author : Velly
HEMATURIA
Pendahuluan
Hematuria adalah salah satu temuan kemih paling
umum pada anak-anak dengan penyakit nephrologis pediatrik. Secara umum,
hematuria didefinisikan sebagai muculnya 5 atau lebih sel darah merah per LPB
dalam 3 dari 3 spesimen urin yang disentrifugasi secara berturut-turut yang
diperoleh paling sedikit 1 minggu. Pemeriksaan hematuria dengan dipstik harus
dikonfirmasi dengan analisa urin mikroskopis dengan cara mensentrifuse 10-15 ml
urin segar. False negatif terjadi bila terdapatformalin (bahan preservatif urin)
atau pada urin dengan konsentrasi asam askorbat yang tinggi. False positif bila
terkontaminasi darah menstruasi, urin basa dengan pH>9, atau terkontaminasi
agen oksida yang digunakan untuk membersihkan perineum sebelum mengambil
spesimen. Hematuria dapat gross/ makroskopik (yaitu, terang-terangan urin
berdarah, atau berwarna teh) atau mikroskopis.
Hematuria mungkin memiliki gejala atau tanpa
gejala, sementara atau terus-menerus, dan dapat pula terisolasi atau
berhubungan dengan proteinuria dan kelainan saluran kencing lainnya. Peran
dokter dalam perawatan utama pengelolaan anak dengan hematuria adalah dengan
mengkonfirmasi temuan serta menegakan etiologinya.
Epidemiologi
Di Amerika Serikat, prevalensi hematuria gross pada
anak-anak diperkirakan 0,13%. Lebih dari setengah dari kasus (56%) ini
disebabkan oleh penyebab yang mudah diidentifikasi. Penyebab paling umum
tampaknya sistitis (20-25%). Seks mungkin mempengaruhi seorang anak untuk
menderita penyakit tertentu yang bermanifestasi sebagai hematuria. Misalnya,
penyakit terkait seks yaitu sindrom Alport memiliki kecenderungan pada
laki-laki, sedangkan nefritis lupus lebih sering terjadi pada gadis remaja.
Prevalensi kondisi tertentu juga bervariasi dengan usia. Misalnya, tumor Wilms
lebih sering pada anak-anak usia prasekolah, sedangkan postinfectious
glomerulonefritis akut lebih sering terjadi pada usia anak sekolah. Pada orang
dewasa, hematuria sering merupakan tanda keganasan dari saluran Genitourinary
(misalnya, karsinoma sel ginjal, kandung kemih tumor, tumor prostat). Kondisi
ini jarang terjadi pada anak-anak.
Etiologi
v
Hematuria dapat berasal dari glomerulus atau
nonglomerular.
Ø Kencing
berwarna kecokelatan, RBC gips, dan sel darah merah yang dysmorphic (small
deformed, misshapen, fragmented) dan proteinuria memiliki kecenderungan
glomerular hematuria.
Ø Air
seni kemerahan atau merah muda, passage of blood clots, dan eritrosit yang
eumorphic (ukuran normal, berbentuk bikonkaf) memiliki kecendurangan
nonglomerular hematuria.
v
Potensi penyebab hematuria pada anak-anak
meliputi:
v
Glomerular hematuria
Ø Ig
A nephropathy
Ø alport
syndrome
Ø thin
glomerular basement membran disease
Ø glomerulonephritis
post infeksi streptococus
Ø Sindrom
hemolitik-uremic
Ø Membranoproliferative
glomerulonefritis
Ø Lupus
nephritis
Ø Anaphylactoid
purpura (purpura Henoch-Schönlein)
v
Nonglomerular hematuria
Ø Mekanik
Trauma (masturbasi)
Ø Menstruasi
Ø Benda
asing
Ø Infeksi
saluran kemih
Ø Hiperkalsiuria
/ urolithiasis
Ø Penyakit
sel sabit / ciri
Ø Koagulopati
Ø Tumor
Ø Hyperuricosuria
Ø Obat
/ racun (NSAID, antikoagulan, siklofosfamid, ritonavir, indinavir)
Ø Kelainan
anatomi (hidronefrosis, penyakit ginjal polikistik, malformasi vaskular)
Ø Stenosis
Meatal (penyempitan saluran)
Patofisiologi
Etiologi dan patofisiologi hematuria bervariasi.
