Skenario 2 Tutorial Blok 10 part II
GNA
Glomerulonefritis
merupakan penyebab utama terjadinya gagal ginjal tahap akhir dan tingginya
angka morbiditas pada anak. Terminologi glomerulonefritis yang dipakai disini
adalah untuk menunjukkan bahwa kelainan yang pertama dan utama terjadi pada
glomerulus, bukan pada struktur ginjal yang lain.
Glomerulonefritis
merupakan penyakit peradangan ginjal bilateral. Peradangan dimulai dalam
gromleurus dan bermanifestasi sebagai proteinuria dan atau hematuria. Meskipun
lesi utama pada gromelurus, tetapi seluruh nefron pada akhirnya akan mengalami
kerusakan, sehingga terjadi gagal ginjal. Penyakit yang mula-mula digambarkan
oleh Richard Bright pada tahun 1827 sekarang diketahui merupakan kumpulan
banyak penyakit dengan berbagai etiologi, meskipun respon imun agaknya
menimbulkan beberapa bentuk glomerulonefritis.
Indonesia pada
tahun 1995, melaporkan adanya 170 pasien yang dirawat di rumah sakit pendidikan
dalam 12 bulan. Pasien terbanyak dirawat di Surabaya (26,5%), kemudian disusul
berturut-turut di Jakarta (24,7%), Bandung (17,6%), dan Palembang (8,2%).
Pasien laki-laki dan perempuan berbanding 2 : 1 dan terbanyak pada anak usia
antara 6-8 tahun (40,6%).
Gejala
glomerulonefritis bisa berlangsung secara mendadak (akut) atau secara menahun
(kronis) seringkali tidak diketahui karena tidak menimbulkan gejala. Gejalanya
dapat berupa mual-mual, kurang darah (anemia), atau hipertensi. Gejala umum
berupa sembab kelopak mata, kencing sedikit, dan berwarna merah, biasanya
disertai hipertensi. Penyakit ini umumnya (sekitar 80%) sembuh spontan, 10%
menjadi kronis, dan 10% berakibat fatal.
Fungsi Ginjal
Fungsi primer
ginjal adalah mempertahankan volume dan komposisi cairan ekstrasel dalam
batas-batas normal. Komposisi dan volume cairan ekstrasel ini dikontrol oleh
filtrasi glomerulus, reabsorpsi dan sekresi tubulus.
Fungsi utama ginjal terbagi menjadi :
1. Fungsi ekskresi
· Mempertahankan
osmolalitas plasma sekitar 285 mOsmol dengan mengubah ekskresi air.
· Mempertahankan
pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan kelebihan H+ dan membentuk kembali
HCO3ˉ
· Mempertahankan
kadar masing-masing elektrolit plasma dalam rentang normal.
· Mengekskresikan
produk akhir nitrogen dan metabolisme protein terutama urea, asam urat dan
kreatinin.
2. Fungsi non ekskresi
· Menghasilkan
renin yang penting untuk mengatur tekanan darah.
· Menghasilkan
eritropoietin yaitu suatu faktor yang penting dalam stimulasi produk sel darah
merah oleh sumsum tulang.
· Memetabolisme
vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
· Degradasi
insulin.
· Menghasilkan
prostaglandin
Fungsi dasar
nefron adalah membersihkan atau menjernihkan plasma darah dan substansi yang
tidak diperlukan tubuh sewaktu darah melalui ginjal. Substansi yang paling
penting untuk dibersihkan adalah hasil akhir metabolisme seperti urea,
kreatinin, asam urat dan lain-lain. Selain itu ion-ion natrium, kalium, klorida
dan hidrogen yang cenderung untuk berakumulasi dalam tubuh secara berlebihan.
Mekanisme kerja
utama nefron dalam membersihkan substansi yang tidak diperlukan dalam tubuh
adalah :
· Nefron
menyaring sebagian besar plasma di dalam glomerulus yang akan menghasilkan
cairan filtrasi.
· Jika
cairan filtrasi ini mengalir melalui tubulus, substansi yang tidak diperlukan
tidak akan direabsorpsi sedangkan substansi yang diperlukan direabsorpsi
kembali ke dalam plasma dan kapiler peritubulus.
Mekanisme kerja
nefron yang lain dalam membersihkan plasma dan substansi yang tidak diperlukan
tubuh adalah sekresi. Substansi-substansi yang tidak diperlukan tubuh akan
disekresi dan plasma langsung melewati sel-sel epitel yang melapisi tubulus ke
dalam cairan tubulus. Jadi urine yang akhirnya terbentuk terdiri dari bagian
utama berupa substansi-substansi yang difiltrasi dan juga sebagian kecil
substansi-substansi yang disekresi.
Sistem glomerulus normal
Glomerulus
terdiri atas suatu anyaman kapiler yang sangat khusus dan diliputi oleh simpai
Bowman. Glomerulus yang terdapat dekat pada perbatasan korteks dan medula
(“juxtame-dullary”) lebih besar dari yang terletak perifer. Percabangan kapiler
berasal dari arteriola afferens, membentuk lobul-lobul, yang dalam keadaan
normal tidak nyata , dan kemudian berpadu lagi menjadi arteriola efferens.
Tempat masuk dan keluarnya kedua arteriola itu disebut kutub vaskuler. Di
seberangnya terdapat kutub tubuler, yaitu permulaan tubulus contortus
proximalis. Gelung glomerulus yang terdiri atas anyaman kapiler tersebut,
ditunjang oleh jaringan yang disebut mesangium, yang terdi ri atas matriks dan
sel mesangial. Kapiler-kapiler dalam keadaan normal tampak paten dan lebar. Di
sebelah dalam daripada kapiler terdapat sel endotel, yang mempunyai sitoplasma
yang berfenestrasi. Di sebelah luar kapiler terdapat sel epitel viseral, yang
terletak di atas membran basalis dengan tonjolan-tonjolan sitoplasma, yang
disebut sebagai pedunculae atau “foot processes”. Maka itu sel epitel viseral juga
dikenal sebagai podosit. Antara sel endotel dan podosit terdapat membrana
basalis glomeruler (GBM = glomerular basement membrane). Membrana basalis ini
tidak mengelilingi seluruh lumen kapiler. Dengan mikroskop elektron ternyata
bahwa membrana basalis ini terdiri atas tiga lapisan, yaitu dari arah dalam ke
luar ialah lamina rara interna, lamina densa dan lamina rara externa. Simpai
Bowman di sebelah dalam berlapiskan sel epitel parietal yang gepeng, yang
terletak pada membrana basalis simpai Bowman. Membrana basalis ini berlanjut
dengan membrana basalis glomeruler pada kutub vaskuler, dan dengan membrana
basalis tubuler pada kutub tubuler . Dalam keadaan patologik, sel epitel
parietal kadang-kadang berproliferasi membentuk bulan sabit (” crescent”). Bulan
sabit bisa segmental atau sirkumferensial, dan bisa seluler, fibroseluler atau
fibrosa.
Populasi glomerulus ada 2 macam yaitu :
· glomerulus
korteks yang mempunyai ansa henle yang pendek berada dibagian luar korteks.
· glomerulus
jukstamedular yang mempunayi ansa henle yang panjang sampai ke bagian dalam
medula. Glomerulus semacam ini berada di perbatasan korteks dan medula dan
merupakan 20% populasi nefron tetapi sangat penting untuk reabsoprsi air dan
slut.
Jalinan glomerulus
merupakan kapiler-kapiler khusus yang berfungsi sebagai penyaring. Kapiler
glomerulus dibatasi oleh sel-sel endotel, mempunyai sitoplasma yang sangat
tipis, yang mengandung banyak lubang disebut fenestra dengan diameter 500-1000
A. Membran basal glomerulus membentuk suatu lapisan yang berkesinambungan,
antara sel endotel dengan mesangial pada satu sisi dan sel epitel disisi lain.
Membran
tersebut mempunyai 3 lapisan yaitu :
1. Lamina dense yang padat (ditengah)
2. Lamnina rara interna, yang terletak diantara lamina
densa dan sel endotel
3. Lamina rara eksterna, yang terletak diantara lamina
densa dan sel epitel
Sel-sel epitel
kapsula bowman viseral menutupi kapiler dan membentuk tonjolan sitoplasma foot
process yang berhubungan dengan lamina rara eksterna. Diantara
tonjolan-tonjolan tersebut adalah celah-celah filtrasi dan disebut silt pore
dengan lebar 200-300 A. Pori-pori tersebut ditutupi oleh suatu membran disebut
slit diaphgrma. Mesangium (sel-sel mesangial dan matrik) terletak dianatara kapiler-kapiler
gromerulus dan membentuk bagian medial dinding kapiler. Mesangium berfungsi
sebagai pendukung kapiler glomerulus dan mungkin bereran dalam pembuangan
makromolekul (seperti komplek imun) pada glomerulus, baik melalui fagositosis
intraseluler maupun dengan transpor melalui saluran-saluran intraseluler ke
regio jukstaglomerular.
Tidak ada
protein plasma yang lebih besar dari albumin pada filtrat gromerulus menyatakan
efektivitas dari dinding kapiler glomerulus sebagai suatu barier filtrasi. Sel
endotel,membran basal dan sel epitel dinding kapiler glomerulus memiliki
kandungan ion negatif yang kuat. Muatan anion ini adalahhasil dari 2 muatan
negatif :proteoglikan (heparan-sulfat) dan glikoprotein yang mengandung asam
sialat. Protein dalam daragh relatif memiliki isoelektrik yang rendah dan
membawa muatan negatif murni. Karena itu, mereka ditolak oleh dinding kapiler
gromerulus yang muatannnya negatif, sehingga membatasi filtrasi.
FISIOLOGI
Filtarasi glomerulus
Dengan
mengalirnya darah ke dalam kapiler glomerulus, plasma disaring melalui dinding
kapiler glomerulus. Hasil ultrafiltrasi tersebut yang bebas sel, mengandung
semua substansi plasma seperti ektrolit, glukosa, fosfat, ureum,
kreatinin, peptida, protein-protein dengan berat molekul rendah kecuali protein
yang berat molekulnya lebih dari 68.000 (seperto albumin dan globulin). Filtrat
dukumpulkan dalam ruang bowman dan masuk ke dalam tubulus sebelum meningalkan
ginjal berupa urin.
Laju filtrasi glomerulus (LFG) atau gromelural
filtration rate (GFR) merupakan penjumlahan seluruh laju filtrasi nefron yang
masih berfungsi yang juga disebut single nefron glomerular filtration rate (SN
GFR).besarnya SN GFR ditentuka oleh faktor dinding kapiler glomerulus dan gaya
Starling dalam kapiler tersebut.
SN GFR = Kf.(∆P-∆π)
= Kf.P.uf
Koefesien
ultrafiltrasi (Kf) dipengaruhi oleh luas permukaan kapiler glomerulus yang
tersedia untuk filtrasi dan konduksi hidrolik membran basal.
Tekanan ultrafiltrasi (Puf) atau gaya Starling dalam
kapiler ditentukan oleh :
-
tekanan hidrostatik dalam kapiler glomerulus (Pg)
-
tekanan hidrostatik dalam kapsula bowman atau tubulus (Pt)
-
tekanan onkotik dalam kapiler glomerulus (π g)
-
tekanan onkotik dalam kapsula bowman yang dianggap nol karena ultra filtrat
tidak mengandung protein.1
Laju filtrasi
glomelurus (LFG) sebaiknya ditetapkan dengan cara pengukuran klirens kreatinin
atau memakai rumus berikut:
· Harga
“k” pada: BBLR < 1
tahun
= 0,33
· LFG
= k Tinggi Badan (cm) Aterm < 1
tahun = 0,45
· Kretinin
serum (mg/dl) 1 – 12 tahun
= 0,55
GLOMERULONEFRITIS AKUT
DEFINISI
Glomerulonefritis
akut juga disebut dengan glomerulonefritis akut post sterptokokus (GNAPS)
adalah suatu proses radang non-supuratif yang mengenai glomeruli, sebagai
akibat infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus grup A, tipe nefritogenik di
tempat lain. Penyakit ini sering mengenai anak-anak.
Glomerulonefritis
akut (GNA) adalah suatu reaksi imunologis pada ginjal terhadap bakteri atau
virus tertentu.Yang sering terjadi ialah akibat infeksi kuman streptococcus.
Glomerulonefritis merupakan suatu istilah yang dipakai untuk menjelaskan
berbagai ragam penyakit ginjal yang mengalami proliferasi dan inflamasi
glomerulus yang disebabkan oleh suatu mekanisme imunologis. Sedangkan istilah
akut (glomerulonefritis akut) mencerminkan adanya korelasi klinik selain
menunjukkan adanya gambaran etiologi, patogenesis, perjalanan penyakit dan
prognosis.
ETIOLOGI
Sebagian besar
(75%) glomerulonefritis akut paska streptokokus timbul setelah infeksi saluran
pernapasan bagian atas, yang disebabkan oleh kuman Streptokokus beta
hemolitikus grup A tipe 1, 3, 4, 12, 18, 25, 49. Sedang tipe 2, 49, 55, 56, 57
dan 60 menyebabkan infeksi kulit 8-14 hari setelah infeksi streptokokus, timbul
gejala-gejala klinis. Infeksi kuman streptokokus beta hemolitikus ini mempunyai
resiko terjadinya glomerulonefritis akut paska streptokokus berkisar 10-15%..
Streptococcus
ini dikemukakan pertama kali oleh Lohlein pada tahun 1907 dengan alasan bahwa :
· Timbulnya
GNA setelah infeksi skarlatina
· Diisolasinya
kuman Streptococcus beta hemolyticus golongan A
· Meningkatnya
titer anti-streptolisin pada serum penderita.
Mungkin faktor
iklim, keadaan gizi, keadaan umum dan faktor alergi mempengaruhi terjadinya GNA
setelah infeksi dengan kuman Streptococcuss. Ada beberapa penyebab
glomerulonefritis akut, tetapi yang paling sering ditemukan disebabkan karena
infeksi dari streptokokus, penyebab lain diantaranya:
1. Bakteri
: streptokokus grup C, meningococcocus, Sterptoccocus
Viridans, Gonococcus, Leptospira, Mycoplasma Pneumoniae, Staphylococcus albus,
Salmonella typhi dll
2. Virus
: hepatitis B, varicella, vaccinia, echovirus, parvovirus,
influenza, parotitis epidemika dl
3. Parasit
: malaria dan toksoplasma
Streptokokus
Sterptokokus
adalah bakteri gram positif berbentuk bulat yang secara khas membentuk pasangan
atau rantai selama masa pertumbuhannya. Merupakan golongan bakteri yang
heterogen. Lebih dari 90% infeksi streptokkus pada manusia disebabkan oleh
Streptococcus hemolisis β kumpulan A. Kumpulan ini diberi spesies nama S.
pyogenes
S. pyogenes β-hemolitik golongan A mengeluarkan dua
hemolisin, yaitu:
a. Sterptolisin O
adalah suatu
protein (BM 60.000) yang aktif menghemolisis dalam keadaan tereduksi (mempunyai
gugus-SH) tetapi cepat menjadi tidak aktif bila ada oksigen. Sterptolisin O
bertanggung jawab untuk beberapa hemolisis yang terlihat ketika pertumbuhan
dipotong cukup dalam dan dimasukkan dalam biakan pada lempeng agar darah.
Sterptolisisn O bergabung dengan antisterptolisin O, suatu antibody yang timbul
pada manusia setelah infeksi oleh setiap sterptokokus yang menghasilkan
sterptolisin O. antibody ini menghambat hemolisis oleh sterptolisin O.
fenomena ini merupakan dasar tes kuantitatif untuk antibody. Titer serum
antisterptolisin O (ASO) yang melebihi 160-200 unit dianggap abnormal dan
menunjukkan adanya infeksi sterptokokus yang baru saja terjadi atau adanya
kadar antibodi yang tetap tinggi setelah serangan infeksi pada orang yang
hipersensitifitas.
Sterptolisin S
Adalah zat
penyebab timbulnya zone hemolitik disekitar koloni sterptokokus yang tumbuh
pada permukaan lempeng agar darah. Sterptolisin S bukan antigen, tetapi zat ini
dapat dihambat oleh penghambat non spesifik yang sering ada dalam serum manusia
dan hewan dan tidak bergantung pada pengalaman masa lalu dengan sterptokokus.
Bakteri ini
hidup pada manusia di tenggorokan dan juga kulit. Penyakit yang sering
disebabkan diantaranya adalah faringitis, demam rematik dan glomerulonefritis.
Patofisiologi
Sebenarnya
bukan sterptokokus yang menyebabkan kerusakan pada ginjal. Diduga terdapat
suatu antibodi yang ditujukan terhadap suatu antigen khsus yang merupakan unsur
membran plasma sterptokokal spesifik. Terbentuk kompleks antigen-antibodi
didalam darah dan bersirkulasi kedalam glomerulus tempat kompleks tersebut
secara mekanis terperangkap dalam membran basalis.selanjutnya komplomen akan
terfiksasi mengakibatkan lesi dan peradangan yang menarik leukosit
polimorfonuklear (PMN) dan trombosit menuju tempat lesi. Fagositosis dan
pelepasan enzim lisosom juga merusak endothel dan membran basalis glomerulus
(IGBM). Sebagai respon terhadap lesi yang terjadi, timbu proliferasi sel-sel
endotel yang diikuti sel-sel mesangium dan selanjutnya sel-sel epitel. Semakin
meningkatnya kebocoran kapiler gromelurus menyebabkan protein dan sel darah
merah dapat keluar ke dalam urine yang sedang dibentuk oleh ginjal,
mengakibatkan proteinuria dan hematuria. Agaknya kompleks komplomen
antigen-antibodi inilah yang terlihat sebagai nodul-nodul subepitel pada
mikroskop elektron dan sebagai bentuk granular dan berbungkah-bungkah pada
mikroskop imunofluoresensi, pada pemeriksaan cahaya glomerulus tampak
membengkak dan hiperseluler disertai invasi PMN.
Menurut
penelitian yang dilakukan penyebab infeksi pada glomerulus akibat dari reaksi
hipersensivitas tipe III. Kompleks imun (antigen-antibodi yang timbul dari
infeksi) mengendap di membran basalis glomerulus. Aktivasi kpmplomen yang
menyebabkan destruksi pada membran basalis glomerulus.
Kompleks-kompleks
ini mengakibatkan kompelen yang dianggap merupakan mediator utama pada cedera.
Saat sirkulasi melalui glomerulus, kompleks-kompleks ini dapat tersebar dalam
mesangium, dilokalisir pada subendotel membran basalis glomerulus sendiri, atau
menembus membran basalis dan terperangkap pada sisi epitel. Baik antigen atau
antibodi dalam kompleks ini tidak mempunyai hubungan imunologis dengan komponen
glomerulus. Pada pemeriksaan mikroskop elektron cedera kompleks imun, ditemukan
endapan-endapan terpisah atau gumpalan karateristik paa mesangium, subendotel,
dan epimembranosa. Dengan miskroskop imunofluoresensi terlihat pula pola
nodular atau granular serupa, dan molekul antibodi seperti IgG, IgM atau IgA
serta komponen-komponen komplomen seperti C3,C4 dan C2 sering dapat
diidentifikasi dalam endapan-endapan ini. Antigen spesifik yang dilawan oleh
imunoglobulin ini terkadang dapat diidentifikasi.
Hipotesis lain
yang sering disebut adalah neuraminidase yang dihasilkan oleh Streptokokus,
merubah IgG menjadi autoantigenic. Akibatnya, terbentuk autoantibodi terhadap
IgG yang telah berubah tersebut. Selanjutnya terbentuk komplek imun dalam
sirkulasi darah yang kemudian mengendap di ginjal.
Streptokinase
yang merupakan sekret protein, diduga juga berperan pada terjadinya GNAPS.
Sreptokinase mempunyai kemampuan merubah plaminogen menjadi plasmin. Plasmin
ini diduga dapat mengaktifkan sistem komplemen sehingga terjadi cascade dari
sistem komplemen.
Pola respon
jaringan tergantung pada tempat deposit dan jumlah kompleks yang dideposit.
Bila terutama pada mesangium, respon mungkin minimal, atau dapat terjadi
perubahan mesangiopatik berupa ploriferasi sel-sel mesangial dan matrik yang
dapt meluas diantara sel-sel endotel dan membran basalis,serta menghambat
fungsi filtrasi simpai kapiler. Jika kompleks terutama terletak subendotel atau
subepitel, maka respon cenderung berupa glomerulonefritis difusa, seringkali
dengan pembentukan sabit epitel. Pada kasus penimbunan kronik komplek imun
subepitel, maka respon peradangan dan proliferasi menjadi kurang nyata, dan
membran basalis glomerulus berangsur- angsur menebal dengan masuknya
kompleks-kompleks ke dalam membran basalis baru yang dibentuk pada sisi epitel.
Mekanisme yang
bertanggung jawab terhadap perbedaan distribusi deposit kompleks imun dalam
glomerulus sebagian besar tidak diketahui, walaupun demikian ukuran dari
kompleks tampaknya merupakan salah satu determinan utama. Kompleks-kompleks
kecil cenderung menembus simpai kapiler, mengalami agregasi, dan berakumulasi
sepanjang dinding kapiler do bawah epitel, sementara kompleks-kompleks
berukuran sedang tidak sedemikian mudah menembus membran basalis, tapi masuk ke
mesangium. Komplkes juga dapat berlokalisasi pada tempat-tempat lain.
Jumlah antigen pada beberapa penyakit deposit kompleks
imun terbatas, misal antigen bakteri dapat dimusnahkan dengan mekanisme
pertahanan penjamu atau dengan terapi spesifik. Pada keadaan demikian, deposit
kompleks-kompleks imun dalam glomerulus terbatas dan kerusakan dapat ringan
danberlangsung singkat, seperti pada glomerulonefritis akut post steroptokokus.
Hasil
penyelidikan klinis – imunologis dan percobaan pada binatang menunjukkan adanya
kemungkinan proses imunologis sebagai penyebab. Beberapa penyelidik mengajukan
hipotesis sebagai berikut :
Terbentuknya
kompleks antigen-antibodi yang melekat pada membrana basalis glomerulus dan
kemudian merusaknya.
Proses
auto-imun kuman Streptococcus yang nefritogen dalam tubuh menimbulkan badan
autoimun yang merusak glomerulus.
Streptococcus
nefritogen dan membran basalis glomerulus mempunyai komponen antigen yang sama
sehingga dibentuk zat anti yang langsung merusak membrana basalis ginjal.
Prevalensi
GNAPS dapat
terjadi pada semua kelompok umur, namun tersering pada golongan umur 5-15
tahun, dan jarang terjadi pada bayi. Referensi lain menyebutkan paling sering
ditemukan pada anak usia 6-10 tahun. Penyakit ini dapat terjadi pada laki laki
dan perempuan, namun laki laki dua kali lebih sering dari pada perempuan.
Perbandingan antara laki-laki dan perempuan adalah 2:1. Diduga ada faktor resiko
yang berhubungan dengan umur dan jenis kelamin. Suku atau ras tidak berhubungan
dengan prevelansi penyakit ini, tapi kemungkinan prevalensi meningkat pada
orang yang sosial ekonominya rendah, sehingga lingkungan tempat tinggalnya
tidak sehat.
Gejala Klinis
Gambaran klinis
dapat bermacam-macam. Kadang-kadang gejala ringan tetapi tidak jarang anak
datang dengan gejala berat.. Kerusakan pada rumbai kapiler gromelurus
mengakibatkan hematuria/kencing berwarna merah daging dan albuminuria, seperti
yang telah dikemukakan sebelumnya. Urine mungkin tampak kemerah-merahan atau
seperti kopi Kadang-kadang disertai edema ringan yang terbatas di sekitar mata
atau di seluruh tubuh. Umumnya edema berat terdapat pada oliguria dan bila ada
gagal jantung. Edema yang terjadi berhubungan dengan penurunan laju filtrasi
glomerulus (LFG/GFR) yang mengakibatkan ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen
mungkin berkurang, sehingga terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron
dapat juga berperan pada retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi
edema pada wajah terutama edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian
anggotaGFR biasanya menurun (meskipun aliran plasma ginja biasanya normal)
akibatnya, ekskresi air, natrium, zat-zat nitrogen mungkin berkurang, sehingga
terjadi edema dan azotemia. Peningkatan aldosteron dapat juga berperan pada
retensi air dan natrium. Dipagi hari sering terjadi edema pada wajah terutama
edem periorbita, meskipun edema paling nyata dibagian anggota bawah tubuh
ketika menjelang siang. Derajat edema biasanya tergantung pada berat peradangan
gelmurulus, apakah disertai dengan payah jantung kongestif, dan seberapa cepat
dilakukan pembatasan garam.
Hipertensi
terdapat pada 60-70% anak dengan GNA pada hari pertama, kemudian pada akhir
minggu pertama menjadi normal kembali. Bila terdapat kerusakan jaringan ginjal,
maka tekanan darah akan tetap tinggi selama beberapa minggu dan menjadi
permanen bila keadaan penyakitnya menjadi kronis. Suhu badan tidak beberapa
tinggi, tetapi dapat tinggi sekali pada hari pertama. Kadang-kadang gejala
panas tetap ada, walaupun tidak ada gejala infeksi lain yang mendahuluinya.
Gejala gastrointestinal seperti muntah, tidak nafsu makan, konstipasi dan diare
tidak jarang menyertai penderita GNA.
Hipertensi
selalu terjadi meskipun peningkatan tekanan darah mungkin hanya sedang.
Hipertensi terjadi akibat ekspansi volume cairan ekstrasel (ECF) atau akibat
vasospasme masih belum diketahui dengna jelas.
Gambaran Laboratorium
Urinalisis
menunjukkan adanya proteinuria (+1 sampai +4), hematuria makroskopik ditemukan
hampir pada 50% penderita, kelainan sedimen urine dengan eritrosit disformik,
leukosituria serta torak selulet, granular, eritrosit(++), albumin (+),
silinder lekosit (+) dan lain-lain. Kadang-kadang kadar ureum dan kreatinin
serum meningkat dengan tanda gagal ginjal seperti hiperkalemia, asidosis,
hiperfosfatemia dan hipokalsemia. Kadang-kadang tampak adanya proteinuria masif
dengan gejala sindroma nefrotik. Komplomen hemolitik total serum (total
hemolytic comploment) dan C3 rendah pada hampir semua pasien dalam minggu
pertama, tetapi C4 normal atau hanya menurun sedikit, sedangkan kadar properdin
menurun pada 50% pasien. Keadaan tersebut menunjukkan aktivasi jalur alternatif
komplomen.
Penurunan C3
sangat mencolok pada pasien glomerulonefritis akut pascastreptokokus dengan
kadar antara 20-40 mg/dl (harga normal 50-140 mg.dl). Penurunan C3 tidak
berhubungan dengann parahnya penyakit dan kesembuhan. Kadar komplomen akan
mencapai kadar normal kembali dalam waktu 6-8 minggu. Pengamatan itu memastikan
diagnosa, karena pada glomerulonefritis yang lain yang juga menunjukkan
penuruanan kadar C3, ternyata berlangsung lebih lama.
Adanya infeksi
sterptokokus harus dicari dengan melakukan biakan tenggorok dan kulit. Biakan
mungkin negatif apabila telah diberi antimikroba. Beberapa uji serologis
terhadap antigen sterptokokus dapat dipakai untuk membuktikan adanya infeksi,
antara lain antisterptozim, ASTO, antihialuronidase, dan anti Dnase B. Skrining
antisterptozim cukup bermanfaat oleh karena mampu mengukur antibodi terhadap
beberapa antigen sterptokokus. Titer anti sterptolisin O mungkin meningkat pada
75-80% pasien dengan GNAPS dengan faringitis, meskipun beberapa starin
sterptokokus tidak memproduksi sterptolisin O.sebaiknya serum diuji terhadap
lebih dari satu antigen sterptokokus. Bila semua uji serologis dilakukan, lebih
dari 90% kasus menunjukkan adanya infeksi sterptokokus. Titer ASTO meningkat
pada hanya 50% kasus, tetapi antihialuronidase atau antibodi yang lain terhadap
antigen sterptokokus biasanya positif. Pada awal penyakit titer antibodi
sterptokokus belum meningkat, hingga sebaiknya uji titer dilakukan secara seri.
Kenaikan titer 2-3 kali berarti adanya infeksi.
Krioglobulin
juga ditemukan GNAPS dan mengandung IgG, IgM dan C3. kompleks imun bersirkulasi
juga ditemukan. Tetapi uji tersebut tidak mempunyai nilai diagnostik dan tidak
perlu dilakukan secara rutin pada tatalaksana pasien.
Gambaran patologi
Makroskopis
ginjal tampak agak membesar, pucat dan terdapat titik-titik perdarahan pada
korteks. Mikroskopis tampak hampir semua glomerulus terkena, sehingga dapat
disebut glomerulonefritis difusa.
Tampak
proliferasi sel endotel glomerulus yang keras sehingga mengakibatkan lumen
kapiler dan ruang simpai Bowman menutup. Di samping itu terdapat pula
infiltrasi sel epitel kapsul, infiltrasi sel polimorfonukleus dan monosit. Pada
pemeriksaan mikroskop elektron akan tampak membrana basalis menebal tidak
teratur. Terdapat gumpalan humps di subepitelium yang mungkin dibentuk oleh
globulin-gama, komplemen dan antigen Streptococcus. Diagnosis
Diagnosis
glomerulonefritis akut pascastreptokok perlu dicurigai pada pasien dengan
gejalan klinis berupa hematuria nyata yang timbul mendadak, sembab dan gagal
ginjal akut setelah infeksi streptokokus. Tanda glomerulonefritis yang khas
pada urinalisis, bukti adanya infeksi streptokokus secara laboratoris dan
rendahnya kadar komplemen C3 mendukung bukti untuk menegakkan diagnosis. Tetapi
beberapa keadaan lain dapat menyerupai glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada awal penyakit, yaitu nefropati-IgA dan glomerulonefritis
kronik. Anak dengan nefropati-IgA sering menunjukkan gejala hematuria nyata
mendadak segera setelah infeksi saluran napas atas seperti glomerulonefritis
akut pascastreptokok, tetapi hematuria makroskopik pada nefropati-IgA terjadi
bersamaan pada saat faringitas (synpharyngetic hematuria), sementara pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok hematuria timbul 10 hari setelah
faringitas; sedangkan hipertensi dan sembab jarang tampak pada nefropati-IgA.
Glomerulonefritis
kronik lain juga menunjukkan gambaran klinis berupa hematuria makroskopis akut,
sembab, hipertensi dan gagal ginjal. Beberapa glomerulonefritis kronik yang
menunjukkan gejala tersebut adalah glomerulonefritis membranoproliferatif,
nefritis lupus, dan glomerulonefritis proliferatif kresentik. Perbedaan dengan
glomerulonefritis akut pascastreptokok sulit diketahui pada awal sakit.
Pada
glomerulonefritis akut pascastreptokok perjalanan penyakitnya cepat
membaik (hipertensi, sembab dan gagal ginjal akan cepat pulih) sindrom nefrotik
dan proteinuria masih lebih jarang terlihat pada glomerulonefritis akut
pascastreptokok dibandingkan pada glomerulonefritis kronik. Pola kadar komplemen
C3 serum selama tindak lanjut merupakan tanda (marker) yang penting untuk
membedakan glomerulonefritis akut pascastreptokok dengan glomerulonefritis
kronik yang lain. Kadar komplemen C3 serum kembali normal dalam waktu 6-8
minggu pada glomerulonefritis akut pascastreptokok sedangkan pada
glomerulonefritis yang lain jauh lebih lama.kadar awal C3 <50 mg/dl
sedangkan kadar ASTO > 100 kesatuan Todd.
Eksaserbasi
hematuria makroskopis sering terlihat pada glomerulonefritis kronik akibat
infeksi karena streptokok dari strain non-nefritogenik lain, terutama pada
glomerulonefritis membranoproliferatif. Pasien glomerulonefritis akut
pascastreptokok tidak perlu dilakukan biopsi ginjal untuk menegakkan diagnosis;
tetapi bila tidak terjadi perbaikan fungsi ginjal dan terdapat tanda sindrom
nefrotik yang menetap atau memburuk, biopsi merupakan indikasi.
2.3.9. Diagnosis Banding
GNAPS harus
dibedakan dengan beberapa penyakit, diantaranya adalah :
1. nefritis IgA
Periode laten antara infeksi dengan onset nefritis
adalah 1-2 hari, atau ini mungkin berhubungan dengan infeksi saluran pernafasan
atas.
2. MPGN (tipe I
dan II)
Merupakan penyakit kronik, tetapi pada awalnya dapat
bermanifestasi sama sperti gambaran nefritis akut dengan hipokomplementemia.
3. lupus nefritis
Gambaran yang mencolok adalah gross hematuria
4. Glomerulonefritis
kronis
Dapat bermanifestasi klinis seperti glomerulonefritis
akut.
Penatalaksanaan
Tidak ada
pengobatan yang khusus yang mempengaruhi penyembuhan kelainan di glomerulus.
Istirahat
mutlak selama 3-4 minggu. Dulu dianjurkan istirahat mutlah selama 6-8 minggu
untuk memberi kesempatan pada ginjal untuk menyembuh. Tetapi penyelidikan
terakhir menunjukkan bahwa mobilisasi penderita sesudah 3-4 minggu dari mulai
timbulnya penyakit tidak berakibat buruk terhadap perjalanan penyakitnya.
Pemberian
penisilin pada fase akut. Pemberian antibiotika ini tidak mempengaruhi beratnya
glomerulonefritis, melainkan mengurangi menyebarnya infeksi Streptococcus yang
mungkin masih ada. Pemberian penisilin ini dianjurkan hanya untuk 10 hari,
sedangkan pemberian profilaksis yang lama sesudah nefritisnya sembuh terhadap
kuman penyebab tidak dianjurkan karena terdapat imunitas yang menetap. Secara
teoritis seorang anak dapat terinfeksi lagi dengan kuman nefritogen lain,
tetapi kemungkinan ini sangat kecil sekali. Pemberian penisilin dapat
dikombinasi dengan amoksislin 50 mg/kg BB dibagi 3 dosis selama 10 hari. Jika
alergi terhadap golongan penisilin, diganti dengan eritromisin 30 mg/kg BB/hari
dibagi 3 dosis.
Makanan. Pada
fase akut diberikan makanan rendah protein (1 g/kgbb/hari) dan rendah garam (1
g/hari). Makanan lunak diberikan pada penderita dengan suhu tinggi dan makanan
biasa bila suhu telah normal kembali. Bila ada anuria atau muntah, maka diberikan
IVFD dengan larutan glukosa 10%. Pada penderita tanpa komplikasi pemberian
cairan disesuaikan dengan kebutuhan, sedangkan bila ada komplikasi seperti
gagal jantung, edema, hipertensi dan oliguria, maka jumlah cairan yang
diberikan harus dibatasi.
Pengobatan
terhadap hipertensi. Pemberian cairan dikurangi, pemberian sedativa untuk
menenangkan penderita sehingga dapat cukup beristirahat. Pada hipertensi dengan
gejala serebral diberikan reserpin dan hidralazin. Mula-mula diberikan reserpin
sebanyak 0,07 mg/kgbb secara intramuskular. Bila terjadi diuresis 5-10 jam
kemudian, maka selanjutnya reserpin diberikan peroral dengan dosis rumat, 0,03
mg/kgbb/hari. Magnesium sulfat parenteral tidak dianjurkan lagi karena memberi
efek toksis.
Bila anuria
berlangsung lama (5-7 hari), maka ureum harus dikeluarkan dari dalam darah
dengan beberapa cara misalnya dialisis pertonium, hemodialisis, bilasan lambung
dan usus (tindakan ini kurang efektif, tranfusi tukar). Bila prosedur di atas
tidak dapat dilakukan oleh karena kesulitan teknis, maka pengeluaran darah vena
pun dapat dikerjakan dan adakalanya menolong juga.
diurektikum
dulu tidak diberikan pada glomerulonefritis akut, tetapi akhir-akhir ini
pemberian furosemid (Lasix) secara intravena (1 mg/kgbb/kali) dalam 5-10 menit
tidak berakibat buruk pada hemodinamika ginjal dan filtrasi glomerulus (Repetto
dkk, 1972).
Bila timbul gagal jantung, maka diberikan digitalis,
sedativa dan oksigen.
Komplikasi
Oliguria sampai
anuria yang dapat berlangsung 2-3 hari. Terjadi sebagia akibat berkurangnya
filtrasi glomerulus. Gambaran seperti insufisiensi ginjal akut dengan uremia,
hiperkalemia, hiperfosfatemia dan hidremia. Walau aliguria atau anuria yang
lama jarang terdapat pada anak, namun bila hal ini terjadi maka dialisis
peritoneum kadang-kadang di perlukan.
Ensefalopati
hipertensi yang merupakan gejala serebrum karena hipertensi. Terdapat gejala
berupa gangguan penglihatan, pusing, muntah dan kejang-kejang. Ini disebabkan
spasme pembuluh darah lokal dengan anoksia dan edema otak.
Gangguan
sirkulasi berupa dispne, ortopne, terdapatnya ronki basah, pembesaran jantung
dan meningginya tekanand arah yang bukan saja disebabkan spasme pembuluh darah,
melainkan juga disebabkan oleh bertambahnya volume plasma. Jantung dapat
memberas dan terjadi gagal jantung akibat hipertensi yang menetap dan kelainan
di miokardium.
Anemia yang
timbul karena adanya hipervolemia di samping sintesis eritropoetik yang
menurun.
2.3.13. Perjalanan Penyakit Dan Prognosis
Sebagian besar
pasien akan sembuh, tetapi 5% di antaranya mengalami perjalanan penyakit yang
memburuk dengan cepat pembentukan kresen pada epitel glomerulus. Diuresis akan
menjadi normal kembali pada hari ke 7-10 setelah awal penyakit, dengan
menghilangnya sembab dan secara bertahap tekanan darah menjadi normal kembali.
Fungsi ginjal (ureum, kreatinin) membaik dalam 1 minggu dan menjadi normal
dalam waktu 3-4 minggu. Komplemen serum menjadi normal dalam waktu 6-8 minggu.
Tetapi kelainan sedimen urin akan tetap terlihat selama berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun
pada sebagian besar pasien.
Dalam suatu
penelitian pada 36 pasien glomerulonefritis akut pascastreptokok yang terbukti
dari biopsi, diikuti selama 9,5 tahun. Prognosis untuk menjadi sembuh sempurna
sangat baik. Hipertensi ditemukan pada 1 pasien dan 2 pasien mengalami
proteinuria ringan yang persisten. Sebaliknya prognosis glomerulonefritis akut
pascastreptokok pada dewasa kurang baik.
Potter dkk
menemukan kelainan sedimen urin yang menetap (proteinuria dan hematuria) pada
3,5% dari 534 pasien yang diikuti selama 12-17 tahun di Trinidad. Prevalensi
hipertensi tidak berbeda dengan kontrol. Kesimpulannya adalah prognosis jangka
panjang glomerulonefritis akut pascastreptokok baik. Beberapa penelitian lain
menunjukkan adanya perubahan histologis penyakit ginjal yang secara cepat
terjadi pada orang dewasa. Selama komplemen C3 belum pulih dan hematuria
mikroskopis belum menghilang, pasien hendaknya diikuti secara seksama oleh
karena masih ada kemungkinan terjadinya pembentukan glomerulosklerosis kresentik
ekstra-kapiler dan gagal ginjal kronik.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar