Senin, 29 September 2014

Skenario 3 Blok 13 (Part 2)

Author : Shinta, Puji, Stella, Fitria, Daru,
webmd_rf_photo_of_mri_brain_scans_thumb[2]

Trigger 2 :
- Sering bingung
- ada halusinasi auditorik (seakan-akan ada yang menyuruh)
- delution of control : mondar-mandir bukan karena keinginan sendiri

Info Tambahan :
Dulu sebagai orang mekanik kemudian di PHK sehingga tidak bekerja, kemjdian muncullaj gejala-gejala yang ada

Umur saat ini : 24 tahun.
Kebiasaan bekerja sendiri dan pendiam

Trigger 3
1 minggu kemudian
-angkat tangan diata meja gemetaran
-gerakan seperti parkinson like syndrom stlh diberi pengobatan

Keluarga pasien menanyakan sebab kenapa pasien mnjd sprti ini stlh diobati sblmbya

Learning Objectives
1.    Definisi & Etiologi Skizofrenia?
2.    Epidemiologi Skizofrenia?
3.    Faktor Resiko?
4.    Penatalaksanaan skizofrenia?
5.    Pencegahan skizofrenia?

1. Pengertian & Etiologi ?
Skizofrenia adalah suatu psikosa fungsional dengan gangguan utama pada proses pikir serta disharmonisasi antara proses pikir, afek atau emosi, kemauan dan psikomotor disertai distorsi kenyataaan terutama karena waham dan halusinasi, assosiasi terbagi-bagi sehingga muncul inkoherensi, afek dan emosi inadekuat, psikomotor menunjukkan penarikan diri, ambivalensi dan perilaku bizar (Maramis, 2009).

Etiologi Skizofrenia
a. Keterlibatan faktor keturunan
Secara umum dapat dikatakan semakin dekat hubungan genetiknya dengan pasien, maka semakin besar pula kemungkinannya untuk menderita gangguan tersebut. Hal ini sering disebut concordant, yaitu anak kembar dari satu telur mempunyai kemungkinan tiga sampai enam kali lebih besar untuk sama-sama menderita gangguan skizofrenia dibandingkan dengan anak kembar dari dua telur.

b. Faktor lingkungan
Penelitian menyatakan bahwa ibu yang terlalu melindungi, hubungan perkawinan orang tua yang kurang sehat, kesalahan dalam pola komunikasi diantara anggota keluarga dapat menimbulkan skizofrenia. Skizofrenia tidak diduga sebagai suatu penyakit tunggal tetapi sebagai sekelompok penyakit dengan ciri-ciri klinik umum. Banyak teori penting telah diajukan mengenai etiologi dan ekspresi gangguan ini, salah satunya yang diungkapkan oleh Residen Bagian Psikiatri UCLA.

c. Teori biologik dan genetik
Penelitian keluarga (termasuk penelitian kembar dan adopsi) sangat mendukung teori bahwa faktor genetik sangat penting dalam transmisi mendukung skizofrenia atau paling tidak memberi suatu sifat kerawanan dan juga dapat menjadi penyebab peningkatan insiden dari sindrom, yang mirip dengan skizofrenia (gangguan kepribadian skizoafektif, skizotipik dan lainnya) yang terjadi dalam keluarga.

d. Hipotesis neurotransmitter
Penelitian terakhir memperlihatkan adanya kelebihan reseptor dopaminergik dalam susunan syaraf pusat (SSP) penderita skizofrenik. Pada hakekatnya neuroleptik diduga efektif karena kemampuannya memblokir reseptor dopaminergik.

e. Pencetus psikososial
Stressor sosio lingkungan sering menyebabkan timbulnya serangan awal dan kekambuhan skizofrenia serta dapat diduga sebagai suatu terobosan kekuatan protektif dengan tetap mempertahankan kerawanan secara psiko biologik dalam pengendalian. Tiga tindakan emosi yang dinyatakan di lingkungan rumah : komentar kritis, permusuhan dan keterlibatan emosional yang berlebihan terbukti menyebabkan peningkatan angka kekambuhan skizofrenia.

Etiologi atau penyebab skizofrenia yang lebih rinci dijelaskan oleh Kaplan dan Sadock (1998) sebagai berikut:
1.    Model diatesis-stress
Suatu model untuk integrasi faktor biologis dan faktor psikososial dan lingkungan adalah model diatesis-stress. Model ini merumuskan bahwa seseorang mungkin memiliki suatu kerentanan spesifik (diatesis) yang jika dikenai oleh suatu pengaruh lingkungan yang menimbulkan stress akan memungkinkan perkembangan gejala skizofrenia.

2.    Faktor biologis
Semakin banyak penelitian telah melibatkan peranan patofiologis untuk daerah tertentu di otak termasuk sistem limbik, korteks frontalis dan ganglia basalis. Ketiga daerah tersebut saling berhubungan sehingga disfungsi pada salah satu daerah tersebut mungkin melibatkan patologi primer di daerah lainnya sehingga menjadi suatu tempat potensial untuk patologi primer pasien skizofrenik
Sumber : digilib.ump.ac.id/download.php?id=3031

2. Epidemiologi Skizofrenia?
•    Prabandari, dkk (2003) menyebutkan bahwa prevalensi skizofrenia di Indonesia diperkirakan 1 permil, meski angka yang pasti belum diketahui karena penelitian prevalensi skizofrenia secara khusus belum dilakukan di Indonesia. Berdasarkan data rekam medik Rumah Sakit Jiwa Provinsi Sumatera Utara tahun 2009, diketahui dari 12.377 penderita yang dirawat jalan yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 9.532 (96,51%) dengan berbagai tipe dan diketahui dari 1.929 penderita yang dirawat inap yang menderita skizofrenia paranoid berjumlah 1.581 (81,96%).
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/27073/5/Chapter%20I.pdf

•    Kasus skizofrenia jumlahnya tidak mempunyai angka-angka yang pasti. Angka prevalensi di dunia menunjukkan 1% dari seluruh penduduk dunia, perbandingan yang sama antara penderita laki – laki dan wanita, pada laki-laki mulai umur 18-25 tahun sedang wanita biasanya mulai umur 26-45 tahun, dan jarang muncul pada masa anak-anak, bila muncul pada masa anak-anak biasanya mengenai 4-10 anak diantara 10.000 anak. Mengacu pada data WHO, prevalensi penderita skizofrenia sekitar 0,2% hingga 2%. Sedangkan insidensi atau kasus baru yang muncul tiap tahun sekitar 0,01%. Kondisi yang ada lebih dari 80% penderita skizofrenia di Indonesia tidak diobati dan tidak tertangani dengan optimal baik oleh keluarga maupun tim medis yang ada. Pasien – pasien yang Universitas Sumatera Utaramenderita skizofrenia dibiarkan berada di jalan – jalan, bahkan ada pula yang dipasung oleh keluarga. Dengan kondisi seperti ini memungkinkan terjadi peningkatan jumlah penderita skizofrenia dari waktu ke waktu(Sasanto, 2009)
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/5/Chapter%20I.pdf

3. Faktor resiko skizofrenia?
1.Riwayat skizofrenia dalam keluarga
2.Kembar identik
Kembar identik memiliki risiko skizofrenia 50%, walaupun gen mereka identik 100% (Videbeck, 2008).
3.Struktur otak abnormal
Dengan perkembangan teknik pencitraan teknik noninvasif, seperti CT scan, Magnetic Resonance Imaging(MRI), dan Positron Emission Tomography(PET) dalam 25 tahun terakhir, para ilmuwan meneliti struktur otak dan aktivitas otak individu penderita skizofrenia. Penelitian menunjukkan bahwa individu penderita skizofrenia memiliki jaringan otak yang relatif lebih sedikit (Carpenter, 2000).
4.Sosiokultural
Lingkungan sosial individu dengan skizofrenia di negara-negara berkembang mungkin menfasilitasi dan memulihkan (recovery) dengan lebih baik daripada di negara maju (Jenkins, 2003). Di Negara berkembang, terdapat jaringan keluarga yang lebih luas dan lebih dekat disekeliling orang-orang dengan skizofrenia dan menyediakan lebih banyak kepedulian terhadap penderita. Keluarga-keluarga di beberapa negara berkembang lebih sedikit melakukan tindakan permusuhan, mengkritik, dan sangat terlibat jika dibandingkan dengan keluarga-keluarga di beberapa negara-negara maju. Hal ini mungkin membantu jumlah atau tingkat kekambuhan dari anggota-anggota keluarga penderita skizofrenia.
5.Tampilan emosi
Sejumlah penelitian menunjukkan orang-orang dengan skizofrenia yang keluarganya tinggi dalam mengekspresikan emosi, lebih besar kemungkinannya untuk menderita kekambuhan psikosis daripada mereka yang keluarganya sedikit atau kurang mengekspresikan emosi (Hooley, 2000).
Sumber : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/28071/4/Chapter%20II.pdf

4. Penatalaksanaan ?
A.    Medik
a.    Terapi Somatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini:
1)    Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik konvensional.
Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat antipsikotik konvensional antara lain: Haldol (haloperidol), Mellaril (thioridazine), Navane (thiothixene), Stelazine (trifluoperazine), Thorazine ( chlorpromazine), Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer atypical antipsycotic
.
2)    Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain : Risperdal (risperidone), Seroquel (quetiapine), Zyprexa (olanzopine), Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani pasien-pasien dengan skizofrenia.

3)    Clozaril
Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan infeksi.
Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil
.
b.    Sediaan Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran
(1)    Klorpromazin
Sedian tablet 25 dan 100 mg, injeksi 25 mg/ml. Dosis 150 -600 mg/hari
(2)    Haloperidol
Sedian tablet 0,5 mg, 1,5 mg,5 mgInjeksi 5 mg/ml. Dosis 5 -15 mg/hari
(3)    Perfenazin
Sedian tablet 2, 4, 8 mg. Dosis 12 -24 mg/hari
(4)    Flufenazin
Sedian tablet 2,5 mg, 5 mg. Dosis 10 -15 mg/hari
(5)    Flufenazin dekanoat
Sedian Inj 25 mg/ml. Dosis 25 mg/2-4 minggu
(6)    Levomeprazin
Sedian tablet 25 mg, Injeksi 25 mg/ml. Dosis 25 -50 mg/hari
(7)    Trifluperazin
Sedian tablet 1 mg dan 5 mg. Dosis 10 -15 mg/hari.
(8)    Tioridazin
Sedian tablet 50 dan 100 mg. Dosis 150 -600 mg/hari
(9)    Sulpirid
Sedian tablet 200 mg 300,Injeksi 50 mg/ml. Dosis 600mg/hari 1 -4 mg/hari
(10)    Pimozid
Sedian tablet 1 dan 4 mg. Dosis 1 -4 mg/hari.
(11)    Risperidon
Sedian tablet 1, 2, 3 mgDosis 2 -6 mg/hari
 
B.    Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali beradaptasi dengan ingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani psikoterapi. Kepada penderita diupayakan
untuk tidak menyendiri, tidak melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, banyak bergaul
1.    Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan praktis dan komunikasi interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku adalah latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang dilakukan
2.    Terapi berorintasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya. Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang keparahan penyakitnya
3.    Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana, masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling membantu bagi pasien skizofrenia
4.    Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan di dalam pengobpasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi

Sumber : digilib.unimus.ac.id/download.php?id=9868

5. Pencegahan ?
Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat “eklektik holistik” yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis,17 psikoedukatif, dan sosial budaya, dan dari ketiga pilar tersebut dapatdiketahui kepribadian seseorang. Dalam melengkapi pendekatan holistiktersebut, menambah satu pilar sehingga menjadi empat pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif, social budaya dan psikoreligius.
Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofreniadan kekambuhanya.

1)Organobiologis
(a)    a)Bila ada silsilah keluarga menderita skizofrenia sebaiknya menikah dengan keluarga yang tidak memiliki silsilah skizofrenia.
(b)    b)Walaupun dalam keluarga tidak ada sil-silah menderita skizofrenia sebaiknya tidak menikah dengan yang tidak memiliki silsilah skizofrenia dan merupakan keluarga jauh.
(c)    c)Sebaiknya penderita atau bekas penderita skizofrenia tidak saling menikah.

2)Psikoedukatif
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental-emosional dan mental-intelektual anak yaitu:
(a)    a)Sikap pertama adalah kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain.
(b)    b)Sikap kedua adalah sikap terbuka.
(c)    c)Sikap ketiga adalah anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri terhadap hal-hal yangmengecewakan, kalau tidak anak akan sulit bergaul dan belajar disekolah.
Sumber : http://digilib.unimus.ac.id/files/disk1/133/jtptunimus-gdl-muntiarohn-6617-3-babii.pdf

Referensi Anti-Remed 2011
http://anti-remed.blogspot.com/2012/09/skenario-3-blok-13.html

Download dalam file PDF

Jasil Download PDF[8]

Rabu, 24 September 2014

Skenario 3 Blok 13

Author : Puji, Stella, Daru, Shinta, Fitria 

webmd_rf_photo_of_mri_brain_scans*Kode

Skenario
Seorang pasien laki-laki dibawa sodaranya ke RSJ, saudaranya berkata (alloanamnesis) kalau dia (laki-laki tersebut yaitu adiknya) sering ngamuk mendadak, sering kebingungan sejak 2 minggu yg lalu, dan pernah dirawat satu bulan yg lalu. Pasien juga mengalami halusinasi.
Sumber : Member MECO 2011

Problems Identification
1. Apa yang menyebabkan pasien suka mengamuk, kebingungan, dan halusinasi ?
2. Adakah hubungan gejala pasien sekarang dengan riwayat masuk rumah sakit dahulu?
3. Bagaimana diagnosis serta DDnya?

Analyzing Problems

1.    Apa yang menyebabkan pasien suka mengamuk, kebingungan, dan halusinasi ?
Kemungkinan pasien mengalami salah satu penyakit dalam golongan gangguan jiwa Psikotik  (sering  disebut  dengan  gangguan  jiwa  berat)  misalnya ,
1.    Skizofrenia,
2.    Gangguan  Psikotik  Akut dan sementara, 
3.    Skizoafektif, 
4.    Gangguan  Waham  Menetap, 
5.    Gangguan Mental Organik
6.    Gangguan afektif (manik/depresi) berat dengan gejala Psikotik

Ataupun beberapa gangguan Jiwa lain yang memberikan gambaran psikotik yaitu:
1.    Gangguan Mental Organik
2.    Gangguan Jiwa OK. Penyakit Umum

Tanda-tanda Psikotik:
Psikotik ditandai  dengan  adanya 
1.    hendaya  (impairment)  berat  di  dalam kemampuan daya nilai terhadap realitas (bentuk pikirnya: non realistik) semisal adanya  waham    (isi pikir), dan atau  halusinasi  (gangguan persepsi), inkoherensi dan katatonia.
2.    tilikan diri (insight) jelek, atau
3.    perilaku kacau (disorganized).
4.    Deteriorasi/penurunan fungsi jelas.
Sumber : MISC 2010, Chapter 1, Hal 3 & MISC 2012, Chapter I, Hal 5

2.    Adakah hubungan gejala pasien sekarang dengan riwayat masuk rumah sakit dahulu?
Ada, kemungkinan gejala sekarang adalah relaps (kekambuhan) atas penyakitnya dahulu ketika dirawat di RS sebulan yg lalu. Relaps ini sangat mungkin terjadi apalagi jikalau didukung oleh beberapa faktor, diantaranya:

A.    Ketidakpatuhan meminum obat
Ini adalah faktor terpenting dalam terjadinya kekambuhan. Salah satu terapi pada pasien skizofrenia adalah diberikannya obat antipsikosis. Obat tersebut akan bekerja dengan baik jika digunakan secara benar tetapi banyak pasien skizofrenia tidak menggunakan obat mereka secara rutin. Kira-kira 7% orang yang diberi resep antipsikotik menolak untuk memakainya. Sebuah penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar penderita skizofrenia mulai tidak meminum obat dari waktu ke waktu ini yang menyebabkan gejala pasien dapat muncul kembali.

B.    Keadaan keluarga
Tingkat kekambuhan cenderung tinggi terjadi pada pasien skizofrenia yang tinggal bersama keluarha yang terlalu tegang, ada permusuhan dan keluarga yang menunjukkan cemas berlebihan. Karena diduga akan menambah beban mental bagi penderita. Peranan keluarga yang baik terbukti akan mengurangi angka kekambuhan, sebagai contoh adalah keluarga senantiasa mengingatkan dan mendukung pasien dalam meminum obatnya secara rutin dan juga selalu senantiasa mendukung pasien untuk sembuh.

C.    Masalah dalam diri pasien
Ada pula beberapa permasalahan sehari-hari seperti pekerjaan, keuangan dll yg menambah beban pikiran pasien sehingga pasien kembali mengalami gejala-gejala yang dahulu.
Sumber :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/32883/4/Chapter%2520II.pdf&cd=1&ved=0CBkQFjAA&usg=AFQjCNEyctqYu7koZewqlw52yhiwMkUelw

3.    Bagaimana diagnosis serta DDnya?
 
image_thumb[7]

Ketika  pasien  datang  dengan  keadaan  gejala  waham,  halusinasi,  inkoherensi,  dan  ketotonia,  kita kenali  dulu  gejala  organiknya.  Ada  gak  tuh  penurunan  kesadaran  patologik,  disorinetasi  gangguan daya  ingat,  sama  ganguan  fungsi  intelektual.  Kalo  iya,  mari  kita  curigai  dia  mengalami  mengalami ganguan  mental  organik,  dan  segera  rujukan  ke  dapartemen  dimana  dia  emg  harus  dirujuk secepatnya. Point pentingnya sih kata dr. Warih soal gejala penuruanan kesadarannya.Nah, kalo jawabannya tidak?

Pahami lagi, ini gejalanya udah satu bulan belom sih? Karna kalo kita mau diagnosis dia skizofrenia sekurang-kurangnya gejala harus dialami minimal 1 bulan.

Ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya skizofrenia :
1.  Pasangan-pasangan  yang  menikah  muda  kemudian  bercerai  atopun  ditinggal  meninggal
duluan.
2.  Berkaitan dengan sosieconomi.
3.  Dan lain-lain.
Sumber : MISC 2010, Chapter 2, Hal 87, Skizofrenia, dr.Warih, Sp.KJ,

Karakter Diagnositik
DSM-IV:
Ganggguan  minimal  berlangsung  dan  menetap  selama  6  bulan.  Dimana  mengalami  gejala  akktif selama 2 bulan lebih yaitu : waham, halusinasi, bicara kacau, gejala negatif, katatonik dll.

PPDGJ-III :
a)    Thought echo,insertion,withdrawal,
b)    broadcasting.
c)    Delusion of control,influence,persepsi.
d)    Halusinasi (berkomentar,mendiskusikan,berasal dari salah satu bagian tubuh).
e)    Waham-waham menetap jenis lain (bizare).
f)    Halusinasi menetap.
g)    Arus pikiran terputus, interpolasi.
h)    Perilaku katatonik.
i)    Gejala negatif.
j)    Perubahan konsisten dan bermakna dalam untuk keseluruhan dari beberapa aspek perilaku seseorang.
Sumber : MISC 2010, Chapter 2, Hal 94, Skizofrenia, dr.Warih, Sp.KJ,


Referensi Anti-Remed 2011
http://anti-remed.blogspot.com/2012/09/skenario-3-blok-13.html

Download dalam file PDF

Jasil Download PDF

Senin, 22 September 2014

Skenario 2 Blok 13 (Part 2)


Author : Uray, Fida, Arnis, Nurlita

Trigger 2
Pasien diberikan diazepam tiap malam awalnya bisa tidur, namun sekarang sudah tidak bisa tidur lagi.

Learning Objectives

1.       Etiologi & Patofisiologi Insomnia?
2.       Kriteria Diagnostik Insomnia & Diagnosis Pasien?
3.       Bagaimanakah penatalaksanaan Insomnia yang baik?
4.       Kenapa Diazepam yang diberikan saat ini tidak dapat membantunya tidur lagi?

Answer
1.       Etiologi & Patofisiologi Insomnia?
ETIOLOGI
  • Etiologi terjadinya insomnia dapat dibagi menjadi tiga yaitu :
  •  Faktor  ekstrinsik  misalnya  cahaya,  kebisingan,  higiene,  suhu,  kelembaban  dan perubahan lingkungan sekitar.
  • Faktor instrinsik dibagi dalam penyebab organik misalnya gangguan atau penyakit organik  dan  psikologis  contohnya  depresi,  cemas  berkabung  serta  higiene tidur/aktivitas mental sebelum tidur.
  • Faktor  iatrogenik  misalnya  penggunaan  obat-obatan  maupun  makanan  tertentu
    (Hamdy, 1994; Carney et al., 2005; Amir, 2007). Contohnya : Kopi (Coffee)
  • Penyebab lain yang diperkirakan berhubungan dengan insomnia pada perempuan adalah  menopause.  Penelitian  di  Perancis  yang  melibatkan  1000  perempuan  setengah  baya menunjukkan  adanya  hubungan  antara  menopause  dengan  gangguan  tidur.  Hal  ini diperkirakan  sebagai  efek  dari  perubahan  endokrin.  Pada  perempuan  yang  mendapat terapi  estrogen  dilaporkan  mengalami  perbaikan  dalam  tidurnya  (Anonim,  2007;  Amir, 2007).
  •  Higiene  tidur  yang  buruk  pada  lansia  sering  merupakan  penyebab  insomnia  dan merupakan  faktor  yang  dapat  diatasi  oleh  lansia  itu  sendiri  di  rumah  (Bliwise,  2000; Carney et al., 2005; Amir, 2007).
  • Jadwal tidur yang kacau, perkiraan kebutuhan tidur yang berlebihan dapat menyebabkan tidur  siang  yang  terlalu  banyak  serta  terlalu  banyak  waktu  untuk  tidur.  (Carney,  2005; Amir, 2007).
  • Kebiasaan  makan  yang  buruk,  kurang  olah  raga,  penggunaan  kafein,  alkohol  dan obatobatan  lain  dapat  berpengaruh  terhadap  timbunya  insomnia  (Yates,  2005;  Feldman  & Abernathy, 2000; Amir, 2007).
Sumber : MISC 2010, Chapter 2 Hal 18, Sleeping Disorder (Insomnia), dr. Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ
PATOFISIOLOGI
  • Adanya lesi maupun degenerasi thalamus akan menyebabkan insomnia (Yudofsky, 1997).
  • Teori lainnya menduga bahwa insomnia berkaitan erat dengan neuroendokrin, terutama  pengaruh  ACTH-kortisol,  hiperprolaktinemia,  dan  hormon  pertumbuhan  terhadap slowwave sleep (Carney et al., 2005).
  •   Melatonin,  hormon  dari  glandula  pineal  yang  disekresikan  terutama  pada  malam  hari (saat gelap), diperkirakan berperan dalam  proses tidur-bangun  (Czeisler & Khalsa, 2005; Haimov   et  al.,  1994).  Kadar  melatonin  tertinggi  dalam  darah  terjadi  pada  saat  tidur  di malam  hari  dan  kadar  terendah  adalah  pada  siang  hari  atau  saat  bangun.  Pemberian melatonin  dapat  menginduksi  tidur,  dapat  mempertahankan  tidur  atau  keduanya (Czeisler & Khalsa, 2005).
Sumber : MISC 2010, Chapter 2, Hal 18, Sleeping Disorder (Insomnia), dr. Ida Rochmawati, M.Sc., Sp.KJ

2.       Kriteria Diagnostik Insomnia & Diagnosis Pasien?
Pedoman diagnostik insomnia non organik menurut PPDGJ -III

Ø  Hal tersebut dibawah ini diperlukan untuk membuat diagnosis pasti :
a.       Keluhan adanya kesulitan masuk tidur atau mempertahankan tidur atau kualitas tidur yang buruk,
b.      Gangguan terjadi minimal 3 kali dalam seminggu selama minimal satu bulan,
c.       Adanya preokupasi dengan tidak bisa tidur (sleeplessness) dan peduli yang berlebihan terhadap akibatnya pada malam hari dan sepanjang siang hari,
d.      Ketidakpuasan terhadapkuantitas dan atau kualitas tidur menyebabkan penderitaan yang cukup berat dan mempengaruhi fungsi dalam sosial dan pekerjaan.
Ø  Adanya gejala gangguan jiwa lain seperti depresi, anxietas, atau obsesi tidak menyebabkan diagnosis insomnia diabaikan. Semua ko-morbiditas harus dicantumkan karena membutuhkan terapi tersendiri.
Ø  Kriteria "lama tidur" (kuantitas) tidak digunakan untuk menentukan adanya gangguan, oleh karena luasnya variasi individual . Lama gangguan yang tidak memenuhi kriteria di atas (seperti pada "transient insomnia") tidak didiagnosis disini, dapat dimasukkan dalam reaksi stres akut (F43.0) atau ganguan penyesuaian (F43.2)

Sumber : PPDGJ-III

Sedangkan kriteria diagnostik untuk insomnia primer menurut DSM-IV
·         Keluhan yang menonjol adalah kesulitan untuk memulai atau mempertahankan tidur, atau tidur yang tidak menyegarkan, selama sekurangnya satu bulan.
·         Gangguan tidur (atau kelelahan siang hari yang menyertai) menyebabkan penderitaan yang  bermakna  secara  kllinis  atau  gangguan  dalam  fungsi  sosial,  pekerjaan,  atau fungsi penting lain.
·         Gangguan  tidur  tidak  terjadi  semata-mata  selama  perjalanan  narkolepsi,  gangguan tidur berhubungan pernapasan, gangguan tidur irama sirkardian, atau parasomia.
·         Gangguan  tidak  terjadi  semata-mata  selama  perjalanan  gangguan  mental  lain (misalnya, gangguan depresif berat, gangguan kecemasan umum, delirium)
·         Gangguan bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat (misalnya, obat yang disalahgunakan, medikasi) atau suatu kondisi medis umum.
Sumber : MISC 2010, Chapter 2 Hal 18

Pada tahun 1984,The International Institute of Health membuat suatu konsensus pengelompokan gangguan tidur berdasarkan lamanya gangguan yang terdiri dari:
  1. Transient yaitu jika gangguan tidurnya kurang dari 7 hari
  2. Short term yaitu jika gangguan tidurnya menetap lebih dari 7 hari dan kurang dari 3 minggu. Kedua gangguan tersebut biasanya berhubungan dengan stress yang akut seperti perubahan kehidupan sosial, peningkatan emosional, faktor lingkungan, faktor sistemik, kelainan gangguan kesehatan, desinkronisaso irama sirkadian
  3. Long term yaitu jika gangguan tidur menetap lebih dari 3 minggu. Biasanya berhubungan dengan gangguan tidur primer, gangguan psikiatri, gangguan kesehatan, gangguan psikologi.
Sumber : Repository USU (Judul : Gangguan Tidur oleh Dr ISKANDAR JAPARDI – Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara)

3.  Bagaimanakah penatalaksanaan Insomnia yang baik?
1. Pendekatan hubungan antara pasien dan dokter, tujuannya:
  • Untuk mencari penyebab dasarnya danpengobatan yang adekuat
  • Sangat efektif untuk pasien gangguan tidur kronik
  • Untuk mencegah komplikasi sekunder yang diakibatkan oleh penggunaan obat hipnotik,alkohol, gangguan mental
  • Untuk mengubah kebiasaan tidur yang jelek
2.  Konseling dan Psikotherapi
  • Psikotherapi sangat membantu pada pasien dengan gangguan psikiatri seperti (depressi, obsessi, kompulsi), gangguan tidur kronik. Dengan psikoterapi ini kita dapat membantu mengatasi masalah-masalah gangguan tidur yang dihadapi oleh penderita tanpa penggunaan obat hipnotik.
3.  Sleep hygiene terdiri dari:
  • Tidur dan bangunlah secara reguler/kebiasaan
  • Hindari tidur pada siang hari/sambilan
  • Jangan mengkonsumsi kafein pada malam hari
  • Jangan menggunakan obat-obat stimulan seperti decongestan
  •  Lakukan latihan/olahraga yang ringan sebelum tidur
  • Hindari makan pada saat mau tidur, tapi jangan tidur dengan perut kosong
  • Segera bangun dari tempat bila tidak dapat tidur (15-30 menit)
  • Hindari rasa cemas atau frustasi
  • Buat suasana ruang tidur yang sejuk, sepi, aman dan enak
4. Pendekatan farmakologi
Sumber : Repository USU (Judul : Gangguan Tidur oleh Dr ISKANDAR JAPARDI – Fakultas Kedokteran Bagian Bedah Universitas Sumatera Utara)

4.    Kenapa Diazepam yang diberikan saat ini tidak dapat membantunya tidur lagi? Coba dicari sendiri :p wehehehe, Semoga Bermanfaat & Semoga Sukses!.


Download dalam bentuk file PDF
afsadfsda