Misalnya, hematuria yang berasal dari glomerulus dapat merupakan hasil dari
gangguan struktural dalam integritas membran basal glomerulus yang disebabkan
oleh peradangan atau proses kekebalan. Bahan kimia beracun dapat menyebabkan
gangguan dari tubulus ginjal, sedangkan mekanik kalkuli dapat menyebabkan erosi
pada permukaan mukosa saluran Genitourinary sehingga mengakibatkan hematuria.
Manifestasi
Klinis
Diagnosis
Traktus urinarius bagian atas yang menyebabkan
hematuri biasanya berasal dari nephron (glomerulus, ductus colektivus dan
interstitium). Traktus urinarius bagian bawah yang menyebabkan hematuri berasal
dari sistem pelvicalyceal (berhubungan dengan kalises dan pelvis ginjal),
ureter, bladder dan urethra. Hematuri dari glomerulus biasanya berwarna coklat,
warna cola, burgundy, proteinuria100mg/dl dipstik, cast sel darah merah dan RBC
urin yang tidak berbentuk. Hematuri dari ductus colektivus disertai dengan
leukosit atau cast epitel tubulus renal. Kebalikannya tractus urinarius bawah
dihubungkan dengan adanya gross hematuria dan terminal hematuria (gross
hematuri pada pancaran urin terakhir), bekuan darah, morfologi RBC baik dan
proteinuria normal (dipstik) <100mg/dl. Pasien dengan hematuri biasanya
memiliki gejala yang mengarah pada kelainan tertentu. Warna teh, edema,
hipertensi dan oliguri mengarah pada sindrom nefritis akut, termasuk
glomerulonefritis post infeksi streptococus, IgA nephropaty,
membranoproliferatif glomerulonephritis, henoch-schonlein purpura nefritis,
systemic lupus erythematosus nefritis, wegener granulomatosis,
microscopicpolyarteritis nodusa, good pasteur syndrom dan hemolitic uremic
syndrome. Riwayat infeksi saluran nafas atas, kulit dan pencernaan mengarah
pada glomerulonefritis akut, hemolitic uremic syndrom atau HSP. Rash dan nyeri
sendi mengarah pada HSP atau SLE. Sering buang air kecil, dysuria dan demam
mengarah pada infeksi saluran kemih dan mungkin merupakan suatu
nephrolithiasia. Adanya massa pada flank area kemungkinan suatu hydronephrosis,
penyakit kistik, trombosis vena renalis atau tumor. Hematuri dengan sakit
kepala, pandangan berubah, epistaksis atau CHF mengarah pada hypertensi. Pasien
dengan riwaya trauma memerlukan evaluasi segera. Riwayat keluarga juga perlu ditanyakan
untuk kemungkinan terjadinya alport syndrom, thin glomerular basement membrane
disease, SLE nephritis, IgA nephropathy (Berger disease). Kelainan ginjal lain
yang bersifat herediter diantaranya penyakit ginjal polikistik, urolithiasis,
dan penyakit sickle cell.EDEMAPendahuluanSecara umum, efek berlawanan antara
tekanan hidrostatik vaskular dan tekanan osmotik koloid plasma merupakan faktor
utama yang mengatur pergerakan cairan anatra ruang vaskular dan ruang
interstitial. Biasanya keluarnya cairan ke dalam interstitial mikrosirkulasi
hampir diimbangi oleh aliran masuk pada venula; kelebihan cairan interstitial
yang tersisa dalam jumlah yang kecil dialirkan melalui saluran limfa.
Meningkatnya tekanan hidrostatik jaringan dan tekanan osmotik koloid plasma
pada akhirnya akan mencapai suatu keseimbangan ekuilibrium yang baru, dan air
kembali memasuki venula. Cairan edema interstitial yang berlebihan dibuang
melalui saluran limfe, kembali terutama ke dalam darah melalui aliran duktus
torasikus. Edema adalah penimbunan cairan secara berlebihan di antara sel-sel
tubuh atau di dalam berbagai rongga tubuh. Meningkatnya tekanan kapiler yang
ataupun berkurangnya tekanna osmotik koloid dapat menyebabkan meningkatnya
cairan interstitial. Edema terjadi sebagai akibat ketidakseimbangan
faktor-faktor yang mengontrol perpindahan cairan tubuh, antara lain gangguan
hemodinamik system kapiler yang menyebabkan retensi natrium dan air, penyakit
ginjal serta perpindahannya air dari intravascular ke intestinum.Pembengkakan jaringan
akibat kelebihan cairan interstisium dikenal sebagai edema. Cairan edema yang
terjadi pada kekacauan hirodinamik, secara khas meruapkan suatu transudat yang
miskin protein dengan BJ di bawah 1,012. Sebaliknya, karena peningkatan
permeabilitas vaskular, edema akibat radang merupakan suatu eksudat kaya
protein dengan berat jenis di atas 1,020.
Etiologi penyebab
edema dapat dikelompokan menjadi empat kategori umum:
1. Penurunan
konsentrasi protein plasma menyebabkan penurunan tekanan osmotic plasma. Penurunan
ini menyebabkan filtrasi cairan yang keluar dari pembuluh lebih tinggi,
sementara jumlah cairan yang direabsorpsi kurang dari normal. Dengan demikian
terdapat cairan tambahan yang tertinggal diruang – ruang interstisium. Edema
yang disebabkan oleh penurunan konsentrasi protein plasma dapat terjadi melalui
beberapa cara :
•
pengeluaran berlebihan protein plasma di urin
akibat penyakit ginjal
•
penurunan sintesis protein plasma
•
akibat penyakit hati ( hati mensintesis hampir
semua protein plasma );
•
makanan yang kurang mengandung protein
•
atau pengeluaran protein akibat luka bakar yang
luas .
2. Peningkatan
permeabilitas dinding kapiler menyebabkan protein plasma yang keluar dari
kapiler ke cairan interstisium disekitarnya lebih banyak. Sebagai contoh, melalui
pelebaran pori- pori kapiler yang dicetuskan oleh histamin pada cedera jaringan
atau reaksi alergi . Terjadi penurunan tekanan osmotik koloid plasma yang
menurunkan ke arah dalam sementara peningkatan tekanan osmotik koloid cairan
interstisium yang diseabkan oleh kelebihan protein di cairan interstisium
meningkatkan tekanan ke arah luar. ketidakseimbangan ini ikut berperan
menimbulkan edema lokal yang berkaitan dengan cedera (misalnya , lepuh ) dan
respon alergi (misalnya , biduran) .
3. Peningkatan
tekanan vena , misalnya darah terbendung di vena , akan disertai peningkatan
tekanan darah kapiler, karena kapiler mengalirkan isinya ke dalam vena.
Peningkatan tekanan ke arah dinding kapiler ini terutama berperan pada edema
yang terjadi pada gagal jantung kongestif. Edema regional juga dapat terjadi
karena restriksi lokal aliran balik vena. Salah satu contoh adalah adalah
pembengkakan di tungkai dan kaki yang sering terjadi pada masa kehamilan.
Uterus yang membesar menekan vena –vena besar yang mengalirkan darah dari
ekstremitas bawah pada saat vena-vena tersebut masuk ke rongga abdomen.
Pembendungan darah di vena ini menyebabkan kaki yang mendorong terjadinya edema
regional di ekstremitas bawah.
4. Penyumbatan
pembuluh limfe menimbulkan edema, karena kelebihan cairan yang difiltrasi
keluar tertahan di cairan interstisium dan tidak dapat dikembalikan ke darah
melalui sistem limfe. Akumulasi protein di cairan interstisium memperberat
masalah melalui efek osmotiknya. Penyumbatan limfe lokal dapat terjadi, misalnya
di lengan wanita yang saluran-saluran drainase limfenya dari lengan yang
tersumbat akibat pengangkatan kelenjar limfe selama pembedahan untuk kanker
payudara. Penyumbatan limfe yang lebih meluas terjadi pada filariasis, suatu
penyakit parasitic yang ditularkan melalui nyamuk yang terutama dijumpai di
daerah-daerah tropis. Apapun penyebab edema, konsenkuensi pentingnya adalah
penurunan pertukaran bahan-bahan antara darah dan sel. Sering dengan akumulasi
cairan interstisium, jarak antara sel dan darah yang harus ditempuh oleh
nutrient, O2, dan zat-zat sisa melebar sehingga kecepatan difusi berkurang.
Dengan demikian, sel-sel di dalam jaringan yang edematosa mungkin kurang
mendapat pasokan darah.
PENATALAKSANAAN
Terapi edema
harus mencakup terapi penyebab yang mendasarinya yang reversibel (jika
memungkinkan). Pengurangan asupan sodium harus dilakukan untuk meminimalisasi
retensi air. Tidak semua pasien edema memerlukan terapi farmakologis, pada
beberapa pasien terapi non farmakologis sangat efektif seperti pengurangan
asupan natrium (yakni kurang dari jumlah yang diekskresikan oleh ginjal) dan
menaikkan kaki di atas level dari atrium kiri. Tetapi pada kondisi tertentu
diuretic harus diberikan bersamaan dengan terapi non farmakologis. Pemilihan
obat dan dosis akan sangat tergantung pada penyakit yang mendasari,
berat-ringannyapenyakit dan urgensi dari penyakitnya.
Prinsip terapi edema
1.
Penanganan penyakit yang mendasari
2.
Mengurangi asupan natrium dan air, baik dari
diet maupun intravena
3.
Meningkatkan pengeluaran natrium dan air :
Diuretik ;hanya sebagai terapi paliatif,bukan kuratif; Tirah baring, lokal
pressure
4.
Hindari faktor yang memperburuk penyakit dasar ;
diuresis yang berlebihan menyebabkan pengurangan volume
plasma,hipotensi,perfusi yang inadekuat, sehinggga diuretic harus diberikan
dengan hati-hati.Efek diuretic berbeda berdasarkan tempat kerjanya pada ginjal.
Klasifikasi diuretic berdasarkan tempat kerja ;
1.
Diuretik yang bekerja pada tubulus proksimalis
2.
Diuretic yang bekerja pada loop of henle
3.
Diuretic yang bekerja pada tubulus kontortus
distal
4.
Diuretic yang bekerja pada cortical collecting
tubule
Sindrom Nefritik Akut
PENDAHULUAN
Sindrom
Nefritik Akut (Glomerulonefritis Akut, Glomerulonefritis Pasca Infeksi) adalah
suatu peradangan pada glomeruli yang menyebabkan hematuria (darah dalam air
kemih), dengan gumpalan sel darah merah dan proteinuria (protein dalam air
kemih) yang jumlahnya bervariasi.
Streptokokus
nefritogenik dipercaya dapat mengelaborasi antigen yang megikat dinding kapiler
glomerulus dan membentuk nidus untuk membentuk kompleks imun unsitu. Streptokokus
mungkin juga dapat memproduksi trauma glomerulus secara langsung, membentuk
fase untuk perubahan menjadi inflamasi, ataupun menginduksi kompleks autologus
IgG/anti IgG melalui desialasi neuriamidase dari host IgG dan membentuk
resultan neoantigen. Patomekanisme pasti belum diketahui. Penyakit ini muncul
pada usia sekolah, dengan Laki-laki dua kali lebih banyak daripada wanita.
1,2,3,5
Sindrom
nefritik aku mengikuti infeksi saluran pernapasan atau infeksi pada kulit yang
disebabkan oleh strain “nefritogenik” dari streptokokus ß-hemolitikus group A.
Faktor yang menyebabkan hanya strain “nefritogenik” dari streptokokus
ß-hemolitikus group A ini belum diketahui secara pasti. Sindrom nefritik akut
biasnaya mengikuti streptokokus faringeal, selama musim hujan dan infeksi
streptokokus pada kulit atau pioderma selama musim panas. Walaupun epidemik
dari nefritis telah dijelaskan dalam hubungannya dengan infeksi tenggorokan
(serotipe 12) dan infeksi kulit (serotipe 49), pneyakit ini secara umum
bersifat sporadis.
INSIDENS
Lebih
sering umur 6-7 thn, jarang < 3 thn dan insiden pada Laki – laki Lebih
banyak disbanding perempuan. Pada 10- 12 % kasus diawali oleh infeksi
streptokokus b hemolitikus grup dan biasanya didahului ISPA atau piodermi
ETIOLOGI
Sindroma
nefritik akut bisa timbul setelah suatu infeksi oleh streptokokus, misalnya
strep throat. Kasus seperti ini disebut glomerulonefritis pasca streptokokus.
Glomeruli mengalami kerusakan akibat penimbunan antigen dari gumpalan bakteri
streptokokus yang mati dan antibodi yang menetralisirnya. Gumpalan ini
membungkus selaput glomeruli dan mempengaruhi fungsinya.
Nefritis
timbul dalam waktu 1-6 minggu (rata-rata 2 minggu) setelah infeksi dan bakteri
streptokokus telah mati, sehingga pemberian antibiotik akan efektif.
Glomerulonefritis
pasca streptokokus paling sering terjadi pada anak-anak diatas 3 tahun dan
dewasa muda. Sekitar 50% kasus terjadi pada usia diatas 50 tahun.
Sindroma
nefritik akut juga bisa disebabkan oleh reaksi terhadap infeksi lainnya, seperti:
-
infeksi pada bagian tubuh buatan
-
endokarditis bakterialis
-
pneumonia
-
abses pada organ perut
-
cacar air
-
hepatitis infeksios
-
sifilis
-
malaria
PATOGENESIS
Walaupun
secara morfologis dan terjadinya penurunan C3 komplemen menunjukkan bahwa
sindrom nefritik akut dimediasi oleh kompleks imun, mekanisme pasti dimana
streptokokus nefritogenik menginduksi bentuk kompleks masih sulit untuk
dijelaskan. Walaupun terdapat kesamaan secara klinis dan gambaran histologik
pada kelinci yang memiliki serum penyakit yang sama, peemuan komples imun pada
sirkulasi tidak seragam dan aktivasi komplemen diaktifkan secara primer melalui
jalur alternatif lebih sering dibandingkan menggunakan jalur klasik (aktivasi
komples imun).
Streptokokus
nefritogenik dipercaya dapat mengelaborasi antigen yang megikat dinding kapiler
glomerulus dan membentuk nidus untuk membentuk kompleks imun unsitu.
Streptokokus mungkin juga dapat memproduksi trauma glomerulus secara langsung,
membentuk fase untuk perubahan menjadi inflamasi, ataupun menginduksi kompleks
autologus IgG/anti IgG melalui desialasi neuriamidase dari host IgG dan
membentuk resultan neoantigen. Patomekanisme pasti belum diketahui. Penyakit
ini muncul pada usia sekolah, dengan Laki-laki dua kali lebih banyak daripada
wanita.
MANIFESTASI KLINIS
Sekitar
50% penderita tidak menunjukkan gejala. Gejala yang muncul sekitar 1-2 minggu
setelah infeksi faringeal oleh streptokokus ataupun 4-6 minggu setelah pioderma
karena streptokokus.
Jika
ada gejala, yang pertama kali muncul adalah penimbunan cairan disertai
pembengkakan jaringan (edema), berkurangnya volume air kemih dan air kemih
berwarna gelap karena mengandung darah. Edema muncul dari retensi garam dan air
dan nefrotik sindrom bisa muncul pada 10-20% kasus. Edeme subglotis akut dan
membahayakan jalan napas juga telah dilaporkan.
Pada
awalnya edema timbul sebagai pembengkakan di wajah dan kelopak mata, tetapi
selanjutnya lebih dominan di tungkai dan bisa menjadi hebat. Tekanan darah
tinggi dan pembengkakan otak bisa menimbulkan sakit kepala, gangguan
penglihatan dan gangguan fungsi hati yang lebih serius.
Gejala
spesifik seperti malaise, letargi, nyeri abdomen, dan demam kadang muncul.
Abnormalitas akut secara general akan selesai pada 2-3 minggu; C3 komplemen
dapat normal pada 3 hari awal atau paling lambat 30 hari setelah onset.
Walaupun mikroskopik hematuri dapat muncul selama setahun, kebanyakan anak
sembuh sempurna.
Keadaan
ginjal yang memburuk secara persisten, abnormalitas urin selama 18 bulan,
Hipokomplementemia persisten, dan sindrom nefrotik adalah tanda berbahaya. Jika
salah satu muncul, maka merupakan indikasi untuk biopsi renal.
DIAGNOSIS
Diagnosis
ditegakkan apabila terdapat :
•
Hematuri makroskopik atau mikroskopik
•
Edema
•
Hipertensi
•
ASTO meningkat atau C3 menurun
DIAGNOSIS BANDING
1.
Sembab non-renal : gagal jantung kongestif,
gangguan nutrisi, edema hepatal,
edema Quincke.
2.
Sindrom nefrotik
3.
Lupus sistemik eritematosus.
PENGOBATAN
Pemberian
obat yang menekan sistem kekebalan dan kortikosteroid tidak efektif,
kortikosteroid bahkan bisa memperburuk keadaaan.Jika pada saat ditemukan
sindroma nefritik akut infeksi bakteri masih berlangsung, maka segera diberikan
antibiotik.
Penderita
sebaiknya menjalani diet rendah protein dan garam sampai fungsi ginjal kembali
membaik.Bisa diberikan diuretik untuk membantu ginjal dalam membuang kelebihan
garam dan air.Untuk mengatasi tekanan darah tinggi diberikan obat
anti-hipertensi.
Jika
terjadi gagal ginjal yang berat, penderita perlu menjalani dialisa.
PROGNOSIS
Penyembuhan
sempurna muncul pada lebih dari 95% anak-anak dengan sindrom nefritik akut.
Kematian pada fase akut dapat dihindarkan dengan manajemen pengobatan yang baik
dan tepat terhadap gagal ginjal akut, gagal jantung, dan hipertensi. Kadang,
fase akut dapat menjadi berat dan menjadi hialinisasi glomeruler dan
insufisiensi renalis. Walaupun begitu, diagnosis dari sndrom nefritik akut
mensti dipertanyakan pada pasien dengan gagal ginjal kronk karena diagnosis
lain seperti glomerulonefritis mempranoproliferatif dapat muncul. Rekurensi
jarang terjadi 1,2
PENCEGAHAN
·
Pengobatan lebih awal terhadap infeksi saluran
pernapasan yang disebabkan oleh infeksi streptokokus dapat mengurangi resiko
untuk terkenanya sindrom nefritik akut.
·
Komplikasi
·
Hipertensi (ensefalopati, kejang, perdarahan
serebral), gagal ventrikel kiri, gagal ginjal, dan perburukan kearah penyakit
ginjal kronik.
Pemeriksaan Penunjang
·
Pemeriksaan fungsi ginjal berupa urin
mikroskopik, ureum, kreatinin, elektrolit, protein urine, dan klirens
kreatinin.
·
Pemeriksaan darah lengkap untuk mencari
mikroangiopati, titer antistreptolisin, apus tenggorok, LED, px Imunologi untuk
Lupus eritematosus sistemik, antibody anti membran basal glomerolus dan anti
body sitoplasmik antineutrofil.
·
Pemeriksaan fotothoraks untuk mengetahui
besarnya jantung, adanya edema, atau perdarahan paru.
·
Biopsi ginjal dilakukan kecuali pada
glumerulonefritis pasca streptokok dengan gejala yang jelas.
·
Untuk pengawasan kemajuan dilakukan pengukuran
dan pencatatan berkala dari tekanan darah, keseimbangan cairan, serta berat
badan. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan berkala adalah ureum, kreatinin,
elektrolit, klirens kreatinin, urin mikroskopik, protein, dan foto thoraks.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar