat dalam
mood. Gen yang mengatur BDNF terletak pada kromosom 11p13. Terdapat 3
penelitian yang mencari tahu hubungan antara BDNF dengan gangguan bipolar dan
hasilnya positif.
Kelainan pada otak juga dianggap dapat menjadi penyebab penyakit
ini. Terdapat perbedaan gambaran otak antara kelompok sehat dengan penderita
bipolar. Melalui pencitraan magnetic resonance imaging (MRI) dan positron-emission
tomography (PET), didapatkan jumlah substansia nigra dan aliran darah yang
berkurang pada korteks prefrontal subgenual. Tak hanya itu, Blumberg dkk dalam Arch
Gen Psychiatry 2003 pun menemukan volume yang kecil pada amygdala dan
hipokampus.
Korteks
prefrontal, amygdala dan hipokampus merupakan bagian dari otak yang terlibat
dalam respon emosi (mood dan afek). Penelitian lain menunjukkan ekspresi
oligodendrosit-myelin berkurang pada otak penderita bipolar. Seperti diketahui,
oligodendrosit menghasilkan membran myelin yang membungkus akson sehingga mampu
mempercepat hantaran konduksi antar saraf. Bila jumlah oligodendrosit
berkurang, maka dapat dipastikan komunikasi antar saraf tidak berjalan lancar.
4. EPIDEMIOLOGI
Dapat dikatakan insiden gangguan bipolar tidak tinggi, berkisar
antara 0,3-1,5%. Namun, angka itu belum termasuk yang misdiagnosis.
Risiko kematian terus membayangi penderita bipolar. Biasanya kematian itu
dikarenakan mereka mengambil jalan pintas yaitu bunuh diri. Risiko bunuh diri
meningkat pada penderita bipolar yang tidak diterapi yaitu 5,5 per 1000 pasien.
Sementara yang diterapi ’hanya’ 1,3 per 1000 pasien.
Gangguan pada
lelaki dan perempuan sama, umumnya timbul di usia remaja atau dewasa. Hal ini
paling sering dimulai sewaktu seseorang baru menginjak dewasa, tetapi
kasus-kasus gangguan bipolar telah didiagnosis pada remaja dan bahkan anakanak.
5. GAMBARAN KLINIS
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV,
gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II.
Perbedaannya adalah pada gangguan bipolar I memiliki episode manik sedangkan
pada gangguan bipolar II mempunyai episode hipomanik. Beberapa ahli menambahkan
adanya bipolar III dan bipolar IV namun sementara ini yang 2 terakhir belum
dijelaskan.
Gangguan bipolar I dibagi lagi menjadi beberapa bagian menurut
perjalanan longitudinal gangguannya. Namun hal yang pokok adalah paling tidak
terdapat 1 episode manik di sana. Walaupun hanya terdapat 1 episode manik tanpa
episode depresi lengkap maka tetap dikatakan gangguan bipolar I. Adapun
episode-episode yang lain dapat berupa episode depresi lengkap maupun episode
campuran, dan episode tersebut bisa mendahului ataupun didahului oleh episode
manik.
Gangguan bipolar II mempunyai ciri adanya episode hipomanik.
Gangguan bipolar II dibagi menjadi 2 yaitu tipe hipomanik, bila sebelumnya
didahului oleh episode depresi mayor dan disebut tipe depresi bila sebelum
episode depresi tersebut didahului oleh episode hipomanik.
Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa
(PPDGJ) III, gangguan ini bersifat episode berulang yang menunjukkan
suasana perasaan pasien dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan
ini pada waktu tertentu terdiri dari peninggian suasana perasaan serta
peningkatan energi dan aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain
berupa penurunan suasana perasaan serta pengurangan energi dan aktivitas
(depresi). Yang khas adalah terdapat penyembuhan sempurna antar episode.
Episode manik biasanya mulai dengan tiba-tiba dan berlangsung antara 2 minggu
sampai 4-5 bulan, sedangkan depresi cenderung berlangsung lebih lama.
Episode pertama bisa timbul pada setiap usia dari masa kanak-kanak
sampai tua. Kebanyakan kasus terjadi pada dewasa muda berusia 20-30 tahun.
Semakin dini seseorang menderita bipolar maka risiko penyakit akan lebih berat,
kronik bahkan refrakter.
Episode manik dibagi menjadi 3 menurut derajat keparahannya yaitu
hipomanik, manik tanpa gejala psikotik, dan manik dengan gejala psikotik.
Hipomanik dapat diidentikkan dengan seorang perempuan yang sedang dalam masa
ovulasi (’estrus’) atau seorang laki-laki yang dimabuk cinta. Perasaan senang,
sangat bersemangat untuk beraktivitas, dan dorongan seksual yang meningkat
adalah beberapa contoh gejala hipomanik. Derajat hipomanik lebih ringan
daripada manik karena gejalagejala tersebut tidak mengakibatkan disfungsi
sosial.
Pada manik, gejala-gejalanya sudah cukup berat hingga mengacaukan
hampir seluruh pekerjaan dan aktivitas sosial. Harga diri membumbung tinggi dan
terlalu optimis. Perasaan mudah tersinggung dan curiga lebih banyak daripada
elasi.
Tanda manik
lainnya dapat berupa hiperaktifitas motorik berupa kerja yang tak kenal lelah
melebihi batas wajar dan cenderung non-produktif, euphoria hingga logorrhea
(banyak berbicara, dari yang isi bicara wajar hingga menceracau dengan 'word
salad'), dan biasanya disertai dengan waham kebesaran, waham kebesaran ini bisa
sistematik dalam artian berperilaku sesuai wahamnya, atau tidak sistematik, berperilaku
tidak sesuai dengan wahamnya. Bila gejala tersebut sudah berkembang menjadi
waham maka diagnosis mania dengan gejala psikotik perlu ditegakkan.
6. DIAGNOSIS DAN KLASIFIKASI
Berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual (DSM) IV,
gangguan bipolar dibedakan menjadi 2 yaitu gangguan bipolar I dan II. Gangguan
bipolar I atau tipe klasik ditandai dengan adanya 2 episode yaitu manik dan
depresi, sedangkan gangguan bipolar II ditandai dengan hipomanik dan depresi.
PPDGJ III membaginya dalam klasifikasi yang berbeda yaitu menurut episode kini
yang dialami penderita.6
Tabel 2. Pembagian Gangguan Afektif Bipolar Berdasarkan PPDGJ III
(F31)
F31.0 Gangguan afektif bipolar, episode kini hipomanik
F31.1 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik tanpa gejala
psikotik
F31.2 Gangguan afektif bipolar, episode kini manik dengan gejala
psikotik
F31.3 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif ringan atau
sedang
F31.4 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat tanpa
gejala psikotik
F31.5 Gangguan afektif bipolar, episode kini depresif berat dengan
gejala
psikotik
F31.6 Gangguan afektif bipolar, episode kini campuran
F31.7 Gangguan afektif bipolar, kini dalam remisi
F31.8 Gangguan afektif bipolar lainnya
F31.9 Gangguan afektif bipolar yang tidak tergolongkan
F31 Gangguan Afektif Bipolar
Gangguan ini tersifat oleh episode berulang
(yaitu sekurang-kurangnya dua) yang menunjukkan suasana perasaan (mood) pasien
dan tingkat aktivitasnya jelas terganggu, dan gangguan ini pada waktu tertentu
terdiri dari peninggian suasana perasaan (mood) serta peningkatan enersi dan
aktivitas (mania atau hipomania), dan pada waktu lain berupa penurunan suasana
perasaan (mood) serta pengurangan enersi dan aktivitas depresi). Yang khas
adalah bahwa biasanya ada penyembuhan sempurna antar episode, dan insidensi
pada kedua jenis kelamin kurang lebih sama dibanding dengan gangguan suasana
perasaan (mood) lainnya. Dalam perbandingan, jarang ditemukan pasien yang
menderita hanya episode mania yang berulang-ulang, dan karena pasien-pasien
tersebut menyerupai (dalam riwayat keluarga, kepribadian pramorbid, usia onset,
dan prognosis jangka panjang) pasien yang mempunyai juga episode depresi
sekali-sekali, maka pasien itu digolongkan sebagai bipolar.7
F31.0 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini hipomanik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk hipomania
(F30.0) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.7
F31.1 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik tanpa Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania tanpa
gejala psikotik (F30.1) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.7
F31.2 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Manik dengan Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk mania
dengan gejala psikotik (F30.2) dan,
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.7
F31.3 Gangguan Afektif Bipolar, episode kini Depresif Ringan atau
Sedang
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif ringan (F32.0) ataupun sedang (F32.1), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan ada atau tidaknya
gejala somatic dalam episode depresif yang sedang
berlangsung.
F31.30 Tanpa gejala somatik
F31.31 Dengan gejala somatik
F31.4 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat tanpa
Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :7
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat tanpa gejala psikotik (F32.2), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.5 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Depresif Berat dengan
Gejala
Psikotik
Pedoman diagnostik
Untuk mendiagnosis pasti :7
a. Episode yang sekarang harus memenuhi kriteria untuk episode
depresif berat dengan gejala psikotik (F32.3), dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
Jika dikehendaki, waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai
serasi atau
tidak serasi dengan afeknya.7
F31.6 Gangguan Afektif Bipolar, Episode Kini Campuran
Pedoman diagnostic7
a. Episode yang sekarang menunjukkan gejala-gejala manik,
hipomanikdan depresif yang tercampur atau bergantian dengan cepat (gejala mania/hipomania
dan depresi sama-sama mencolok selama masa terbesar dari episode penyakit yang
sekarang, dan telah berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu) dan
b. Harus ada sekurang-kurangnya satu episode afektif hipomanik,
manik atau campuran di masa lampau.
F31.7 Gangguan Afektif Bipolar, Kini dalam Remisi
Sekarang tidak menderita gangguan afektif yang nyata selama
beberapa bulan terakhir ini, tetapi pernah mengalami sekurang-kurangnya satu
episode afektif hipomanik, manik atau campuran di masa lampau dan ditambah
sekurangkurangnya satu episode afektif lain (hipomanik, manik, depresif atau
campuran).
F31.8 Gangguan Afektif Bipolar Lainnya
F31.9 Gangguan Afektif Bipolar YTT
7. KRITERIA EPISODE DEPRESI
F32 Episode Depresif
Pada semua tiga variasi dari episode depresif khas yang tercantum
di bawah ini, ringan (F32.0), sedang (F32.1), dan berat (F32.2 dan
F32.3), individu biasanya menderita suasana perasaan (mood) yang
depresif, kehilangan minat dan kegembiraan, dan berkurangnya enersi yang
menuju meningkatnya keadaan mudah lelah dan berkurangnya aktivitas. Biasanya
ada rasa lelah yang nyata sesudah kerja sedikit saja. Gejala lazim
lainnya adalah :
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang perasaan bersalah dan tidak berguna (bahkan
pada episode tipe ringan sekali pun)
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
F32.0 Episode Depresif Ringan
Pedoman diagnosis
Suasana perasaan (mood) yang depresif,
kehilangan minat dan kesenangan, dan mudah menjadi lelah biasanya dipandang
sebagai gejala dari depresi yang paling khas, dan sekurang-kurangnya dua gejala
dari ini, ditambah sekurang-kurangnya dua gejala lain (untuk F32.-) harus ada
untuk menegakkan diagnosis pasti. Tidak boleh ada gejala yang berat
diantaranya. Lamanya episode berlangsung ialah sekurangkurangnya sekitar 2
minggu.
Individu yang mengalami episode depresif ringan
biasanya resah tentang gejalanya dan agak sukar baginya untuk meneruskan
pekerjaan biasa dan kegiatan sosial, namun mungkin ia tidak akan berhenti
berfungsi sama sekali.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom
somatik :
F32.00 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah dipenuhi, dan tidak
ada atau hanya sedikit sekali gejala somatik.
F32.01 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif ringan telah
dipenuhi, dan empat atau lebih gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua
atau tiga gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan
kategori ini mungkin dapat dibenarkan)
F32.1 Episode Depresif Sedang
Pedoman diagnosis
Sekurang-kurangnya harus ada dua dari tiga gejala paling khas yang
ditentukan untuk episode depresif ringan (F32.0), ditambah sekurang-kurangnya
tiga (dan sebaiknya empat) gejala lainnya. Beberapa gejala mungkin amat
menyolok, namun tidak esensial apabila secara keseluruhan ada cukup banyak
variasi gejalanya.
Lamanya keseluruhan episode berlangsung ialah sekurang-kurangnya
sekitar 2 minggu. Individu yang mengalami episode depresif taraf sedang
biasanya menghadapi kesulitan nyata untuk meneruskan kegiatan sosial,
pekerjaan, dan urusan rumah tangga.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan adanya sindrom
somatik :
F32.10 Tanpa gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan tidak
ada atau hanya sedikit sekali gejala somatik
F32.11 Dengan gejala somatik
Kriteria untuk episode depresif sedang telah dipenuhi, dan ada
empat atau lebih gejala somatik juga ditemukan. (jika hanya dua atau tiga
gejala somatik ditemukan tetapi luar biasa beratnya, maka penggunaan kategori
ini mungkin dapat dibenarkan)
F32.2 Episode Depresif Berat tanpa Gejala Psikotik
Pada episode depresif berat, penderita biasanya menunjukkan
ketegangan atau kegelisahan yang amat nyata, kecuali apabila retardasi mental
merupakan ciri terkemuka. Kehilangan harga diri dan perasaan dirinya tak berguna
mungkin mencolok, dan bunuh diri merupakan bahaya nyata terutama pada beberapa
kasus berat. Anggapan disini ialah bahwa sindrom somatik hampir selalu ada pada
episode depresif berat.
Pedoman diagnosis
Semua ketiga gejala khas yang ditentukan untuk episode depresof
ringan dan sedang harus ada, ditambah sekurang-kurangnya empat gejala lainnya,
dan beberapa di antaranya harus berintensitas berat. Namun, apabila gejala
penting (misalnya agitasi atau retardasi) menyolok, maka pasien mungkin tidak
mau atau tidak mampu untuk melaporkan banyak gejalanya secara terinci. Dalam
hal demikian, penentuan menyeluruh dalam subkategori episode berat masih dapat
dibenarkan. Episode depresif biasanya seharusnya berlangsung sekurang-kurangnya
2 minggu, akan tetapi jika gejala amat berat dan beronset sangat cepat, maka
mungkin dibenarkan untuk menegakkan diagnosis dalam waktu kurang dari 2 minggu.
Selama episode depresif berat, sangat tidak
mungkinpenderita akan mampu
meneruskan kegiatan sosial, pekerjaan atau urusan rumah tangga,
kecuali pada taraf
yang sangat terbatas.
Kategori ini hendaknya digunakan untuk episode depresif berat
tunggal tanpa gejala psikotik, untuk episode selanjutnya harus digunakan
subkategori dari gangguan depresif berulang.
F32.3 Episode Depresif Berat dengan Gejala Psikotik
Pedoman diagnosis
Episode depresif berat yang memenuhi kriteria menurut F32.2
tersebut diatas, disertai waham, halusinasi atau stupor depresif.
Wahamnya biasanya melibatkan ide tentang dosa, kemiskinan atau
malapetaka yang mengancam, dan pasien dapat merasa bertanggung
jawab atas hal itu. Halusinasi auditorik atau olfaktorik biasanya berupa
suara yang menghina atau bau kotoran atau daging membusuk. Retardasi
psikomotor yang berat dapat menuju pada stupor. Jika diperlukan,
waham atau halusinasi dapat ditentukan sebagai serasi atau tidak
serasi dengan suasana perasaan (mood)
8. KOMORBID
Sebagian besar penderita bipolar tidak hanya
menderita bipolar saja tetapi juga menderita gangguan jiwa yang lain
(komorbid). Penelitian oleh Goldstein BI dkk, seperti dilansir dari Am J
Psychiatry 2006, menyebutkan bahwa dari 84 penderita bipolar berusia diatas
65 tahun ternyata sebanyak 38,1% terlibat dalam penyalahgunaan alkohol, 15,5%
distimia, 20,5% gangguan cemas menyeluruh, dan 19% gangguan panik.
Sementara itu, attention
deficit hyperactivity disorder (ADHD) menjadi komorbid yang paling sering
didapatkan pada 90% anak-anak dan 30% remaja yang bipolar.
9. PENATALAKSANAAN
A. Farmakoterapi
Fluoxetin (prozac) telah digunakan dengan suatu keberhasilan pada
remaja dengan gangguan depresif barat. Karena beberapa anak dan remaja yang
menderita depresif akan mengalami gangguan bipolar, klinisi harus mencatat
gejala hipomanik yang mungkin terjadi selama pemakaian fluoxetin dan anti
depresan lain. Pada kasus tersebut medikasi harus dihentikan untuk menentukan
apakah episode hipomanik selanjutnya menghilang. Tetapi, respon hipomanik
terhadap antidepresan tidak selalu meramalkan bahwa gangguan bipolar telah
terjadi.
Gangguan bipolar pada masa anak-anak dan remaja
adalah diobati dengan lithium (Eskalith) dengan hasil yang baik. Tetapi,
anak-anak yang memiliki gangguan defisitatensi/hiperaktivitas) dan selanjutnya
mengalami gangguan bipolar pada awal masa remaja adalah lebih kecil
kemungkinannya untuk berespon baik terhadap lithium dibandingkan mereka yang
tanpa gangguan perilaku.
Pasien dengan gangguan bipolar membutuhkan
dorongan untuk mencari dan mempertahankan pengobatan dan tindak lanjutnya
dengan segala keterbatasannya lithium merupakan pengobatan untuk gangguan
bipolar yang telah lama digunakan meskipun banyak obat-obat generasi baru yang
ditemukan, namun efektifitas pencegahan bunuh diri masih belum jelas.1,8 Garam
Lithium (carbonate) merupakan antidepresan yang dianjurkan untuk gangguan
depresi bipolar (terdapatnya episode depresi dan mania) dan penderita gangguan
depresi. Lithium tidak bersifat sedative, depresan ataupun eforian, inilah yang
membedakannya dari antidepresan lain.
Mekanis aksi lithium mengendalikan alam perasaan
belum diketahui, diduga akibat efeknya sebagai membrana biologi. Sifat khas ion
lithium dengan ukuran yang amat kecil tersebar melalui membrana biologik,
berbeda dari ion Na dan K. Ion lithium menggantikan ion Na mendukung aksi
potensial tunggal di sel saraf dan melestarikan membrana potensial itu. Masih
belum jelas betul makna interaksi antara lithium (dengan konsentrasi 1 mEq per
liter) dan transportasi monovalent atau divalent kation oleh sel saraf.
Aksi lithium disusunan saraf pusat
dispekulasikan merobah distribusi ion didalam sel susunan saraf pusat,
perhatian terpusat pada efek konsentrasi ionnya yang rendah dalam metabolisme
biogenik amin yang berperanan utama dalam patofisiologi gangguan alam perasaan.
Sudah lebih dari 50 tahun lithium digunakan
sebagai terapi gangguan bipolar. Keefektivitasannya telah terbukti dalam
mengobati 60-80% pasien. ‘Pamornya” semakin berkibar karena dapat menekan
ongkos perawatan dan angka kematian akibat bunuh diri.
Tapi bukan berarti lithium tanpa cela. Terdapat
orang-orang yang kurang memberi respon terhadap lithium di antaranya penderita
dengan riwayat cedera kepala, mania derajat berat (dengan gejala psikotik), dan
yang disertai dengan komorbid. Bila penggunaanya dihentikan tiba-tiba,
penderita cepat mengalami relaps. Selain itu, indeks terapinya sempit dan perlu
monitor ketat kadar lithium dalam darah. Gangguan ginjal menjadi kontraindikasi
penggunaan lithium karena akan menghambat proses eliminasi sehingga
menghasilkan kadar toksik. Di samping itu, pernah juga dilaporkan lithium dapat
merusak ginjal bila digunakan dalam jangka lama. Karena keterbatasan itulah,
penggunaan lithium mulai ditinggalkan.
Antipsikotik mulai digunakan sebagai antimanik
sejak tahun 1950-an. Antipsikotik lebih baik daripada lithium pada penderita
bipolar dengan agitasi psikomotor. Perhatian ekstra harus dilakukan bila hendak
merencanakan pemberian antipsikotik jangka panjang terutama generasi pertama
(golongan tipikal) sebab dapat menimbulkan beberapa efek samping seperti
ekstrapiramidal, neuroleptic malignant syndrome, dan tardive dyskinesia.
Valproat menjadi pilihan ketika penderita
bipolar tidak memberi respon terhadap lithium. Bahkan valproat mulai menggeser
dominasi lithium sebagai regimen lini pertama. Salah satu kelebihan valproat
adalah memberikan respon yang baik pada kelompok rapid cycler. Penderita
bipolar digolongkan rapid cycler bila dalam 1 tahun mengalami 4 atau
lebih episode manik atau depresi. Efek terapeutik tercapai pada kadar optimal
dalam darah yaitu 60-90 mg/L. Efek samping dapat timbul ketika kadar melebihi
125 mg/L, di antaranya mual, berat badan meningkat, gangguan fungsi hati,
tremor, sedasi, dan rambut rontok. Dosis akselerasi valproat yang dianjurkan
adalah loading dose 30 mg/kg pada 2 hari pertama dilanjutkan dengan 20 mg/kg
pada 7 hari selanjutnya.
Pencarian obat alternatif terus diupayakan.
Salah satunya adalah lamotrigine. Lamotrigine merupakan antikonvulsan yang
digunakan untuk mengobati epilepsi. Beberapa studi acak, buta ganda telah
menyimpulkan, lamotrigine efektif sebagai terapi akut pada gangguan bipolar
episode kini depresi dan kelompok rapid cycler. Sayangnya, lamotrigine
kurang baik pada episode manik.
Selain itu pengobatan dengan antidepresan,
terutama yang mengandung agen serotonergik seperti sertraline (zoloft 50
mg/hari). Beberapa pasien memberikan respon yang cukup bagus dengan pemberian
obat psikostimulan dalam dosis kecil seperti amfetamin 5-15 mg/ hari. Dalam
semua kasus harus ada kombinasi kedua hal tadi.
Gangguan bipolar harus diobati secara kontinu,
tidak boleh putus. Bila putus, fase normal akan memendek sehingga kekambuhan
semakin sering. Adanya fase normal pada gangguan bipolar sering mengakibatkan
buruknya compliance untuk berobat karena dikira sudah sembuh. Oleh
karena itu, edukasi sangat penting agar penderita dapat ditangani lebih dini.
B. Psikoterapi
Sedikit data yang menguatkan keunggulan salah
satu pendekatan psikoterapi dibandingkan yang lain dalam terapi gangguan mood
masa anak-anak dan remaja. Tetapi, terapi keluarga adalah diperlukan untuk
mengajarkan keluarga tentang gangguan mood serius yang dapat terjadi pada
anak-anak saat terjadinya stres keluarga yang berat. Pendekatan psikoterapetik
bagi anak terdepresi adalah pendekatan kognitif dan pendekatan yang lebih
terarah dan lebih terstruktur dibandingkan yang biasanya digunakan pada orang
dewasa. Karena fungsi psikososial anak yang terdepresi mungkin tetap terganggu
untuk periode yang lama, walaupun setelah episode depresif telah menghilang,
intervensi keterampilan sosial jangka panjang adalah diperlukan. Pada beberapa
program terapi, modeling dan permainan peran dapat membantu menegakkan
keterampilan memecahkan masalah yang baik. Psikoterapi adalah pilihan utama
dalam pengobatan depresi.
10.PROGNOSIS
o Pasien dengan gangguan bipolar I mempunyai prognosis lebih buruk.
Didalam 2 tahun pertama setelah peristiwa awal, 40-50% tentang pasien mengalami
serangan manik lain.
o Hanya 50-60% pasien dengan gangguan bipolar I yang dapat diatasi
gejalanya dengan lithium. 7% pasien ini, gejala tidak terulang. 45% Persen
pasien mengalami lebih dari sekali kekambuhan dan lebih dari 40% mempunyai suatu
gejala yang menetap.
o Faktor yang memperburuk prognosis :
·
Riwayat pekerjaan yang buruk/kemiskinan;
·
Disertai dengan penyalahgunaan alkohol;
·
Disertai dengan gejala psikotik;
·
Gejala depresi lebih menonjol;
·
Jenis kelamin laki-laki
o Prognosis lebih baik bila :
·
Masih dalam episode manik;
·
Usia lanjut;
·
Sedikit pemikiran bunuh diri;
·
Tanpa atau minimal gejala psikotik;
·
Sedikit masalah kesehatan medis
DAFTAR PUSTAKA
(1) Widiodiningrat R. Membangun Kesadaran-Mengurangi Resiko gangguan Mental
dan Bunuh Diri. http://pdpersi.co.id [diakses 28 juli 2008]
(2) Andra. Memahami Kepribadian Dua Kutub. http://www.majalahfarmacia.com [diakses 28 juli 2008]
(3) Atmaji W. Gangguan Bipolar Sering berakhir Bunuh Diri. http://www.suaramerdeka.com [diakses 28
juli 2008]
(4) Anonim. Gangguan Kejiwaan dan Macamnya. http://www.ikhwah.informe.com [diakses 28 juli 2008]
(5) Anonim. Gangguan Afektif, Depresi dan Gangguan Bipolar. http://www.sivalintar.com [diakses 28
juli 2008]
(6) Hilary. Bipolar Disorder. http://hilary.wordpresss.com
[diakses 28 juli 2008]
(7) Depkes RI Direktorat Jenderal Pelayanan Medik. Pedoman Penggolongan
dan Diagnosis Gangguan Jiwa di Indonesia III. Jakarta. Departemen Kesehatan. 1993.
145-156.
(8) Kaplan HI, Sadock BJ, Grebb JA. Sinopsis Psikiatri Ilmu
Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis Edisi Ketujuh Jilid Dua. Jakarta.
Binarupa Aksara. 1997.809-816
(9) Soref S. Bipolar Affective Disorder. http://www.emedicine.com [diakses 28 juli
2008]