Kamis, 29 Mei 2014

Skenario 3 Part 2 Blok 6

Skenario 3 Part 2 Block 6
Author  : Venty

A.   RESPON IMUN TERHADAP JAMUR

1.    CANDIDIASIS
Candidiasis atau yang biasa disebut candidosis adalah infeksi organisme fungi ragi candida, dimana kondisi C. Albicans menybabkan lesi. Candidiasis adalah infeksi akut atau kronis oleh spesies candida. Umumnya meliputi membran mukosa oral trush di rongga mulut atau vulvovaginitis, bisa juga di kulit, jantung atau paru.

2.    ERYTHRMATOUS CANDIDIASIS
Pasien erythematous candidiasis tidak menunjukkan flek putih. Secara klinis terlihat akut tropik candidiasis atau luka mulut karena antibiotik spektrum luas. Pasien sering mengeluhkan mulutnya panas diikuti hilangnya papilla filiformis di dorsal lidah, kemerahan, penampilan lidah gundul, juga adanya sensasi burning mouth syndrome meskipun tampilan lidah normal.

3.    PATOGENESIS
Permulaan awal infeksi candida diawali dari lemahnya sistem imun sehingga berkurang akibat beberapa faktor yang menyebabkan penurunan flora normal bakteri oral mukosa, yang kemudian menyebabkan terjadinya peningkatan pertumbuhan candida albicans untuk menjadi patogen. C. Albicans akan merubah bentuk dari biospora menjadi Hila, dalam bentuk ini candida mengeluarkan protein berupa ALS (Adhesion Like Sequence), x-agglutinin, HWP/P-1. Protein ini yang menyebabkan candida albicans memiliki kemampuan untuk melakukan adhesi pada bual sel epitel dan imun. Bentuk kolonisasi pada epitel. Phospolid pada membran sel tunggal membelah menjadi phospolipase yang kemudian menginvasi jaringan yang menyebar melalui hematogen, dan menyebabkan mikro dan makro abses pada jaringan yang diserangnya.

4.    MEKANISME INFEKSI TERHADAP JAMUR
Resistensi alamiah terhadap banyak jamur patogen tergantung pada fagosit. Meskipun dapa terjadi pembunuhan intraseluler, jamur terbanyak diserang ekstraseluler oleh karena ukurannya yang besar. Neutrofil merupakan sel terefektif, terutama terhadap kandida dan aspergilus. Jamur juga merangsan produksi sitokin seperti IL-1 da TNF-α yang meningkatkan ekspresi molekul adhesi di endotel setempat yang meningkatkan infiltrasi neutrofil ke tempat infeksi. Neutrofil membunuh jamur yang oksigen dependen dan oksigen independen yang toksik.
Makrofag alveolar berperan sebagai sel dalam pertahanan pertama terhadap spora jamur yang terhirup. Aspergilus biasanya mudah dihancurkan oleh makrofag alveolar, tetapi koksidioides imunitis dan histoplasma kapsulatum dapat ditemukan pada orang normal dan resiten terhadap makrofag dalam hal ini makrofag masih dapat menunjukkan perannya melalui aktivasi sel Th 1 untuk membentuk granuloma. Sel NK juga dapat melawan jamur melalui penglepasan granul yang mengandung sitolisin. Sel NK juga dapat membunuh secara langsung bila dirangsan oleh bahan asal jamur yang memacu makrofag memproduksi sitokin seperti TNF dan INF-γ yang mengaktifkan sel NK. ( Imunologi Dasar Edisi ke-10 FK UI )

5.    RESPON IMUN TERHADAP JAMUR
1.    Imunitas Nonspesifik
Sawar fisik kulit dan membran mukosa, faktor kimiawi dalam serum dan sekresi kulit berperan dalam imunitas nonspesifik. Efektor utama imunitas nonspesifik terhadap jamur adalah neutrofil dan makrofag. Pederita dengan neutropenia sangat rentan terhadap jamur oportunistik. Neutrofil diduga melepas bahan fungsidal seperti ROI dan enzim lisosom serta memakan jamur untuk dibunuh intraseluler, Galur virulen seperti kriptokok neuformans menghambat produksi sitokin TNF dan IL-12 oleh makrofag dan merangsang produksi IL-10 yang menghambat aktivasi makrofag.

2.    Imunitas Spesifik
Imunitas nonspesifik kadang kurang efektif, tidak mampu membatasi pertumbuhan jamur patogen. Tidak banyak bukti bahwa antibodi berperan dalam resolusi dan kontrol infeksi. CMI-1 merupakan efektor imunitas spesifik utama terhadap infeksi jamur. Histoplasma kapsulatum, parasit intraseluler fakultatif  hidup dalam makrofag dan di eliminasi oleh efektor seluler sama yang efektif terhadap bakteri intraseluler CD4 dan CD8 bekerjasama untuk menyingkirkan bentuk K. Neofermans yang cenderung mengkolonisasi paru dan otak pada penjamu imunokompromais.

Kamis, 22 Mei 2014

Skenario 3 Part 1 Blok 6


Author  : Faiz
KASUS 3
Seorang laki laki, 40 tahun datang ke rumah sakit untuk kontrol penyakit yang di deritanya. Dua minggu yang lalu, pasien ini sudah datang ke rumah sakit dengan keluhan utama lidaahnya tersa perih dan panas seperti terbakar sejak 3 bulan yang lalu. Pasien ini memiliki riwayat merook 10 batang rokok/hari sejak 15 tahun yang lalu, tetapi telah berhenti sejak 4 bulan yang lalu.
Pada pemeriksaan mulut ditemukan plak eritematous di kanan dan kiri area retrocommisura, dan meluas ke belakang mucosa buccal. Pada pemeriksaan apusan mukosa buccal dan hifa candida. Pasien tersebut kemudian diobati dengan antifungi topikal (clotrimazole).
Setelah menjalani 2 minggu pengobatan, pasien tidak merasakan keadaan nya membaik dan datang untuk kontrol.
Pada anemnesis ulang, diketahui bahwa pasien ini mengalami penurunan berat badan cukup bermakna dalam 2 tahun  ini, yaitu sekitar 10 kg. Ia juga sering mengalami diare lama tanpa sebab yang jelas.
Pada saat ditanyai mengenai gaya hidupnya, terungkap bahwa pasien ini adalah seorang pengguna narkotika injeksi. Dokter kemudian melakukan pemeriksaan lanjutan
Unfamiliar Terms
1 .  plak eritematous : Lesi psoriasis vulgaris berbatas tegas, simetris, kering, tebal dengan ukuran yang beragam serta dilapisi oleh skuama tebal berlapis-lapis dan berwarna putih seperti mika. biasanya pada scalp, ekstensor lengan, mulut, kaki, lutut, siku, dorsum manus dan dorsum pedis,
2. hifa candida : Candida albicans merupakan jamur dimorfik karena kemampuannya untuk tumbuh dalam dua bentuk yang berbeda yaitu sebagai sel tunas yang akan berkembang menjadi blastospora dan menghasilkan kecambah yang akan membentuk hifa semu. Perbedaan bentuk ini tergantung pada faktor eksternal yang mempengaruhinya. Sel ragi (blastospora) berbentuk bulat, lonjong atau bulat lonjong dengan ukuran 2-5 µ x 3-6 µ hingga 2-5,5. Pada manusia, Candida albicans sering ditemukan di dalam mulut, feses, kulit dan di bawah kuku orang sehat. Candida albicans dapat membentuk blastospora dan hifa, baik dalam biakan maupun dalam tubuh.
Brainstorming :
1.       Apa kah ada hubungan kesehatan mulut pasien dengan riwayat merokok?
2.       Mengapa pada mulut pasien dapat ditemukan jamur (candida)?
3.       Macam macam obat obatan anti jamur
4.       Apakah ada hubungan riwayat merokok dengan diare dan kesehatan pasien ?
5.       Bahaya dari narkotika injeksi
6.       Imunodefisiensi
Analyzing
1.  Asap rokok mengandung komponen-komponen dan zat-zat yang berbahaya bagi tubuh. Banyaknya komponen tergantung pada tipe tembakau, temperatur pembakaran, panjang rokok, porositas kertas pembungkus, bumbu rokok serta ada tidaknya filter. Sedangkan zat-zat yang berbahaya berupa gas-gas dan partikel-partikel. Asap rokok yang kita hisap 90% mengandung berbagai gas seperti N2, O2, CO2, 10% sisanya mengandung partikel tertentu seperti ter, Nikotin dan lain-lain. Partikel dalam asap rokok yang dapat menyebabkan kanker (bersifat karsinogenik) adalah ter.

Pengaruh Merokok Terhadap Lidah
Pada perokok berat, merokok menyebabkan rangsangan pada papilafiliformis (tonjolan/juntai pada lidah bagian atas) sehingga menjadi lebih panjang (hipertropi). Disini hasil pembakaran rokok yang berwarna hitam kecoklatan mudah dideposit, sehingga perokok sukar merasakan rasa pahit, asin, dan manis, karena rusaknya ujung sensoris dari alat perasa (tastebuds).

Pengaruh Merokok Terhadap Gusi
Jumlah karang gigi pada perokok cenderung lebih banyak daripada yang bukan perokok. Karang gigi yang tidak dibersihkan dapat menimbulkan berbagai keluhan seperti gingivitis atau gusi berdarah. Disamping itu hasil pembakaran rokok dapat menyebabkan gangguan sirkulasi peredaran darah ke gusi sehingga mudah terjangkit penyakit.

SKENARIO 3 BLOK 12

SKENARIO 3 BLOK 12

maaf teman-teman karena skenario belum diupload jadi kami ngambil dari kasus tahun lalu..semoga sama ya jadi bermanfaat :)))))

author : stella



Anatomi kulit

Kulit merupakan pembungkus yang elastisk yang melindungi tubuh dari  pengaruh lingkungan. Kulit juga merupakan alat tubuh yang terberat dan terluas ukurannya, yaitu 15% dari berat tubuh dan luasnya 1,50 – 1,75 m2.  Rata- rata tebal kulit 1-2 mm. Paling tebal (6 mm) terdapat di telapak tangandan kaki dan paling tipis (0,5 mm) terdapat di penis.
Kulit terbagi atas tiga lapisan pokok, yaitu epidermis, dermis atau korium, dan jaringan subkutan atau subkutis.
a.        Epidermis
Epidermis terbagi atas empat lapisan yaitu :
1.  Lapisan Basal atau Stratum Germinativum
2.  Lapisan Malpighi atau Stratum Spinosum
3.  Lapisan Granular atau Sratum Granulosum
4.  Lapisan Tanduk atau Stratum Korneum

Pada telapak tangan dan kaki terdapat lapisan tambahan di atas lapisan granular yaitu Stratum Lusidium atau lapisan-lapisan jernih. Stratum Lusidium, selnya pipih, bedanya dengan stratum granulosum ialah sel-selnya sudah banyak yang kehilangan inti dan butir-butir sel telah menjadi jernih sekali dan tembus sinar. Dalam lapisan terlihat seperti suatu pita yang bening, batas- batas sel sudah tidak begitu terlihat, disebut stratum lusidium.
Lapisan basal atau germinativum, disebut stratum basal karena sel-selnya terletak di bagian basal. Stratum germinativum menggantikan sel-sel yang di atasnya dan merupakan sel-sel induk. Bentuknya silindris (tabung) dengan inti yang lonjong. Di dalamnya terdapat butir-butir yang halus disebut butir melanin warna. Sel tersebut disusun seperti pagar (palisade) di bagian bawah sel tersebut terdapat suatu membran yang disebut membran basalis. Sel-sel basalis dengan membran basalis merupakan batas terbawah dari epidermis dengan dermis. Ternyata batas ini tidak datar tetapi bergelombang. Pada waktu kerium menonjol pada epidermis tonjolan ini disebut papila kori (papila kulit), dan epidermis menonjol ke arah korium. Tonjolan ini disebut Rete Ridges  atau Rete Pegg (prosessus interpapilaris).
Lapisan Malpighi atau lapisan spinosum/akantosum, lapisan ini merupakan lapisan yang paling tebal dan dapat mencapai 0,2 mm terdiri dari 5-8 lapisan. Sel–selnya disebut spinosum karena jika kita lihat di bawah mikroskop sel–selnya terdiri dari sel yang bentuknya poligonal (banyak sudut) dan
mempunyai tanduk (spina). Disebut akantosum karena sel–selnya berdur i. Ternyata spina atau tanduk tersebut adalah hubungan antara sel yang lain disebut Interceluler Bridges atau jembatan interseluler.
Lapisan granular atau stratum granulosum, stratum ini terdiri dari sel–sel pipih seperti kumparan. Sel–sel tersebut terdapat hanya 2-3 lapis yang sejajar dengan permukaan kulit. Dalam sitoplasma terdapat butir–butir yang disebut keratohiolin  yang merupakan fase dalam pembentukan keratin oleh karena  banyaknya butir–butir stratum granulosum. Stratum korneum, selnya sudah mati, tidak mempunyai inti sel (inti selnya sudah mati) dan mengandung zat keratin.
Epidermis juga mengandung kelenjar ekrin, kelenjar apokrin, kelenjar sebaseus, rambut dan kuku. Kelenjar keringat ada dua jenis, ekrin dan apokrin. Fungsinya mengatur suhu tubuh, menyebabkan panas dilepaskan dengan cara penguapan. Kelenjar ekrin terdapat di semua daerah di kulit, tetapi tidak terdapat pada selaput lendir. Seluruhnya berjumlah antara 2 sampai 5 juta, yang terbanyak di telapak tangan. Sekretnya cairan jernih, kira–kira 99% mengandung klorida, asam laktat, nitrogen, dan zat lain. Kelenjar apokrin adalah kelenjar keringat besar yang bermuara ke folikel rambut. Tardapat di ketiak, daerah anogenital, puting susu, dan areola. Kelenjar sebaseus terdapat di seluruh tubuh, kecuali di tapak
tangan, tapak kaki, dan punggung kaki. Terdapat banyak kulit kepala, muka, kening, dan dagu. Sekretnya berupa sebum dan mengandung asam lemak, kolesterol, dan zat lain.Rambut terdapat diseluruh tubuh, rambut tumbuh dari folikel rambut di dalamnya epidermis. Folikel rambut dibatasi oleh epidermis sebelah atas, dasarnya terdapat papil tempat rambut tumbuh. Akar berada di dalam folikel pada ujung paling dalam dan bagian sebelah luar disebut batang rambut. Pada folikel rambut terdapat otot polos kecil sebagai penegak rambut. Rambut terdiri dari rambut panjang di kepala, pubis dan jenggot, rambut pendek dilubang hidung, liang telinga dan alis, rambut bulu lanugo diseluruh tubuh, dan rambut seksual di pubis dan aksila (ketiak). Kuku merupakan lempeng yang terbuat dari sel tanduk yang menutupi permukan dorsal ujung jari tangan dan kaki. Lempeng kuku terdiri dari 3 bagian yaitu pinggir bebas, badan, dan akar yang melekat pada kulit dan dikelilingi oleh lipatan kulit lateral dan proksimal. Fungsi kuku menjadi penting waktu mengutip benda–benda kecil.

b. Dermis
Dermis merupakan lapisan kedua dari kulit.  Batas dengan epidermis dilapisi oleh membran basalis dan di sebelah bawah berbatasan dengan subkutis tetapi batas ini tidak jelas hanya kita ambil sebagai patokan ialah mulainya terdapat sel lemak. Dermis terdiri dari dua lapisan yaitu bagian atas, pars papilaris (stratum papilar) dan bagian bawah, retikularis (stratum retikularis). Batas antara pars papilaris dan pars retikularis adalah bagian bawahnya sampai ke subkutis . Baik pars papilaris maupun pars retikularis terdiri dari jaringan ikat longgar yang  tersusun dari serabut–serabut yaitu serabut kolagen, serabut elastis dan serabutretikulus.Serabut ini saling beranyaman dan masing–masing mempunyai tugas yang berbeda. Serabut kolagen, untuk memberikan kekuatan kepada kulit, dan retikulus, terdapat terutama di sekitar kelenjar dan folikel rambut dan memberikan kekuatn pada alai tersebut.

c. Subkutis
Subkutis terdiri dari kumpulan–kumpulan sel–sel lemak dan di antara gerombolan ini berjalan serabut–serabut jaringan ikat dermis. Sel–sel lemak ini bentuknya bulat dengan intinya terdesak ke pinggir, sehingga membentuk seperti cincin. Lapisan lemak ini disebut penikulus adiposus yang tebalnya tidak sama pada tiap–tiap tempat dan juga pembagian antar laki–laki dan perempuan tidak sama (berlainan). Guna penikulus adiposus  adalah sebagai shock braker  atau pegas bila tekanan trauma mekanis yang menimpa pada kulit, isolator panas atau untuk mempertahankan suhu, penimbunan kalori, dan tambahan untuk kecantikan tubuh. Di bawah subkurtis terdapat selaput otot kemudian baru terdapat otot.

Fisiologi Kulit
Kulit merupakan  organ paling luas permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap bahaya bahan kimia, cahaya matahari mengandung sinar ultraviolet dan melindungi terhadap mikroorganisme serta menjaga keseimbangan tubuh terhadap lingkungan. Kulit merupakan indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat perubahan yang terjadi pada kulit. Misalnya menjadi pucat, kekuning–kuningan, kemerah–merahan atau suhu kulit meningkat, memperlihatkan adanya kelainan yang terjadi pada tubuh gangguan kulit karena penyakit tertentu. Gangguan psikis juga dapat menyebabkan kelainan atau perubahan pada kulit.Misalnya karena stress, ketakutan atau dalam keadaaan marah, akan terjadi perubahan pada kulit wajah. Perubahan struktur kulit dapat menentukan apakah seseorang telah lanjut usia atau masih muda. Wanita atau pria juga dapat membedakan penampilan kulit. Warna kulit juga dapat menentukan ras atau suku bangsa misalnya kulit hitam suku bangsa negro, kulit kuning bangsa mongol, kulit putih dari eropa dan lain-lain.
Perasaan pada kulit adalah perasaan reseptornya yang berada pada kulit. Pada organ sensorik kulit terdapat 4 perasaan yaitu rasa raba/tekan, dingin, panas, dan sakit. Kulit mengandung berbagai jenis ujung sensorik termasuk ujung saraf telanjang atau tidak bermielin. Pelebaran ujung saraf sensorik terminal dan ujung yang berselubung ditemukan pada jaringan ikat fibrosa dalam. Saraf sensorik berakhir sekitar  folikel rambut, tetapi tidak ada ujung yang melebaratau berselubung untuk persarafan kulit. Penyebaran kulit pada berbagai bagian tubuh berbeda-beda dan dapat dilihat dari keempat jenis perasaan yang dapat ditimbulkan dari daerah-daerah tersebut. Pada pemeriksaan histologi, kulit hanya mengandung saraf telanjang yang berfungsi sebagai mekanoreseptor yang memberikan respon terhadap rangsangan raba. Ujung saraf sekitar folikel rambut menerima rasa raba dan gerakan rambut menimbulkan perasaan (raba taktil). Walaupun reseptor sensorik kulit kurang menunjukkan ciri khas, tetapi secara fisiologis fungsinya spesifik. Satu jenis rangsangan dilayani oleh ujung saraf tertentu dan hanya satu jenis perasaan kulit yang disadari.

Lingkungan kerja sering mengandung bermacam-macam bahaya kesehatan yang bisa bersifat fisik, biologis, kimia dan psikologis. Terdapat 3 faktor penting sebagai penyebab dermatitis akibat kerja yaitu : lingkungan fisik, lingkungan kimia, dan lingkungan biologi.
A.  Lingkungan Fisik
Lingkungan kerja fisik memiliki pengaruh yang besar dalam menciptakan kenyamanan dan keamanan tempat kerja selain tentunya lingkungan kerja yang lain. Lingkungan fisik mempengaruhi penampilan seseorang. Hampir semua manusia dapat bekerja secara efisien pada setiap variabel lingkungan dengan kisaran yang relatif terbatas. Pada umumnya disetujui orang bekerja sangat baik di suatu lingkungan fisik yang baik.Lingkungan fisik memiliki pengaruh yang besar bagi pekerja antara lain sinar ultraviolet, kondisi cuaca, kelembapan dan panas. Agen–agen fisik menyebabkan trauma mekanik, termal atau radiasi langsung pada kulit. Kebanyakan iritan langsung merusak kulit dengan cara mengubah pH nya, bereaksi dengan protein–proteinnya, mengekstraksi lemak dari lapisan luarnya atau merendahkan daya tahan kulit. Sedangkan yang menimbulkan alergi kulit umumnya adalah hipersensitivitas tipe lambat.
b.  Lingkungan Kimia
Lingkungan kimia  juga berpengaruh terhadap timbulnya penyakit kulit. Misalnya air, asam, basa, garam logam berat, aldehid, alkohol dan sebagainya. Ada 2 cara bahan–bahan kimia ini menimbulkan dermatosis, yaitu dengan jalan perangsangan atau iritasi disebut perangsangan primer, sedangkan penyebab sesitisasi disebut pemeka (sensitizer). Perangsangan primer mengadakan rangsangan kepada kulit dengan jalan melarutkan lemak kulit, dengan mengambil air dari lapisan kulit, dengan oksidasi atau reduksi, sehingga keseimbangan kulit
terganggu dan timbullah dermatosis. Sensitisasi biasanya disebabkan oleh bahan–bahan organik dengan struktur molekul lebih sederhana, untuk membentuk antigen.Perangsangan primer adalah bahan yang akan menimbulkan dermatosis oleh kerjanya yang langsung kepada kulit yang normal pada tempat terjadinya kontak dengan kulit itu dalam jumlah danbkekuatan yang cukup untuk waktu cukup pula. Pemeka kulit adalah bahan yang tidak usah menimbulkan perubahan-perubahan pada kulit ketika kontak yang pertama dengan kulit, tetapi akan menyebabkan perubahan khas di kulit, setelah 5 atau 7 hari sejak kontak yang pertama, maupun di tempat lain di kulit. 
c.  Lingkungan Biologi
 Lingkungan biologi terdiri dari bakteri, jamur dan artropoda.
A. Infeksi Bakteri
Pada kulit manusia terdapat 2 jenis bakteri yaitu bakteri parasit yang
menimbulkan penyakit dan bakteri komensal yang merupakan flora normal kulit.
Floral normal dapat dibedakan lagi atas floral penghuni sementara (transient) dan
flora penghuni (resident). Flora penghuni sementara terdiri atas berbagai jenis
mikroorganisme yang hidup di permukaan kulit dan berasal dari lingkungan
sekitar kita. Bakteri ini tidak berproliferasi di permukaan kulit dan akan segera
meninggalkan kulit karena beberapa garutan saja. Flora penghuni terdiri atas
sejumlah kecil mikroorganisme. Bakteri ini berlipat ganda di permukaan kulit
oleh garutan, contoh penyakit kulit oleh karena infeksi bakteri yaitu paronikia,
merupakan suatu reaksi peradangan mengenai lipatan kulit dan jaringan disekitar
kuku. Paronikia akut paling seringdi akibatkan oleh infeksi bakteri, umumnya
Stapylococcus aureus atau Pseudomonus aeruginosa, sedangkan paronikia kronis
disebabkan oleh jamur Candida albicans.
Paronikia ditandai dengan jaringan kuku menjadi lembut dan membengkak
serta dapat mengeluarkan pus (nanah), kuku bertambah tebal, berubah warna dan
membentuk garis punggung melintang. Bila infeksi telah kronis, maka terdapat
cerah horizontal pada dasar kuku biasanya menyerang satu sampai tiga jari.
Penyakit ini berkembang pada orang-orang yang tangannya lama terendam
air kalau jari terluka sedikit saja, maka basil atu jamur akan merusak jaringan
sekitar kuku. Penderita diabetes atau kekurangan gizi lebih mudah diserangnya.

B.  Infeksi Jamur
Indonesia adalah negara tropis yang beriklim panas dan lembab. Dalam
keadaan demikian ditambah hygiene yang kurang sempurna, infestasi jamur kulit
cukup banyak. Terminology dan pembagian penyakit jamur kulit disebut mikosis
superfisialis atau dermatomikosis. Dermatomikosis adalah penyakit pada kulit dan
adneksa yang disebabkan jamur. Pada umumnya golongan penyakit ini dibagi atas
infeksi superfisialis dan infeksi kutan. Sedangkan infeksi subkutis juga termasuk
dermatomikosis. Otomikosis dan keratitis mikotika juga sebetulnya termasuk
dermatomikosis.
Penyakit Jamur Kulit terbagi atas :
1.  Pitriasis versiko lor
Pitiriasis versikolor atau panu, kadang-kadang disebut kromofitosis, tinea
flava, liver spots dan terakhir disebut pitirosporosis/pitiriasis. Penyakit ini adalah
dermatomikosis superfisialis yang disebabkan oleh Malassezia furfur  atau
Pityrossporum orbiculare yang bersifat ringan, menahun, biasanya tanpa keluhan
gatal.
2.  Dermatofitosis (Ring-worm infection)
Dermatofitosis adalah golongan penyakit jamur superfisialis yang
disebabkan oleh jamur dermatofita yaitu Trichopyton spp (T), Microsporum spp
(M), Epidermophyton spp (E). Penyakit ini menyerang jaringan yang mengandung
zat tanduk, yakni pada epidermis, rambut dan kuku.
Klasifikasi Dermatofitosis (Ring-worm infection):
1.  Tinea kapitis
Tinea kapitis adalah kelainan kulit pada daerah kepala berambut yang
disebabkan oleh jamur golongan dermatofita, dan sering terjadi pada anak-anak.
Kadang-kadang penyakit ini ditularkan dari hewan peliharaan, misalnya kucing,
anjing dan sebagainya, berwarna putih kelabu. Infeksi Trichopyton spp, biasanya
menimbulkan bercak kecil-kecil di kepala dengan rambut yang putus-putus tepat
di permukan kulit. Sehingga terlihat bintik-bintik hitam pada bercak tersebut yang
disebut black dots.
2.  Tinea barbe
Tinea barbe adalah penyakit yang disebabkan infeksi jamur dermatofita di
daerah janggut, jambang dan kumis, sering pada orang-orang dewasa yang banyak
kontak dengan hewan atau tanah. Keluhan penderita adalah gatal pada beberapa
tempat di janggut, kumis atau jambang disertai putusnya rambut di tempat
tersebut.
3.  Tinea korporis
Tinea korporis adalah penyakit karena infeksi jamur dermatofita pada kulit
halus (glabrous skin) di daerah muka, leher, badan, lengan dan gluteal. Penyebab
tersering kelainan ini adalah  Trychopyton rubrum  dan  Trychopyton
mentagrophytes. Penderita mengeluh rasa gatal yang kadang-kadang meningkat
waktu berkeringat.
4.  Tinea kruris
Tinea kruris adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita di daerah genitokrusal. Faktor yang berpengaruh di sini adalah
lembab oleh karena keringat dan obesitas. Keluhan penderita adalah rasa gatal di
daerah lipatan paha, sekitar anogenital, dan dapat meluas ke bokong dan perut
bagian bawah.
5.  Tinea unguium
Tinea unguium adalah kelainan kuku yang disebabkan oleh infeksi jamur
dermatofita. Keluhan penderita berupa kuku menjadi rusak, warnanya menjadi
suram. Bergantung jamur penyebabnya, destruksi kuku mulai dari distal, lateral
proksimal ataupun keseluruhan. Bila disertai paronikia maka sekitar kuku akan
terasa nyeri dan gatal.
6.  Tinea imbrikata
Kelainan kulit yang disebabkan oleh infeksi jamur T.concentcum dimana
terjadi gambaran klinis yang khas. Penyakit ini banyak didapatkan di bagian timur
kepulauan kita, sering disebut pula penyakit cascade, tokelau, ringworm dan
sebagainya. Keluhan berupa rasa gatal pada daerah yang terkena kulit jadi bersisik
dengan sisik yang melingkar-lingkar.
C. Artropoda
Penyakit kulit disebabkan artropoda yaitu penyakit kulit yang disebabkan
oleh kutu. Contoh penyakit kulit yang disebabkan oleh kutu seperti scabies
mengenai pada sela jari tangan, pergelangan tangan, sisi tangan dan kaki, lipat
paha, areola, permukaan ekstensor siku dan lutut.

Penyakit Kulit Akibat Kerja
Definisi penyakit kulit akibat kerja adalah semua keadaan patologis kulit dengan pajanan pada pekerjaan sebagai faktor penyebab utama atau hanya sebagai faktor penunjang. Menurut Evita Halim dan Retno Widowati dalam buku “Pedoman Diagnosis Penilaian Cacat karena Kecelakaan dan Penyakit Akibat Kerja”, penyakit kulit akibat kerja adalah setiap penyakit kulit yang disebabkan oleh pekerja atau lingkungan kerja. Meliputi penyakit kulit baru yang timbul karena pekerjaan atau lingkungan kerja dan penyakit kulit lama yang kambuh karena ekerjaan atau lingkungan kerja.
Sejak dahulu diseluruh dunia telah dikenal adanya reaksi tubuh terhadap bahan atau material yang ada di lingkungan kerja. Dalam Ilmu Kesehatan Kulit dikenal, pada individu atau pekerja  tertentu baik yang berada di negara berkembang maupun di negara maju, dapat mengalami kelainan kulit akibat pekerjaannya. Penyakit Kulit Akibat Kerja (PKAK) dikenal secara populer karena berdampak langsung terhadap pekerja yang secara ekonomis masih produktif. Istilah PKAK dapat diartikan sebagai kelainan kulit yang terbukti diperberat oleh jenis pekerjaannya, atau penyakit kulit yang lebih mudah terjadi karena pekerjaan yang dilakukan.
Apabila ditinjau lebih lanjut, penyakit kulit akibat kerja (PKAK) sebagai salah satu bentuk penyakit akibat kerja, merupakan jenis penyakit akibat kerja terbanyak yang kedua setelah penyakit muskoloskeletal, berjumlah sekitar 22% dari seluruh penyakit akibat kerja. Data di Inggris menunjukkan 1,29 kasus per 1000 pekerja merupakan dermatitis akibat kerja. Apabila ditinjau dari jenis penyakit kulit akibat kerja, maka lebih dari 95% merupakan dermatitis kontak, sedangkan yang lain merupakan penyakit kulit lain seperti akne, urtikaria kontak,
dan tumor kulit.

Dermatitis kontak
Definisi: dermatitis tabg disebabkan oleh bahan/substansi yang menempel pada kukit.
Dikenal dua macam dermatitis kontak yaitu dermatitis kontak iritan dan dermatitis kontak alergik.
A. Dermatitis kontak iritan
Merupakan reaksi peradangan kulir nonimunologik, jadi kerusakan langsung tanpa didahului proses sensitisasi. Penyebab munculnya dermatitis jenis ini ialah bahan yang bersifat iritan, misalnyabahan pelarut, deterjen, minyak pelumas, asam, alkali, dan serbuk kayu. Kelainan kulit yang terjadi selain ditentukan oleh ukuran molekul, daya larut, konsentrasi, juga dipengaruhi faktorr lain seperti: lama kontak, kekerapan, gesekan, trauma fisis, suhu dan kelembapan lingkungan. Gejala klinis yang terjadi sangat beragam, bergantung pada sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut, sedangkan iritan lemah memberi gejala kronis.
Klasifikasi dermatitis kontak iritan:
- DKI akut: disebakan oleh iritan kuat seperti larutan asam sulfat, asam hidroklorid dan basa kuat. Biasanya terjadi karena kecelakaan dan reaksinya segera timbul. Intensitas reaksi sebanding dengan konsentrasi dan lamanya kontak dengan iritan. Kulit terasa pedih, panas, rasa terbakar, kelainan yang terlihat dapat berupa eritem edema, bula, dengan batas tegas dan umumnya simetris.
- DKI akut lambat: gambaran klinis dan gejala sama dengan DKI akut, tetapi baru muncul 8 sampai 24 jam atau lebih setelah kontak. Bahan iritan yang dapat menyebabkan DKI akut lambat misalnya podofilin, antralin, tretonin, etilen oksida, benzalkunium klorida, asam hidrofluarat.
- DKI kumulatif: ini yang paling sering terjadi, nama lainnya DKI kronis. Penyebabnya ialah kontak berulang-ulang dengan iritan lemah (faktor fisis, misalnya gesekan, trauma mikro, kelembaban rendah, panas atau dingin, deterjen, sabun, pelarut, tanah, bahakn juga air). Gejala klasik: kulit kering, eritema, skuama, lambat laun kulit menebal, dan likenifikasi. Bila kontak terus berlangsung akhirnya kulit dapat retak seperti luka iris (fissure). Keluhan umum penderita biasanya gatal dan nyeri karena kulit retak. DKI kumulatif sering berhubungan dengan pekerjaan, contohnya: tukang cuxi, kuli bangunan, montir, juru masak, tukang kebun, penata rambut.
-DKI traumatik: kelainan kulit yang berkembang lambat setelah trauma panas atau laserasi. Gejalanya seperti dermatitis numuralis, penyembuhan lambat dan paling sering terjadi ditangan.
- DKI subyektif: kelainan kulit tidak terlihat namun penderita merasa seperti tersengat dan terbakar.
B. Dermatitis kontak alergi
Pemyebab DKA adalah bahan kimia sederhana dengam berat molekul umumnya rendah (<100 dalton), merupaka  alergen yang belun diproses yang disebut hapten, bersifat lipofilik, sangat reaktif, dapat menembus stratum korneum sehingga mencapai sel epidermis dibawahnya. Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya DKA, misalnya, potensial sensitisasi alergen, dosis per unit area, luas daerah yang terkena, lama pajanan, oklusi, suhu dan kelembaban lingkungan, vehikulum, dan pH.
Patogenesis: mekanisme terjadinya kelainan kulit pada DKA adalah mengikuti respon imun yabg diperantarai oleh sel atau reaksi imunologik tipe IV. Reaksi ini terjadi melalui dua fase, yaitu fase sensitisasi dan fase elisitasi. Hanya individu yang telah mengalami sensitisasi dapat menderita DKA.
- fase sensitisasi. Hapten maauk ke dapal epidermis melewati stratum korneum dan ditangkap oleh sel langerhans. Disini terjadi proses imunologis dal keluarlah mediator-mediator inflamasi seperti IL-1, TNFalfa. Sel langerhans akan bermigrasi ke kelenjar getah bening dan mempresentasika  hapten yang ada padanya kepada sel-T memori, sel-T  memori kemudian menyebar keseluruh tubuh. Fase ini berlangsung kira-kira selama 2-3 minggu.
- fase elisitasi: terjadi pada pajanan ulang alergen.
gejala klinis : penderita umunya mengeluh gatal. Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis dan lokasinya. Pada yang akut dimulai dengan bercak eritematosa yang berbatas tegas kemudian diikuti edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula yang pecah menimbulkan erosi dan eksudasi. Pada yang kronis terlihat kulit kering, berskuama, papul, likenifikasi, dan mungkin juga fissure, dengan batas tidak jelas..

Senin, 19 Mei 2014

Skenario 2 Part 2
Author : Cece

LIMFONODI
Limfonodi, yaitu kelenjar yang berfungsi sebagai pertahanan kekebalan tubuh (sistem imun).  Kelenjar ini mengandung zat-zat yang berguna untuk tubuh, diantaranya adalah protein, lemak, limfosit, sel darah putih, fibrinogen, albumin, sel-sel pembentuk pertahanan tubuh, dsb. kelenjar ini dapat membesar oleh karena penambahan sel-sel pertahanan tubuh yang berasal dari KGB itu sendiri, seperti limfosit, sel plasma, monosit dan tristiosit.  Penyebab lainnya yaitu karena proses peradangan (neutrofil), yang artinya kelenjar itu sedang dalam proses melawan bakteri yang masuk, infiltrasi sel-sel ganas atau timbunan dari penyakit metabolit lemak.  Jika dalam proses peradangan, bakteri dapat tereliminasi maka kelenjar tersebut akan mengalami regresi kembali.  Namun proses peradangan tersebut pada beberapa individu dapat menjadi berlebihan, sehingga pembesarannya menjadi relatif lebih besar dan lebih sensitif, terutama pada individu dengan riwayat alergi dan asma.  Akibatnya terjadi pembengkakan yang terasa nyeri jika ditekan dan terasa berfluktuasi.  Kulit yang diatasnya sering berwarna merah, penetrasi infeksi ke permukaan kulit, dan menimbulkan sinus yang mengalirkan cairan.(Robbins and Cotran,2008)
Proses pembesaran kelenjar limfe
Proses pembesaran kelenjar limfe oleh karena infeksi berbeda dengan metastasis karsinoma (kanker). Pada pembesaran kelenjar limfe yang disebabkan oleh infeksi dapat dijelaskan sebagai berikut.
Infeksi yang dimulai dengan masuknya kuman patogen ke dalam tubuh, direspons oleh sistem kekebalan yang berlapis. Di lapis depan berjajar komponen normal tubuh seperti kulit, selaput lendir, batuk, flora normal dan berbagai sel. Di pusat pertahanan, terdapat kelenjar limfe yang menyimpan dua mesin perang yaitu limfosit T dan limfosit B. Kelenjar limfe tersusun secara regional menjaga kawasan tertentu. Karena itu mereka disebut juga sentinel node (sentinal adalah penjaga dan node adalah kelenjar limfe). Sentinel node kepala dan muka, terdapat di leher; payudara dan tangan, ketiak; kaki, lipat paha dan sebagainya [12].
Dalam peperangan itu salah satu tugas lapis pertama adalah membawa sampel kuman ke limfosit untuk identifikasi dan pemrograman penghancurannya. Kemudian limfe atau cairan getah bening akan membawa sel T dan sel B, ke daerah konflik. Dalam usahanya kelenjar limfe regional akan meningkatkan aktivitasnya hingga membesar. Ciri-ciri pembesaran kelenjar limfe dalam mengatasi infeksi adalah sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional dengan nyeri dan disertai tanda-tanda infeksi di daerah itu, pencarian dan pengobatan pusat infeksi menjadi prioritas [12].
Berbeda dengan infeksi, kelenjar limfe regional akan kewalahan menghadapi kanker. Mereka melakukan penetrasi secara bertahap dalam waktu tahunan. Lama-lama kelenjar limfe regional akan membesar tanpa rasa sakit. Karena itu bila pembesaran kelenjar limfe regional tidak sakit, pencarian kanker primer menjadi prioritas [12].
Bakteri ekstraseluler dan intraseluler
1.    Infeksi Bakteri Ekstraseluler
a.        Strategi pertahanan bakteri
Bakteri ekstraseluler adalah bakteri yang dapat bereplikasi di luar sel, di dalam sirkulasi, di jaringan ikat ekstraseluler, dan di berbagai jaringan. Berbagai jenis bakteri yang termasuk golongan bakteri ekstraseluler telah disebutkan pada bab sebelumnya. Bakteri ekstraseluler biasanya mudah dihancurkan oleh sel fagosit. Pada keadaan tertentu bakteri ekstraseluler tidak dapat dihancurkan oleh sel fagosit karena adanya sintesis kapsul antifagosit, yaitu kapsul luar (outer capsule) yang mengakibatkan adesi yang tidak baik antara sel fagosit dengan bakteri, seperti pada infeksi bakteri berkapsul Streptococcus pneumoniae atau Haemophylus influenzae. Selain itu, kapsul tersebut melindungi molekul karbohidrat pada permukaan bakteri yang seharusnya dapat dikenali oleh reseptor fagosit. Dengan adanya kapsul ini, akses fagosit dan deposisi C3b pada dinding sel bakteri dapat dihambat. Beberapa organisme lain mengeluarkan eksotoksin yang meracuni leukosit. Strategi lainnya adalah dengan pengikatan bakteri ke permukaan sel non fagosit sehingga memperoleh perlindungan dari fungsi fagosit .
Sel normal dalam tubuh mempunyai protein regulator yang melindungi dari kerusakan oleh komplemen, seperti CR1, MCP dan DAF, yang menyebabkan pemecahan C3 konvertase. Beberapa bakteri tidak mempunyai regulator tersebut, sehingga akan mengaktifkan jalur alternatif komplemen melalui stabilisasi C3b3b konvertase pada permukaan sel bakteri. Dengan adanya kapsul bakteri akan menyebabkan aktivasi dan stabilisasi komplemen yang buruk.
Beberapa bakteri juga dapat mempercepat pemecahan komplemen melalui aksi produk mikrobial yang mengikat atau menghambat kerja regulator aktivasi komplemen. Bahkan beberapa spesies dapat menghindari lisis dengan cara mengalihkan lokasi aktivasi komplemen melalui sekresi protein umpan (decoy protein) atau posisi permukaan bakteri yang jauh dari membran sel. Beberapa organisme Gram positif mempunyai lapisan peptidoglikan tebal yang menghambat insersi komplek serangan membran C5b-9 pada membran sel bakteri .
Bakteri enterik Gram negatif pada usus mempengaruhi aktivitas makrofag termasuk menginduksi apoptosis, meningkatkan produksi IL-1, mencegah fusi fagosom-lisosom dan mempengaruhi sitoskleton aktin. Strategi berupa variasi antigenik juga dimiliki oleh beberapa bakteri, seperti variasi lipoprotein permukaan, variasi enzim yang terlibat dalam sintesis struktur permukaan dan variasi antigenik pili. Keadaan sistem imun yang dapat menyebabkan bakteri ekstraseluler sulit dihancurkan adalah gangguan pada mekanisme fagositik karena defisiensi sel fagositik (neutropenia) atau kualitas respons imun yang kurang (penyakit granulomatosa kronik).




 Mekanisme pertahanan bakteri ekstraseluler.
b.      Mekanisme pertahanan tubuh
Respons imun terhadap bakteri ekstraseluler bertujuan untuk menetralkan efek toksin dan mengeliminasi bakteri. Respons imun alamiah terutama melalui fagositosis oleh neutrofil, monosit serta makrofag jaringan. Lipopolisakarida dalam dinding bakteri Gram negatif dapat mengaktivasi komplemen jalur alternatif tanpa adanya antibodi. Hasil aktivasi ini adalah C3b yang mempunyai efek opsonisasi, lisis bakteri melalui serangan kompleks membran dan respons inflamasi akibat pengumpulan serta aktivasi leukosit. Endotoksin juga merangsang makrofag dan sel lain seperti endotel vaskular untuk memproduksi sitokin seperti TNF, IL-1, IL-6 dan IL-8. Sitokin akan menginduksi adesi neutrofil dan monosit pada endotel vaskular pada tempat infeksi, diikuti dengan migrasi, akumulasi lokal serta aktivasi sel inflamasi. Kerusakan jaringan yang terjadi adalah akibat efek samping mekanisme pertahanan untuk eliminasi bakteri. Sitokin juga merangsang demam dan sintesis protein fase akut.
Netralisasi toksin
Infeksi bakteri Gram negatif dapat menyebabkan pengeluaran endotoksin yang akan menstimulasi makrofag. Stimulasi yang berlebihan terhadap makrofag akan menghasilkan sejumlah sitokin seperti IL-1, IL-6 dan TNF. Proses ini akan memacu terjadinya reaksi peradangan yang menyebabkan kerusakan sel, hipotensi, aktivasi sistem koagulasi, gagal organ multipel dan berakhir dengan kematian. Antibodi yang mengandung reseptor sitokin dan antagonisnya, berperan dalam menghilangkan sejumlah sitokin dalam sirkulasi dan mencegah sitokin berikatan pada sel target.
Antibodi yang beredar dalam sirkulasi akan menetralisasi molekul antifagositik dan eksotoksin lainnya yang diproduksi bakteri. Mekanisme netralisasi antibodi terhadap bakteri terjadi melalui dua cara. Pertama, melalui kombinasi antibodi di dekat lokasi biologi aktif infeksi yaitu secara langsung menghambat reaksi toksin dengan sel target. Kedua, melalui kombinasi antibodi yang terletak jauh dari lokasi biologi aktif infeksi yaitu dengan mengubah konformasi alosterik toksin agar tidak dapat bereaksi dengan sel target. Dengan ikatan kompleks bersama antibodi, toksin tidak dapat berdifusi sehingga rawan terhadap fagositosis, terutama bila ukuran kompleks membesar karena deposisi komplemen pada permukaan bakteri akan semakin bertambah.
Opsonisasi
Opsonisasi adalah pelapisan antigen oleh antibodi, komplemen, fibronektin, yang berfungsi untuk memudahkan fagositosis. Opsonisasi ada dua yaitu opsonisasi yang tidak tergantung antibodi dan yang ditingkatkan oleh antibodi.
Pada opsonisasi yang tidak tergantung antibodi, protein pengikat manose dapat terikat pada manose terminal pada permukaan bakteri, dan akan mengaktifkan C1r dan C1s serta berikatan dengan C1q. Proses tersebut akan mengaktivasi komplemen pada jalur klasik yang dapat berperan sebagai opsonin dan memperantarai fagositosis. Lipopolisakarida (LPS) merupakan endotoksin yang penting pada bakteri Gram negatif. Sel ini dapat dikenal oleh tiga kelas molekul reseptor. Sedangkan opsonisasi yang ditingkatkan oleh antibodi adalah bakteri yang resisten terhadap proses fagositosis akan tertarik pada sel PMN dan makrofag bila telah diopsonisasi oleh antibodi.
Dalam opsonisasi terdapat sinergisme antara antibodi dan komplemen yang diperantarai oleh reseptor yang mempunyai afinitas kuat untuk IgG dan C3b pada permukaan fagosit, sehingga meningkatkan pengikatan di fagosit. Efek augmentasi dari komplemen berasal dari molekul IgG yang dapat mengikat banyak molekul C3b, sehingga meningkatkan jumlah hubungan ke makrofag (bonus effect of multivalency). Meskipun IgM tidak terikat secara spesifik pada makrofag, namun merangsang adesi melalui pengikatan komplemen.
Antibodi akan menginisiasi aksi berantai komplemen sehingga lisozim serum dapat masuk ke dalam lapisan peptidoglikan bakteri dan menyebabkan kematian sel. Aktivasi komplemen melalui penggabungan dengan antibodi dan bakteri juga menghasilkan anfilaktoksin C3a dan C5a yang berujung pada transudasi luas dari komponen serum, termasuk antibodi yang lebih banyak, dan juga faktor kemotaktik terhadap  neutrofil untuk membantu fagositosis.
Sel PMN merupakan fagosit yang predominan dalam sirkulasi dan selalu tiba di lokasi infeksi lebih cepat dari sel lain, karena sel PMN tertarik oleh sinyal kemotaktik yang dikeluarkan oleh bakteri, sel PMN lain, komplemen atau makrofag lain, yang lebih dahulu tiba di tempat infeksi. Sel PMN sangat peka terhadap semua faktor kemotaktik.
Sel PMN yang telah mengalami kemotaktik selanjutnya akan melakukan adesi pada dinding sel bakteri, endotel maupun jaringan yang terinfeksi. Kemampuan adesi PMN pada permukaan sel bakteri akan bertambah kuat karena sinyal yang terbentuk pada proses adesi ini akan merangsang ekspresi Fc dan komplemen pada permukaan sel. Sel PMN juga akan melakukan proses diapedesis agar dapat menjangkau bakteri yang telah menginfeksi. 
Proses penelanan bakteri oleh fagosit diawali dengan pembentukan tonjolan pseudopodia yang berbentuk kantong fagosom untuk mengelilingi bakteri, sehingga bakteri akan terperangkap di dalamnya, selanjutnya partikel granular di dalam fagosom akan mengeluarkan berbagai enzim dan protein untuk merusak dan menghancurkan bakteri tersebut.
Mekanisme pemusnahan bakteri oleh enzim ini dapat melalui proses oksidasi maupun nonoksidasi, tergantung pada jenis bakteri dan status metabolik pada saat itu. Oksidasi dapat berlangsung dengan atau tanpa mieloperoksidase. Proses oksidasi dengan mieloperoksidase terjadi melalui ikatan H2O2 dengan Fe yang terdapat pada mieloperoksidase. Proses ini menghasilkan komplek enzim-subtrat dengan daya oksidasi tinggi dan sangat toksik terhadap bakteri, yaitu asam hipoklorat (HOCl).
Proses oksidasi tanpa mieloperoksidase berdasarkan ikatan H2O2 dengan superoksida dan radikal hidroksil namun daya oksidasinya rendah. Proses nonoksidasi berlangsung dengan perantaraan berbagai protein dalam fagosom yaitu flavoprotein, sitokrom-b, laktoferin, lisozim, kaptensin G dan difensin. Pada proses pemusnahan bakteri, pH dalam sel fagosit dapat menjadi alkalis. Hal ini terjadi karena protein yang bermuatan positif dalam pH yang alkalis bersifat sangat toksik dan dapat merusak lapisan lemak dinding bakteri Gram negatif. Selain itu, bakteri juga dapat terbunuh pada saat pH dalam fagosom menjadi asam karena aktivitas lisozim. Melalui proses ini PMN memproduksi antibakteri yang dapat berperan sebagai antibiotika alami (natural antibiotics).
Sistem imun sekretori
Permukaan mukosa usus mempunyai mekanisme pertahanan spesifik antigen dan nonspesifik. Mekanisme nonspesifik terdiri dari peptida antimikrobial yang diproduksi oleh neutrofil, makrofag dan epitel mukosa. Peptida ini akan menyebabkan lisis bakteri melalui disrupsi pada permukaan membran. Imunitas spesifik diperantarai oleh IgA sekretori dan IgM, dengan dominasi IgA1 pada usus bagian awal dan IgA2 pada usus besar. Antibodi IgA mempunyai fungsi proteksi dengan cara melapisi (coating) virus dan bakteri dan mencegah adesi pada sel epitel di membran mukosa. Reseptor Fc dari kelas Ig ini mempunyai afinitas tinggi terhadap neutrofil dan makrofag dalam proses fagositosis. Apabila agen infeksi berhasil melewati barier IgA, maka lini pertahanan berikutnya adalah IgE. Adanya kontak antigen dengan IgE akan menyebabkan pelepasan mediator yang menarik agen respons imun dan menghasilkan reaksi inflamasi akut. Adanya peningkatan permeabilitas vaskular yang disebabkan oleh histamin akan menyebabkan transudasi IgG dan komplemen, sedangkan faktor kemotaktik terhadap neutrofil dan eosinofil akan menarik sel efektor yang diperlukan untuk mengatasi organisme penyebab infeksi yang telah dilapisi oleh IgG spesifik dan C3b. Penyatuan kompleks antibodi-komplemen pada makrofag akan menghasilkan faktor yang memperkuat permeabilitas vaskular dan proses kemotaktik .
Apabila organisme yang diopsonisasi terlalu besar untuk difagosit, maka fagosit dapat mengatasi organisme tersebut melalui mekanisme ekstraseluler, yaitu Antibody-Dependent Cellular Cytotoxicity (ADCC).

2.    INFEKSI BAKTERI INTRASELULER
a.       Strategi pertahanan bakteri
Bakteri intraseluler terbagi atas dua jenis, yaitu bakteri intraseluler fakultatif dan obligat. Bakteri intraseluler fakultatif adalah bakteri yang mudah difagositosis tetapi tidak dapat dihancurkan oleh sistem fagositosis. Bakteri intraseluler obligat adalah bakteri yang hanya dapat hidup dan berkembang biak di dalam sel hospes. Hal ini dapat terjadi karena bakteri tidak dapat dijangkau oleh antibodi dalam sirkulasi, sehingga mekanisme respons imun terhadap bakteri intraseluler juga berbeda dibandingkan dengan bakteri ekstraseluler. Beberapa jenis bakteri seperti basil tuberkel dan leprosi, dan organisme Listeria dan Brucella menghindari perlawanan sistem imun dengan cara hidup intraseluler dalam makrofag, biasanya fagosit mononuklear, karena sel tersebut mempunyai mobilitas tinggi dalam tubuh. Masuknya bakteri dimulai dengan ambilan fagosit setelah bakteri mengalami opsonisasi. Namun setelah di dalam makrofag, bakteri tersebut melakukan perubahan mekanisme pertahanan.
Bakteri intraseluler memiliki kemampuan mempertahankan diri melalui tiga mekanisme, yaitu 1) hambatan fusi lisosom pada vakuola yang berisi bakteri, 2) lipid mikobakterial seperti lipoarabinomanan menghalangi pembentukan ROI (reactive oxygen intermediate) seperti anion superoksida, radikal hidroksil dan hidrogen peroksida dan terjadinya respiratory burst, 3) menghindari perangkap fagosom dengan menggunakan lisin sehingga tetap hidup bebas dalam sitoplasma makrofag dan terbebas dari proses pemusnahan selanjutnya (Gambar 13-4).


 






  


b.      Mekanisme pertahanan tubuh
Pertahanan oleh diperantarai sel T (Celluar Mediated Immunity, CMI) sangat penting dalam mengatasi organisme intraseluler. Sel T CD4 akan berikatan dengan partikel antigen yang dipresentasikan melalui MHC II pada permukaan makrofag yang terinfeksi bakteri intraseluler. Sel T helper (Th1) ini akan mengeluarkan sitokin IFN γ yang akan mengaktivasi makrofag dan membunuh organisme intraseluler, terutama melalui pembentukan oksigen reaktif intermediat (ROI) dan nitrit oxide (NO). Selanjutnya makrofag tersebut akan mengeluarkan lebih banyak substansi yang berperan dalam reaksi inflamasi kronik. Selain itu juga terjadi  lisis sel yang diperantarai oleh sel T CD8.
Beberapa bakteri ada yang resisten sehingga menimbulkan stimulasi antigen yang kronik. Keadaan ini menimbulkan pengumpulan lokal makrofag yang terkativasi yang membentuk granuloma sekeliling mikroorganisme untuk mencegah penyebaran. Hal ini dapat berlanjut pada nekrosis jaringan dan fibrosis yang luas yang menyebabkan gangguan fungsi. Oleh karena itu, kerusakan jaringan terutama disebabkan oleh respons imun terhadap infeksi bakteri intraseluler.

Nodul Eritem
 

Eritema nodosum (EN) adalah suatu kondisi berupa benjolan-benjolan merah bulat (nodul) yang terbentuk tepat di bawah permukaan kulit. Kondisi ini terjadi oleh peradangan di lapisan lemak di bawah kulit.
Gejala
EN biasanya timbul di tulang kering, tetapi juga bisa terjadi di daerah lain seperti pantat, betis, pergelangan kaki, paha, dan lengan. Lesi dimulai sebagai benjolan-benjolan selebar 2-6 cm yang datar, keras, panas, kemerahan, dan menyakitkan. Garis tepi nodul tidak terdefinisikan dengan baik.
Dalam beberapa hari benjolan-benjolan itu menjadi lunak dan berwarna kebiruan atau merah muda, kemudian memudar dalam beberapa minggu. Bekas benjolan kemudian tampak seperti memar kecoklatan atau kekuningan sebelum hilang sepenuhnya.
Gejala lain mungkin termasuk:
·         Demam
·         Kurang enak badan (malaise)
·         Nyeri sendi
·         Pembengkakan kaki atau daerah lain yang terkena dampak
Gejala lain yang menyertai tergantung pada sebab yang mendasari. Misalnya, EN karena penyakit inflamasi usus mungkin disertai sakit perut dan diare. Bila penyebabnya adalah TB mungkin disertai batuk dan sesak nafas (lihat uraian di bawah mengenai penyebab).
Penyebab
Pada lebih dari setengah penderita, EN timbul tanpa sebab yang jelas (idiopatik). Namun, kadang-kadang EN dapat menjadi tanda awal  suatu masalah kesehatan yang perlu segera didiagnosis dan diobati. Kondisi yang dapat memicu timbulnya EN antara lain:
·            Infeksi streptokokus: pemicu yang paling umum pada anak-anak. Infeksi ini menyebabkan radang tenggorokan.
·            Sarkoidosis: kondisi di mana peradangan menyebabkan benjolan-benjolan kecil (granuloma) di berbagai organ tubuh, yang paling umum di paru-paru dan kelenjar getah bening. Sarkoidosis adalah pemicu umum EN pada orang dewasa.
·            Tuberkulosis (TB): infeksi oleh bakteri TB yang biasanya menyerang paru-paru.
·            Infeksi lainnya: Clamidia, Mycoplasma pneumoniae, Salmonella spp dan Campylobacter spp .
·            Reaksi terhadap obat-obatan tertentu seperti antibiotik dan pil KB kombinasi.
·            Penyakit radang usus: ulcerative colitis dan penyakit Crohn.
·            Kehamilan, paling sering selama trimester kedua.
·            Kanker jenis limfoma dan leukemia.
Pustulasi
pustulasi : lesi kulit yang terisi dengan pus dibagian epidermis

Patofisiologi
terjadi karena infeksi bakteri menyebabkan penumpukan eksudat purulen yang terdiri dari pus, leukosit dan debris. Pustule

Infeksi
yaitu invasi dan pembiakan mikroorganisme di jaringan tubuh, secara klinis tidak tampak atau timbul cedera selular lokal akibat kompetisi metabolisme, toksin, replikasi intrasel, atau respon antigen-antibodi. (Dorland, 2002)
Radang atau inflamasi
merupakan respon protektif setempat yang ditimbulkan oleh cedera atau kerusakan jaringan, yang berfungsi menghancurkan, mengurangi, atau mengurunng (sekuester) baik agen pencedera maupun jaringan yang cedera itu. (Dorland, 2002)
Infeksi
Infeksi menembus permukaan kulit atau berasal dari dalam tubuh. Gambaran klinisnya tergantung pada:
1.      Letaknya di dalam kulit
2.      Sifat alami organisme
3.      Sifat respon tubuh terhadap organisme
Sebagian besar infeksi melalui jalan eksternal dengan menembus barier kulit yang dapat menyebabkan lesi kulit saat organisme menginfeksi tubuh lainnya dan menimbulkan bercak-bercak kulit. Infeksi dapat disebabkan oleh berbagai macam organisme, seperti fungi, virus, bakteri, protozoa dan virus metazoa. Banyak organisme yang hidup atau bahkan tumbuh di dalam kulit tetapi tidak menimbulkan kerugian terhadap inang yang disebut komensal, atau apabila organisme ini mengkonsumsi bahan-bahan yang mati maka mereka disebut saprofit.(Underwood, 1999)
Mekanisme kerusakan jaringan yang diakibatkan organisme infeksius beraneka ragam, karena produk atau sekresi yang berbahaya dari bakteri-bakteri. Jadi, sel hospes menerima rangsangan bahan kimia yang mungkin bersifat toksik terhadap metabolisme atau terhadap keutuhan membran sel. Sebagai tambahan, sering timbul respon peradangan dari hospes yang dapat menyebabkan kerusakan kimiawi terhadap sel. Agen intraseluler misalnya virus sering menyebabkan ruptura sel yang terinfeksi. Selanjutnya terjadi kerusakan jaringan lokal. (Underwood, 1999)
Radang
Peradangan ditandai oleh:
1.      Vasodilatasi pembuluh darah lokal yang mengakibatkan terjadinya aliran darah setempat yang berlebihan
2.      Peningkatan permeabilitas kapiler, memungkinkan kebocoran banyak sekali cairan ke dalam ruang intersisiel
3.      Seringkali terjadi pembekuan cairan di dalam ruang intersisiel yang disebabkan oleh fibrinogen dan protein yang lainnya yang bocor dari kapiler dalam jumlah besar
4.      Migrasi sejumlah besar granulosit dan monosit ke dalam jaringan
5.      Pembengkakan sel jaringan
(Guyton, 2007)
Biasanya diklasifikasikan berdasarkan waktu kejadiannya, antara lain:
1.          Radang akut
Yaitu reaksi jaringan yang segera dan hanya dalam waktu yang tidak lama
2.          Radang kronis
Yaitu reaksi jaringan selanjutnya yang diperlama mengikuti respon awal
Penyebab utama radang akut adalah:
·         Infeksi mikrobial
Merupakan penyebab yang paling sering ditemukan. Virus menyebabkan kematian sel dengan cara multiplikasi intraseluler. Bakteri melepaskan endotoksin yang spesifik atau melepaskan endotoksin yang ada hubungannya dengan dinding sel. Di samping itu, beberapa macam organisme, melalui reaksi hipersensitivitas, dapat menyebabkan radang yang diperantarai imunologi.
·         Reaksi hipersensitivitas
Terjadi bila perubahan kondisi respon imunologi mengakibatkan tidak sesuainya atau berlebihannya reaksi imun yang akan merusak jaringan.
·         Agen fisik
Kerusakan jaringan yang terrjadi pada proses radang dapat melalui trauma fisik, ultraviolet atau radiasi ion, terbakar atau dingin yang berlebihan (fostbite).
·         Bahan kimia iritan dan korosif
Bahan kimiawi yang menyebabkan korosif (bahan oksidan, asam, basa) akan merusak jaringan, yang kemudian akan memprovokasi terjadinya proses radang. Di samping itu, agen penyebab infeksi dapat melepaskan bahan kimiawi spesifik yang mengiritasi, dan langsung mengakibatkan radang.
·         Jaringan nekrosis
Aliran darah yang tidak mencukupi akan menyebabkan berkurangnya pasokan oksigen dan makanan pada daerah bersangkutan, yang akan mengakibatkan terjadinya kematian jaringan. Kematian jaringan sendiri merupakan stimulus yang kuat untuk terjadinya infeksi. Pada tepi daerah infark sering memperlihatkan suatu respon radang akut.(Underwood, 1999)
Proses peradangan
Salah satu efek pertama dari peradangan adalah pembatasan (wall of) area yang cedera dari sisa jaringan yang tidak mengalami radang. Ruang jaringan dan cairan limfatik di daerah yang meradang dihalangi oleh bekuan fibrinogen, sehingga untuk sementara waktu hampir tidak ada cairan yang melintasi ruangan. Proses pembatasan akan menunda penyebaran bakteri atau produk toksik.
Dalam waktu beberapa menit setelah peradangan dimulai, makrofag telah ada di dalam jaringan dan segera memulai kerja fagositiknya. Bila diaktifkan oleh produk infeksi dan peradangan, efek yang mula-mula terjadi adalah pembengkakan setiap sel-sel ini dengan cepat. Selanjutnya, banyak makrofag yang sebelumnya terikat kemudian lepas dari perlekatannya dan menjauh mobil, membentuk lini pertama pertahanan tubuh terhadap infeksi selama beberapa jam pertama.
Dalam beberapa jam setelah peradangan dimulai, sejumlah besar netrofil dari darah mulai menginvasi daerah yang meradang. Hal ini disebabkan oleh produk yang berasal dari jaringan yang meradang akan memicu reaksi berikut:
1.      Produk tersebut mengubah permukaan bagian dalam endotel kapiler, menyebabkan netrofil melekat pada dinding kapiler di area yang meradang. Efek ini disebut marginasi.
2.      Produk ini menyebabkan longgarnya perlekatan interseluler antara sel endotel kapiler dan sel endotel vanula kecil sehingga terbuka cukup lebar, dan memungkinkan netrofil untuk melewatinya dengan cara diapedesis langsung dari darah ke dalam ruang jaringan.
3.      Produk peradangan lainnya akan menyebabkan kemotaksis netrofil menuju jaringan yang cedera.
Jadi, dalam waktu beberapa jam setelah dimulainya kerusakan jaringan, tempat tersebut akan diisi oleh netrofil. Karena netrofil darah telah berbentuk sel matur, maka sel-sel tersebut sudah siap untuk segera memulai fungsinya untuk membunuh bakteri dan menyingkirkan bahan-bahan asing.
Dalam waktu beberapa jam sesudah dimulainya radang akkut yang berat, jumlah netrofil di dalam darah kadang-kadang menigkat sebanyak 4-5 kali lipat menjadi 15.000-25.000 netrofil per mikroliter. Keadaan ini disebut netrofilia. Netrofilia disebabkan oleh produk peradangan yang memasuki aliran darah, kemudian diangkut ke sumsum tulang, dan disitu bekerja pada netrofil yang tersimpan dalam semsum untuk menggerakkan netrofil-netrofil ini ke sirkulasi darah. Hal ini membuat lebih banyak lagi netrofil yang tersedia di area jaringan yanng meradang.
Bersama dengan invasi netrofil, monosit dari darah akan memasuki jaringan yang meradang dan membesar menjadi makrofag. Setelah menginvasi jaringan yang meradang, monosit masih merupakan sel imatur, dan memerlukan waktu 8 jam atau lebih untuk membengkak ke ukuran yang jauh lebih besar dan membentuk lisosom dalam jumlah yang sangat banyak, barulah kemudian mencapai kapasitas penuh sebagai makrofag jaringan untuk proses fagositosis. Ternyata setelah beberapa hari hingga minggu, makrofag akhirnya datang dan mendominasi sel-sel fagositik di area yang meradang, karena produksi monosit baru yang sangat meningkat dalam sumsum tulang.
Pertahanan tubuh yang keempat adalah peningkatan hebat produksi granulosit dan monosit oleh sumsum tulang. Hal ini disebabkan oleh perangsangan sel-sel progenitor granulositik dan monositik di sumsum. Namun hal tersebut memerlukan waktu 3-4 hari sebelum granulosit dan monosit yang baru terbentuk ini mencapai tahap meninggalkan sumsum tulang. (Guyton, 2007)

Pembentukan pus
Bila netrofil dan makrofag menelan sejumlah besar bakteri dan jaringan nekrotik, pada dasarnya semua netrofil dan sebagian besar makrofag akhirnya akan mati. Sesudah beberapa hari, di dalam jaringan yang meradang akan terbentuk rongga yang mengandung berbagai bagian jaringan nekrotik, netrofil mati, makrofag mati, dan cairan jaringan. Campuran seperti ini biasanya disebut pus. Setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang terdapat dalam pus secara bertahap akan mengalami autokatalisis dalam waktu beberapa hari, dan kemudian produk akhirnya akan diabsorpsi ke dalam jaringan sekitar dan cairan limfe hingga sebagian besar tanda kerusakan jaringan telah hilang.
(Guyton, 2007)

Efek radang akut
Cairan dan eksudat seluler, keduanya dapat mempunyai efek yang berguna. Manfaat cairan eksudat adalah sebagai berikut:
·         Mengencerkan toksin
Pengenceran toksin yang diproduksi oleh bakteria akan memungkinkan pembuangannya melalui saluran limfatik
·         Masuknya antibodi
Akibat naiknya permeabilitas vaskuler, memugkinkan antibodi masuk ke dalam rongga ekstravaskuler. Antibodi dapat mengakibatkan lisisnya mikro-organisme dengan mengikutsertakan komplemen, atau mengakibat-kan   fagositosis melalui opsonisasi. Antibodi juga penting untuk menetralisir toksin.
·         Transpor obat
Seperti antibiotik ke tempat bakteri berkembang biak.
·         Pembentukan fibrin
Dari eksudat fibrinogen dapat menghalangi gerakan mikro-organsme, menangkapnya dan memberikan fasilitas terjadinya fagositosis.
·         Mengirim nutrisi dan oksigen
Yang sangat penting untuk sel seperti neutrofil yang mempunyai aktivitas metabolisme yang tinggi, yang dibantu dengan menaikkan aliran cairan melalui daerah tersebut
·         Merangsang respon imun
Dengan cara menyalurkan cairan eksudat ke dalam saluran limfatik yang memungkinkan partikel dari larutan antigen mencapai limfonodus regionalnya, dimana partikel dapat merangsang respon imun.
Pembebasan enzim-enzim lisosom oleh sel radang dapat pula mempunyai efek yang merugikan, yaitu:
·         Mencerna jaringan normal
Enzim-enzim seperti kolagenase, protease dapat mencerna jaringan normal, yang menyebabkan kerusakan. Kondisi ini mungkin terutama sebagai hasil kerusakan vaskuler, misalnya pada reaksi hipersensitivitas tipe III.
·         Pembengkakan
Pembengkakan jaringan yang mengalami radang akut dapat merugikan. Pembengkakan karena radang akan berbahaya apabila terjadi di dalam ruang yang tertutup seperti rongga kepala.
·         Respon radang yang tidak sesuai
Kadang-kadang respon radang akut tampak tidak sesuai, seperti yang terjadi pada reaksi hipersensitivitas tipe I, dimana antigen di sekitarnya berkemampuan menyebabkan reaksi yang tidak mengancam dan merugikan individu. Pada respon radang karena alergi mungkin dapat mengancam hidupnya, misalnya asma ekstrinsik

Ciri ciri inflamasi
Warna kemerahan (rubor)
Diakibatkan oleh adanya dilatasi pembuluh darah kecil dalam daerah yang mengalami kerusakan.
Panas (kalor)
Peningkatan suhu hanya tampak pada bagian perifer tubuh (kulit). Peningkatan suhu ini diakibatkan karena meningkatnya aliran darah sehingga sistem vaskuler dilatasi dan mengalirkan darah yang hangat pada daerah tersebut.
Bengkak (tumor)
Pembengkakan sebagai hasil adanya edema dan kelompok sel radang dalam jumlah sedikit yang masuk ke dalam daerah tersebut.
Nyeri (dolor)
Rasa nyeri diakibatkan oleh regangan dan distorsi jaringan akibat edema dan terutama karena tekanan pus di dalam rongga abses.
Demam
Demam merupakan manifestasi sistemik yang paling sering terjadi pada respon radang dan merupakan gejala utama penyakit infeksi
-          Endotoksin bakteri gram negatif
-          Sitokin yang dilepaskan dari sel-sel limfoid

Mekanisme demam antara lain:
Aktivator (mikroba, toksin, kompleks antigen-antibodi, proses radang; dll) → menginduksi fagosit MN dan sel lain → melepaskan interleukin-1 → pusat pengatur suhu (hipotalamus) melalui darah → respon fisiologik → demam
Penanganan luka
Prinsipnya adalah pada luka bersih tidak perlu diberikan antibiotik dan pada luka kotor maka perlu diberikan antibiotik. Tindakan penanganan luka harus dilakukan sesuai teknik aseptik (steril).
1.      Bersihkan tepi luka menggunakan alkohol
2.      Lanjutkan dengan pemakaian desinfektan seperti betadine pada luka
3.      Balut luka agar tidak terjadi infeksi lebih lanjut